Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170975 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marco Raditya
"Introduksi: Burnout stress adalah sebuah masalah yang sedang berkembang di antara mahasiswa kedokteran, dengan prevalensi saat ini berjenjang dari 45-71%. Kondisi ini berpengaruh terhadap keadaan psikologis dan fisiologis, dan berdampak negatif pada kesehatan dan produktivitas. Studi terkini menunjukkan bahwa aktivitas fisik berpotensi mengurangi burnout. Dengaan begitu, studi ini dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat burnout dan tingkat aktivitas fisik, terutama pada mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia. 
Metode: Sebuah studi potong lintang dilakukan kepada 318 mahasiswa yang dipilih secara stratified random sampling. Maslach Burnout Inventory General Survey (MBI-GS) digunakan untuk mengukur burnout, dan International Physical Activity Questionnaire Short Form (IPAQ-SF) untuk aktivitas fisik. Tes korelasi dan regresi multipel dilaksanakan untuk menentukan hubungan antara seluruh variabel. 
Hasil: Mayoritas mahasiswa memiliki burnout tingkat sedang secara keseluruhan dan aktivitas fisik tingkat sedang. Uji korelasi Spearman menunjukkan korelasi positif antara burnout aspek pencapaian individu dengan aktivitas fisik intensitas sedang (r=0.127, p=0.024), dan aktivitas fisik total (r=0.113, p=0.045). Namun, korelasi dengan depersonalisasi dan kelelahan emosional tidak dapat disimpulkan karena tidak signifikan secara statistik. Lalu, ditemukan asosiasi signfikan secara statistic antara aspek depersonalisasi dengan jenis kelamin (r=-2.411, p=0.016) dan program studi (r=1.007, p=0.001). Sementara itu, ditemukan bahwa minimal 40% mahasiswa mengalami burnout tingkat tinggi pada setidaknya satu aspek dan 25,7% memiliki tingkat aktivitas fisik rendah walaupun mayoritas mahasiswa memiliki tingkat sedang di keduanya. Selain itu, kondisi terberat dari kedua variabel dapat ditemukan pada mahasiswa tingkat 3.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara burnout stress bagian pencapaian individu dengan aktivitas fisik.

Introduction: Burnout stress is an emerging problem among medical students, with the current prevalence ranging from 45-71%. This condition affects both psychologically and physiologically, lowering health and productivity. Current studies suggest physical activity as a plausible mechanism to reduce burnout stress. Thus, this study is conducted to identify the relationship between burnout stress level and physical activity level, especially in preclinical medical students of Universitas Indonesia.
Methods: A cross-sectional study is done on 318 students selected through stratified random sampling. The Maslach Burnout Inventory General Survey (MBI-GS) is used to measure burnout stress, along with the International Physical Activity Questionnaire Short Form (IPAQ-SF) for physical activity. Correlation and multiple regression test are conducted to determine relationship between all variables.
Results: Most students have an overall moderate burnout stress level and moderate physical activity level. Spearman correlation show statistically significant association between personal achievement with moderate-intensity (r=0.127, p=0.024), and total physical activity (r=0.113, p=0.045). Meanwhile, correlation on depersonalisation and emotional exhaustion are inconclusive due to statistically insignificance. On the other hand, statistically significant association between depersonalisation with both gender (r=-2.411, p=0.016) and study program (r=1.007, p=0.001) is present. Additionally, a minimum of 40% students have severe burnout on at least one aspect, while 25.7% have low physical activity level in spite of the moderate majority. In addition, both conditions are most severe among grade III students.
Conclusion: In conclusion, association between burnout stress and physical activity is present on personal accomplishment aspect.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Difa Jazana Aqila
"Banyak mahasiswa kedokteran yang memiliki tingkat aktivitas fisik dalam kategori
ringan. Kurangnya waktu, malas, dan kelelahan karena kegiatan akademik diidentifikasi
sebagai faktor penghambat bagi mahasiswa kedokteran yang tidak berolahraga.
