Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51307 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Tambunan, Taralan
"Untuk memahami profesionalisme dalam bidang pediatri terapeutik ada baiknya ditelusuri lebih jauh tentang profesionalisme kedokteran secara umum. Kita sudah lama mengenal istilah medicine is a science and art. Sadar akan perkembangan ilmu pengetahuan, para pakar kedokteran kemudian memahami bahwa medicine is an ever-changing science. Dalam buku teks Cecil Textbook of Medicine edisi ke 21 karangan Goldman (2000) pada bagian I pasal 1 dengan judul: Medicine as a learned and humane profession tertulis batasan ilmu kedokteran sebagai berikut: Medicine is not a science, but a profession that encompasses medical sciences as well as personal, humanistic, and professional attributes. Lebih jauh ditekankan bahwa profesionalisme dalam bidang kedokteran mencakup:
  • Komitmen atau tanggung jawab dalam praktik kedokteran dengan standar tertinggi dan dalam pengembangan dan peningkatan pengetahuan kedokteran
  • Komitmen dalam sikap dan perilaku yang dapat menopang kepentingan dan kesejahteraan pasien
  • Komitmen dalam aspek kebutuhan kesehatan di dalam masyarakat.
Profesionalisme kedokteran menginginkan altruisme, akuntabilitas, keunggulan, tugas, pelayanan, kehormatan, integritas serta rasa saling menghargai. Dalam pengertian profesionalisme seperti di atas inilah kita memaknai arti profesionalisme dalam bidang pediatri terapeutik.
Pengembangan kemampuan profesional yang sekarang dikenal sebagai continuing professional development (CPD) mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan continuing medical education (CME) karena selain pengembangan ilmu kedokteran, juga aspek profesional lainnya yakni kompetensi (termasuk penalaran klinis dan keterampilan klinis), akuntabilitas, altruisme, kolegalitas serta etika turut ditingkatkan dan dikembangkan. Semua komponen profesialisme tersebut di atas terkait pula dengan aspek penanganan dan pengobatan penyakit. Peningkatan profesionalisme, khususnya peningkatan dalam penanganan dan pengobatan pasien sekaligus bertujuan agar seorang dokter, terutama klinikus, mempersiapkan diri terhadap rencana Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) yang mengusulkan dimasukkannya audit medik dalam hukum kedokteran. Audit medik perlu dilakukan sebagai upaya mengejawantahkan etika kedokteran dan melindungi pasien. Audit medik merupakan jalan menuju pelayanan kedokteran yang lebih rasional, dengan kata lain agar dokter lebih arif dan rasional dalam menuliskan resep bagi pasiennya.
Dalam elemen utama penataan klinis (clinical governance), audit klinis dan efektivitas klinis merupakan dua unsur utama yang terkait erat dengan pengobatan. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan penataan klinis di suatu rumah sakit, unsur terapi perlu dikuasai dan dijalani dalam kaitannya dengan audit klinis dan efektivitas pengobatan."
Jakarta: UI-Press, 2004
PGB 0221
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Maki Zaenudin Subarkah
"Siswa yang mengalami putus sekolah merupakan ancaman bagi suatu negara. Karena dengan adanya hal tersebut penerimaan pajak menurun dan pengeluaran biaya kesejahteraan sosial meningkat (Thorstensen, 2004).Salah satu prediktor dari putus sekolah adalah ketidakhadiran siswa (Attendanceworks.org, 2015; Suyanto, 2010). Dari hasil baseline study pada 56 siswa ditemukan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi ketidakhadiran adalah rendahnya kemampuan academic delay of gratification (ADOG). Intervensi dilakukan dengan memberikan pelatihan penundaan kesenangan jangka pendek selama 2 hari kepada peserta. Pelatihan ini menggunakan teori sumber perubahan perilaku yang dikembangkan Petterson et.al (2013). Pelatihan ini menggunakan disain eksperimen within group pre-post test. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kenaikan secara signifikan (z = -2,807 dengan P 0,005 < 0 ,05). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan pelatihan penundaan kesenangan jangka pendek dapat meningkatkan keterampilan menunda kesenangan. Namun demikian, tidak digunakannya kuesioner menjadi kelemahan penelitian ini.Tidak digunakannya kuesioner dikarenakan tidak konsistennya para siswa dalam mengisi kuesioner yang diberikan ketika baseline study.

