Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62502 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Xaverius Faroid Tody
"Salah satu syarat kepailitan adalah utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Arti hutang sudah jatuh tempo artinya hutang sudah lewat waktu pembayaran yang disepakati bersama antara debitur dan kreditur. Batas tanggal terakhir dalam arti pailit adalah utang yang telah lewat waktu pelunasannya karena sudah disepakati, dipercepat pembayarannya atau karena undang-undang. Dalam perkembangan perjanjian utang piutang dalam penerbitan obligasi, ada klausul dalam perjanjian yang menyebutkan utang tanpa jatuh tempo Dengan kata lain, hutang itu abadi. Untuk meneliti apa yang dimaksud sebenarnya dengan utang tanpa jatuh tempo jika dikaitkan dengan kondisi kepailitan, perlu dikaji bagaimana peraturan perundang-undangan mengaturnya baik dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kepailitan maupun pasar modal yang secara khusus mengatur tentang obligasi dan teori tentang syarat-syarat kepailitan dan penerbitan obligasi.

One of the bankruptcy requirements is a condition of debt that is due and can be collected. The meaning of the debt has matured means that the debt has passed the payment period agreed upon between the debtor and the creditor. Maturity in the sense of bankruptcy is a debt that has passed the time of payment due to agreement, accelerated payment and due to law. In the development of the debt-receivable agreement in the issuance of bonds, there is an agreement clause that mentions debt without having maturity in other words debt is eternal. To examine how what is really meant by debt without maturity when it is associated with bankruptcy requirements, it is necessary to examine how legislation regulates this matter both in laws and regulations related to bankruptcy and capital markets that specifically regulate bonds and theories about bankruptcy and issuance requirements bond."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica
"Indonesia sebagai negara berkembang memiliki keterbatasan dana dalam negeri dan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengolah kegiatan di bidang eksplorasi sumber daya alam, terutama kegiatan operasi pertambangan, yang bersifat padat modal, padat karya, sarat teknologi, sarat (high cost, high tech, dan high risk. Oleh karena itu peranan investor asing sangat dibutuhkan untuk mengolah dan mengeksplorasi potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pemerintah mengundan investor asing melaui kontrak kerjasama, dimana didalamnya diatur hak dan kewajiban antara investor dan pemerintah. Pada tahun 1982 Pemerintah dengan PT Kaltim Prima Coal menandatangani Perjanjian Karya Pengusahaan Tambang Batubara (PKP2B). Salah satu kewajiban investor yang diatur dalam PKP2B tersebut berkaitan dengan promosi kepentingan nasional adalah divestasi saham/indonesianisasi saham. Namun dalam pelaksanaannya ternyata tidak mudah dan berlarut-larut antara lain dikarenakan keinginan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur yang ingin memiliki 51% saham PT KPC sampai dengan Transaksi akuisisi off shore PT Bumi Resources terhadap saham induk PT KPC. Penundaan tersebut tentu saja sangat merugikan pihak Indonesia, karena dengan semakin tertunda investor semakin banyak menarik keuntungan dari kekayaan alam Indonesia . Dengan semangat jiwa otonomi daerah Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur dimana sumber daya alam yang dikeruk berasal dari Kalimantan Timur berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah memiliki otonomi seluas-luasnya atas kekayaan alam di daerahnya, sehingga berhak untuk mendapatkan prioritas dalam divestasi tersebut. Transaksi off shore PT BR terhadap saham induk PT KPC tersebut pun tidak dapat menghilangkan kewajiban PT KPC untuk melaksanakan divestasi saham sesuai dengan PKP2B, karena PT KPC tetap berstatus PMA dan mandiri terlepas dari induknya yakni PT BR, meskipun PT BR adalah Badan Hukum Indonesia.