Sementara itu, sebagian besar mahasiswa kedokteran juga memiliki harga diri (selfesteem) yang rendah. Berbagai tekanan dalam bentuk beban akademik, keuangan, dan
tekanan sosial dapat memengaruhi tingkat harga diri (self-esteem) mahasiswa kedokteran.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat aktivitas fisik dengan tingkat
harga diri (self-esteem) pada mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik cross-sectional menggunakan
data primer dari survei kuesioner daring yang disebarkan kepada mahasiswa preklinik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada bulan Oktober 2023. Data tingkat
aktivitas fisik diperoleh dari pengisian International Physical Activity Questionnaire
Short Form (IPAQ-SF) dan data tingkat harga diri (self-esteem) diperoleh dari pengisian
Rosenberg Self Esteem Scale (RSES). Data dianalisis menggunakan SPSS, khususnya
dengan menggunakan uji Chi square.
Hasil
Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 62,6% subjek memiliki tingkat aktivitas fisik
sedang dan sebanyak 75,6% subjek memiliki tingkat harga diri (self-esteem) sedang.
Hasil uji analisis statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat
aktivitas fisik dengan tingkat harga diri (self-esteem) pada mahasiswa preklinik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (p=0,443).
Kesimpulan
Sebagian besar mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memiliki
tingkat aktivitas fisik sedang dan tingkat harga diri (self-esteem) sedang. Aktivitas fisik
tidak terbukti berhubungan dengan tingkat harga diri (self-esteem) pada mahasiswa
preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Introduction
Many medical students have physical activity levels in the low category. Lack of time,
laziness, and fatigue due to academic activities were identified as inhibiting factors for
medical students who do not exercise. Meanwhile, most medical students also have low
self-esteem. Various pressures in the form of academic, financial, and social pressures
can affect the level of self-esteem of medical students. This research was conducted to
determine the relationship between the level of physical activity and the level of selfesteem in pre-clinical students at the Faculty of Medicine, University of Indonesia.
Method
This study was an analytical observational cross-sectional study that used primary data
from the online questionnaire survey that was distributed in October 2023. Physical
activity level data was obtained from filling in the International Physical Activity
Questionnaire Short Form (IPAQ-SF) and self-esteem level data was obtained from
filling in the Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES). Data were analyzed using SPSS,
specifically using the Chi square test.
Results
The results of this study showed that 62.6% of subjects had a moderate level of physical
activity and 75.6% of subjects had a moderate level of self-esteem. The results of
statistical analysis tests showed that there was no significant relationship between the
level of physical activity and the level of self-esteem in pre-clinical students at the Faculty
of Medicine, University of Indonesia (p=0.443).
Conclusion
Most of the pre-clinical students at the Faculty of Medicine, University of Indonesia, had
a moderate level of physical activity and a moderate level of self-esteem. Physical activity
has not been proven to be related to the level of self-esteem among pre-clinical students
at the Faculty of Medicine, University of Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Anindita Putri
"Latar belakang: Stres merupakan respons fisiologis terhadap situasi yang dianggap mengancam dan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi terutama menstruasi pada wanita. Studi menyatakan bahwa secara umum mahasiswa mengalami stres selama menjalankan proses pendidikan dan semakin meningkat selama pandemi COVID-19. Hal ini menjadi perhatian, terutama bagi mahasiswa kedokteran yang sering mengalami stres akademik. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara stres dengan kejadian gangguan menstruasi. Maka dari itu, perlu diteliti mengenai hubungan tingkat stres dengan gangguan menstruasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres dengan gangguan menstruasi pada mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang analitik dengan subyek mahasiswa preklinik FKUI yang didapat melalui metode consecutive sampling. Data demografi dan menstruasi diambil menggunakan kuesioner yang telah tervalidasi. Data tingkat stres diambil menggunakan kuesioner Perceived Stress Scale-10 (PSS-10). Analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi-Square atau Fisher Exact melalui perangkat lunak SPSS versi 26.0.
