Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140185 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Eka Martha Della Rahayu
Universitas Indonesia, 2003
S31203
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Novianti
"Centella asiatica merupakan tumbuhan yang banyak digunakan sebagai bahan obat, sehingga perlu dibudidaya, salah satunya dengan pengecambahan biji. Namun, biji C. asiatica diduga mengalami dormansi. Studi fase pematangan dan dormansi biji C. asiatica telah dilakukan dengan mengamati perkembangan bunga, buah, dan biji, serta respons perkecambahan biji terhadap pemberian GA3 secara in vitro. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa biji C. asiatica dapat dibagi menjadi 4 kategori berdasarkan warna pericarp, yaitu hijau (H), hijau kekuningan (HK), kuning kehijauan (K), dan cokelat tua (CT). Empat kategori biji tersebut dikecambahkan pada medium 0,7% agar-agar dengan atau tanpa pemberian 5 atau 10 µM GA3. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa biji kategori K memiliki respons perkecambahan terbaik pada medium kontrol. Tiap kategori biji tidak memperlihatkan respons perkecambahan setelah diberi GA3, kecuali biji K, yang responsnya menurun pada medium dengan 5 µM GA3. Fase pematangan biji C. asiatica diduga terletak mulai dari biji H hingga K, sementara fase dormansi diduga terletak pada biji CT. Hanya biji K yang merespons keberadaan GA3 dalam medium, yaitu dengan memperlihatkan penurunan respons perkecambahan pada GA3 dengan konsentrasi 5 µM.

Centella asiatica has been used widely for medicinal purposes. Therefore, cultivation, such as by seed germination, should be useful. However, C. asiatica seeds have been assumed to established dormancy. Study on maturation and dormancy phase of C. asiatica seed was done by observed the flower, fruit, and seed development, and seed germination responses to GA3 treatment. The result showed that C. asiatica seeds can be divided into 4 categories based on pericarp color, i.e. green (H), yellowish green (HK), greenish yellow (K), and dark brown (CT). The 4 seed categories was germinated in 0,7% agar medium with or without GA3 treatment (5 or 10 µM). The K seeds have the best germination response in medium without GA3 treatment. All seed categories did not establish germination response as GA3 treatment, except K seeds, which germination response decreased as 5 µM GA3 treatment. It is assumed that C. asiatica seed maturation phase lies on the H until K seeds, while dormancy phase lies on the CT seeds. Only K seeds that established germination response in GA3 treatment, which response’s decreased as 5 µM GA3 treatment.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S59640
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Mustaid
"Lygodium circinnatum (Burm.f.) Sw. adalah sejenis paku merambat (Schizaeaceae) yang batangnya banyak digunakan sebagai bahan untuk industri kerajinan tangan. Belakangan ini pasokan bahan bakunya mengalami penurunan akibat menurunnya populasi di alam. Tumbuhan ini belum dibudidayakan, sehingga perlu dilakukan tindakan konservasi termasuk upaya perbanyakannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis media dan Atonik terhadap perkecambahan spora dan pembentukan sporofit L. circinnatum. Dua jenis media yang diuji adalah: a) lumpur sawah dan b) campuran akar kadaka dan bubuk batu bata. Penelitian dilakukan di dalam rumah kaca menggunakan rancangan acak lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media lumpur sawah secara signifikan berpengaruh terhadap perkecambahan dan pembentukan sporofit, tetapi harus diikuti dengan upaya penjarangan pada sporofit. Tingginya kepadatan sporofit dapat menghambat pertumbuhan gametofit menjadi sporofit. Penggunaan media lumpur sawah yang diberi Atonik pada konsentrasi 1,5 ml l-1 dapat disarankan untuk perkecambahan dan pembentukan sporofit L. circinnatum."
