Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116059 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dhika Rizky Sumanto
"Cinta romantis adalah prinsip yang diperkenalkan dalam modernitas, menggambarkan hubungan intim antara dua individu yang bebas. Dalam pengertian masyarakat umum, cinta romantis dimaknai sebagai hubungan heteroseksual dengan nilai-nilai heteronormatif dan heteroseksis. Cinta romantis menimbulkan masalah baru, yakni toxic relationship (hubungan “beracun”). Toxic relationship seringkali berujung pada kekerasan, baik berupa kekerasan mental, emosional, maupun fisik. Artikel ini berpendapat konsep cinta autentik Simone de Beauvoir dapat menjadi jalan keluar untuk terlepas dari jeratan toxic relationship dan membangun cinta romantis yang ideal. Cinta autentik dibangun atas dasar adanya keinginan saling mengakui kebebasan kedua belah pihak. Cinta autentik mengharuskan keduanya mempertahankan individualitas mereka, dan secara bersamaan mengakui adanya perbedaan satu sama lain. Sedangkan cinta tidak autentik didasarkan pada ketidaksetaraan antara kedua jenis kelamin, serta adanya ketundukan dan dominasi. Bentuk cinta semacam ini membuat pihak yang menjalaninya tidak dapat mengalami kebebasan, persahabatan, dan kebahagiaan. Berdasarkan konsep cinta autentik, manusia dapat saling mendukung dalam menemukan, menjangkau dan melampaui diri mereka sendiri, dan bersama-sama memperkaya makna hidupnya. Untuk mencapai tujuan, penulis menggunakan metode distingtif konseptual dan analitis deskriptif guna memperlihatkan adanya perbedaan antara konsep cinta romantis yang dipahami oleh masyarakat di Indonesia dengan konsep cinta autentik de Beauvoir. Kebaruan yang ditawarkan adalah kajian terhadap teori de Beauvoir secara filosofis dapat diterapkan untuk membongkar praktik toxic relationship dan pengkonsepsian ulang cinta romantis di Indonesia.

Romantic love is a principle introduced in modernity, describing an intimate relationship between two free individuals. In the sense of society, romantic love is interpreted as a heterosexual relationship with heteronormative and heterosexist values. Romantic love raises new problems, namely toxic relationships. Toxic relationships often lead to violence, in the form of mental, emotional or physical violence. This article argues that Simone de Beauvoir's authentic love concept can be an escape route from toxic relationships and building an ideal romantic love. Authentic love is built on the basis of a mutual desire to recognize the freedom of both parties. Authentic love requires both to maintain their individuality, while simultaneously recognizing differences from one another. 2 On the contrary, inauthentic love is based on inequality between the sexes, as well as submission and dominance. This form of love prevents those who live it from experiencing freedom, friendship and happiness. Based on the concept of authentic love, humans can support each other in discovering, reaching and surpassing themselves, and together enriching the meaning of their lives. To achieve this goal, the writer uses descriptive conceptual and analytical descriptive methods to show the difference between the concept of romantic love that is understood by people in Indonesia and de Beauvoir's concept of authentic love. The novelty offered is a study of the de Beauvoir theory that can be applied philosophically to dismantle the practice of toxic relationships and the re-conception of romantic love in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 1998
848.914 9 SIM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Norma Diana
"Hidup perempuan Jawa memang ironis. Mereka selalu ditanamkan oleh nilai-nilai yang membatasi kebebasannya. Dengan alasan untuk menjaga keharmonisan relasi antar sesama manusia, perempuan Jawa didoktrin untuk selalu patuh pada nilai-nilai tersebut. Sesungguhnya, nilai-nilai keharmonisan yang didewakan oleh adat Jawa merupakan diskriminasi yang dilakukan oleh kaum patriarki demi merebut subjektivitas perempuan sebagai manusia yang bebas. Kartini, sebagai manusia perempuan Jawa, mengalami langsung diskriminasi ini sehingga membuatnya selalu dijadikan objek oleh adat. Transendensi merupakan cara yang dapat membuat perempuan meraih kembali subjektivitas dan kebebasan tersebut. Namun Kartini tidak bisa melampaui imanensinya, sehingga membuatnya tetap berada pada posisi subordinat di dalam adat Jawa.