Hasil: Data yang didapat dari 100 mahasiswa preklinik FKUI semester 1 hingga 7 menunjukkan tingkat stres ringan-sedang dialami oleh 95% mahasiswa dan stres berat dialami oleh 5% mahasiswa. Prevalensi gangguan menstruasi sebesar 91% yang meliputi gangguan frekuensi (12%), durasi menstruasi berkepanjangan (9%), pola menstruasi ireguler (26%), volume menstruasi banyak (40%), dan nyeri sedang-berat (71%). Analisis hubungan tingkat stres dengan gangguan menstruasi menunjukkan nilai p = 1,000.
Kesimpulan: Tidak ditemukan hubungan bermakna antara tingkat stres dengan gangguan menstruasi pada mahasiswa preklinik FKUI.

Introduction: Stress is a physiological response to a threatening situation and one of factor that affects reproduction health especially menstruation on women. Studies show that in general, students experience stress during study process and that stress is increasing during COVID-19 pandemic. This thing become great concern for medical students which often experience academic stress. Several studies show that there is a correlation between stress and menstrual disorders. Therefore, the correlation between stress level and menstrual disorders on preclinical students of Faculty of Medicine Universitas Indonesia needs to be investigated.
Objective: This study is aimed to discover correlation between stress level and menstrual disorders among preclinical students of Faculty of Medicine Universitas Indonesia.
Methods: This is a cross-sectional analytic study with preclinical students as a subject that was obtained through consecutive sampling method. Demographic and menstruation profile are obtained through validated questionnaire. Stress level is obtained through Perceived Stress Scale-10 (PSS-10). Variables are analyzed using Chi-Square or Fisher Exact test with SPSS software version 26.0.
Results: Data from 100 preclinical students of FKUI on first semester until seventh semester shows 95% of students experience mild-moderate stress and 5% of heavy stress. Prevalence of menstrual disorders is 91% which include frequency disorder (12%), prolonged duration (9%), irregular pattern (26%), heavy volume (40%), and moderate-severe pain (71%). Bivariate analysis between stress level and menstrual disorders shows p value of 1.000.
Conclusion: There is no significant correlation between stress level and the incidence of menstrual disorders on preclinical students of Faculty of Medicine Universitas Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatresia Irna
"Mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengambil mata kuliah skripsi seringkali mengalami stres hingga burnout sehingga diperlukan mekanisme koping. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan mekanisme koping dengan stres dan burnout pada mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengambil mata kuliah skripsi di Universitas. Desain penelitian ini adalah cross sectional kepada 109 responden mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengambil mata kuliah skripsi. Didapatkan hasil bahwa mahasiswa tingkat akhir mengalami stres berat 97,2, burnout ringan 72,5, memiliki orangtua dengan pola asuh otoritatif 62,4, menggunakan mekanisme koping emotion focused engagement 44, dan koping spiritual positif 96,3. Terdapat hubungan yang bermakna antara mekanisme koping dan pola asuh dengan stres dan burnout. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bidang pendidikan, penelitian, pelayanan keperawatan, dan mahasiswa agar mahasiswa dapat memiliki kesiapan dalam menghadapi skripsi.