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI, {s.a.}
580 BKR 17:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Purwaningsih
"Eucalyptus alba Reinw. ex Blums adalah tanaman tropis yang banyak dimanfaatkan dalam industri kayu, obat-obatan, kosmetik, dan berpeluang untuk dikembangkan melalui teknik kultur jaringan. Eksplan hipokotil kecambah E. alba usia 5 hari diberi variasi gabungan IBA (0, 2, 4 ppm) dan kinetin (0, 1, 2 ppm) dalam modifikasi medium Murashige Se Skoog (1962). Kultur dipelihara dalam ruang kultur bersuhu + 21°C tanpa pemberian cahaya tambahan.. Pada minggu ke-8 setelah penanaman eltsplan, dihitung jumlah akar dan tunas yang terbentuk. Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa morfogenesis eksplan hipokotil E. alba dapat terjadi pada variasi gabungan IBA dan kinetin, melalui tahap pembentukan kalus terlebih dahulu. Kalus yang terbentuk bertekstur kompak. Kalus secara keseluruhan berwarna krem. Pada beberapa kalus, terdapat tonjolan kalus berwarna hijau, dan tonjolan kalus berwarna putih dengan bercak-bercak merah muda. Uji Kruskal-Wallis pada ot = 0,05 menunjukkan bahwa pemberian n variasi IBA dan kinetin berpengaruh terhadap jumlah akar. Oj i perbandingan berganda pada a =. 0,05, menunjukkan bahwa jumlah akar dengan pemberian 2 dan 4 ppm IBA, tanpa pemberian kinetin, berbeda nyata terhadap kontrol. Pembentukan akar yang terbaik didapatkan pada kadar IBA sebesar 4 ppm, tanpa pemberian kinetin. Pembentukan tunas terjadi pada pemberian 2 ppm kinetin, tanpa penambahan IBA."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novianti Indriastuti
"ABSTRAK
Daun pacar air {Impatiens balsamina Linn.) dikultur
pada medium Murashige-Skoog (1962) modifikasi dengan pemberian
interaksi 2,4-D dan kinetin. Kultur dipelihara
dalam ruang bersuhu +-25C dan diberi cahaya. Pengamatan
dilakukan terhadap waktu inisiasi, jenis, warna, berat basah
dan berat kering kalus. Kalus mulai terbentuk pada
minggu ke-2 setelah penanaman, berwarna krem dan bertekstur
remah kompak. Berat basah kalus rata-rata tertinggi
pada minggu ke-4 diperoleh dari kalus dalam medium PIO
(2 ppm 2,4-D + 0,5 ppm kinetin) yaitu 0,2288 gram, dan
berat kering kalus rata-rata tertinggi diperoleh dari
kalus dalam medium P9 (1 ppm 2,4-D + 0,5 ppm kinetin)
yaitu 0,0195 gram. Berat basah dan berat kering kalus
rata-rata tertinggi pada minggu ke-8 diperoleh dari kalus
dalam medium PIO (0,2991 gram dan 0,0285 gram). Berat
basah kalus rata-rata tertinggi pada minggu ke-12 diperoleh dari kalus dalam medium P3 (3 ppm 2,4-D) yaitu 0,8481
gram, sedangkan berat kering kailus rata-rata tertinggi
diperoleh dari kalus dalam medium PIO (0,0603 gram).
