Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 451 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Pritami Arista
"Yogurt adalah makanan yang banyak digemari masyarakat saat ini dan bermanfaat pada kesehatan secara umum bila dikonsumsi dengan cukup. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa bakteri probiotik dapat mengurangi jumlah bakteri patogen periodontal.
Tujuan: Mengetahui efek yogurt terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis, yang merupakan salah satu bakteri patogen periodontal.
Metode: Yogurt dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% diinokulasikan dengan bakteri P. gingivalis dan kemudian dilakukan penghitungan jumlah koloni bakteri P. gingivalis.
Hasil: Jumlah koloni bakteri P. gingivalis pada media blood agar menurun sesuai dengan meningkatnya konsentrasi yogurt.
Kesimpulan: Yogurt memiliki efek inhibisi terhadap bakteri P. gingivalis.

Yogurt is a popular food and gives health benefits when consumed in sufficient amounts. A research stated that probiotic bacteria in yogurt had the ability to reduce the number of periodontal pathogens.
Objectives: To analyze the effect of yogurt on the growth of Porphyromonas gingivalis, a periodontal pathogen.
Method: 20%, 40%, 60%, 80%, and 100% yogurt concentrations was inoculated with P. gingivalis and the number of colonies of P. gingivalis formed was counted.
Results: The number of colonies of formed on blood agar was decreased with higher concentrations of yogurt.
Conclusion: Yogurt has an inhibitory effect towards P. gingivalis."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Stephanie Anastasya
"ABSTRAK
Yogurt merupakan makanan kesehatan yang popular saat ini.
Penelitian terdahulu menyatakan bahwa bakteri probiotik di dalam yogurt mampu
menghambat pertumuhan bakteri patogen periodontal. Tujuan : Mengetahui efek
yogurt terhadap pertumbuhan bakteri F. nucleatum yang merupakan salah satu
bakteri patogen periodontal. Metode : Yogurt dengan konsentrasi 20%, 40%,
60%, 80%, 100% diinokulasi dengan bakteri F. nucleatum, kemudian dilakukan
penghitungan koloni bakteri F.nucleatum. Hasil : Terlihat penurunan jumlah
koloni bakteri F. nucleatum sejalan dengan meningkatnya konsentrasi yogurt.
Kesimpulan : Yogurt mampu menghambat pertumbuhan bakteri F. nucleatum, in
vitro.

ABSTRACT
Yogurt is a popular healthy food. A research proved that probiotic
bacteria in yogurt have the ability to inhibit periodontal pathogen bacteria.
Objectives : To study the effect of yogurt on the growth of F. nucleatum as one
of the periodontal pathogen bacteria. Methods : 20%, 40%, 60%, 80%, and 100%
yogurt concentrations inoculated with F. nucleatum, then the amount of
F.nucleatum colonies was counted. Result : The amount of F. nucleatum colonies
decreased with higher concentrations of yogurt. Conclusion : Yogurt has the
ability to inhibit the growth of F. nucleatum, in vitro."
2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Shoimatul Azizah
"Pelaksanaan praktek residensi keperawatan medical bedah peminatan imunologi ditujukan supaya perawat residen mampu memberikan asuhan keperawatan spesialis dalam menerapkan evidence-based nursing (EBN) yang berperan sebagai inovator dan edukator di pelayanan keperawatan. Peran perawat residen sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan dengan menerapkan teori adaptasi Roy pada pasien dengan HIV dan AIDS dengan TB Paru dan 30 pasien HIV dan AIDS dengan infeksi oportunistik lainnya. Masalah keperawatan yang paling banyak didapatkan yaitu risiko ketidakseimbangan elektrolit, intervensi keperawatan yang dilakukan adalah pemantauan elektrolit dengan tujuan keseimbangan elektrolit meningkat. Penerapan EBN pemberian probiotik yogurt pada pasien dengan HIV, AIDS dan keganasan yang menunjukkan kandidiasis oral berupa plak putih pada lidah. Probiotik yogurt diberikan 2 kali sehari selama 5 hari dengan penilaian evaluasi skor tongue coating Miyazaki, hasil menunjukkan 45,6% terjadi penurunan skor dari grade 3 menjadi grade 0. Proyek inovasi pemberian edukasi dengan materi infeksi oportunistik yang menunjukkan pengetahuan dan sikap ODHA meningkat setelah pemberian edukasi.