Final year student who are taking thesis subject often experience stress until burnout so that required coping mechanism. The purpose of this research is to know the correlation of coping mechanism with stress and burnout at the final students of University. The design of this research is cross sectional to 109 final year student respondents who are taking thesis course. The result was that the final year students had severe stress 97.2 , light burnout 72.5 , parents with authoritative parenting 62.4 , using emotion focused engagement 44 coping mechanism, and positive spiritual coping 96.3 . There is a significant relationship between coping mechanisms and parenting with stress and burnout. These results will be beneficial to education, research, nursing service, and students so that students can have readiness in facing thesis."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S69117
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwinanda Tsania Lailaturrahmah
"Latar belakang: Gangguan menstruasi memiliki prevalensi yang tinggi pada perempuan yang telah mengalami menstruasi, termasuk mahasiswi kedokteran. Gangguan ini menjadi alasan utama perempuan berobat ke klinik obstetri dan ginekologi. Gangguan menstruasi dapat menjadi indikator adanya gangguan kesehatan reproduksi atau pun gangguan kesehatan secara umum. Gangguan ini juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi psikologi, sosial, emosional, dan finansial baik secara langsung maupun tidak langsung perempuan yang menderitanya. Meskipun masih menjadi perdebatan, aktivitas fisik yang terlalu rendah atau terlalu tinggi diketahui merupakan salah satu faktor yang menyebabkan gangguan menstruasi. Saat ini penelitian mengenai hubungan tingkat aktivitas fisik dan gangguan menstruasi lebih banyak diselenggarakan di kalangan atlet. Baru sedikit penelitian yang meneliti hubungan ini di populasi perempuan secara umum. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti hubungan tingkat aktivitas fisik dengan gangguan menstruasi pada mahasiswi preklinik FKUI.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat aktivitas fisik dengan gangguan menstruasi.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang analitik dan metode consecutive sampling dengan melibatkan 160 subjek penelitian dari Mahasiswi Preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Subjek penelitian diminta untuk mengisi kuesioner penelitian terstruktur yang terdiri atas enam bagian pertanyaan yaitu bagian skrining dan persetujuan menjadi responden, data demografi, status gizi, tingkat aktivitas fisik, tingkat stress, dan riwayat menstruasi yang telah diuji validasi dan reliabilitas secara daring. Beda proporsi gangguan menstruasi dengan aktivitas fisik dianalisis menggunakan uji Chi-square dengan program SPSS 24.0.
Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa kategori tingkat aktivitas fisik yang paling banyak ditemukan adalah rendah (49,4%) dan sedang (45,0%). Angka kejadian gangguan menstruasi secara umum adalah 92,5% dengan jenis gangguan yang paling banyak ditemukan adalah dismenore sedang dan berat (71,88%) dan hipermenore (48,12%). Uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi gangguan menstruasi yang signifikan (p = 0,669) antar kategori aktivitas fisik.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat aktivitas fisik dengan gangguan menstruasi pada Mahasiswi Preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (p = 0,669).

Introduction: Menstrual disorders have a high prevalence in women who have experienced menstruation, including medical students. This disorder is the main reason women seek treatment at obstetrics and gynecology clinics. Menstrual disorders can be an indicator of reproductive health problems or general health problems. This disorder can also have a negative impact on psychological, social, emotional, and financial, both directly and indirectly for women who suffer from it. Although it is still being debated, physical activity that is too low or too high is known to be one of the factors that cause menstrual disorders. Currently, research on the relationship between levels of physical activity and menstrual disorders is mostly conducted among athletes. Few studies have examined this relationship in the general female population. Therefore, the researcher wanted to examine the relationship between the level of physical activity and menstrual disorders in preclinical students of FKUI.
Objective : This study aims to determine the association between the level of physical activity and menstrual disorders.
Method: This study used an analytical cross-sectional study design and consecutive sampling method involving 160 research subjects from Preclinical Students of the Faculty of Medicine, University of Indonesia. Research subjects were asked to fill in a structured research questionnaire consisting of six types of questions, namely the screening and informed consent section, socio-demographic information, nutritional status, level of physical activity, stress level, and menstrual history that had been tested for validation and reliability online. Differences in the proportion of menstrual disorders with physical activity were analyzed using the Chi-square test with the SPSS 24.0 program.
Result: The results demonstrated that the categories of physical activity levels that are most found are low (49.4%) and moderate (45.0%). The incidence of menstrual disorders in general is 92.5% with the most common types of disorders found are moderate and severe dysmenorrhea (71.88%) and hypermenorrhea (48.12%). Based on statistical tests, there is no significant difference in the proportion of menstrual disorders (p = 0.669) between categories of physical activity.