Hasil ANAVA menunjukkan bahwa interaksi 2,4-D dan kinetin
berpengaruh terhadap pertambahan berat basah dan berat
kering kalus pada minggu ke-8 dan minggu ke-12.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosmithayani
"Tangkai daun brotowali Tinospora ci'ispa (L.) Miers dikultur pada medium dasar Murashige-Skoog (1962) dengan pemberian variasi konsentrasi 0, 2, 6 ppm IBA sex^ta 0, 1, 2 ppm kinetin. Kultur dipelihara dalam ruang bersuhu 25°C dan fotoperiodisitas 18 jam/hari dengan intensitas cahaya 800 lux. Kalus mulai terbentuk pada hari ke-14 setelah penanaman, berwarna krem dan hijau muda serta bertekstur remah-kompak dan kompak. Berat basah kalus tertinggi pada minggu ke-4 dihasilkan dleh medium dengan penambahan 8 ppm IBA dan 1 ppm kinetin yaitu 591,2 mg, sedangkan berat kering tertinggi dihasilkan oleh medium dengan penambahan 2 ppm IBA yaitu 37,8 mg. Berat basah dan berat kering kalus tertinggi pada minggu ke-8 dihasil kan oleh medium dengan penambahan 2 ppm IBA, masing-masing 1420,3 mg dan 94,8 mg. Berat basah dan berat kering kalus tertinggi pada minggu ke-12 dihasilkan oleh medium dengan penambahan 2 ppm IBA dan 2 ppm kinetin, masing-masing 1852 mg dan 122,2 mg. Produktivitas kalus yang tinggi dapat diperoleh dengan menggunakan 2 dan 8 ppm IBA maupun interaksi antara 2 dan 8 ppm IBA dengan 1 dan 2 ppm kinetin."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi NAA
(Naphthaleneaceticacid) dan Kinetin (6-furfurylaminopurine) terhadap
pertumbuhan akar adventif pada kultur in vitro daun Centella asiatica (L.) Urban
(pegagan) pada bulan Mei--Oktober 2007. Eksplan daun pegagan urutan ke-1
dengan ukuran 1 cm2 ditanam pada medium Murashige & Skoog (1962)
modifikasi, dengan penambahan empat macam kombinasi NAA dan Kinetin.
Ke empat macam kombinasi tersebut adalah NAA 4 mgl-1 + Kinetin 2 mgl-1 (M0),
NAA 3 mgl-1 + Kinetin 2 mgl-1 (M1), NAA 5 mgl-1 + Kinetin 2 mgl-1 (M2), dan NAA
6 mgl-1 + Kinetin 2 mgl-1 (M3). Kultur daun diinkubasi pada fotoperiodisitas 16
jam selama 40 hari. Akar adventif dibentuk secara tidak langsung dari kalus
yang bertekstur kompak. Pembentukan akar adventif terjadi pada minggu ke-3
hingga akhir pengamatan. Medium M0, M1, M2, dan M3 mampu mendukung
pembentukan akar adventif. Medium M1 merupakan medium yang lebih baik
dibandingkan medium kontrol (M0) berdasarkan persentase eksplan yang
membentuk akar adventif per perlakuan (58,3%) dan rata-rata hari inisiasi akar
adventif (hari ke-24). Medium M3 merupakan medium yang lebih baik
dibandingkan medium kontrol (M0) berdasarkan rata-rata berat basah akar
adventif (359,2 mg) dan rata-rata berat kering akar adventif (11,7 mg).
Hasil pengamatan mikroskopis terhadap akar adventif pegagan yang
tumbuh secara in vitro maupun akar pegagan yang tumbuh secara in vivo
menunjukkan kesamaan. Secara morfologi terdapat tudung akar, primordia
8
akar lateral, dan akar lateral. Secara anatomi terdapat epidermis, korteks, dan
jaringan pembuluh. Analisis kualitatif terhadap senyawa terpenoid, steroid,
saponin, dan fenolik menunjukkan bahwa akar adventif pegagan yang tumbuh
secara in vitro mengandung senyawa terpenoid dan steroid."
Universitas Indonesia, 2007
S31475
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Herawan
"The objective were to know the base medium, growth regulator concentration of Kinetin, and combination of this treatment that had the best response to rooting phase of Sandalwood. This study was expected to play role in contributing great advantages to support the plant material provision in operational scale.
Generally, the protocol of tissue culture of Sandalwood had been acknowledged, however there were still problems on rooting phase. Therefore the study wasfocused on 1/2 MS medium application, 1/2 GD, and 1/2 WPM, also application of Kinetin in different levels of concentration (0; 0,25; 0,50; 0,75; and 1 mg/1) on root development in Sandalwood.
Study result concluded that the base medium of 1/2 MS and application of Plant Growth Regulators IBA 20 mg/1 combined with IAA 1 mg/1, and treatment of 0,75 mg/1 Kinetin concentration had the best response to growth and enlargement of Sandalwood root."
Jakarta: Agrosains, 2006
580 AGR 19 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>