Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119393 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Matsuda Hiroshi
"

Indonesia merupakan negara yang mengatur kebebasan beragama bagi warga negaranya. Selain agama-agama samawi terdapat pula agama-agama yang berasal dari kepercayaan leluhur yang dikembangkan dalam setiap suku dan etnis pada masyarakat di Indonesia. Salah satu agama orang Tionghoa di Indonesia adalah kepercayaan lokal kepada Dewa Tan Hu Cin Jin yang merupakan keyakinan terhadap leluhur. Dalam praktiknya, sistem kepercayaan lokal ini berkontestasi dengan agama-agama besar, pemerintah dan kondisi masyarakat Indonesia yang sangat prulal sehingga menyisakan persoalan tentang keberlangsungan kepercayaan ini di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi untuk memperoleh data dari lapangan. Melalui penelitian ini ditemukan bahwa kepercayaan lokal ini nampak berusaha untuk memposisikan diri sebagai agama yang berpayung pada agama besar, nampak pula adanya kecenderungan mengakomodir pemerintah daerah untuk menjadikan kepercayaan lokal ini sebagai aset lokal dalam mendatangakan pariwisata dan adanya strategi pintu terbuka yang diterapkan oleh kepercayaan lokal kepada Dewa Tan Hu Cin Jin untuk menerima penganut yang berasal dari berbagai agama, berbagai suku melewati batas dan sekat-sekat budaya sebagai bentuk mempertahankan kebersinambungan kepercayaan lokal ini secara turun temurun.


Indonesia could denote to be one of the countries that in a certain extent accepted freedom of religion. Beside those as recognized as Monotheism such as Islam, Roman Catholic, Protestants and those of Buddhism and Confucianism, could also recognized the existence as called believes among various ethnics in Indonesia. One of those believes the deity called Tan Hu Cin Jin could categorized as one of those locally believed god amongst Chinese descendants in Indonesia. But in practically, those local religious deities were suffered in the contestation between monotheistically performed religions as recognized by Indonesian government and those they believe against own deity. The study conducted by engaging ethnographic approaches with technically applying ethnology method to obtain field data. The findings in this study are, clearly recognize the efforts in positioning themselves under the protection of monotheistic recognized religions as already approved by the Indonesian government, and also clearly seen and way to purposely accommodating such local believed deity as an assets for tourism of local government beside their religious nature, and finally it could be apparently clear that strategy for open door policy can be seen in their way for survive and existence their local deity as a god under the protection from monotheistic recognized religions by utilizing the efforts in continually existence as main objectivity of local god.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhang, Benying
Beijing : Zhongguo jian zhu gong ye chu ban she, 2008
SIN 306.951 ZHA b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Virgie Delawillia Kharisma
"Penelitian ini bertujuan menganalisis strategi penguatan ekonomi lokal masyarakat sebagai upaya menurunkan angka ketimpangan melalui kearifan lokal di Jawa Timur Tahun 2013-2017. Penelitian ini merupakan penelitian gabungan Model Eksploratoris Sekuensial dengan regresi data panel sebanyak 190 data dari 38 kabupaten/kota pada Tahun 2013-2017. Variabel gini ratio sebagai variabel dependen, sedangkan variabel independen terdiri dari: jumlah koperasi pesantren, budaya mataraman, jumlah Produk Domestrik Regional Bruto (PDRB) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Secara simultan seluruh variabel independen berpengaruh signifikan terhadap gini ratio di Provinsi Jawa Timur Tahun 2013-2017. Upaya menekan angka ketimpangan tidak hanya dilakukan dengan aspek pembangunan ekonomi namun juga melalui optimalisasi kearifan lokal. Koperasi pesantren berpengaruh secara signifikan untuk menurunkan gini ratio dengan koefisien sebesar -0.001456, sementara budaya mataraman tidak berpengaruh secara signifikan namun dapat menurunkan gini ratio sebesar -0.039890. Diperlukan intervensi kegiatan yang tepat sasaran untuk menurunkan angka ketimpangan, yakni melalui peningkatan Produk Domestrik Regional Bruto (PDRB), pemerataan pembangunan manusia, optimalisasi koperasi pesantren, serta implementasi budaya rewang di Provinsi Jawa Timur.