Conclusion: There is no significant association between the level of physical activity with menstrual disorders in Preclinical Students of the Faculty of Medicine, University of Indonesia (p = 0.669).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurita Adha Dianti
"Mahasiswa kedokteran mengalami beberapa tahap transisi, salah satunya transisi dari tahap pendidikan preklinik ke klinik. Transisi ini memberikan tantangan, lingkungan, dan tekanan baru yang membutuh adaptasi mahasiswa. Apabila stressor tidak dapat diatasi dengan baik, maka akan terjadi distress yang menyebabkan depresi, burnout, kecemasan, dan lain sebagainya. Motivasi merupakan faktor yang penting bagi mahasiswa agar dapat mengelola emosi dan sumber daya dengan baik dan memiliki kemampuan belajar deep learning. Penelitian mengenai hubungan tipe motivasi terhadap burnout pada mahasiswa kedokteran belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan tipe motivasi dengan burnout pada mahasiswa di tahap transisi preklinik ke klinik. Penelitian ini dilakukan di FKUI dan menggunakan desain cross-sectional dengan melibatkan mahasiswa pada tahun pertama transisi dari preklinik ke klinik. Mahasiswa diklasifikasikan ke dalam empat tipe motivasi melalui analisis motivasi intrinsik dan ekstrinsik menggunakan kuesioner Skala Motivasi Akademik. Tipe motivasi mahasiswa merupakan variable independen yang dinilai hubungannya dengan komponen burnout selama proses pendidikan. Burnout dinilai menggunakan kuesioner Maslach Burnout Inventory HSS. Sejumlah 164 mahasiswa terlibat sebagai responden penelitian. Hasilnya didapatkan tipe motivasi paling banyak pada tahap ini ialah tipe termotivasi minat dan status 79,2% (N = 130), diikuti termotivasi minat 13,41% (N = 22), termotivasi rendah merupakan 6,09% ( N = 10), dan termotivasi status 1,2% dari populasi (N = 2). Siswa dengan tipe termotivasi minat memiliki komponen persepsi terhadap prestasi yang lebih tinggi (p=0,03) dan depersonalisasi yang lebih rendah (p <0,026) dibanding tipe termotivasi minat dan status.

Medical students should undergo several stages in their education, one of them is transition from preclinical to clinical year. This transition introduces new challenges, environments, and pressures that can cause stress. If stress cannot be overcome properly, it may cause depression, burnout, and anxiety. Motivation is important for student to study and cope from stress and burnout. This study hence aimed to assess the relationship between type of motivation and burnout in medical student during the transition period from preclinical to clinical phases. This study was cross-sectional and conducted in FMUI, among medical students in the first year of transition from preclinical to clinical year. Students were categorized into four subgroups through analysis of intrinsic and controlled motivation using Academic Motivation Scale. Group membership is used as an independent variable to assess burnout components. Burnout was measured using Maslach Burnout Inventory HSS. A total of 164 students participated in the study. Four groups were identified: students who are interest-status motivated constituted 79.2% of the population (N=130), interest-motivated students constituted 13.41% of the population (N=22), low motivated students constituted 6.09% of the population (N=10), statusmotivated student 1.2% of the population (N=2). Interest-motivated students had higher personal accomplishment (p = 0.03) and lower depersonalization (p = 0.026) than intereststatus motivated students.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
James Marcus Wiguna Wahjudi
"
ABSTRAK
Empati adalah kemampuan yang perlu dimiliki seorang dokter untuk dapat memberikan pelayanan yang berpusat pada pasien dengan baik. Mahasiswa kedokteran diharapkan untuk dapat mempelajari empati kedokteran dalam masa pendidikannya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah tingkat empati pada mahasiswa kedokteran dipengaruhi oleh tingkat stres. