Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93543 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Nabil Ismail
"Profesi perawat memiliki sejarah yang cukup panjang. Keperawatan telah berperan penting dalam pemberian pelayanan kesehatan. Selama ini umumnya perawat dikenal hanya berfungsi untuk membantu pekerjaan dokter. Namun dalam perkembangannya, perawat masa kini dapat berpraktik mandiri layaknya dokter. Skripsi ini membahas pengaturan perizinan dan prosedur praktik mandiri perawat, serta membahas tanggung jawab hukum bagi perawat yang menjalankan praktik mandiri. Selain itu, skripsi ini akan menganalisis Putusan No.109/Pid.Sus/2019/Pn.Kbu terkait kasus yang menjerat perawat yang berpraktik secara mandiri. Adapun bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan tipe penelitian deskriptif. Kesimpulan dari skripsi ini menunjukkan bahwa pengaturan dan kewenangan perizinan praktik mandiri perawat diatur dalam Permenkes Nomor 26 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Keperawatan Nomor 38 Tahun 2014. Selain itu, dalam menjalankan praktik mandiri, perawat memiliki tanggung jawab secara perdata, pidana dan administratif. Adapun bentuk pertanggungjawaban yang dibebankan kepada perawat berkaitan dengan bentuk kesalahan dan kelalaian yang dilakukan oleh perawat. Terkait putusan yang dianalisis, perawat Jumraini terbukti bersalah karena tidak memiliki izin praktik mandiri. Oleh karena itu, skripsi ini menyarankan agar setiap pihak memperhatikan peraturan hukum kesehatan, terutama perawat yang berpraktik secara mandiri untuk bekerja sesuai standar profesi dan selalu memperhatikan ketentuan hukum yang ada.

The Nurse profession has a long history. Nursing has played an important role in giving healthcare. Usually, a nurse has a typical role as a physician’s assistant. However, today, nurses can work independently and have their own practice facilities. This thesis discusses the regulation and procedure related to nurses independent practice, and discusses nurse’s legal responsibilty for their profession. This thesis will analyze Verdict Case No.109/Pid.Sus/2019/Pn.Kbu, that involve an independent nurse practicioner. The form of research used is normative legal research and conducted using a qualitative research method as well as a descriptive research type. The conclusion of this thesis shows that The Ministry of Health Regulation No. 26 of 2019 regulates the regulation and procedures for independent nurse practice licensing. Furthermore, a nurse on the job has civil, criminal and administrative responsibilty. Furthermore, the form of mistakes and negligences committed by nurses will determine the form of responsibility imposed on nurses. Analysis of Verdict Case No.109/Pid.Sus/2019/Pn.Kbu, that involve a nurse named Jumraini as a defendant, proved to be guilty because she owns an independent practice facility without a legal permit. Therefore, this thesis suggest that each party comply with health law regulation, especially nurses who practice independently to work according to professional standards and always comply with existing legal provisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofia Salma Rosyanda
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan terkait pertanggungjawaban yang dapat dimintakan kepada seorang fisioterapis sebagai seorang tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan melalui praktik fisioterapi mandiri. Bentuk penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa mengenai pengaturan terkait profesi fisioterapis dan pelayanan fisioterapi dalam hukum kesehatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Fisioterapi, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Fisioterapis dan Kode Etik Fisioterapi Indonesia. Pengaturan mengenai fisioterapis dan pelayanan fisioterapi telah dijabarkan dengan cukup baik, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu dilengkapi dalam Peraturan Perundang-Undangan khususnya mengenai pengaturan praktik fisioterapi mandiri. Bentuk pertanggungjawaban bagi seorang fisioterapis yang membuka praktik mandiri apabila terjadi suatu malpraktik dalam memberikan pelayanan fisioterapi adalah pertanggungjawaban secara langsung dikarenakan praktik fisioterapi mandiri mengatasnamakan diri fisioterapis yang mendirikan praktik mandiri secara pribadi dan praktik fisioterapi mandiri tidak berasosiasi dengan rumah sakit, klinik, ataupun puskesmas tertentu. Hasil penelitian ini menyarankan agar Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan lebih memperhatikan profesi fisioterapis untuk menjamin pelaksanaan fungsi profesi fisioterapis dari pengawasan dan pembinaan oleh pemerintah, selanjutnya bagi Organisasi IFI agar lebih giat dalam melakukan sosialisasi mengenai Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan profesi fisioterapis serta Kode Etik Fisioterapi Indonesia agar seorang fisioterapi dapat meningkatkan kualitas pelayanan serta memahami akan hak dan kewajibannya dan saran bagi fisioterapis untuk memahami ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan profesi fisioterapis untuk melindungi serta meminimalisir kemungkinan seorang fisioterapis melakukan suatu kesalahan hingga menyebabkan kerugian pada pasien/klien.