This study tries to analyze the strategies for improving the economic community in East Java in 2013-2017. This study is joint research of the Sequential Exploratory Model with a panel data regression of 190 data from 38 districts/cities in 2013-2017. The Gini ratio variable is the dependent variable, while the independent variable consists of the number of pesantren cooperatives, mataraman culture, the number of Gross Regional Domestic Product (GRDP), and the Human Development Index (HDI). Taken together the independent variables are significant to the Gini ratio in East Java Province in 2013-2017. Efforts to increase inequality are not only carried out with aspects of development but also the optimization of local wisdom. The pesantren cooperatives reduce the gini ratio by a coefficient of -0.001456, while mataraman culture has no significant effect but can reduce the gini ratio by -0.039890. The intervention of targeted activities is needed to reduce inequality, through increasing the Gross Regional Domestic Product (PDRB), examining human development, optimizing pesantren cooperatives, and the implementation of rewang culture in East Java Province."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carey, Peter
"Meskipun tidak berlangsung lama, masa pendudukan Inggris di tanah Jawa (1811-1816) menandai pergolakan sejarah yang penting dalam sejarah Indonesia. Sayangnya, tidak banyak sumber tertulis mengenai pandangan orang Jawa sendiri akan masa yang singkat tetapi penuh gejolak itu. Sampai sekarang, sedikit sekali catatan mengenai pandangan orang Jawa mengenai hubungannya dengan dan budaya kolonial Inggris pada zaman itu. Sebaliknya, banyak tulisan dari perspektif Inggris yang membahas periode ini, khususnya tokoh besar seperti Sir Stamford Raffles (1781-1826).
Namun, Babad Bedhah ing Ngayogyakarta (1816), sebuah babad berupa buku harian milik seorang pangeran senior di Keraton Yogyakarta, Pangeran Aryo Panular (1771-1826), memberikan wawasan menarik akan masa tersebut. Dalam hal penulisan, bentuk yang dipilih sang pengarangnya pun amat langka: berupa puisi Jawa tradisional alias macapatan. Pangeran Panular yang juga pakde Pangeran Diponegoro ini mengawali babadnya di tengah-tengah serangan Inggris ke Yogyakarta pada pagi buta 20 Juni 1812 dan mengakhirinya pada Agustus 1816.
"
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2017
959.82 CAR i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
T.S. Werdoyo
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1990
920.71 WER t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Joni Putra
"Penelitian ini membahas mengenai produksi narasi Tan Malaka sebagai Datuk dan Raja Adat ketika pemindahan makam Tan Malaka dari Selopanggung (Jawa Timur) ke Pandan Gadang (Sumatra Barat) tahun 2017. Narasi tersebut diproduksi keluarga Tan Malaka untuk menandingi narasi Tan Malaka sebagai pengkhianat. Penelitian ini menjabarkan bagaimana narasi itu berasal dari praktik penulisan sejarah resmi di era Orde Baru. Rezim anti-komunis Orde Baru menghapus peran penting Tan Malaka di dalam sejarah resmi Indonesia dan menempatkan nama Tan Malaka dalam asosiasi sebagai pengkhianat negara. Dengan demikian, produksi narasi yang dilakukan keluarga Tan Malaka merupakan kontestasi terhadap narasi resmi negara.
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode riset pustaka dan etnografis. Studi pustaka berfokus pada mengumpulkan data tentang sejarah resmi terkait Tan Malaka yang dipublikasikan oleh pemerintah Orde Baru. Hasilnya, penelitian ini menggunakan empat referensi utama untuk melihat narasi Orde baru terhadap Tan Malaka, yaitu Sejarah Nasional (1975),30 Tahun Indonesia Merdeka (1975), Lima Tahun Perang Kemerdekaan(1975), dan 50 Tahun Indonesia Merdeka (1995), dan Album Pahlawan Bangsa (1984). Sedangkan dengan menggunakan etnografis, penulis melakukan wawancara mendalam dengan juru bicara keluarga Tan Malaka terkait pemindahan makam tersebut. Selain itu, penulis melakukan pengamatan dan pendokumentasian selama pemindahan makam Tan Malaka dilakukan dan selama peringatan satu tahun pemindahan makam itu. Berdasarkan data etnografis tersebut, penelitian ini menemukan bahwa produksi narasi Tan Malaka sebagai Datuk dan Raja Adat dilakukan dengan penekanan status Datuk melalui tulisan di makam Tan Malaka, Ritual Basalin Baju yang dilakukan ketika pemindahan makam, peringatan satu tahun pemindahan makam tersebut, serta berbagai ritual adat Minangkabau lainnya.
