Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24100 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayu Saputri
2012
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Saputri
"Asap cair merupakan produk pirolisis kayu yang didapat dari degradasi termal selulosa, hemiselulosa dan lignin. Ampas tebu dapat dijadikan salah satu bahan baku asap cair karena memiliki kandungan yang serupa dengan kayu.Kualitas produk asap cair dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu pirolisis.Variasi suhu yang digunakan untuk mencari kondisi optimal adalah 350, 400, 450, 500 ℃. Salah satu fungsi asap cair adalah sebagai pengawet makanan. Komponen yang berperan penting adalah fenol. Hasil penelitian menyarankan asap cair hasil pirolisis ampas tebu dapat digunakan menjadi pengawet bahan makanan terutama daging ayam dan hasil asap cair sebagai pengawet yang terbaik adalah asap cair pada suhu 450 ℃.

Liquid smoke is a wood pyrolysis product obtained from cellulose, hemicellulose and lignin thermal degradation. Bagasse can be used as liquid smoke raw material because it has similar contents with wood. Liquid smoke quality is influenced by several factor like temperature. Temperature variation which is used to find optimal condition are 350, 400, 450, 500 ℃. One of liquid smoke function is as a food preservation. The most important component for food preservation is phenol. The result of this research is liquid smoke obtained from bagasse pyrolysis can be used as food preservation especially chicken meat and liquid smoke with the best performance as food preservation is liquid smoke with 450 ℃ as pyrolysis temperature."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46300
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: UI Publishing, 2024
584.92 PRO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Kusumawati
"ABSTRAK
Berkurangnya aspal minyak akibat keterbatasan bahan baku minyak bumi yang bersifat non-renewable, memerlukan bahan alternatif untuk memenuhi kebutuhan aspal yang semakin meningkat setiap tahunnya. Biomassa yang bersifat renewable dan mengandung lignin dapat dipirolisis menghasilkan produk cair (bio-oil). Fraksionasi terhadap bio-oil tersebut menghasilkan bioaspal. Pada penelitian ini digunakan bahan baku biomassa berupa ampas tebu, yang belum banyak dimanfaatkan menjadi produk yang mempunyai nilai tambah. Penelitian ini menggunakan metode pirolisis dengan variasi suhu 400 ? 550 oC. Ampas tebu yang mengandung lignin terdekomposisi termal menjadi monomer-monomer lignin yang selanjutnya mengalami oligomerisasi membentuk molekul yang lebih besar berupa bio-oil. Terjadinya oligomerisasi lignin dianalisis dengan fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) dan perubahan viskositas bio-oil terhadap suhu. Pada penelitian ini viskositas bio-oil semakin meningkat seiring dengan peningkatan suhu pirolisis, dimana oligomer lignin yang dihasilkan juga semakin meningkat. Yield bio-oil maksimum diperoleh pada suhu 500oC sebesar 92,11%. Fraksionasi bio-oil menghasilkan residu yang mengandung oligomer lignin sebagai bioaspal, dengan yield maksimum dihasilkan pada suhu 500oC sebesar 6,78 %. Spektrum FTIR menunjukkan puncak spesifik gugus fungsi dari senyawa penyusunnya, antara lain gugus fungsi cincin aromatik, gugus gugus O ? H stretching, gugus ?CH3, gugus karbonil, gugus C = C, gugus C ? H stretching dan gugus C ? H bending. Beberapa puncak spesifik bioaspal mengalami pergeseran bilangan gelombang dibandingkan dengan asphaltene standar karena adanya pengotor pada bioaspal.