Indonesia as a development country is lack of capital, knowledge, and technology to explore its natural resources, especially in mining operation. Mining operation characteristic is high cost, high tech, dan high risk. Therefore foreign investor role in Indonesia is needed to process and explore Indonesia’s natural potential. The Government of Indonesia invites foreign investors by joint venture contract, in the contract there were ruled the rights and the obligations beetween investors dan the government of Indonesia. In 1982 the government of Indonesia with PT Kaltim Prima Coal signed Coal Contract of Work. One of the obligation of PT KPC as a contractor in the contract in connection with promoting the national interest is divestment share to the Indonesian/Indonesianisation share. However the implementation is not easy, because of the willingness of PT KPC postpone it, the demand of the Government Province of Kalimantan Timur who wants 51% share of PT KPC until the off shore acquitition transaction of PT Bumi Resources to hold 100% share of PT KPC’s holding in Caymand Island. Posponing it could disadvantage the Indonesian, because the investor could take more advantages from Indonesia’s natural resources which in Indonesian Constitution year 1945 article 33 Indonesian Natural Resources authorized by Indonesian Government for the welfare of Indonesian people. With the spirit of autonomy the Government Province of Kalimantan Timur who has the natural resources and where the exploration and exploitation of PT KPC takes place, by the Law No. 32 year 2004 about provincial autonomy, is given wider autonomy on its natural resources in its area, so that the Government Province of Kalimantan Timur has the right to get priority in the divestment obligation of PT KPC. The off shore acquitition transaction PT BR doesn’t erase the obligation of PT KPC in implementing the divestment policy as ruled by ariticle 26 in the Coal Contract of Work altough PT BR is an Indonesian participant."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Meyanne Alwie
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S23398
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Reihansyah
"Pasar modal merupakan salah satu sarana yang digemari oleh perusahaan untuk memperoleh tambahan dana demi menjamin keberlangsungan usahanya, dimana diperdagangkan efek bersifat kepemilikan dan efek bersifat utang. Salah satu efek bersifat utang yang paling digemari adalah obligasi, seperti PT Wijaya Karya Tbk. yang menerbitkan obligasi bunga abadi atau yang dikenal juga dengan sebutan perpetual bond pada tahun 2019. Pada tahun yang sama Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 30/POJK.04/2019 Tahun 2019 tentang Penerbitan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk yang Dilakukan Tanpa Melalui Penawaran Umum (“POJK 30/2019”) yang mengatur mengenai perpetual bond. Padahal, pada tahun 2018 OJK sudah memastikan bahwa tidak diperlukan adanya pengaturan khusus mengenai perpetual bond. Penelitian ini mencoba untuk meneliti apakah memang diperlukan adanya pengaturan perpetual bond dan bagaimana perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegangnya dengan bentuk penelitian yuridis normatif dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan primer, sekunder, dan tersier. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengaturan perpetual bond diperlukan guna memberikan perlindungan hukum yang jelas mengingat banyaknya risiko perpetual bond, demi mendukung adanya kepastian hukum, serta guna memenuhi amanat dari Declaration Summit on Financial Markets and The World Economy. Kemudian perlindungan hukum yang diberikan berbentuk preventif dan represif berupa pengaturan syarat-syarat penerbitan perpetual bond, pembatasan pihak-pihak yang dapat melakukan penerbitan maupun pihak yang dapat melakukan pembelian, keberadaan agen pemantau, kewajiban penerbit untuk menyampaikan dokumen penerbitan yang terdiri dari surat pengantar dan memorandum informasi, kewajiban pelaporan oleh penerbit dan agen pemantau kepada OJK, pemberian sanksi administratif, serta keberadaan wali amanat dalam hal penerbit wanprestasi.

The capital market is one of the favorite means for companies to obtain additional funds to ensure the continuity of their business, where ownership securities and debt securities are traded. One of the most popular debt securities is bonds, such as PT Wijaya Karya Tbk. which issues perpetual bond in 2019. In the same year the financial services authority, Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) issued OJK Regulation Number 30/POJK.04/2019 Year 2019 concerning Issuance of Debt Securities and/or Sukuk Conducted Without Public Offering (“POJK 30/2019”) which regulates perpetual bonds. In fact, in 2018 OJK has ensured that there is no need for special arrangements regarding perpetual bonds. This study tries to examine whether there is really a need for a perpetual bond regulation and how legal protection is given to the holder in the form of normative juridical research and using library materials such as primary, secondary, and tertiary materials. From this research, it can be concluded that the regulation of perpetual bonds is needed to provide clear legal protection considering the many risks of perpetual bonds, to support legal certainty, and to fulfill the mandate of the Declaration Summit on Financial Markets and The World Economy. Then the legal protection provided is in the form of preventive and repressive forms in the form of setting the conditions for the issuance of perpetual bonds, restrictions on parties who can issue and those who can make purchases, the presence of monitoring agents, the obligation of the issuer to submit issuance documents consisting of cover letters and information memorandum, reporting obligations by issuers and monitoring agents to OJK, administrative sanctions, as well as the presence of a trustee in the event that the issuer defaults.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tettri Noviandri
"Perseroan Terbatas PMA X (PT PMA X) didirikan dengan akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris A. Setelah memperoleh pengesahan sebagai badan hukum dari Menteri, Surat Persetujuan Badan Koordinasi Modal (SP BKPM) yang menjadi dasar pendirian PT PMA X dinyatakan palsu oleh BKPM. Persoalan yang timbul adalah berkaitan dengan akta Pendirian PT PMA X dan Notaris pembuat akta. Bagaimana status hukum dan keabsahan akta Pendirian PT PMA X yang telah mendapat pengesahan dari Menteri? Bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris dalam kasus pemalsuan SP BKPM PT PMA X yang tercantum pada akta Pendirian PT PMA X?