Javanese women’s live are ironic. They are always embedded with values that bounding her freedom. With motivation for keeping harmony in human relation, Javanese woman obediently doctrined for that values. Actually, harmony values that divined by Javanese tradition are discrimination doing by patriarchist to clutched women’s subjectivity as a free human. Kartini, as a Javanese woman, directly experience this discrimination, so make her always becoming object by Javanese tradition. Transcendence is the only way that can make women reach back her subjectivity and freedom. But, Kartini can not beyond her immanence, so make her always still at subordinate point in Javanese culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S61059
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beauvoir, Simone de, 1908-1986
"Second sex, buku revolusioner sebagai usaha yang gigih luar biasa untuk menemukan apa dan siapakah dan bagaimana perempuan berpikir dan berbicara tentang diri sendiri. Simone de Beauvoir, fakta dan mitos"
Yogyakarta: Narasi-Pustaka, 2016
305.4 BEA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rusita Zanjabyla Indriati
"Film memiliki kemampuan menggabungkan penglihatan, suara, dan gerakan dengan sempurna, sehingga kerap digunakan untuk merepresentasikan realitas sosial dan budaya saat ini. Film Bande de filles (2014) karya Céline Sciamma merupakan salah satu film yang membahas realitas sosial di Prancis. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap upaya pencarian kebebasan remaja perempuan berkulit hitam bernama Marieme di banlieue Prancis dalam Film Bande de filles (2014). Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Untuk meneliti aspek naratif dan sinematografis dalam film menggunakan pendekatan struktural A.J Greimas (1983) dan kajian film dari Petrie & Boggs tenth edition (2022). Konsep feminisme eksistensialis oleh Simone de Beauvoir dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap perjalanan kebebasan tokoh Marieme. Keberhasilan Marieme untuk mendapatkan kebebasannya tergantung pada kemandirian ekonomi dan sosial sebagai seorang perempuan muda di banlieue. Hasil analisis memperlihatkan terdapat upaya yang dilakukan Marieme untuk mencapai kebebasan seperti perubahan sikap yang drastis, meninggalkan zona nyamannya hingga menjadi pengedar narkoba. Namun, belum tercapainya kebebasan sejati Marieme disebabkan oleh kemandirian ekonomi dan sosial yang belum dimiliki sepenuhnya.

Film has the ability to perfectly combine visual, sound, and motion, so they are often used to represent current social and cultural realities. Céline Sciamma's Bande de filles (2014) is one of the films that explores social realities in France. This research aims to reveal the quest for freedom of a black teenage girl named Marieme in France’s Banlieue area through Céline Sciamma's Bande de filles (2014). The methodology used in this research is qualitative research. To examine the narrative and cinematographic aspects of the film using the theory of A.J Greimas structural approach (1983) and film studies from Petrie & Boggs tenth edition (2022). The concept of existentialist feminism by Simone de Beauvoir in this study is used to reveal Marieme's journey to freedom. Marieme's success in gaining her freedom depends on her economic and social independence as a young woman in the banlieue. The results of the analysis show that there are efforts made by Marieme to achieve freedom such as drastic changes in attitude, leaving her comfort zone to become a drug dealer. However, Marieme's true freedom has not yet been achieved due to her lack of economic and social independence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rusita Zanjabyla Indriati
"Film memiliki kemampuan menggabungkan penglihatan, suara, dan gerakan dengan sempurna, sehingga kerap digunakan untuk merepresentasikan realitas sosial dan budaya saat ini. Film Bande de filles (2014) karya Céline Sciamma merupakan salah satu film yang membahas realitas sosial di Prancis. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap upaya pencarian kebebasan remaja perempuan berkulit hitam bernama Marieme di banlieue Prancis dalam Film Bande de filles (2014). Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Untuk meneliti aspek naratif dan sinematografis dalam film menggunakan pendekatan struktural A.J Greimas (1983) dan kajian film dari Petrie & Boggs tenth edition (2022). Konsep feminisme eksistensialis oleh Simone de Beauvoir dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap perjalanan kebebasan tokoh Marieme. Keberhasilan Marieme untuk mendapatkan kebebasannya tergantung pada kemandirian ekonomi dan sosial sebagai seorang perempuan muda di banlieue. Hasil analisis memperlihatkan terdapat upaya yang dilakukan Marieme untuk mencapai kebebasan seperti perubahan sikap yang drastis, meninggalkan zona nyamannya hingga menjadi pengedar narkoba. Namun, belum tercapainya kebebasan sejati Marieme disebabkan oleh kemandirian ekonomi dan sosial yang belum dimiliki sepenuhnya.