The implementation of medical surgical residency practice with specialization in immunology is intended for resident nurses to provide specialist nursing care in implementing evidence-based nursing (EBN) which acts as an innovator and educator in services that are capable of being involved. The role of the resident nurse as a care giver is carried out by applying Roy's adaptation theory to patients with HIV and AIDS with pulmonary TB and 30 HIV and AIDS patients with other opportunistic infections. The most commonly encountered problem is the risk of going to electrolyte court, the engagement intervention for the risk of electrolyte stress is electrolyte monitoring with the aim of increasing electrolyte balance. Application of EBN giving probiotic yogurt to patients with HIV, AIDS and malignancy showing oral candidiasis in the form of white plaque on the tongue. Probiotic yogurt was given 2 times a day for 5 days with an evaluation of the Miyazaki tongue coating score, the results showed a 45.6% decrease in score from grade 3 to grade 0. An innovation project providing education with material on opportunistic infections which shows that the knowledge and attitudes of PLWHA have increased after providing education."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Francisca A. Tjakradidjaja
"Tujuan : Mengetahui keadaan metabolisme penderita obesitas setelah menjalani diet rendah kalori seimbang selama 14 hari, dengan mengukur resting energy expenditure (REE) dan kadar T3 serum
Tempat : Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat
Metodologi: Dilakukan penelitian pada 37 orang perempuan obes yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan serta bersedia mengikuti penelitian ini. Penelitian ini merupakan studi quasi eksperimental pra dan pasca perlakuan. Setiap subjek menjalani diet rendah kalori seimbang 1000 kkal selama 14 hari. Pemeriksaan antropometri, REE dan kadar T3 serum dilakukan pada awal, hari ke 7 dan akhir perlakuan. REE diukur dengan kalorimetri tak langsung (REE ukur) dan dihitung dengan menggunakan persamaan Harris-Benedict (REE hitung).
Hasil: Pada akhir perlakuan terjadi penurunan yang bermakna (p <0,05) pada berat badan, massa lemak, massa bebas lemak, REE ukur dan REE hitung masing-masing dari 71,22±8,63 kg menjadi 69,15±8,37 kg (penurunan 2,9%), dari 35,32J2,58% menjadi 33,94,58% (penurunan 1,38%), dari 45,96±4,89 kg menjadi 45,544,82 kg (penurunan 0,92%), dari 1815,0822,37 kkal menjadi 1718,97±269,50 kkal (penurunan 5,29%) dan dari 1428,07+84,02 kkal menjadi 1408,25 1,52 kkal (penurunan 1,39%). Penurunan kadar T3 serum yang bermakna terjadi pada hari ke 7 (p = 0,001), dari 0,9005±0,1530 ng/mL menjadi 0,836210,1611 mg/mL (penurunan 7,1%). Pada akhir penelitian, dibandingkan dengan hari ke 7, terjadi pertingkatan T3 yang tidak beramakna. Pada hari ke 7 terdapat korelasi positif bermakna (r = 0,349; p = 0,034) antara perubahan REE ukur dengan perubahan T3. Pada hari ke 15 terdapat korelasi positif bermakna (r = 0,401; p = 0,014) antara perubahan REE ukur dengan perubahan massa bebas lemak. Perubahan T3 pada hari ke 7 mempunyai korelasi positif bermakna (r = 0,385; p = 0,019) dengan perubahan berat badan pada minggu pertama dan dengan perubahan massa bebas lemak pada minggu pertama (r = 0,345; p = 0,036). Pads penurunan berat badan sebesar 2,9% terdapat penurunan REE ukur dan REE hitung masing-masing 5,29% dan 1,39%. Rata-rata REE ukur lebih besar 27% daripada REE hitung.
Kesimpulan : Setelah terjadi penurunan berat badan dengan diet rendah kalori seimbang, penderita obesitas berada dalam kondisi hipometabolisme yang ditandai dengan penurunan RFE ukur, REE hitung dan kadar T3 serum.

Objective: to determine the metabolic state of obese females after treatment with balanced low-calorie diet for 14 days by measuring resting energy expenditure (REE) and serum T3 level as indicators.