This thesis discusses the accountability-related arrangements that can be requested from a physiotherapist as a health worker who provides health services through independent physiotherapy practice. The form of this thesis research is normative juridical with qualitative methods. This study shows that in regards to the regulation of physiotherapist and physiotherapy services in Health Law is stipulated in Law No. 36 of 2014 on Health Workers, Ministerial Regulation of the Health Ministry No. 65 of 2015 on Physiotherapy Service Standards, Ministerial Regulation of the Health Ministry No. 80 of 2013 on The Implementation of the Physiotherapist Profession and Physiotherapy Practices and Physiotherapy Code of Ethics in Indonesia. The regulations of physiotherapy and physiotherapy services have been thoroughly explained, but there are some points that yet to be explained in the Law, particularly about the stipulation of Independent Physiotherapy Services. The form of accountability for a physiotherapist who opens an independent practice in the event of a malpractice in providing physiotherapy services is direct responsibility due to the practice of independent physiotherapy in the name of a physiotherapist who establishes an independent private practice and independent physiotherapy practice is not associated with certain hospitals, clinics, or health centers. This study suggests the Ministry of Health and the Public Health Office to put a bigger concern and attention to physiotherapists in order to ensure the implementation of the physiotherapists' professional functions from government's supervision and guidance. Furthermore, it is also suggested for IFI Organization to perform an even greater measure of socialization about the laws regarding the physiotherapist profession and also Indonesian Physiotherapy Code of Ethics so that a physiotherapists can improve their quality and understand the rights and duty imposed upon them. Last, it is encouraged for physiotherapists to comprehend the laws regarding the physiotherapist profession to protect their rights and to prevent physiotherapist causing an offend that causes damages to patients/clients"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Abednego Imanuel Soaloon
"Skripsi ini membahas mengenai pertanggungjawaban hukum dokter dan pemilik klinik kecantikan ditinjau berdasarkan hukum kesehatan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menekankan pada penggunaan data sekunder. Penyelenggaraan Klinik Kulit dan Kecantikan merupakan bagian dari kegiatan pelayanan publik di bidang kesehatan yang berada dalam ranah hukum Kesehatan yang sangat terkait dengan aspek etika dan disiplin medis. Pemberlakuan hukum kesehatan ini sangatlah penting untuk memberikan kerangka pertangggungjawaban hukum dokter dan pemilik klinik kecantikan dalam rangka untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum, baik terhadap pemberi maupun penerima jasa pelayanan kesehatan. Mengacu pada analisis putusan pengadilan, telah menunjukkan atas lemahnya implementasi atau penegakan hukum kesehatan. Kelemahan tersebut diindikasikan oleh adanya disparitas antara ancaman hukuman yang diatur dalam hukum kesehatan dengan vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim terhadap pelaku dan penyelesaian pertanggungjawaban hukum pelaku yang masih sangat parsial. Penegakan hukum kesehatan seharusnya dilakukan secara komprehensif dan tegas terhadap seluruh pihak yang terlibat, terutama dokter dan pemilik klinik kecantikan.