Menggunakan konsep Memori Nasional dan Memori Kultural yang dikembangkan oleh Aleida Asmann, penelitian ini mengonseptualisasi bahwa produksi berbagai narasi identitas Minangkabau dalam pemindahan makam Tan Malaka tersebut sebagai kontestasi antara memori kultural dan memori nasional. Memori nasional diproduksi dari atas oleh negara sedangkan memori kultural diproduksi dari bawah oleh masyarakat. Negara melanggengkan memori nasional lewat berbagai instrumen negara sedangkan keluarga Tan Malaka membangun memori kultural lewat berbagai objek material dan praktik kultural.
Penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga Tan Malaka dalam menggunakan makna yang ambigu dalam melakukan ritual dan menggunakan objek material tersebut, yang kemudian berdampak pada ambiguitas posisi Tan Malaka antara pahlawan nasional dan pahlawan lokal. Namun, pemaknaan yang ambigu tersebut merupakan strategi yang digunakan oleh pihak keluarga untuk tetap bisa merehabilitasi nama Tan Malaka sekaligus mengontestasi memori nasional Orde Baru.

This study discusses the production of Tan Malaka's narrative as Datuk and Raja Adat when the relocation of Tan Malaka's tomb from Selopanggung (East Java) to Pandan Gadang (West Sumatra) in 2017. The narrative was produced by Tan Malaka's family to match the narrative of Tan Malaka as a traitor. This study describes how the narrative originated from the practice of writing official history in the New Order era. The anti-communist New Order regime erased Tan Malaka's important role in Indonesia's official history and placed Tan Malaka's name in the association as a traitor to the state. Thus, the narrative production by Tan Malaka's family is a contestation against the official state narrative.
The data collection of this research was carried out using library research and ethnographic methods. The literature study focused on collecting data on the official history of Tan Malaka published by the New Order government. As a result, this study uses four main references to see the narrative of the New Order against Tan Malaka, namely the National History (1975), 30 Years of Independent Indonesia (1975), Five Years of the Independence War (1975), and 50 Years of Independent Indonesia (1995), and Hero of the Nation Album (1984). Meanwhile, using ethnography, the author conducted in-depth interviews with the spokesman for the Tan Malaka family regarding the relocation of the tomb. In addition, the authors conducted observations and documentation during the transfer of Tan Malaka's tomb and during the one-year anniversary of the transfer of the tomb. Based on the ethnographic data, this study found that the production of Tan Malaka's narrative as Datuk and Raja Adat was carried out by emphasizing the status of Datuk through writings on Tan Malaka's tomb, the Basalin Baju Ritual which was carried out when moving the tomb, the one-year anniversary of the transfer of the tomb, and various traditional rituals other Minangkabau.
Using the concepts of National Memory and Cultural Memory developed by Aleida Asmann, this study conceptualizes that the production of various Minangkabau identity narratives in the transfer of the Tan Malaka tomb is a contestation between cultural memory and national memory. National memory is produced from above by the state while cultural memory is produced from below by society. The state perpetuates national memory through various state instruments, while the Tan Malaka family builds cultural memory through various material objects and cultural practices.
This study shows that Tan Malaka's family uses ambiguous meanings in performing rituals and using these material objects, which then has an impact on the ambiguity of Tan Malaka's position between national heroes and local heroes. However, this ambiguous meaning is a strategy used by the family to continue to rehabilitate Tan Malaka's name as well as to contest the New Order's national memory
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kong, Hang
Taibei: Jiuge Chu Ban, 1994
SIN 895.1 KON g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Surabaya : Forum Peduli Masa Depan JawaTimur , 2003
330.959 82 MEN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>