Students who dropped out of school is a threat for a country. That problem declining tax revenue and rising social welfare expenditure (Thorstensen, 2004) .One of the predictors of dropout is a student absenteeism (Attendanceworks.org, 2015; Suyanto, 2010 ). Finding from baseline study on 56 students found that one of the factors that affect absenteeism is the low ability to academic delay of gratification (ADOG). the intervention is providing training delay gratification for 2 days to the participants. The training uses a source of behavioral change theory developed by Petterson et.al (2013). The training uses experimental design within group pre-post test. The results of this study indicate that there is an increase significantly (z = -2.807 to 0.005 P <0, 05). This study found that delay gratification training improving delay gratification ability in student. However, this research has limitation for not using the questionnaire for measuring the ADOG item. Decision to not using questionnaires due to the inconsistency of the students in filling out questionnaires given when the baseline study.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T46389
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Petrus Irwan, 1958-
"ABSTRAK
Halaman Pidana penjara merupakan jenis pidana yang paling banyak digunakan untuk menanggulangi kejahatan. Selama tahun 1997 pidana penjara yang dijatuhkan sebauyak 59.672 yang terdiri dari 58.195 terhadap pelaku tindak pidana laki-Iaki dan 1.477 pelaku tindak pidana perempuan. Pidana penjara sebagai suatu. derita diharapkan rnanfaatnya untuk mencegah kejahatan memenuhi rasa keadilan dan sebagai cara untuk memperbaiki atau membina pelaku kejahatan.
Pidana penjara pada masa pemerintahan kolonial Belanda merupakan reaksi negara akibat adanya suatu tindak pidana dan diformulasikan ke dalam undang-undang hukum pidana, pelaksanaan pidana penjara lebih banyak menggunakan pendekatan keamanan, karena tujuan .pidana untuk pembalasan. Setelah Indonesia merdeka, keadaan ini masih berlangsung, sehingga DR. Sahardjo terdorong untuk menghapuskan penderitaan orang-orang di Penjara, pemikirannya dituangkan pada saat menerima gelar Doctor Honoris Causa di Universitas Indonesia dalam llmu-hukum tanggal 5 Juli 1963.dengan judul : ?Pohon Beringin Pengayoman Hukum Pancasila Manipol/Usdek?.
Menurutnya tujuan pidana penjam adalah sebagai knnsep sangat manusiawi. Pelaksanaan pemikiran tersebut diimplementasikan ke dalam undang-undang RI nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Dalam pelaksanaannya tidak membawa perbaikan terhadap orang-orang di penjara, lembaga pemasyamkatan nidak potensial sebagai tempat rehabilitasi narapidana. Dari kenyataan demikian pelaksanaan pemasyarakatan perlu diperbaharui agar tujuan penjatuhan pidana berupa pemasyarakatan dapat terwujud.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah, ketentuan pidana penjara apakah telah berorientasi pada konsep pemasyarakatan, pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara apakah menunjang kebijakan penanggulangan kejahatan, pandangan masyarakat dan penegak hukum terhadap pidana penjara, faktor yang memiliki keterkaitan dalam upaya mengimplementasikan sistem pemasyarakatan, upaya yang diajukan bagi pembaharuan pemasyrakatan di Indonesia.
Berdasarkan hasil peneiitian, pemasyarakatan sebagai tujuan pidana sebagaimana dalam undang-undang RI nornor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, dalam pelaksanaannya belum bemjalan efekiitl pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan belum menjamin bekas narapidana diterima rnasyamkat karena pembinaan sangat terbatas sehingga tidak cukup bekal berkornpetisi di masyaxakat. Kecenderungan buruknya pelayanan pembinaan narapidana, terbukti banyaknya peristiwa buruk yang
terjadi di lembaga pemasyarakatan, sehingga pemasyarakan sebagai tujuan pidana penjara menjadi ?tertunda? sehingga sulit untuk menunjang kebijakan penanggulangan kejahatan.
Menurut pandangan masyarakat pidana penjara yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan dianggap tidak memenuhi rasa keadilan mereka yang dirugikan akibat kejahatan. Pidana penjara harus mengandung suatu pembalasan yang setimpal dengan kerugian yang ditimbulkan, pidana penjam harus membuat pelakunya menjadi jera, tobat.
Menurut pandangan penegak hukum pidana penjara lebih dipahami untuk melindungi masyarakat, pidana penjara salah satu sarana untuk merehabilitasi pelaku kejahatan. Sebagai suatu derita, pidana penjara diyakini bertujuan untuk pembalasan maupun menjerakan pelaku, Serta melindungi kepentingan negara dan masyarakat.pidana penjara dianggap suatu cara untuk melakukan pembinaan.