Location : Sumber Waras hospital , West Jakarta
Methods : The study was carried out on 37 obese females who have been recruited based on inclusion and exclusion criteria. This study is a quasi experimental study with a pre and posttest treatment design. Every subject received a balanced low-calorie diet (LCD) of 1000 kcal/day for 14 days. Antropometric measwrements, REE and serum T3 levels were examined at the beginning, at day 7 and at the end of study. REE were measured and calculated by indirect calorimetry (measured-REE) and using Harris-Benedict equation (calculated-REE) respectively.
Result : Balanced LCD given for 14 days significantly (p <0.05) decreased body weight (BW) , fat mass, fat free mass, measured-REE and calculated-REE from 71.22±8.63 kg to 69.15±8.37 kg (decreased 2,9%), from 35.32.58% to 33.94±2.58% (1,38%), from 45.96±4.89 kg to 45.54±4.82 kg (0,92%), from 1815.0822.37 kcal to 1718.97±269.50 kcal (5,29%), and from 1428,.7±84.02 kcal to 1408.25±81.52 kcal (1,39%) respectively. There was a significant decrease (p = 0.001) in serum T3 leveI at day 7 from 0.9005±0.1530 ng/mL to 0.836210.1611 nglmL (decrease 7,1%). At the end of the study, serum T3 levels increased not significantly compared to day 7. At day 7, there was a significant positive correlation (r = 0.349; p = 0.034) between the change in measured-REE and the change in serum T3 levels. At day 15, a significant positive correlation (r = 0.401; p = 0.014) was found between the change in measured-REE and the change in fat free mass. The changed of serum T3 levels at day 7 had significant positive correlation (r = 0,385; p = 0,019) with the changed of BW in the first week. The changed of serum T3 levels at day 7 had significant positive correlation (r = 0,345; p = 0,036) with the changed of fat free mass in the first week. After reduction of BW by 2.9%, there was a decrease of measured-REE and calculated-REE, 5.29% and 1.39%, respectively. The measured-REE was 27% higher than calculated-REE.
Conclusion : Weight-reduced obese subjects with balanced LCD were in hypometabolic state indicated by a reduction in measured and calculated-REE, and serum T3 levels.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11228
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Asiah
"Tujuan : Mengetahui pengaruh diet rendah kalori seimbang terhadap resting energy expenditure (REE), respiratory quotient (RQ) dan profil lipid serum untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita obesitas.
Tempat : Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta
Bahan dan cara : Penelitian merupakan suatu eksperimental pra dan pasca pemberian diet rendah kalori seimbang 1000 Kkal dengan komposisi 55 % karbohidrat, 20 % protein dan 25 % lemak selama 14 hari terhadap 38 subjek perempuan obes (19-55 tahun) yang telah memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Data yang dikumpulkan meliputi data karakteristik sosial demografi, data asupan energi dan makronutrien, antropometri, REE, RQ, kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan kolesterol HDL serum.
Hasil : Setelah pemberian diet 1000 kkal selama 14 hari pada perempuan obes terjadi penurunan bermakna dari berat badan sebesar 2,64% (p= 0,001), penurunan IMT 2,77% (p= 0,001), penurunan persentase massa lemak tubuh 1,44% (p= 0,001), peningkatan persentase massa bebas lemak 1,36% (p= 0,001), penurunan rasio Lpi-Lpa 2,5% (p= 0,001), penurunan tidak bermakna dari REE 4,41% (p= 0,071), penurunan bermakna dari RQ 4,78% (p= 0,036), penurunan kolesterol total 6,67% (p= 0,001), penurunan trigliserida 22,92% (p= 0,001), penurunan kolesterol LDL 4,22% (p 0,027) dan penurunan kolesterol HDL serum 5,54% (p= 0,004).
Simpulan : Pemberian diet rendah kalori seimbang sebesar 1000 Kkal/hari selama 14 hari terbukti dapat menurunkan secara bermakna berat badan, IMT, persentase massa lemak, meningkatkan persentase massa bebas lemak, menurunkan rasio Lpi-Lpa, RQ, kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan kolesterol HDL serum, tetapi tidak menurunkan secara bermakna REE pada perempuan obes.

Objective : To identify the effect of balanced low calorie diet on REE, RQ and serum lipid profile of obese women in reducing morbidity and modality of obese people.
Place : Sumber Waras Hospital, Jakarta.