This thesis discusses on the legal responsibilities of doctor and the owner of aesthetic clinic based on health law. This study applies a normative legal study that emphasizes the use of secondary data. The operational of the Aesthetic Clinic is part of public service activities in the Health Sector which is very related to ethical aspects and medical disciplines. The implementation of this health law is very important to provide a framework of legal responsibility of doctor and the aesthetic clinic owner in order to give protection and legal certainty, both for the health service providers and recipients. Based on the analysis of the court decision, it has been shown the weakness of the implementation or the enforcement of the health law. The weakness is indicated by the disparity between the threat of punishment regulated in the health law with the verdict imposed by the judges to the perpetrator and the settlement of the legal responsibilities of the perpetrator which is very partial. The Health Law enforcement should be done comprehensively and firmly to all parties involved, especially to the doctor and the owner of the aesthetic clinic."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fandy Mulyawan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana suatu tanggung jawab hukum klinik kecantikan dalam peredaran sediaan kosmetik yang tidak memiliki izin edar lalu perlu diketahui pula mengenai pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan yang mana lembaga ini berperan sebagai pengawas dan penegak hukum dalam hal peredaran sediaan kosmetik. Terlebih lagi dikarenakan adanya kasus yang terjadi di dalam Putusan Nomor 2008 K/Pid.Sus/2018. Penelitian ini berbentuk Yuridis Normatif yang mana dilakukan dengan pendekatan berdasarkan bahan hukum, kepustakaan, serta perundang-undangan yang berlaku terkait topik penelitian ini. Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, suatu keadaan, atau gejala lainya dan dalam hal ini adalah mengenai tanggung jawab hukum klinik kecantikan serta pengawasan dan penegakan hukum dalam kasus kosmetik yang tidak memiliki izin edar. Dari penelitian ini menunjukan bahwa tanggung jawab hukum klinik kecantikan berada pada pihak yang mendirikan klinik kecantikan tersebut, pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah dengan upaya non pro justitia dan pro justitia. penulis menyarankan kepada Pemerintah Indonesia untuk membuat suatu peraturan yang khusus terkait klinik kecantikan yakni Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klinik Kecantikan agar konsumen yang menggunakan jasa klinik kecantikan ini dapat terlindungi hak-haknya.

ABSTRACT
This research aims to find out about legal responsibilites of a beauty clinic in regards of cosmetic product distribution that do not have a distribution authorization. Furthermore, it rsquo s also necessary to find out about supervision and law enforcement which conducted by Badan Pengawas Obat dan Makan in this matter. Particularly because of the case that happened in Case Decision Number 2008 K Pid.Sus 2018, it is important to know how Mahkamah Agung conducts examinations in such cases where a beauty clinic is involved in the distribution of cosmetic products that do not have a disribution authorization. This research is in the form of yuridis normatif which is done with approach based on legal material, bibliography, and applicable legislation related to this research topic. The type of this research is descriptive research, which aims to provide as much data as possible about humans, a condition, or other symptoms which in this case is about the legal responsibilities of beauty clinics as well as supervision and law enforcement in cases of cosmetics that do not have distribution authorization. From this research, it shows that the legal responsibility of beauty clinic is possesed by the party who establish the beauty clinic itself, supervision and law enforcement by Badan Pengawas Obat dan Makan is done by doing non pro justitia effort and pro justitia effort. Although it can be inferred from some existing legislation, the authors suggest to the Government of Indonesia to make a regulation specifically related to beauty clinics such as Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klinik Kecantikan so that consumers who use the services of this beauty clinic can be more protected. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Janur Fadhilah
"Tanggung jawab hukum rumah sakit selalu menjadi topik menarik untuk diperbincangkan, khususnya mengenai tanggung jawab hukum rumah sakit terkait sengketa medis. Rumusannya yang terdapat dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit masih dianggap umum sehingga berpotensi menimbulkan salah penafsiran. Adapun penelitian ini berusaha untuk membahas dan menganalisis mengenai penerapan tanggung jawab hukum di rumah sakit syariah dengan melakukan studi di RSI Sultan Agung Semarang sebagai rumah sakit syariah pertama di Indonesia.
Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif yang mana akan banyak mengacu pada norma hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan dan bahan bacaan terkait rumah sakit, dokter dan pasien. Selain itu sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang akan menggambarkan tanggung jawab hukum rumah sakit syariah terhadap dokter dan pasien, yang kemudian akan ditinjau berdasarkan hukum kesehatan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan RSI Sultan Agung sudah cukup baik menerapkan tanggung jawab hukumnya terhadap dokter dan pasien, namun masih ada satu hal yang tidak sesuai karena masih dimungkinkan terlibatnya dokter dalam gugatan ganti rugi dari pasien. Oleh karena itu Peneliti memberikan saran agar RSI Sultan Agung menyesuaikan bentuk pertanggungjawaban hukumnya sesuai ketentuan yang ada, dan juga akan lebih baik jika RSI Sultan Agung menerapkan hak regres dan mewajibkan setiap dokternya ikut program asuransi risiko.

Hospital legal responsibility has always been an interesting topic to be discussed, especially regarding hospital legal responsibilities related to medical dispute. Its regulation that is contained in Article 46 of Law No. 44/2009 concering to Hospital is still considered too general, so that it has the potential causing misinterpretation. This research seeks to discuss and analyze how the application of legal responsibilities in sharia hospital by studies at RSI Sultan Agung Semarang as the First Sharia Hospital in Indonesia.