Faktor yang erat kaitannya dengan implentasi sistem pemasyarakatan sebagai faktor penentu adalah kualitas pembinaan. Pembinaan yang diterapkan sepatutnya menjadikan narapidana memiliki kesadaran hukum. Untuk itu petlu didukung petugas yang profesional dan pendidikan keterampilan. peraturan perundang-undangan, infrastruktur, dan penghargaan atas hak-hak nampidana seperti pemberian insentif.
Reorientasi sistem pembinaan, perlu disempumahn antara lain pendidikan keterampilan, pendidikan agama dan diberikan hak-haknya, serta perlu dibina dengan memanfaarkan tenaga ahli (behavorial scientist) maupun orientasi dirumah singgah. Penegak hukum menjadi penentu apakah pidana peniara akan menjadi pemasyarakatan atau pemenjataan. Penegak hukum harus memahami dijatuhkan pidana penjara bukan bertujuan pembalasan, tetapi mempunyai tujuan khusus yaitu mengembalikan narapidana ke masyarakat. Oleh karen itu, pembentuk undang-undang saatnya merumuskan di dalam RUU KUHP yang memberikan kewenangan kepada Hakim agar dalam keputusannya mencantumkan teori hukuman apa yang dijadikan dasar penjatuhan hukuman. Hakim diberi kebehasan mempertimbangkan kerugian yang diderita korban dan korban tidak keberatan atas pidana yang dijatuhkan. Hakim saatnya mempertimbangkan pemberian ganti kerugiau dan pemenuhan kewajihan adat.
Rekomendasi, perlu pembaharuan falsfah pemidanaan, dalam hal ini harus ditegaskan kembali makna dan tujuan pidana penjara, untuk itu perlu ada kesamaan pemahaman antara penegak hukum, petugas pemasyarakatan serta pembentuk undang- undang (legislator) maupun masyarakat mengenai makna dan tujuan pidana penjam.Perlu kejelasan arah dan apa tujuan pidana penjara yang hendak dicapai, perlu penggantian dan penarnbahan infrastruktur untuk mendukung proses pemasyarakatan, serta meningkatkan kemampuan petugas dan penegakaan disiplin dan tanggung jawab dengan mengaplikasikan ilmu pemasyarakatan. Amandemen UU RI No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Swastanisasi dalam mengelola lembaga pemasyarakatan, mendirikan rumah singgah dengan melibatkan kalangan perguman tinggi dan masyarakat, mengembangkan penjara terbuka (open prison). Jaminan perlindungan hukum kepada bekas narapidana dan perlu merevitalisasi peran dan sumbangan akademi ilmu pemasyarakatan dalam pengembangan pemasyarakatan narapidana."
2004
D1028
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Petrus Irwan, 1958-
"ABSTRAK
Halaman Pidana penjara merupakan jenis pidana yang paling banyak digunakan untuk menanggulangi kejahatan. Selama tahun 1997 pidana penjara yang dijatuhkan sebauyak 59.672 yang terdiri dari 58.195 terhadap pelaku tindak pidana laki-Iaki dan 1.477 pelaku tindak pidana perempuan. Pidana penjara sebagai suatu. derita diharapkan rnanfaatnya untuk mencegah kejahatan memenuhi rasa keadilan dan sebagai cara untuk memperbaiki atau membina pelaku kejahatan.
Pidana penjara pada masa pemerintahan kolonial Belanda merupakan reaksi negara akibat adanya suatu tindak pidana dan diformulasikan ke dalam undang-undang hukum pidana, pelaksanaan pidana penjara lebih banyak menggunakan pendekatan keamanan, karena tujuan .pidana untuk pembalasan. Setelah Indonesia merdeka, keadaan ini masih berlangsung, sehingga DR. Sahardjo terdorong untuk menghapuskan penderitaan orang-orang di Penjara, pemikirannya dituangkan pada saat menerima gelar Doctor Honoris Causa di Universitas Indonesia dalam llmu-hukum tanggal 5 Juli 1963.dengan judul : ?Pohon Beringin Pengayoman Hukum Pancasila Manipol/Usdek?.