ABSTRACT
Decreasing of asphalt due to the limitations of the petroleum that is non-renewable, require alternative material to comply requirement the asphalt is increasing every year. Biomass is renewable and lignin content can be pyrolyzed to produce liquid (bio-oil). Fractionation of the bio-oil to produce bioasphalt. In this research are used bagasse as biomass feedstock , which is not yet widely into products that have added value. This research using pyrolysis method with temperature variation between 400-550 °C. Bagasse which containing lignin decomposed thermal into lignin monomers that is experiencing oligomerization form larger molecules in the form of bio-oil. The occurrence of lignin oligomerization analyzed by fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) and viscosity bio-oil sensitivity to temperature changes. In this research, viscosity bio-oil is increasing along with the increase of temperature pyrolysis, where oligomer lignin produced also increasing. The maximum yield of bio-oil observed on temperature 500 oC as much 92,11 %. Fractionation bio-oil producing residues which containing lignin oligomers as bioasphalt, the maximum yield produced on temperature 500 oC as much 6,78 %. Spectrum of FTIR showed specific functional group of the compound, that is aromatic rings, O ? H stretching, ?CH3 groups, carbonyl groups, C = C groups, C ? H stretching and C ? H bending. Some specific peak of the bioasphalt that is experiencing wavenumber shift compared to a standard asphaltene due to impurities in bioasphalt."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43196
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Ampas tebu sebagai limbah pabrik gula merupakan salah satu bahan lignoselulosa yang potensial untuk dikembangkan menjadi sumber energi seperti bioetanol. Konversi bahan lignoselulosa menjadi bioetanol mendapat perhatian penting karena bioetanol dapat digunakan untuk mensubstitusi bahan bakar bensin untuk keperluan transportasi. Bahan lignoselulosa, termasuk dari ampas tebu terdiri atas tiga komponen utama, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Konversi bahan lignoselulosa menjadi etanol pada dasarnya terdiri atas perlakuan pendahuluan, hidrolisis selulosa menjadi gula, fermentasi gula menjadi etanol, dan pemurnian etanol melalui proses distilasi dan dehidrasi. Biaya produksi etanol masih cukup tinggi. Oleh karena itu, berbagai upaya penelitian dilakukan untuk memperbaiki proses produksi, mulai dari tahap perlakuan pendahuluan, hidrolisis selulosa, fermentasi gula menjadi etanol sampai dengan tahap pemurnian etanol. Dengan memerhatikan potensi biomassa lignoselulosa, khususnya ampas tebu sebagai bahan dasar bioetanol, perlu dilakukan pengkajian terhadap hasil-hasil penelitian dalam upaya pemanfaatan bahan tersebut. Potensi perolehan etanol dari ampas tebu yang dihasilkan oleh pabrik gula di Indonesia mencapai 614.827 kL/tahun, sehingga berpeluang membantu upaya pemenuhan kebutuhan etanol untuk bahan bakar yang diperkirakan sekitar 1,10 juta kL. Namun demikian, masih cukup banyak hambatan dan kendala untuk produksi dan aplikasi bioetanol dari biomassa lignoselulosa, termasuk dari ampas tebu, terutama dalam hal penguasaan teknologi konversi biomassa ligoselulosa menjadi etanol dan biaya produksi yang masih tinggi. Diperlukan kebijakan pemerintah agar dapat mendorong pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan baku bioetanol, antara lain melalui penelitian dan pengembangan, pemberian insentif bagi pabrik gula yang memanfaatkan ampas tebu untuk bioetanol, dan subsidi harga etanol dari biomassa lignoselulosa."
630 JPPP 29:4 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yosephine Merry Devina
"Deposit ampas tebu di Indonesia yang mencapai 8,5 juta ton per tahun menjadikan biomassa ini potensial untuk dikembangkan sebagai pensubstitusi bahan bakar minyak berbasis crude oil. Gelombang mikro merupakan salah satu metode pemanasan yang lebih efisien untuk mempirolisis biomassa, karena metode ini memanfaatkan prinsip konversi energi dan partikel biomassa mengalami pemanasan volumetrik. Ampas tebu dipirolisis dengan variasi daya gelombang mikro sebesar 380, 620, dan 850 Watt dan variasi bio-char dalam umpan sebanyak 0, 10, dan 20%. Karakterisasi yang dilakukan meliputi profil suhu pirolisis, yield produk pirolisis, dan kandungan senyawa di bio-oil dengan metode GC/MS. Peningkatan daya gelombang mikro akan meningkatkan laju pemanasan dan suhu pirolisis ampas tebu, walaupun efeknya tidak terlalu signifikan jika umpannya tidak ditambahkan bio-char. Penambahan bio-char sebagai absorber gelombang mikro secara signifikan meningkatkan laju pemanasan dan suhu pirolisis ampas tebu. Yield bio-oil maksimum, yaitu 42,75 dan 42,40%, diperoleh pada laju pemanasan 805°C/menit dan suhu pirolisis 515°C serta laju pemanasan 59°C/menit dan suhu pirolisis 398°C. Kondisi operasi untuk memperoleh kedua parameter laju pemanasan dan suhu pirolisis tersebut adalah daya gelombang mikro sebesar 380 Watt dengan 20% kandungan bio-char di umpan serta daya gelombang mikro sebesar 850 Watt tanpa kandungan bio-char di umpan. Bio-oil yang diperoleh dari pirolisis ampas tebu yang umpannya mengandung bio-char ternyata mengandung lebih banyak senyawa non-oksigenat dan tidak mengandung PAH. Namun, senyawa non-oksigenat tersebut juga memiliki kandungan rantai karbon panjang (C22+) yang cukup tinggi.