Film has the ability to perfectly combine visual, sound, and motion, so they are often used to represent current social and cultural realities. Céline Sciamma's Bande de filles (2014) is one of the films that explores social realities in France. This research aims to reveal the quest for freedom of a black teenage girl named Marieme in France’s Banlieue area through Céline Sciamma's Bande de filles (2014). The methodology used in this research is qualitative research. To examine the narrative and cinematographic aspects of the film using the theory of A.J Greimas structural approach (1983) and film studies from Petrie & Boggs tenth edition (2022). The concept of existentialist feminism by Simone de Beauvoir in this study is used to reveal Marieme's journey to freedom. Marieme's success in gaining her freedom depends on her economic and social independence as a young woman in the banlieue. The results of the analysis show that there are efforts made by Marieme to achieve freedom such as drastic changes in attitude, leaving her comfort zone to become a drug dealer. However, Marieme's true freedom has not yet been achieved due to her lack of economic and social independence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Cahyani Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran komponen cinta dan kualitas hubungan romantis pada pasangan berpacaran dewasa muda yang menggunakan layanan online dating. Partisipan dalam penelitian ini adalah 97 dewasa muda (20-40 tahun), sedang menjalani hubungan berpacaran minimal tiga bulan, dan bertemu dengan pasangannya melalui layanan online dating. Alat ukur yang digunakan untuk penelitian ini adalah Sternberg?s Theory of Love Scale (TLS) untuk melihat tingkat komponen cinta, dan Partners Behaviors as Social Context (PBSC) dan Self Behavior as Social Context (SBSC) untuk melihat gambaran kualitas hubungan romantis. Hasil dari penelitian adalah ketiga komponen cinta Sternberg pada pengguna layanan online dating tetap tinggi dan jumlah responden yang mempunyai kualitas hubungan romantis yang tinggi tidak banyak berbeda dengan jumlah responden dengan kualitas hubungan romantis yang rendah. Analisis tambahan menemukan bahwa umur dan lama hubungan mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat komponen cinta Sternberg dan kualitas hubungan romantis.

The purpose of this study is to form a description on love component using the theory Triangular Theory of Love from Robert J. Sternberg and the romantic relationship quality in dating young adulthood couple who uses online dating services. Participants within this research consisted of 97 young adulthood with the age criteria around 20-40 years old, currently within a relationship for minimum three months, and met their partners through the online dating services. According to data, participants of this research are within the age of 20 to 26 years old, and around 79,4% of them are females. This research is a descriptive research and use th Sternberg's Triangular Theory of Love Scale questionaire (TLS) (α = 0,985) to measure the component of love, and also Partners Behaviors as Social Context (PBSC) (α = 0.906) and Self Behavior as Social Context (SBSC) (α = 0.838) to measure the quality of the romantic relationship. Results of this research indicates that most of the respondents has high scores in three components, and most of the respondents has lower quality in their romantic relationship."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S66342
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Gemala
"Masa dewasa muda ditandai dengan tugas perkembangan intimacy vs isolation, yaitu individu membuat komitmen yang mendalam dcngan orang lain agar mereka tidak terisolasi (Enikson, dalam Papalia et al., 2001). Menurut Erikson, mengembangkan hubungan intim merupakan tugas yang krusial pada masa ini. Bagi sebagian besar manusia, pernikahan merupakan ekspresi utama/ultimate expression dalam suatu hubungan intim ( Brehm, 1992).
Pria dan wanita biasanya menikah atas dasar cinta dan memiliki anak adalah ekspresi dari cinta mereka kepada satu sama lainnya (Duvall & Miller, 1985). Cinta adalah kombinasi atau gabungan dari emosi atau perasaan, kognisi, dan perilaku yang terdapat dalam hubungan intim (Baron & Bymc, 2000).
Stcrnberg mendefinisikan cinta terdiri dari tiga komponen, yaitu intimacy, commitment, dan passion (Stemberg & Barnes, 1988). Intimacy, yang merupakan komponen emosional, adalah perasaan dekat, terikat yang dirasakan seseorang dalam hubungan cinta. Passion, yang merupakan komponen motivasional, adalah dorongan-dorongan yang mengarah pada percintaan, ketertarikan iisik, dan seksual. Komponen yang terakhir yaitu commiirnenl yang merupakan komponen kognitif, adalah keputusan untuk mencintai seseorang (jangka pendek) dan komitmen untuk mempertahankan cinta tersebut (iangka panjang).