Materials and Methods : The study was an experimental, pre and post balanced low calorie diet (1000 Kcals/day, 55% carbohydrate, 20% protein and 25% fat) for 14 days. Thirty eight obese women, 19.-55 years old had been selected as subjects according to inclusion and exclusion criteria The data that had been collected were social and demographic characteristics, the energy and macronutrient intake, anthropometric, REE, RQ, level of total serum cholesterol, triglyceride, LDL cholesterol and HDL cholesterol.
Results : After 14 days balanced low calorie diet , there were significant reduction of body weight 2,64% (p= 0,001), body mass index 2,77% (p= 0,001), percentage of fat mass 1,44% (p= 0,001), increarnent percentage of fat free mass 1,36% (p= 0,001), reduction of waist to hip ratio 2,5% (p= 0,001), insignificant reduction of REE 4,41% (p= 0,071), significant reduction of RQ 4,78% (p= 0,036), level of total serum cholesterol 6,67% (p= 0,001), triglyceride 22,92% (p= 0,001), LDL cholesterol 4,22% (p= 0,027) and HDL cholesterol 5,54% (p= 0,004).
Conclusion : Balanced low calorie diet was had been shown to reduce body weight, body mass index, percentage of fat mass, to increase percentage of fat free mass, to reduce waist to hip ratio, RQ, level of total serum cholesterol, triglyceride, LDL cholesterol and HDL cholesterol of obese women significantly, but didn't reduce REE significantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henie Soesanto
"ABSTRAK
Tujuan : Untuk mengetahui nilai pembatas indikator kelebihan lemak tubuh pada lansia.
Tempat : Puskesmas Kecamatan Kotamadya Semarang yang mempunyai program lansia binaan.
Bahan dan cara : Studi cross-sectional pada lansia 60 tahun ke atas(69 pria dan 173 wanita), subyek penelitian dipilih secara acak sederhana pada tingkat Puskesmas. Data yang dikumpulkan meliputi : data non nutrisi, data nutrisi, antropometri, kadar lipid serum data gula darah puasa .Penetapan nilai pembatas indikator kelebihan lemak tubuh (IMT, Lpe, rasioLPe/Lpa ,ML) ditetapkan pada nilai median. Sedangkan nilai indikator metabolik sebagai faktor risiko PJK ditetapkan pada batas diwaspadai (berdasarkan Konsensus Nasional Dislipidemia Indonesia, 1993).
Hasil : Profil kol. total dan kol. HDL serum subyek wanita lebih tinggi daripada subyek pria (p = 0,001). Prevalensi faktor risiko PJK seperti dislipidemia pada subyek wanita lebih tinggi dibandingkan subyek pria (p < 0.05). Nilai-nilai pembatas indikator kelebihan lemak tubuh yang diperoleh pada penelitian ini yaitu IMT (pria 21 kg/m2; wanita 23 kg/m2 ), LPe (pria 79 cm; wanita> 80 cm), rasio LPe-LPa (pria) 0,91; wanita > 0,85), massa lemak tubuh (pria > 22 %; wanita > 35 %). Sensitifitasnya dikaitkan dengan profit lipid sebagai faktor risiko PJK yaitu 40 - 60 %, sedangkan spesifisitasnya 70 - 80 %. Terdapat perbedaan determinan komposisi tubuh terhadap gangguan metabolik pada subyek pria dan wanita. Pada subyek pria nilai pembatas indikator kelebihan lemak tubuh berkorelasi dengan TG dan GDP, sedangkan pada subyek wanita berkorelasi dengan kol. HDL, kol. total, kol. LDL dan TO.
Kesimpulan : Nilai-nilai pembatas indikator kelebihan lemak tubuh yang didapat pada penelitian ini cenderung memberi spesifisitas yang lebih tinggi dibanding dengan sensitifitasnya (dikaitkan dengan dislipidemia). Pada subyek pria indikator kelebihan lemak tubuh lebih terkait pada TG den GDP. Sedangkan pada subyek wanita indikator kelebihan lemak tubuh lebih terkait pada dislipidemia.

ABSTRACT
The Cut Off Point Determination Of Overfatness In Relation to Selected CHD Risks In Elderly In Semarang
Objective :
To determine cut off points of overfatness in the elderly using CHD risks factors as the end points.
Place :
Seven public health centers with elderly clubs in Semarang municipal.