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat tingkat stres dan empati pada berbagai tingkat pendidikan. Desain penelitian ini adalah potong lintang. Kuesioner Perceived Stress Scale-10 digunakan untuk mengukur tingkat stres sementara kuesioner Jefferson Scale of Physician Empathy digunakan untuk mengukur tingkat empati. Keduanya telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan divalidasi, kemudian disebarkan kepada 504 mahasiswa program studi pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tingkat stres pada mahasiswa kedokteran mencapai tingkat tertinggi pada tahun pertama dan terus turun di tahun berikutnya. Perbedaan tingkat stres yang signifikan ditemukan antara mahasiswa preklinik tahun 1 hingga 3 dengan mahasiswa tahun akhir profesi tahun kedua . Rerata tingkat empati meningkat pada 3 tahun pertama, lalu turun secara signifikan pada profesi tahun pertama p=0,001 dengan uji mann-whitney dan kembali meningkat pada profesi tahun kedua p=0,014 dengan uji mann-whitney . Akan tetapi, tidak ditemukan korelasi antara tingkat pendidikan dengan tingkat empati r= 0,008 dan p=0,861 dengan uji spearman . Tidak ditemukan korelasi pula antara tingkat stres dengan tingkat empati r=-0,031 dan p=0,246 dengan uji spearman . Penelitian ini menunjukkan kemungkinan terdapat banyak faktor lain yang mempengaruhi pola penurunan tingkat empati pada saat memasuki tahap profesi. Penelitian lebih lanjut untuk meneliti variabel lain diperlukan untuk menentukan faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat empati mahasiswa kedokteran.

ABSTRAK
Empathy has been known as critical ability for medical doctors to be able to conduct good patient centered care. Medical students are expected to learn this in the medical school. This study is conducted to identify whether medical students rsquo empathy level is affected by their stress level. Also, this study aims to examine the empathy and stress level of medical students across education years. The study design is cross sectional. The translated version of Perceived Stress Scale 10 Questionnaire is used to measure stress level while Jefferson Scale of Physician Empathy Questionnaire is used to measure empathy level. The questionnaires were validated and administered to a total of 504 students of the undergraduate medical education program in Faculty of Medicine Universitas Indonesia. We found that stress level among medical students peaks on the first year and continues to decline over years. Significant stress level difference are found between preclinical year students year 1 to 3 compared to final year students second clinical year . Empathy level increases over the first 3 years, then declines significantly upon entering first clinical year p 0,001 and increases again the next year p 0,014 . However, no correlation was found between the ldquo education year rdquo variable and ldquo empathy level rdquo variable r 0,008 and p 0,861 on spearman test . Also, no correlation was found between ldquo stress level rdquo and ldquo empathy level rdquo variable r 0,031 and p 0,246 on spearman test . This finding suggests that there may be other underlying factors that contributes to empathy decline in medical students upon entering clinical year. Further research exploring other variables should be conducted to identify those factors."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Rahmadika Akbar
"ABSTRAK
Lingkungan pembelajaran pada pendidikan kedokteran menentukan kesuksesan akademik mahasiswa. Akan tetapi, pendidikan kedokteran merupakan sumber terbesar yang menyebabkan mahasiswa stres, selain masalah pribadi, finansial ataupun masalah keluarga. Tujuan dari penelitian ini untuk menilai hubungan antara persepsi mahasiswa terhadap lingkungan pembelajaran dengan tingkat stres mahasiswa. Penelitian ini merupakan studi dengan desain potong lintang, dilaksanakan mulai dari Desember 2016 sampai Juni 2017, melibatkan mahasiswa tingkat I, II, III dan IV Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah (FK UNBRAH), Padang, dengan total jumlah mahasiswa 595 orang. Persepsi mahasiswa terhadap lingkungan pembelajaran dinilai menggunakan kuesioner Dundee Ready Educational Environment Measure (DREEM) dan tingkat stres mahasiswa dinilai dengan kuesioner Depresion Anxiety Stress Scale (DASS) 42. Kedua kuesioner telah tervalidasi dan tersedia dalam Bahasa Indonesia. Responden yang terlibat dalam penelitian ini sejumlah 477 (80,1%). Persepsi seluruh mahasiswa terhadap lingkungan pembelajaran didapatkan nilai median 132(92-200), yang bermakna "lebih banyak positif dibandingkan negatif". Terdapat perbedaan bermakna persepsi mahasiswa tingkat I terhadap lingkungan pembelajaran dengan tingkat lainnya. Tingkat stres mahasiswa FK UNBRAH termasuk kategori normal. Hubungan persepsi mahasiswa terhadap lingkungan pembelajaran dan tingkat akademik bermakna dengan korelasi negatif sangat lemah (p<0,05). Semakin baik persepsi mahasiswa terhadap lingkungan pembelajaran, semakin rendah tingkat stres mahasiswa.