The form of this research is normative juridical which will mostly refer to legal norms derived from legislation and reading materials related to hospitals, doctors and patients, in additio this research also used descriptive type of typology to describe the legal responsibilities of sharia hospital towards doctors and patients and then its will be reviewed by health law.
The results of this study indicate that RSI Sultan Agung is quite good at implementing its legal responsibilities, but there is still one thing not appropriate because it is still possible for doctors to be involved in compensation claims from patients lawsuit. Therefore, the researcher gives suggestions that RSI Sultan Agung must adjustthe regulation, and it would be better if RSI Sultan Agung applies Hak Regres and requireseach doctor to take part in risk insurance program.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Giovani Edlyn Lokollo
"Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan setiap individu. Pelayanan kesehatan pun diberikan oleh rumah sakit melalui tenaga kesehatannya. Dokter sebagai tenaga medis yang memberikan pelayanan kesembuhan (healing) dan perawat yang memiliki peran untuk memberikan pelayanan keperawatan (caring) pun dapat lalai dalam melaksanakan kewajibannya. Kesalahan terhadap tindakan yang dilakukan oleh dokter maupun perawat di rumah sakit salah satunya adalah dalam hal pemberian obat. Lantas terkait dengan kesalahan tersebut, menarik untuk dibahas mengenai tanggung jawab hukum antara dokter, perawat dan rumah sakit. Meskipun masing-masing tanggung jawab telah diatur dalam undang-undang, akan tetapi rumah sakit tetap memiliki tanggung jawab hukum terhadap tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya. Penelitian ini akan dilakukan dengan menganalisis sebuah Putusan yang membahas tindakan lalai oleh dokter dan perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan pada sebuah rumah sakit. Penelitian ini dilakukan secara yuridis dan normatif, serta bersifat deskriptif. Berdasarkan kasus tersebut, maka tanggung jawab hukum dokter, perawat dan rumah sakit dapat dilihat berdasarkan tiga rumusan masalah. Pertama, membahas bagaimana tanggung jawab hukum dokter dalam pemberian obat. Kedua, akan dibahas tentang bagaimana tanggung jawab perawat dalam pemberian obat. Yang ketiga akan membahas bagaimana tanggung jawab rumah sakit terhadap tindakan dokter dan perawat dalam pemberian obat. Hingga kini, masih terdapat banyak dokter dan perawat yang tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan standar profesinya. Dalam melaksanakan tugasnya, dokter dan perawat harus mengutamakan kesehatan dan keselamatan pasien agar terwujud fungsi dari pelayanan kesehatan.

Health is important in the lives of every individual. Health services were provided by the hospital through their health care providers. Doctors as medical personnel who provide healing services, and nurses who have a role to provide nursing services can be negligent in carrying out their obligations. Doctors and nurses can do negligence in their actions, one of which is in the administration of drugs. Based on these errors, it is interesting to discuss the legal responsibilities between doctors, nurses and hospitals. Although each responsibility has been regulated in law, the hospital still has legal responsibility for the actions taken by its health personnel. This research will be conducted by analyzing Verdict that addresses negligent actions by doctors and nurses in providing health services in hospitals. This research is analytical descriptive with normative juridical approach. Based on these cases, the legal responsibilities of doctors, nurses and hospitals can be seen based on three problem statements. First, will discuss about how the doctor`s legal responsibilities in administering drugs. Second, will discuss on how nurses are responsible for administering drugs. The third will discuss about hospital responsibilities for actions taken by doctors and nurses in administering drugs. Until now, many doctors and nurses did not carry out their duties according to the standards of their profession. In carrying out their duties, doctors and nurses must prioritize patient health and safety to realize the function of health services.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naufal Viansa Fadhlurrahman
"Sebagaimana yang tercantum di dalam UUD 1945 pasal 28D ayat (2) yang berbunyi Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Ayat tersebut dapat dijadikan dasar bahwa setiap orang berhak untuk bekerja, Manusia sendiri sebagai makhluk ekonomi bertindak sebagai agen yang melakukan tindakan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan tersebut adalah dengan melakukan usaha. Bentuk usaha perseorangan merupakan bentuk badan usaha yang paling tua dan paling umum digunakan oleh para pengusaha sebagai sarana menjalankan kegiatan usaha. Dalam skripsi ini Penulis mengangkat rumusan masalah bagaimana pengaturan mengenai Perusahaan Perseorangan di Indonesia dan dalam skripsi ini Penulis menggunakan sampel sebuah perusahaan perseorangan bernama restoran S. Sehingga rumusan masalah yang kedua adalah bagaimana praktik Restoran S sebagai Perusahaan Perseorangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia saat ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis-normatif. yang mana hasil hasil dari skripsi ini dapat disimpulkan Belum adanya ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai Perusahaan Perseorangan.