Menurutnya tujuan pidana penjam adalah sebagai knnsep sangat manusiawi. Pelaksanaan pemikiran tersebut diimplementasikan ke dalam undang-undang RI nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Dalam pelaksanaannya tidak membawa perbaikan terhadap orang-orang di penjara, lembaga pemasyamkatan nidak potensial sebagai tempat rehabilitasi narapidana. Dari kenyataan demikian pelaksanaan pemasyarakatan perlu diperbaharui agar tujuan penjatuhan pidana berupa pemasyarakatan dapat terwujud.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah, ketentuan pidana penjara apakah telah berorientasi pada konsep pemasyarakatan, pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara apakah menunjang kebijakan penanggulangan kejahatan, pandangan masyarakat dan penegak hukum terhadap pidana penjara, faktor yang memiliki keterkaitan dalam upaya mengimplementasikan sistem pemasyarakatan, upaya yang diajukan bagi pembaharuan pemasyrakatan di Indonesia.
Berdasarkan hasil peneiitian, pemasyarakatan sebagai tujuan pidana sebagaimana dalam undang-undang RI nornor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, dalam pelaksanaannya belum bemjalan efekiitl pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan belum menjamin bekas narapidana diterima rnasyamkat karena pembinaan sangat terbatas sehingga tidak cukup bekal berkornpetisi di masyaxakat. Kecenderungan buruknya pelayanan pembinaan narapidana, terbukti banyaknya peristiwa buruk yang terjadi di lembaga pemasyarakatan, sehingga pemasyarakan sebagai tujuan pidana penjara menjadi ?tertunda? sehingga sulit untuk menunjang kebijakan penanggulangan kejahatan.
Menurut pandangan masyarakat pidana penjara yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan dianggap tidak memenuhi rasa keadilan mereka yang dirugikan akibat kejahatan. Pidana penjara harus mengandung suatu pembalasan yang setimpal dengan kerugian yang ditimbulkan, pidana penjam harus membuat pelakunya menjadi jera, tobat.
Menurut pandangan penegak hukum pidana penjara lebih dipahami untuk melindungi masyarakat, pidana penjara salah satu sarana untuk merehabilitasi pelaku kejahatan. Sebagai suatu derita, pidana penjara diyakini bertujuan untuk pembalasan maupun menjerakan pelaku, Serta melindungi kepentingan negara dan masyarakat.pidana penjara dianggap suatu cara untuk melakukan pembinaan.
Faktor yang erat kaitannya dengan implentasi sistem pemasyarakatan sebagai faktor penentu adalah kualitas pembinaan. Pembinaan yang diterapkan sepatutnya menjadikan narapidana memiliki kesadaran hukum. Untuk itu petlu didukung petugas yang profesional dan pendidikan keterampilan. peraturan perundang-undangan, infrastruktur, dan penghargaan atas hak-hak nampidana seperti pemberian insentif.
Reorientasi sistem pembinaan, perlu disempumahn antara lain pendidikan keterampilan, pendidikan agama dan diberikan hak-haknya, serta perlu dibina dengan memanfaarkan tenaga ahli (behavorial scientist) maupun orientasi dirumah singgah. Penegak hukum menjadi penentu apakah pidana peniara akan menjadi pemasyarakatan atau pemenjataan. Penegak hukum harus memahami dijatuhkan pidana penjara bukan bertujuan pembalasan, tetapi mempunyai tujuan khusus yaitu.mengembalikan narapidana ke masyarakat. Oleh karen itu, pembentuk undang-undang saatnya merumuskan di dalam RUU KUHP yang memberikan kewenangan kepada Hakim agar dalam keputusannya mencantumkan teori hukuman apa yang dijadikan dasar penjatuhan hukuman. Hakim diberi kebehasan mempertimbangkan kerugian yang diderita korban dan korban tidak keberatan atas pidana yang dijatuhkan. Hakim saatnya mempertimbangkan pemberian ganti kerugiau dan pemenuhan kewajihan adat.
Rekomendasi, perlu pembaharuan falsfah pemidanaan, dalam hal ini harus ditegaskan kembali makna dan tujuan pidana penjara, untuk itu perlu ada kesamaan pemahaman antara penegak hukum, petugas pemasyarakatan serta pembentuk undang- undang (legislator) maupun masyarakat mengenai makna dan tujuan pidana penjam.Perlu kejelasan arah dan apa tujuan pidana penjara yang hendak dicapai, perlu penggantian dan penarnbahan infrastruktur untuk mendukung proses pemasyarakatan, serta meningkatkan kemampuan petugas dan penegakaan disiplin dan tanggung jawab dengan mengaplikasikan ilmu pemasyarakatan. Amandemen UU RI No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Swastanisasi dalam mengelola lembaga pemasyarakatan, mendirikan rumah singgah dengan melibatkan kalangan perguman tinggi dan masyarakat, mengembangkan penjara terbuka (open prison). Jaminan perlindungan hukum kepada bekas narapidana dan perlu merevitalisasi peran dan sumbangan akademi ilmu pemasyarakatan dalam pengembangan pemasyarakatan narapidana."