ABSTRACT
Learning environment in medical education is one of several aspect determine students' academic success. The medical education itself has been the biggest source of depression or stress for students, besides personal, financial, or family problems. The purpose of this study is to assess the correlation between students' perception about their learning environment and their stress levels. This study was a cross sectional study, conducted from December 2016 to April 2017, involving the 1st, 2nd, 3rd, 4th year students of the Faculty of Medicine, Baiturrahmah University (FK UNBRAH), Padang, with a total of 595 students. Students' perceptions on their learning environment were assessed using the Dundee Ready Educational Environment Measure (DREEM) questionnaire and the student stress level was assessed by the questionnaire of Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42). Both questionnaires have been validated and available in Bahasa. Respondents involved in the study were 477 (80.1%). The median of the students's perceptions on their learning environment was 132 (92-200), which means "more positive than negative". Students' perceptions on learning environment between 1st year students with other academic year differed significantly. The median value of student stress level was categorized as normal. There was no statistically significant difference in stress level based on academic level and gender. The correlation between students' perception toward learning environment and academic level was found to be significant with very weak negative correlation (p<0,05). The better students' perception of the students to the learning environment, the lower the stress level."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agatha
"Latar belakang: Penggunaan internet meningkat terutama dengan adanya pandemik COVID-19 yang terjadi, hal ini berkontribusi terhadap kejadian adiksi internet. Usia remaja dan dewasa muda, sepertinya usia seorang mahasiswa, merupakan populasi paling rentan terhadap penggunaan internet dan adiksi internet. Adiksi internet sering juga dihubungkan dengan beberapa aspek psikologis, salah satunya yang akan dibahas pada penelitian ini, merupakan kualitas tidur. Metode: Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dengan metode analitik observasional. Data penelitian didapat dengan menyebarkan kuesioner daring menggunakan Google Forms, berisi lembar informed consent, kuesioner data demografik, Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), dan Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI). Kuesioner disebarkan melalui sosial media kepada populasi target. Kemudian data yang didapat dilakukan uji statistik menggunakan program SPSS, untuk menemukan hubungan antara masalah adiksi internet dan gangguan tidur. Hasil: Dari 282 responden penelitian yang merupakan mahasiswa FKUI tahap akademik, ditemukan prevalensi adiksi internet yaitu 23,40% (n=66), dan prevalensi gangguan tidur yaitu 45,39% (n=128). Hubungan dari variabel adiksi internet dan gangguan tidur diuji menggunakan uji Kai-Kuadrat dan ditemukan hubungan signifikan (Nilai p 0,000 (<0,05)). Dari 66 populasi adiksi internet, 46 juga mengalami gangguan tidur. Selain itu, dilakukan juga uji korelasi antara faktor demografik dan pola penggunaan internet terhadap gangguan tidur, menggunakan uji Spearman. Hasil uji korelasi tidak ditemukan hubungan signifikan (Nilai p<0,05). Mahasiswa FKUI cenderung menggunakan internet untuk media sosial (63,48%) dibandingkan dengan pembelajaran (20,92%). Kesimpulan: Ditemukan hubungan bermakna antara adiksi internet dan gangguan tidur pada mahasiswa