As stated in Undang-Undang Dasar 1945 article 28D paragraph (2) which said Every person has the right to work and to get fair and proper compensation and treatment in an employment relationship. The verse can be used as the basis that everyone has the right to work, Human himself as an economic being acts as an agent who takes economic action to meet their needs. One form of meeting these needs is to do business. The form of Sole Proprietorship is the oldest and most commonly used form of business entity as a means of carrying out business activities. In this thesis I raise the formulation of the problem of how to regulate the Sole Proprietorship in Indonesia and in this thesis I use a sample of an individual company called Restaurant S. So the second problem formulation is how the practice of Restaurant S as a Sole Proprietorship with the applicable law in Indonesia today. This study uses a juridical-normative legal research method. which results from this thesis can be concluded There is no provision that specifically regulates the Sole Proprietorship."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifah Alma Febiola
"Skripsi ini membahas tentang tanggung jawab dan perlindungan hukum bagi perawat anestesi yang melakukan tindakan pembedahan tanpa didampingi oleh dokter spesialis anestesi. Anestesi merupakan tindakan yang sangat beresiko dan hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis anestesi. Namun terdapat pengecualian apabila tidak ada dokter spesialis anestesi atau berhalangan hadir, kewenangan tersebut dapat dilimpahkan dengan tetap berkoordinasi dan pemberian dosis sesuai dengan perintah dokter spesialis anestesi. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2016 tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Penata Anestesi mengatur bahwa pelimpahan wewenang tersebut dilakukan dengan cara mandat, karena tanggung jawabnya tetap berada pada pemberi mandat yaitu dokter spesialis anestesi. Sebagaimana kasus dalam Putusan Nomor 109/Pid.sus/2015/PN. Trt, seorang perawat melakukan tindakan anestesi dengan memberi dosis sesuai perkiraannya sendiri dan menghubungi dokter spesialis anestesi setelah tindakan anestesi dilakukan. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan kewenangan antara dokter spesialis anestesi dengan perawat anestesi serta tanggung jawab rumah sakit terhadap tindakan anestesi yang dilakukan tanpa didampingi dokter spesialis anestesi. Sedangkan deskriptif analisis adalah pelimpahan kewenangan yang dilakukan secara mandat dan tanggung jawab serta perlindungan hukum bagi perawat anestesi. Hasil penelitian yang diperoleh ialah segala tindakan perawat anestesi harus di bawah pengawasan dokter spesialis anestesi sebab pelimpahan wewenangnya secara mandat, mengakibatkan tidak berpindahnya tanggung jawab atas tindakan tersebut dan rumah sakit pun berkewajiban untuk mengawasi serta bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh pekerja di rumah sakit tersebut.

This thesis discusses the responsibility and legal protection of anesthetist nurses who perform surgery without being accompanied by an anesthetist.  Anesthesia is a very risky action and can only be done by anesthetists.  However, there are exceptions if there is no anesthetist or unable to attend, the authority can be delegated by continuing to coordinate and administer doses according to the anesthetist's orders.  Minister of Health Regulation No. 18 of 2016 concerning Licensing and Implementation of Anesthesia Management Practices stipulates that the delegation of authority is carried out by means of a mandate, because the responsibility remains with the mandate giver, namely the anesthetist.  As is the case in Decision Number 109 / Pid.sus / 2015 / PN.  Trt, a nurse performs anesthetic action by giving the dose according to his own estimation and contact an anesthetist after the anesthesia is performed.  By using the juridical-normative method, this study aims to determine the comparison of authority between anesthetist and anesthetist nurses and hospital responsibilities for anesthetic actions carried out without the anesthetist's specialist.  Whereas descriptive analysis is the delegation of authority which is carried out by mandate and responsibility as well as legal protection for anesthetist nurses.  The results obtained all the actions of anesthetist nurses must be under the supervision of anesthetist specialist because the delegation of authority in a mandate, resulting in no transfer of responsibility for these actions and the hospital is obliged to supervise and be responsible for all actions carried out by workers in the hospital."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelina
"ABSTRAK