Dalam suatu hubungan, tidak selalu terdapat keseimbangan dalam ketiga komponen cinta sebagaimana yang diketemukakan oieh Stemberg. Geometri pada segitiga cinta tergantung pada intensitas dan keseimbangan dari cinta (Stemberg &. Bames, 1988). lntensitas cinta dalam suatu hubungan dapat dilihat dari area atau ukuran dari segitiga cinta, yakni semakin besar intensitas cinta yang dirasakan seseorang terhadap orang lain maka scgitiga cintanya pun akan semakin besar. Sedangkan keseimbangan cinta dalam suam hubungan dapat dilihat dari bentuk segitiga cinta. Hubungan yang seimbang (dalam ketiga komponen cinta) akan dipresentasikan dalam segidga yang seirnbang. Sedangkan hubungan yang tidak seimbang direpresentasikan dalam bentuk segitiga yang tidak sama sisi, yang didalamnya terdapat salah satu komponen yang paling besar atau dominan.
Dalarn suatu hubungan, tidak hanya terdapat segitiga yang
menggambarkan cinta terhadap orang lain (bentuk nyata), namun juga merepresentasikan bcntuk yang ideal dalam hubungan terscbut (bentuk ideal). Semakin besar perbedaan pada ukuran maupun bentuk dari segitiga cenderung diasosiasikan dengan rendah atau berkurangnya tingkat kepuasan dalam suatu hubungan (Stemberg & Bames, 1988).
Dalam rangka membantu pasangan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam hubungan mereka terkait dengan komponen-komponen cinta, maka Stemberg mcngembangl-can suatu skala yang disebut The Triangular Love Scale (Stemberg, 1988). Skala ini ditujukan untuk mengukur masing-masing komponen dari cinta, namun juga memiliki dua aplikasi praktis. Pertama, dengan adanya skaia ini, dapat membantn pasangan mendapatkan basil yang lebih baik dalam hubungan mereka. Kedua, skala ini juga merumuskan perbedaan-perbedaan di antara pasangan sehingga dapat disarankan perubahan-perubahan apa yang mungkin diperlukan untuk membuat hubungan menjadi Iebih berhasil Pasangan juga dapat mcnjadi lebih dekat atau setidaknya mereka dapat memahami dan menghargai perbedaan yang ada di antara mercka satu sama lain.
Melihat kedua fungsi dari Stemberg's Triangular Love Scale. maka dirasakan sangat bermanfaat bila skaia ini diaplikasikan dalam penelitian mengenai gambaran cinta terkait dengan keseimbangan ketiga komponen cinta Stemberg. Dengan mengetahui gambaran dan keseimbangan dari komponen cinta Sternberg, maka dapat juga diiihat bagaimana kepuasan yang dirasakan oleh individu tersebut akan hubungan yang rnereka jalani dengan pasangan. Karena keterbatasan waktu, penelitian dilakukan sebagai pengembangan alat tes psikologi, yaitu dengan melakukan validasi alat tes hanya pada individu dewasa muda. Validasi yang dilakukan adalah dengan meiihat validitas dan reliabilitas dari Slemberg’s Triangular Love Scale. Selain validasi alat tes, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat gambaran cinta pada individu dewasa muda yang menikah, dengan memberikan skala pada sampel yang cukup bcsar, yaitu 100 subjek yang terdiri dari 50 pria dan 50 wanita. Sebagai ilustrasi akan dilakukan wawancara dengan sepasang suami istri dewasa muda untuk mengetahui apakah ada kesesuaian antara segitiga cinta mereka dengan kepuasan dalam hubungan mereka.