Background: Internet usage has increased during the ongoing COVID-19 pandemic, this has contributed to the incidence of internet addiction. Adolescents and young adults are the population most vulnerable population to internet use and internet addiction. Several psychological aspects are often related to internet addiction, one of which will be discussed in this study is sleep quality. Methods: The study that was conducted is a observational analysis cross-sectional design. The data in this research was obtained by distributing an online questionnaire using Google Forms, containing an informed consent sheet, a demographic data questionnaire, the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), and the Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI). The questionnaire was distributed via social media to the target population. Then the data obtained were statistically tested using the SPSS program, to find the relationship between internet addiction problems and sleep disorders. Results: In a total of 282 respondents from Pre-Clinical students of the Faculty of Medicine, University of Indonesia, it was found that the prevalence of internet addiction was 23.40% (n=66), and the prevalence of sleep disorders was 45.39% (n=128). The relationship between internet addiction and sleep disorders was tested using the Chi-Square test and a significant relationship was found (p-value 0.000 (<0.05)). Of the 66 respondents with internet addiction, 46 also experience sleep disorders. In addition, a correlation test was also conducted between demographic factors and internet usage patterns on sleep disorders, using the Spearman test. Correlation test found no significant relationship (p-value <0.05). FKUI students use the internet for social media (63.48%) compared to learning (20.92%). Conclusion: There is significant relationship between internet addiction and sleep disorders among university students."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Farah Tresnaherdiarti
"Latar Belakang: Aktivitas fisik memiliki banyak manfaat untuk tubuh manusia. Aktivitas fisik merupakan gerakan pada tubuh manusia yang melibatkan kerja rangka dan otot sehingga terjadi pengeluaran energi. Aktivitas fisik dikatakan memiliki efek dalam penurunan stress yang sering terjadi pada mahasiswa kedokteran sehingga aktivitas fisik dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Aktivitas fisik dikatakan juga mempengaruhi performa akademis seseorang karena dapat meningkatkan faktor neurotropik pada otak, meningkatkan aliran darah kortikal otak, serta meningkatkan pertumbuhan saraf pada hippocampus yang berhubungan dengan memori dan pembelajaran.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan aktivitas fisik dengan Quality of Life dan performa akademis Mahasiswa Kedokteran Tingkat 3 FKUI Tahun Akademik 2019/2020.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan pendekatan total sampling dari mahasiswa kedokteran tingkat 3 FKUI Tahun Akademik 2019/2020. Responden mengisi kuesioner GPAQ dan WHOQOL-BREF secara sukarela.
Hasil: Jumlah responden yang mengisi kuesioner 126 responden (response rate= 98%). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan quality of life (P>0,05). Untuk aktivitas fisik dengan performa akademis tidak ditemukan juga hubungan yang bermakna (P=0,688).
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan quality of life dan performa akademis.

Background: Physical activity has many benefits for human body. Physical activity is any bodily movement produced by skeletal muscles resulted in energy expenditure. Physical activity known to play role in reducing stress levels that are generally developed among medical students which could affect their quality of life. In addition to that, it is also known to affect their academic performance due to the increase of neurotrophic factors in the brain, cerebral cortical blood flow, nerve growth in the hippocampus which is associated with memory and learning.
Aims: To identify the relationship between physical activity with quality of life and academic performance among the 3rd-grade Medical Students of FKUI during the Academic Year 2019/2020.
Methods: Cross-sectional study was conducted with a total sample taken from 3rd-grade Medical Students of FKUI during the Academic Year 2019/2020. GPAQ and WHOQOL-BREF questionnaire was filled voluntarily.
Results: Total of 126 respondents has filled out the questionnaire (response rate = 98%). Statistical analysis shows that there is no significant relationship between physical activity with quality of life (P>0,05) as well as academic performance (P=0,688).
Conclusions: This study shows that physical activity has no significant relationship with quality of life and academic performance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>