Penelitian ini menggunakan metodologi yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Pihak PT PMA X dan Kantor Konsultan Hukum Y menyatakan bahwa SP BKPM PT PMA X diurus dan diselesaikan oleh Z, pegawai di BKPM. Z ternyata memalsukan SP BKPM PT PMA X. SP BKPM palsu atas nama PT PMA X mengakibatkan cacat hukum dalam akta otentik Pendirian PT PMA X, sehingga akta otentik Pendirian PT PMA X menjadi batal. Batalnya akta otentik Pendirian PT PMA X harus diikuti dengan formalitas pembubaran PT PMA X karena PT PMA X sudah menjadi badan hukum. Batalnya akta Pendirian PT PMA X tidak mengakibatkan sanksi hukum terhadap Notaris A. Notaris A dalam menjalankan tugas jabatannya dengan wewenang membuat akta otentik tidak wajib untuk melakukan verifikasi data dalam akta yang dibuatnya yang telah sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh para pihak."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16498
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Adrianus Satrio Henantyo
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai analisis hukum terhadap perlindungan hukum bagi
tertanggung dalam kerjasama bancassurance. Bancassurance merupakan suatu
kerjasama yang dilakukan oleh Perusahaan Asuransi jiwa yang memasarkan
produk-produk asuransi dengan melakukan kerja sama dengan pihak bank.
Menurut Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomar 2 Tahun 1992, penutupan
asuransi atas objek asuransi harus didasarkan pada kebebasan memilih
penanggung, kecuali bagi program asuransi sosial, dengan memperhatikan daya
tampung perusahaan asuransi di dalam negeri. Dalam praktiknya, hak tenanggung
tersebut tidak diindahkan terutama oleh perusahaan asuransi sebagai penanggung.
Berangkat dari latar belakang tersebut, penulis akan meneliti apakah asas
kebebasan memilih bagi penanggung sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) Undang-
Undang No. 2 Tahun 1992 dilanggar dalam kerjasama bancassurance. Kemudian
bagaimanakah perlindungan hukum bagi tertanggung dalam kerjasama
bancassurance ditinjau dari hukum asuransi dan Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 tentang perlindungan konsumen. Serta bagaimanakah proses penyelesaian
sengketa klaim asuransi dalam keljasama ,bansassurance. Penelitian tesis ini
menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-
rmdangan dan bersifat analitis. Hasil penelitian yang didapat adalah meskipun
tidak mengatur secara jelas untuk model distribusi yang lain, namun didalam
Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/35/DPNP tahun 2010 mengatur mengenai
mengenai pemberian hak bagi tertanggung untuk memilih perusahaan asuransi
sebagai penanggungnya. Kemudian terdapat beberapa ketentuan didalam Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999, KUHD, Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1992, dan
Keputusan Menteri Keuangan No. 422 tahun 2003, yang rnelindungi kepentingan
tertanggung dalam kerjasama bancassurance. Serta penyelesaian sengketa klaim
asuransi dalam kerjasama bancassurance dapat dilakukan melalui pengadilan atau
melalui BMAI yang dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu mediasi dan ajudikasi.

Abstract
This thesis discusses the legal analysis against legal protection for the insured in
bancassuranee. Baneassuranee is a partnership committed by insurance companies
that sell insurance produets in cooperation with the bank. According to Article 6
paragraph (1) of Law No. 2 of 1992, insurance coverage over the object of
insurance must be based on freedom of choice, except for social insurance
programs, taking into account the capacity of insurance companies in the country.
In practice, the right of the insured is not ignored, especially by the insurer. Based
on that background, the author will examine whether the principle of freedom of
choice for the person in accordance with Article 6 paragraph (1) of Law No. 2 of
1992 violated the baneassuranee. Then how is legal protection for the insured in
baneassuranee cooperation in terms of the insurance law and the Law No. 8 of
1999 on consumer protection. And how the dispute resolution process insurance
claims in bancassurance cooperation. This thesis research using normative legal
research methods, the approach to legislation and analytical nature. The results
obtained are not set up despite the clear for other forms of distribution, but in the
Circular Letter of Bank Indonesia No. 12/35/DPNP year 2010 governs the
granting of rights to the insured to choose insurance company as an insurer. Then
there are some provisions in the Act No. 8 year 1999, Commercial code (Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang - KUHD), Government Regulation No. 73 year
1992, and Minister of Finance Decree No. 422 year 2003, which protects the
interests of the insured in baneassuranee cooperation. And dispute settlement of
insurance claims in baneassurance cooperation can be done through the courts or
through BMAI conducted within 2 (two) phases, namely mediation and
adjudication."