2004
D702
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Fatma Ekasari
"Remaja berada pada masa transisi yang digambarkan pula sebagai masa pencarian identitas diri dan lingkungan terkait dengan perubahan secara fisik, emosi, dan sosial remaja, sehingga remaja dimasukkan ke dalam kelompok berisiko. Karya ilmiah akhir ini bertujuan meningkatkan kesehatan reproduksi remaja di MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan Cimanggis Depok melalui aplikasi model "Sekolah BERKIBARR". Karya ilmiah akhir ini telah diaplikasikan dalam manajemen pelayanan keperawatan komunitas, asuhan keperawatan komunitas, dan keluarga dengan mengintegrasikan teori dan model manajemen pelayanan kesehatan, comprehensive school health model, family center nursing model, dan transcultural nursing model. Partisipan adalah siswa MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan. Hasil aplikasi ini menggambarkan aplikasi model sekolah BERKIBARR dapat meningkatkan sikap, pengetahuan dan perilaku siswa terhadap masalah kesehatan reproduksi serta menurunkan angka dari jumlah siswa yang mengalami masalah kesehatan reproduksi. Hasil karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat menjadi dasar program promosi kesehatan reproduksi remaja berbasis sekolah.

Adolescents are in a transition period which is described also as the search for identity and the environment associated with changes in physical, emotional and social, so the teen put into risk groups. This final scientific work aimed at improving adolescent reproductive health in MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan, Cimanggis Depok through the application of the model "BERKIBARR School". This final scientific work has been applied in the management of community nursing services, community and family nursing process by integrating theory and models of health service management, comprehensive school health model, family nursing center model, and Transcultural nursing model. Participants were students MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan. The results of this application describes that model BERKIBARR schools can improve attitudes, knowledge and behavior of students towards reproductive health issues and reduce the number of students who experienced reproductive health problems. The results of this final scientific work is expected to be the basis of the promotion program of school-based adolescent reproductive health.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Utami Seminar
"Penelitian ini berfokus pada kebijakan domestik yang diterapkan Jepang untuk persiapan pelaksanaan Olimpiade Tokyo 1964, yaitu Sport Promotion Act, Tokyo Olympic Education, dan Nation Beautifying Movement. Kebijakan domestik ini bertujuan untuk membentuk perilaku masyarakat Jepang yang sesuai dengan standar internasional. Bagi penulis, hal ini berhubungan dengan upaya pencapaian tujuan diplomasi kebudayaan Jepang pasca Perang Dunia II. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis bagaimana Jepang menggunakan Olimpiade sebagai sebuah alat untuk mencapai tujuan diplomasi kebudayaannya.
Tesis ini menggunakan metode kualitatif, dengan penggunaan data primer dari laporan-laporan resmi dari kementerian-kementerian Jepang. Penelitian ini menemukan bahwa Jepang memanfaatkan Olimpiade untuk mendidik rakyatnya agar berperilaku sesuai dengan standar-standar internasional dan memberikan citra positif bagi Jepang setelah kekalahannya di Perang Dunia II.

This study focuses on Japan's domestic policies regarding the preparation of Tokyo Olympics 1964 such as: Sport Promotion Act, Tokyo Olympic Education, and Nation Beautifying Movement. These policies aimed to mold the Japanese behavior accordant to international standards. These efforts are considered as attempts to achieve Japan?s cultural diplomacy post World War II. The purpose of this study is to analyze how Japan use Olympics as a tool to achieve its cultural diplomacy.