Hasil uji validitas per item menunjukkan bahwa hampir semua item memiliki korelasi yang tinggi dengan skor total dimensinya, kccuali pada item no.2 dan 5 pada dimensi intimacy, yang memiliki tingkat korelasi lebih tinggi dengan komponen passion (item no.2) dan komponcn commilmem (item 1105). Kedua item ini tidak valid karena saling tumpang tindih antara dimensi yang satu dengan dimensi yang lain, dan hal ini dapat dilihat dari tingkat korelasi yang signifikan antar dimensi. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34125
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Daru Dewi G. S. Putri
"ABSTRAK
Konsep yang disampaikan oleh Descartes mengenai dualisme mind dan body menunjukkan adanya hubungan antara jiwa dan tubuh pada proses penyampaian pemikiran manusia. Makna dari pemikiran ini bergeser karena konstruksi sosial yang memperlakukan perempuan dan laki-laki secara berbeda. Hal tersebut menunjukan adanya diskriminasi dan kekurangan pada pemikiran filsafat di dalam menghadapi permasalahan manusia secara universal. Menanggapi permasalahan yang terjadi, penelitian ini menerapkan pemikiran Merleau-Ponty mengenai persepsi yang menubuh untuk mengemukakan pentingnya tubuh perempuan yang bebas sebagai media untuk memahami fenomena yang terjadi di dunia. Pemikiran lain yang diterapkan pada penelitian ini adalah kesadaran akan ambiguitas yang dikemukakan oleh Beauvoir. Kedua konsep yang disampaikan kemudian dipadukan membantu perempuan memahami pilihan-pilihan yang dapat ia tentukan sendiri. Dengan pemikiran Merleau-Ponty dan Beauvoir, proses menjadi perempuan atau becoming a woman dapat dilalui secara mandiri dan menjadi jalan keluar dari filsafat untuk permasalahan feminisme.

ABSTRACT
The relation of human rsquo s mind and body in Descartes rsquo dualism indicates how human cannot express their way of thinking without using their body. However, social construction has made this concept lost its equality and begun to use use sex and gender to differentiate human. This represents a social discrimination and a deficiency in philosophy in solving human universal issues. Responding to this issue, this research applies Merleau Ponty rsquo s thought on embodied perception and Beauvoir rsquo s thought on ambiguity. Both are applied to emphasize the importance of women bodies rsquo freedom to understand the world rsquo s phenomenons around them. These concepts can support the process of becoming a woman as a philosophical solution for femimism.Keywords embodied perception, ambiguity, philosophy, feminism. "
2018
T50502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ezra Putranto Wahyudi
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk memahami pengaruh cinta bergairah pada kepercayaan terhadap kehendak bebas dan kepercayaan terhadap determinisme. Cinta bergairah dalam penelitian ini didefinisikan sebagai sebuah kerinduan yang intens untuk bersatu dengan pasangannya di mana kerinduan tersebut termanifestasi sebagai fungsi keseluruhan yang kompleks termasuk penilaian atau apresiasi, perasaan subjektif, ekspresi, proses fisiologis yang berpola, tendensi aksi, dan perilaku instrumental Hatfield, E., Bensman, L., Rapson, R. L., 2011 . Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur Passionate Love Scale Hatfield Sprecher, 1986 , alat ukur FAD-Plus Paulhus Carrey, 2011 dan alat ukur kehendak tingkat-dua yang dikonstruksikan sendiri oleh penulis.
Penelitian ini juga ingin melihat bagaimana kehendak tingkat-dua berperan dalam pengaruh cinta bergairah dengan kepercayaan terhadap kehendak bebas dan determinisme. Partisipan penelitian ini adalah 118 mahasiswa S1 Universitas Indonesia. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa cinta bergairah tidak memberikan pengaruh pada kepercayaan terhadap kehendak bebas serta determinisme. Pengolahan data menggunakan process makro Hayes, 2013 dengan analisis moderasi tidak menemukan adanya efek moderasi dari kehendak tingkat-dua pada hubungan antara cinta bergairah dengan kepercayaan terhadap kehendak bebas serta determinisme.

The present study have the purpose of understanding the effect of passionate love on belief in free will and belief in determinism. Passionate love in this study defined as A state of intense longing for union with another which manifested into a complex functional whole including appraisals or appreciations, subjective feelings, expressions, patterned physiological processes, action tendencies, and instrumental behaviors Hatfield, E., Bensman, L., Rapson, R. L., 2011 . This following study used these instruments to measure the variables, The Passionate Love Scale Hatfield Sprecher, 1986 , Free Will and Determinism Scale PLUS Paulhus Carrey, 2011 and Second order Volition Test which constructed by the researcher himself.
This study also have the purpose to observe the interaction effect of second order volition in moderating the relationship between passionate love with belief in free will and belief in determinism. 118 undergraduate students of University Indonesia were chosen as participants. The results of this study found passionate love have no significant effect on belief in free will and belief in determinism. Data analysis using process makro Hayes, 2013 found no interaction effect of second order volition in moderating the relationship of passionate love, belief in free will and belief in determinism.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68994
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>