Sugarcane bagasse waste in Indonesia reaching 8.5 million tons per year is potential to be developed as a substituent for petroleum-based fuel oil. Microwave is an efficient heating method for biomass pyrolysis, since this method utilizes the principle of energy conversion and biomass undergoes volumetric heating. Sugarcane bagasse was pyrolyzed at the microwave power variation of 380, 620, and 850 Watt and bio-char loading variation of 0, 10, and 20%. Characterizations were conducted on the pyrolysis temperature profile, pyrolysis products yield, and bio-oil content by GC/MS method. The microwave pyrolysis of sugarcane bagasse gave results that increasing microwave power would increase the heating rate and pyrolysis temperature, however this phenomenon was insignificant if the feed contained no bio-char. The addition of bio-char as microwave absorber in the feed significantly increased the heating rate and temperature pyrolysis. The highest bio-oil yields, i.e. 42.75 and 42.40%, were obtained at the heating rate of 805°C/min and pyrolysis temperature of 515°C and heating rate of 59°C/min and pyrolysis temperature of 398°C. Those pyrolysis heating rates and temperatures were achieved at the microwave power of 380 Watt with bio-char loading of 20% and the microwave power of 850 Watt with no bio-char loading. Bio-oil derived from the microwave pyrolysis of sugarcane bagasse which had no bio-char loading in fact contained more non-oxygenated compounds and less PAHs. However, those non-oxygenated compounds have a quite high content of long carbon chains (C22+).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T28971
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yus Maria Novelina S.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T40087
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Christopher Nicholas Pahlawandito Radhyanka
"Dalam beberapa tahun terakhir, industri tebu telah memiliki masalah dengan rendahnya proyeksi harga gula dan pasar yang kurang baik. Karena hal tersebut, riset dan investigasi dilakukan untuk mencari produk alternatif yang dapat dikembangkan dari tebu, salah satu halnya Hydrogen. Elemen/gas hidrogen telah lama dianggap sebagai elemen/gas dalam kuantitas paling besar yang dapat ditemukan di lingkungan dan juga sangat reaktif. Hidrogen dalam beberapa tahun terakhir telah dipertimbangkan sebagai potensial untuk menjadi produk alternatif dari tebu untuk diaplikasikan sebagai pembangkit energi, bahan bakar untuk alat transportasi, dan juga sebagai komponen untuk produksi berbagai hal dalam sebuah proses. Produksi hidrogen telah diproyeksikan untuk menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi ketimbang dengan produksi gula dan telah mendorong beberapa perusahaan dalam industri ini untuk membuat pabrik proses hidrogen. Dengan adanya hal ini, riset dan rancangan pabrik terhadap produksi hidrogen untuk memproses 1500 ton/hari ampas tebu dilakukan. Proses untuk produksi hidrogen dari ampas tebu dilakukan dengan proses termokimia, lebih tepatnya dengan proses Hidrotermal Gasifikasi dikarenakan tingkat efisiensi yang tinggi untuk menghasilkan hydrogen dengan tingkat Karbon Monoksida yang rendah dan juga bisa memproses ampas yang basah, mengeliminasi proses pengeringan yang diperlukan jika menggunakan proses Gasifikasi Termal yang konvensional. Pabrik proses yang telah dirancangkan terbagi menjadi lima proses area, yaitu: Pre-Proses, Reaktor/Gasifikasi, Separator Gas-Liquid, Separator Gas-Gas, dan area Kompresi. Pada area proses pertama yaitu Pre-Proses, diberlakukan berbagai hal terhadap ampas tebu dahulu sebelum proses utamanya seperti mengurangi ukuran ampas tebu yang diproses yang kemudia diarahkan ke unit mixer untuk diaduk dengan air untuk membuat ampas tebu menjadi dalam bentuk lumpur. Dengan adanya hal ini, suspensi padat dapat dieliminasikan dan input tersebut diberi tekanan dan dipanaskan agar meningkatkan tekanan dan temperatur serta konten air sebelum masuk ke proses berikutnya. Pada area proses kedua, proses reaksi/gasifikasi adalah proses utama dari pabrik proses ini dimana ampas tebu ini dipanaskan lagi untuk sampai kondisi superkritik dalam temperatur dan tekanan untuk memproses molekul hidrokarbon menjadi molekul yang lebih kecil sehingga menjadi dalam bentuk gas. Setelah proses ini selesai, hasil dari ampas tebu yang telah di gasifikasi diarahkan ke proses area berikutnya, yaitu proses separator gas-liquid. Dalam separator gas-liquid, konten air yang ada dalam input ampas di separasi dari konten gas untuk mempermudah separasi antara gas dan gas. Di proses ini, alat proyek Expander dan Double Pipe Heat Exchanger digunakan untuk menurunkan suhu dan tekanan yang besar dari proses gasifikasi. Untuk proses area keempat yaitu proses separator gas-gas, proses ini menggunakan alat separator seperti PSA (Pressure Swing Adsoprtion) untuk separasi hidrogen dari gas lainnya dan proses Stripping untuk separasi gas CO2 produk samping, yang dimana setelah itu produk gas diarahkan ke proses area berikutnya untuk proses kompresi dan diantarkan kepada klien. Dalam makalah tesis ini, studi dilakukan secara khusus terhadap proses are separator gas-liquid dan peralatan yang digunakan dalam proses tersebut