This study used qualitative method with primary data such as reports and guidebooks issued by Japan ministries. This study shows that Japan utilized Olympics to educate the citizens to behave accordant to international standards and also creating positive image after the lost in World War II."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arundati Shinta
"ABSTRAK
Tujuan kajian ini adalah membahas tentang keengganan diaspora Indonesia untuk berpartisipasi dalam Pemilu. pada Pemilu 2014, hanya sekitar 30% diaspora yang aktif dalam Pemilu. padahal diaspora itu adalah orang Indonesia yang masih memegang paspor Indonesia secara sah. mereka juga mempunyai kontribusi nyata
dalam pembangunan Indonesia baik secara sosial, ekonomi maupun budaya. mereka juga cenderung terlibat dalam politik identitas, karena diaspora Indonesia cenderung terbentuk berdasarkan suku, agama, dan profesi. keengganan berpartisipasi dalam Pemilu tersebut menunjukkan bahwa pemahaman tentang konsep Wawasan Nusantara masih rendah. kajian ini membahas tentang hambatan dari diaspora untuk berpartisipasi dalam Pemilu serta saran-saran untuk mengatasinya."
Jakarta: Biro humas settama lemhanas RI, 2019
JKL 37 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Yunita
"Mikroalga Spirulina platensis merupakan salah satu sumber pangan berpotensi yang sangat potensial untuk kita kembangkan. Selain karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, mikroalga ini mudah didapat dan dikembangkan, dan dengan kandungan proteinnya yang tertinggi dibandingkan dengan mikroalga lainnya yakni 24,350 kg dry weight/ha/year. Mikroalga Spirulina platensis selain berpotensi untuk menghasilkan biomassa seperti protein, vitamin, karbohidrat, dan nutrisi lain untuk bahan makanan kesehatan juga mampu melakukan proses fotosintesis. Pada proses ini, mikroalga Spirulina platensis memanfaatkan energi cahaya menjadi energi ATP untuk pertumbuhan dan pembentukan senyawa karbon (fiksasi CO2), maka faktor cahaya menjadi sangat penting bagi pertumbuhan dan produksi biomassa Spirulina platensis.
Hasil penelitian yang telah ada mengenai kultivasi mikroalga Spirulina platensis dalam fotobioreaktor tunggal menunjukkan adanya pengaruh intensitas cahaya terhadap laju produksi biomassa. Mengacu pada hasil-hasil penelitian tersebut, maka pada penelitian kali ini dilakukan dalam fotobioreaktor tunggal yang bertujuan untuk mengetahui kecenderungan produksi biomassa Spirulina platensis melalui optimasi pencahayaan dengan metode alterasi.
Pada prinsipnya, metode alterasi adalah perubahan intensitas pencahayaan untuk laju pertumbuhan maksimum (I _max,opt) secara simultan sesuai dengan penambahan sel (N)/biomassa (X) selama masa kultivasi. Pada fotobioreaktor tersebut Spirulina platensis akan dikultivasi dalam medium air laut dengan penambahan SOT sebagai sumber nutrisi pada temperatur 29°C dan tekanan operasi 1 atm dengan sumber cahaya lampu Phillip Halogen 20W/12V/50Hz serta dialiri udara yang mengandung CO2 sebesar 3% sebagai carbon source-nya.
Sebelum melakukan tahap alterasi dilakukan penelitian awal untuk mencari I _max,opt dari beberapa inokulum, yang akan digunakan sebagai acuan perubahan intensitas cahaya pada alterasi pencahayaan dan sebagai intensitas cahaya yang akan dicahayakan secara kontinu sebagai pembanding alterasi pencahayaan. dari beberapa inokulum, yang akan digunakan sebagai acuan perubahan intensitas cahaya pada alterasi pencahayaan dan sebagai intensitas cahaya yang akan dicahayakan secara kontinu sebagai pembanding alterasi pencahayaan.
Perlakuan alterasi pencahayaan pada kultivasi Spirulina platensis berhasil meningkatkan produksi biomassa sampai 12 % dibandingkan dengan pencahayaan kontinu pada I _max,opt-nya dengan jumlah inokulum yang sama, dengan hasil akhir produksi biomassa (?X) sebesar 0.085 g/dm_, energi pembentukan biomassa (Ex) sebesar (70.11 J/g) dan masa kultivasi yang lebih singkat (96 jam). Kemudian pada perlakuan alterasi juga didapatkan aktifitas sel yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pencahayaan kontinu pada I _max,opt-nya dengan inokulum yang sama. Hal ini ditunjukkan dengan konsentrasi bikarbonat ([HCO3-]) lebih tinggi 12% (87.18 mmol). Model kinetika penyerapan substrat yang paling mendekati dengan pertumbuhan mikroalga Spirulina platensis adalah model persamaan Haldane."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49584
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>