Materials and Methods :
This cross-sectional study involved 242 elderly individuals (69 males & 173 females), aged 60 years and over. Simple random sampling was applied at the PHC level. Structured questionnaires were used to collect information on sosiodemography, life styles, food habits and practices Anthropometric assessments were done to estimate body compositional status. Serum lipids and fasting blood glucose were measured to identify metabolic disorders. High body mass index, high abdominal circumference, high abdominal hip ratio and high fat mass values were used as overfatness indicators. The Indonesian National Consensus on Dyslipidemia was used to identify dyslipidemic cut off values.
Results :
Mean serum total cholesterol and high density lipoprotein (HDL) cholesterol in females were higher than those in males (220.99 ± 46.66 vs 199.31 ± 35.71, p = 0.001 and 51.17 ± 11.58 vs 45.22 ± 12.52, p = 0.001, respectively). The prevalence of CHD risks (dyslipidemic profiles) in females were also higher than that in males (p < 0.05). With respect to CHD risks, cut-off points for overfatness using BM1 values were > 21 kglr2 and ) 23 kglm2 for males and females respectively. Cut off points for other overfatness indicators were AC) 79 cm and ) 80 cm; AHR > 0.91 and ) 0.85 and percent body fat 3 22% and ) 35% for males and females, respectively. Using these cut off values, the sensitivity ranged from 40 -- 60% and the specificity ranged from 70 -- 80%. There were gender differences in the determinants of metabolic disorders. In males, overfatness was more related to TG and fasting blood glucose values. On the other hand, in females, overfatness was more related to total cholesterol, HDL cholesterol, LDL cholesterol and TG.
Conclusion :
This study supports the findings reported by other investigators that cut off values for overfatness, in relation to metabolic disorders, are more specific than sensitive. Gender differences in the determinants of metabolic disorders indicate that interpretation on body compositional disorders in the elderly should be taken cautiously.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardian Gunardi
"Latar Belakang: Obesitas menjadi faktor risiko independen dan faktor prognostik pada kanker payudara primer. Jaringan lemak berlebih akan meningkatkan kadar estrogen dalam darah, sehingga memicu proliferasi sel kanker, terutama sel dengan reseptor estrogen dan progesteron yang positif. Belum ada studi mengenai hubungan antara obesitas dengan karakteristik reseptor hormon kanker payudara primer di Indonesia. Metode: Kami mengumpulkan kasus kanker payudara primer yang terdiagnosis dan menjalani pemeriksaan imunohistokimia di RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2017. Subyek kemudian dikelompokkan menjadi kelompok obesitas dan nonobesitas. Karakteristik ER dan PR kedua kelompok dibandingkan. Hasil dan Diskusi: Kami memperoleh 202 kasus kanker payudara primer, dengan 89 kasus (44%) obesitas dan 113 kasus (56%) non-obesitas. Rerata IMT dari subyek adalah 24,45 (SD±4,3). Kedua kelompok seragam dari segi usia, status menopause, stadium, gambaran histopatologis, dan derajat keganasan. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara obesitas dengan ER maupun PR. Dilakukan analisis korelasi antara IMT dengan persentase ekspresi reseptor hormon, namun tidak ditemukan hubungan yang bermakna. Hasil ini berbeda dengan studi lainnya. Perbedaan hasil dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik subyek dan faktor lain yang dapat mempengaruhi ekspresi reseptor hormon. Kesimpulan: Tidak didapatkan hubungan antara obesitas dan karakteristik reseptor hormon kanker payudara primer RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2017.