Universitas Indonesia, 2012
T30952
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jerry Ronaldy
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S23823
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam Undang-undang Kepailitan, tugas kurator
memegang peranan yang sanagat penting. Padanya terbebani
wewenang untuk melakukan kepengurusan guna mengoptimalkan
harta pailit sehingga kewajiban-kewajiban debitur pailit
terhadap kreditur dan pihak ketiga dapat dipenuhi.
Secara umum tugas kurator digamabarkan dalan pasal 12
ayat (1) Jo pasal 67 ayat (1) UU Kepailitan. Walaupun
dalam pasal-pasal yang lain disebutkan secara khusus
tugas-tugas dari kurator, akan tetapi dari pasal 12 ayat
(1) Jo pasal 67 ayat (1) dapat ditafsirkan bahwa undangundang
memberikan kewenangan yang sangat besar kepada
kurator. Sebab tindakan-tindakan kurator dalam pengurusan
harta pailit tidaklah terhenti dengan diajukanya kasasi
atau peninjauaan kembali atas pernyataan pailit.
Sepanjang pengurusan yang dilakukan oleh kurator
menguntunkan kreditur tentu tidak menjadi masalah, namun
bagaimana jika kepengurusan yang dilakukan kurator atas
harta pailit merugikan kurator? Walaupun UU Kepailitan
memberikan perlindungan kepada kreditur untuk mengusulkan
pergantian kurator sebagaimana yang ditentukan oleh pasal
67B ayat (2), akan tetapi pada beberapa kasus, pergantian
ini sulit dilaksanakan. Pada beberapa kasus, misalnya
kasus PT. Asap abadi Coconat oil permohonan penggantian
kurator telah ditolak dengan alasan tidak terbukti adanya
kesalahan kurator. Menjadi pertanyaan apakah ketentuaan
Pasal 67B ayat (2) itu bersifat imperatif yang harus
secara otomatis dilaksanakan ataukah diperlukan bukti
lain yaitu adanya kesalahan kurator, (perihal
penggantian kurator)?"
Universitas Indonesia, 2004
S23545
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Latifah
"Perubahan dari perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka atau sebaliknya, merupakan hal yang biasa terjadi di pasar modal dunia termasuk di Indonesia.go private adalah perubahan status perusahaan dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup. Beralihnya status ini di tandai dengan disetujuinya akta persetujuan pemegang saham tentang perubahan anggaran dasar tersebut oleh Menteri Kehakiman dan hak Azasi Manusia. Bagi Bapepam-LK, hal utama yang diperhatikan dalam go private adalah perlindungan terhadap pemegang saham publik, dimana pemegang saham publik dianggap sebagai pemegang saham independen kecuali yang bersangkutan menyatakan lain. Sehingga diwajibkan memperoleh persetujuan pemegang saham independen terlebih dahulu dan melakukan pembelian saham melalui penawaran tender.
Perlindungan yang didapat melalui ketentuan penawaran tender tersebut adalah dalam hal harga saham, dan adanya kesempatan yang sama bagi semua pemeganga saham publik untuk menjual saham yang dimilikinya.Ketentuan go private di pasar modal belum diatur secara jelas, akan tetapi Bapepam-LK telah menetapkan rambu-rambu ketentuan yang terkait dengan pelaksanaan go private, beberapa diambil dari ketentuan-keteuan yang memang sudah ada sebelumnya ditambah dengan perubahan-perubahan utuk menampung aspek perlindungan hukum bagi investor publik.Go private merupakan salah satu bagian dari industri pasar modal secara keseluruhan, maka apapun bentuk jaminan kepastian hukum tersebut, sudah sewajarnya apabila tetap diberikan perlindungan bagi pemegang saham publik baik sebelum maupun setelah perusahaan melakukan go private.

Change from a private company into a public company or otherwise, common thing in the world capital markets, including Indonesia. Go private company is changing the status of a public company into private company. Shifting this status on the mark with the approval of the shareholders deed of agreement daras budget changes by the Minister of Justice and Human Right. For Bapepam-LK, the main thing is to go private to be considered in the protection of public shareholders, whereby the public shareholders are considered as independent shareholders unless the concerned states otherwise. Therefore obliged to obtain independent shareholder approval in advance and make a purchase of shares through a tender offer.
Protection is obtained through the provisions of the tender offer is in terms of stock price, and the existence of equal opportunities for all holder public shares to sell its shares. Terms go private in the capital market has not been clearly regulated, but the capital market regulator has set the guidelines provisions associated with the implementation go private, some taken from the provisions who had been there before plus weeks to accommodate changes in aspects of legal protection for public investors. Go private is one part of the capital markets industry as a whole, then any form of guarantee of legal certainty is, naturally, if still provided protection for public shareholders both before and after the company did go private.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S24877
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>