The industry of sugarcane in recent years have been dealing with matters of low projected sugar price and poor current in the market. Due to the growing issue, investigations are conducted to find any other alternatives products that can be developed from the sugarcane. Hydrogen element/gas is long considered to be the element/gas that is abounding element surrounding environment and thus knowingly to be highly reactive. The element/gas of hydrogen as of recent years has been deemed as a potential alternative product from sugarcane as it can be used as an energy carrier, fuels for transportations as well as set up as feed inputs for certain production processes. The production of hydrogen is projected to generate higher income than sugar production and has driven some on the industry to establish hydrogen production plants. With this in hand, the hydrogen processing plant to facilitate 1500 tonnes per day of sugarcane bagasse is studied and designed. The sugarcane bagasse processing to produce hydrogen gas is done through the thermochemical production route, specifically the Hydrothermal Gasification (HTG) process as it can efficiently yield higher Hydrogen content with low Carbon Monoxide content as well as it can process wet biomass, excluding the need of pre-drying process as opposed to the conventional Thermal Gasification (TG) process. The processing plant designed is divided into five area sections mainly; Pre-treatment, Reactor/Gasification, Gas-Liquid separation, Gas-Gas separation, and the Compression section. In the first area section of the processing plant, the pre-treatment process involves reducing the feed size of the bagasse sugarcane which then goes to the mixer to be mixed with water to form slurry and thus removing it from solid suspension and is then brought on to be pressurized and heated to bring up the pressure and temperature and water content earlier before the reaction process. The reactions section is where the main process occurs as the bagasse feed undergoes the gasification process in which it is heated up to supercritical conditions of temperature and pressure to allow the breakdown of the hydrocarbon molecules to smaller molecules until then it becomes gas. The gas-liquid separation in the plant section utilizes an expansion unit as well as the double pipe heat exchanger to lower the temperature and pressure of the stream for the separation. The section where liquid is separated from the gas utilizes the phase separator which is to allow for the separation of the gases to be easier and hence less work in the following gas-gas separation. For the gas-gas separation, the gas separation involves the separation technologies of PSA for the hydrogen extraction and stripping process for extraction of CO2 by products, where then the end products are compressed in the compression area section to be delivered to the clients. In this thesis paper, the studies are done specifically on the gas-liquid separation plant section and its equipment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Xilitol merupakan pemanis alami yang terdapat dalam sayuran dan
buan-buanan Xilitol sebagai pemanis yang aman dan menyenatkan,
mempunyai beberapa keunggulan, antara Iain bersifat nonkariogenik_ Xilitol
dapat diproduksi dari xilosa, dimana xilosa diperolen dengan Cara nidrolisis
nemiselulosa yang banyak terdapat dalam Iimban Iignoselulosa seperti
ampas tebu_ Kadar nemiselulosa dalam ampas tebu 27,97 %; sedangkan
sekam padi dan kelapa savvit masing-masing 16,94-21,95 % dan 24 %_
Dalam penelitian ini ditentukan kondisi optimum nidrolisis kimiavvi ampas tebu
untuk mengnasilkan xilosa sebagai banan pembuatan xi|ito|_ Beberapa
parameter yang mempengaruni terbentuknya xilosa, yaitu konsentrasi asam,
vvaktu, dan sunu_ Selain itu, juga dibandingkan nasil nidrolisis kimiavvi ini
dengan nidrolisis enzimatik yang telan dilakukan olen peneliti sebelumnya
Berdasarkan nasil analisis pengukuran, didapatkan kondisi optimum nidrolisis
kimiavvi dari 1 g ampas tebu yaitu konsentrasi HQSO4 0,3 IVI; vvaktu 25 menit,
dan sunu 121 OC, dengan kadarxilosa 19,45 % (vv/vv) dan persen nidrolisis
sebesar 69,53 % (vv/vv)_ Sedangkan nasil nidrolisis enzimatik ciari 4 g ampas
tebu dinasilkan xilosa sebesar 0,86 % (vv/vv) dengan persen nidrolisis 3,07 %
(vv/W)."
Universitas Indonesia, 2007
S30435
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>