Backgrounds: Obesity is an independent risk factor and prognostic factor of primary breast cancer. Abundant adipose tissue would lead to increment of blood estrogen level, thus promoting proliferation of cancer cell, especially those with positive estrogen receptor (ER) and progesterone receptor (PR). No previous study explained the association between obesity and hormone receptor characteristics of primary breast cancer in Indonesia. Methods: We collected cases of primary breast cancer which are diagnosed and undergone immunohistochemistry examination at Cipto Mangunkusumo General Hospital in 2017. The subjects were divided into obese group and non-obese group. The ER and PR characteristics of both groups were compared. Result and Discussion: We collected 202 cases of primary breast cancer, with 89 cases (44%) in obese group and 113 cases (56%) in non-obese group. The mean body mass index (BMI) of the subjects was 24,45 (SD±4,3). Both groups were similar in terms of age, menopausal status, stage, histopathological morphology and grade. No significant association was found between obesity and ER or PR. We analysed correlation between BMI and the percentage of expressed hormone receptor, but no correlation was found. This finding did not conform with other Western studies. Difference in characteristics of the subjects and other hormonal factors might contribute to the outcome. Conclusion: There was no association between obesity and hormone receptor characteristics of primary breast cancer at Cipto Mangunkusumo General Hospital in 2017."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Primacakti
"Latar Belakang: Obesitas saat ini sudah menjadi masalah epidemik global. Angka kejadian obesitas yang meningkat dikaitkan dengan meningkatnya sedentary behaviour dan rendahnya aktivitas fisis. Penelitian mengenai perbedaan aktivitas fisis pada remaja obes dan non-obes memiliki hasil yang bervariasi. Penelitian mengenai hal ini sangat jarang di Indonesia. Tujuan: Mengetahui pola aktivitas fisis remaja usia 10-15 tahun dan mengetahui perbedaan rerata keluaran energi, intensitas aktivitas fisis, dan durasi aktivitas fisis intensitas sedang-berat, serta screen time remaja obes dan non-obes serta mengetahui kesesuaian aktivitas fisis remaja dengan rekomendasi. Metode: Penelitian potong lintang dilakukan terhadap siswa/i kelas VII dan VIII SMPN 216 Jakarta Pusat usia 10-15 tahun. Penelitian ini terdiri dari 2 tahap. Tahap pertama untuk melihat pola aktivitas fisis remaja usia 10-15 tahun sedangkan tahap kedua untuk melihat perbedaan rerata keluaran energi, intensitas aktivitas fisis, durasi aktivitas fisis intensitas sedang-berat, dan screen time remaja obes dan non-obes. Aktivitas fisis dinilai menggunakan buku harian Bouchard yang diisi selama 2 hari sekolah dan 1 hari libur. Hasil: Pekerjaan sekolah, menonton TV, jalan, renang, dan sepak bola merupakan aktivitas fisis yang sering dilakukan oleh remaja. Tidak terdapat perbedaan keluaran energi antara remaja obes dan non-obes (median 4752,9 (2950-8065,8) vs 4435,4 (2753,4-8134,7) kkal/hari, p 0,160). Intensitas aktivitas fisis remaja obes lebih rendah dibandingkan non-obes (median 1,5 (0,8-1,8) vs 2 (1,6-2,8) MET, p <0,001). Durasi aktivitas fisis intensitas sedang-berat remaja obes lebih pendek dibandingkan remaja non-obes ( 19.3 ± 6.9 vs 26.4 ± 3.4 menit, p 0,000). Screen time remaja obes lebih lama dibandingkan remaja non-obes (median 2,8 (1-6,6) vs 1,8 (0,3-6,1) jam, p 0,000). Tidak ada remaja yang memenuhi rekomendasi berdasarkan kriteria intensitas dan durasi aktivitas fisis, 15,5% remaja obes dan 79,8% remaja non-obes memenuhi rekomendasi berdasarkan screen time (p,0,001) . Simpulan: Aktivitas fisis bervariasi pada remaja usia 10-15 tahun. Tidak terdapat perbedaan keluaran energi antara remaja obes dan non-obes. Terdapat perbedaan intensitas aktivitas fisis, durasi aktivitas fisis intensitas sedang-berat, dan screen time antara remaja obes dan non-obes. Aktivitas fisis sebagian besar remaja tidak sesuai rekomendasi.