Tesis ini membahas kasus penggelapan BPHTB yang dilakukan oleh
notaris/PPAT ASD. Pokok permasalahan yang penulis angkat adalah bagaimana
tanggung jawab hukum notaris/PPAT ASD yang melakukan penggelapan BPHTB
ditinjau dari hukum pidana dan kode etik PPAT serta apakah penggelapan
BPHTB yang dilakukan oleh notaris/PPAT ASD dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran kode etik ataukah hanya pelanggaran pidana. Dari sudut pandang
hukum pidana, sanksi bagi notaris/PPAT ASD yang melakukan penggelapan
BPHTB diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
sedangkan dari sudut pandang kode etik, penulis mengkategorikan penggelapan
BPHTB sebagai pelanggaran kode etik PPAT karena penggelapan BPHTB telah
melanggar prinsip kejujuran dan prinsip bertanggung jawab yang harus dimiliki
oleh notaris/PPAT serta melanggar isi sumpah jabatan PPAT terkait dengan
pelecehan terhadap martabat PPAT. Pada intinya, kode etik dan hukum saling
terkait. Dalam hal terjadi pelanggaran kode etik maka sepanjang pelanggaran yang
dilakukan tersebut juga menyangkut pelanggaran terhadap hukum negara, maka
notaris/PPAT yang bersangkutan juga dapat dikenakan sanksi pidana.
Penulisan tesis ini memakai metode yuridis normatif dimana penulis akan
membahas semua permasalahan yang ada dengan cara menganalisis kasus dan
mengkaitkannya dengan peraturan perundangan sedangkan kesimpulan diambil
dengan menggunakan pola pikir induktif.

ABSTRACT
This thesis discussed about the embezzlement case of BPHTB1 by a notary
public/PPAT2, ASD3. The core issues of this thesis are to observe how the notary,
who carried out BPHTB embezzlement, be held responsible by law and PPAT’s
code of ethics. The other one will be: should the BPHTB embezzlement be
categorized as violating the PPAT’s code of ethics or is it only a matter of
criminal law violation. From criminal law point of view, the penalty for notary
who embezzles BPHTB is regulated on Article 372 Criminal Code. While from
point of view of ethical code, researcher categorizes the BPHTB embezzlement as
violation of PPAT ethical code. Since the act of BPHTB embezzlement violates
the principles of honesty and responsibility, which all notaries ought to have, also
it violates the oath of PPAT regarding the abuse of PPAT’s values. The code of
ethic and law are mutually bound. If an ethical code violation was to happen, then
as long as all following violations relate to the state law violation, then the
concerned notary/PPAT is to be penalized to criminal sanctions. Researcher
applies the normative judicial method in this thesis where research questions are
explored, discussed and analyzed through case study in relation to relevant laws.
Conclusion of the thesis is presented through inductive method."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39037
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Ade Christian
"Skripsi ini membahas adanya asuransi bagi dokter dalam hal malpraktik medis di Indonesia. Dokter sebagai salah satu tenaga kesehatan yang melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan, dimana dalam menjalankan tugasnya mempunyai risiko akan profesinya sebagai seorang dokter. Adanya asuransi tanggung jawab hukum profesi dokter, melindungi dokter akan adanya gugatan ganti kerugian yang diajukan oleh pasien akibat malpraktik medis. Metode penelitian yang digunakan bersifat yuridis-normatif dengan menggunakan studi pustaka serta peraturan yang berlaku.
Hasil penelitian ini akan menjelaskan mengenai polis asuransi tanggung jawab hukum profesi dokter, serta penerapan asuransi tanggung jawab hukum profesi dokter di salah satu rumah sakit di Indonesia serta perlunya pengaturan kewajiban asuransi tanggung jawab hukum profesi dokter pada peraturan perundang-undangan di Indonesia.

This thesis describe the existence of an insurance for doctors in medical malpractice case in Indonesia. Doctor as one of the health professionals who perform the functions of health care, which in the perform of his duties at risk will be his profession as a physician. The existence of professional liability insurance, protecting the medical profession doctor for claim or lawsuit damages filed by patients due to medical malpractice. Research method used are the juridicalnormative based on studies of literature and regulations.
Results of this research will explain about legal liability insurance medical profession policy, as well as the implementation of legal liability insurance medical profession in one of the hospitals in Indonesia as well as necessity of setting liability insurance legal responsibility on medical profession and regulations in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62308
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>