Background: Obesity is now a global epidemic problem. Increased prevalence of obesity is associated with increased sedentary behaviour and low physical activity. Research on differences in physical activity pattern in obese and nonobese adolescents have varying results. Research on this is very rare in Indonesia. Purpose: Knowing the physical activity patterns of adolescents aged 10-15 years old and know the difference between the mean energy output, physical activity intensity and duration of physical activity of moderate-vigorous intensity, and screen time obese and non-obese adolescents and determine the suitability of adolescents physical activity with recommendation. Method: Cross sectional study conducted on 6th and 7th grade students aged 10- 15 years old in 216 Junior High Schools. The study consisted of 2 phases. The first stage to see the physical activity patterns of adolescents aged 10-15 years, while the second stage to see the difference in mean energy output, intensity of physical activity, duration of physical activity of moderate-vigorous intensity, and screen time obese and non-obese adolescents. Physical activity was assessed using Bouchard diary for 2 days school and 1 day off. Results: School working, watching TV, walking, swimming, and football is a physical activity that is often done by adolescents. There was no difference in energy output between obese and non-obese adolescents (median 4752.9 (2950 to 8065.8) vs. 4435.4 (2753.4 to 8134.7) kcal / day, p 0.160). The intensity of physical activity of obese adolescents is lower than non-obese adolescents (median 1.5 (0.8 to 1.8) vs 2 (1.6 to 2.8) METs, p <0.001). Duration of physical activity of moderate-vigorous intensity obese adolescents shorter than non-obese adolescents (19.3 ± 6.9 vs 26.4 ± 3.4 minutes, p 0.000). Screen time obese adolescents longer than non-obese adolescents (median 2.8 (1 to 6.6) vs 1.8 (0.3 to 6.1) hours, p 0.000). There were no adolescents who meet recommendation based on the intensity and duration of physical activity criteria, 15.5% obese adolescent and 79.8% non-obese adolescents meet recommendations based on screen time (p, 0.001). Conclusion: Physical activity varies among adolescents age 10-15 years old. There are no difference in mean energy output but there are differences in intensity of physical activity, duration of physical activity of moderate-vigorous intensity, and screen time between obese and non-obese adolecents. Most of adolescents physical activity are not appropriate with recommendation."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asmayuni
"Kejadian kegemukan pada perempuan lebih sering dibandingkan pada laki-laki, sehingga menjadi permasalahan yang panting untuk dipertimbangkan. Dampak ditimbulkan akibat kegemukan terutama pada perempuan adalah risiko penyakit degeneratif seperti diabetes melilus, hypertensi, cardiovasculer, osteoartritis dan lain sebagainya. Status kegemukan dapat dikctahui dengan Indcks Massa Tubuh (IMT) aimzung dad pcfbfmdingan berat badan aengan tinggi baaan dam kg/mz, indikasi ina menggunakan indikator IMT dengan nilai ambarlg batas > 25,0 kg/m2. Prevalensi perempuan yang gcmuk (IMT >25.0) terdapat pada golongan umur 30-49 tahun. Data Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat tahun 2004 melaporkan kegcmukan (IMT >25) pada perempuan di Kota Padang Panjang adalah 53,3 %, angka ini adalah angka tertinggi diantara kabupaten/kota di Swnbar, dengan status kegemukan pada perempuan 33,5%.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kegemukan pada perempuan umur 25 - S0 tahun di Kota Padang Panjang tahun 2007, yang diukur dengan Indcks Massa Tubuh (IMT). Data yang digunakan adalah data primer dengan pendekatan kuantitatif observasional, dengan rancangan potong lintang (cross sectional). Pcnelitian dilaksanakan pada Bulan April-Mei 2007. Rcsponden dalam penelitian ini dipilih dengan acak sederhana dari tiap-tiap kelurahan, dan jumlah responden masing-masing kelurahan ditetapkan secara proporsi dari jumlah populasi per kehuahan. Jumlah sampel minimum ditempkan sebanyak 192 ormg, dan disebar kc 16 kelurahan di Kota Padang Panjang. Variabcl dcpcndcn adalah kegemukan (IMT), dan varibcl indcpcndcn adajah umur, riwayat kegemukan dari orang tua, paritas, konsumsi makanan, alctiiitas iisik, pola makan, status ekonomi, status perkawinan, dan pengetahuan gizi. Analisis data dilakukan sccara bcrtahap dimulai dengan univariat, bivariat (chi square) dan multivariat (multiple logistic regression).
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata IMT pada perempuan umm' 25-50 tahun adalah 26,60 i 6,03 kg/mz, perempuan gemuk IMT >25 adalah 54,2%. Hasil analisis menunjukkan ada hubungan bennakna antara konsumsi karbohidrat, riwayat kegemukan dari orang tua, dan status ckonomi dengan kegemukan pada perempuan umur 25 - 50 tahun di Kota Padang Paniang (p<0,05). Faktor yang dominan berhubungan dcngan kegemukan adalah status ckonomi (OR 2,2), riwayat kegemukan dari orang tua (OR 2,0) dan konsumsi karbohidrat (OR 0,4).
Kesimpulan dari penelitian ini, antara lain adalah perempuan yang keluarganya pada tingkat status ekonomi tinggi berisiko 2,2 kali menjadi kegemukan tiibandingkan perempuan dengan status ckonomi rendah. Dcmikian pula halnya dengan perempuan yang ada ketunman gemuk dari orang tua 2 kali akan menjadi gemuk dari pada perempuan yang tidak ada riwayat gemuk dad orang tua. Disamping itu pcrempuan dengan konsumsi karbohidrat tinggi berisiko gemuk 0,4 kali dari pada perempuan yang konsumsi karbohidrat rendah. Keadaan ini disebabkan dengan mempertimbangkan indeks glikemik pangan yang dikonsumsi, karena konsumsi rendah karhohidrat tapi indeks glikemik pangannya tinggi, akan berisiko kegemukan dibandingkan dengan konsumsi karbohidrat tinggi dengan indeks glikemik pangannya rendah.
Disarankan agar institusi kesehatan bersama dinas instansi terkait seperti Dinas Sosial, Keluarga Berencana, dan Tenaga Katja, BAPPEDA, Dinas Penanian, dan Pcndidikan tergabung pada kelompok ketja (pokja) Perbaikan Gizi masyarakat, mcrencanakan program pengendalian kegemukan terhadap masyarakat Kota Padang Panjang dengan selalu mclakukan pemantauan status gizi (kegemukan) sebulan sekali bempa kelompok posyandu atau sanggar senam aerobik dan timess, untuk mencegah timbulnya penyakit degeneratif.

i>Obesity is more often experienced by women than men. This is very important to be analyzed. The effects of obesity, especially for women, is degenerative illness such as diabetes, hypertension, cardiovascular, osteoarthritis, etc. Obesity status can be known through Body Mass Index (BMI) by comparing body weight with body height in kg/mz. This indication is using BMI indicator with > 25,0 kg/m2 limits. Prevalence of obesity women (BMI > 25,0) experienced by the women group of 30 - 49 years old. The data of Health Department of West Sumatera Province in 2004 show that obesity (BMI > 25) experienced by the women in Padang Panjang city is 53.3%. This is the highest figure throughout the regions in West Sumatera, where obesity status for the women is 33.5%.
The objective of this research is to fmd description of obesity of 25 - 50 year old women in Padang Panjang City In 2007 through Body Mass hidex (BMI) and other related factors. This research uses primary data with observational quantitative approach and cross sectional method. This research was done in April- May 2007. Respondents for this research is selected based on simple random technique from each village. The numbers of respondents fiom each village is proportional of the population. The minimum sample in this research is 192 women in 16 villages in Padang Panjang City. Independent variable is obesity (BMI) and independent variables are age, descent obesity, parity, food consumption, physical activities, eating habits, economic status, marriage status, and knowledge of nutrition. Data analysis is done in stages begins from partial regression, chi square and then multiple logistic regression.
The result of this research shows that the average of Body Mass Index (BMI) for 25 - 50 years old women is 26.60 :t 6.03 kg/1112, respondents of obesity BMI > 25 is 54.2%. This analysis shows that there is a significant correlation between carbohydrate consumption, descent obesity and economic status with obesity for 25 - 50 years old women in Padang Panjang City ( p > 0.05). Dominant related factor with obesity is economic status with OR 2.2, for descent obesity with OR 2.0 and OR 0.4 for carbohydrate consumption. The conclusion of this research is the women of high economic status have 2.2 times risk of experiencing obesity compared to the women of low economic status. The women with descent obesity also have 2.2 times risk of experiencing obesity compared to the women with no descent obesity. ln addition, the women with high carbohydrate consumption have 0.4 times of experiencing obesity compared to the women with low carbohydrate consumption. Although the women with low carbohydrate consumption but high glikemik index will have risk of experiencing obesity compared to low glikemik indeks.
The results of this research recommends to health department with other related departments such as social department, family planning, manpower department, Regional Development Board, agricultural department and education department cooperate to deal with public health, obesity restraint planning, in Padang Panjang City by controlling nutrition status once in a month in small social units like aerobic, fitness to prevent degenerative illness. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34441
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>