Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139787 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ide Nada Imandiharja
"Benteng Toboali merupakan sebuah benteng pertahanan yang terletak di pesisir barat Bangka Selatan di Pulau Bangka, tepatnya di Toboali. Benteng Toboali dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada abad ke-19. Penelitian ini dilakukan dengan menempatkan Benteng Toboali dalam konsep panoptikon yang dikemukakan oleh Michel Foucault (1995) selama masa pemerintahan kolonial Belanda di Toboali untuk merekonstruksi mekanisme kuasa yang ada antara pihak Belanda dengan pihak-pihak yang ada di sekitar Benteng Toboali. Penelitian ini menggunakan metode penelitian arkeologi yang dikemukakan oleh Collin Renfrew dan Paul G. Bahn (2016): formulasi, pengumpulan dan perekaman data, pemrosesan dan analisis, dan publikasi. Pengumpulan dan perekaman data dilakukan dengan metode survei di Benteng Toboali pada bulan Januari 2020. Analisis jangkauan dilakukan untuk mengidentifikasi wilayah jangkauan pengawasan, dan analisis jaringan dilakukan untuk menjelaskan relasi antara pihak Belanda dengan fitur-fitur yang ada di wilayah pengawasannya. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Benteng Toboali sebagai representasi kuasa pemerintah kolonial Belanda di Toboali difungsikan sebagai bangunan pengawasan terhadap kelompok pribumi, kelompok etnis Cina, perusahaan-perusahaan Belanda (Bankatinwinning dan Bataafsche Petroleum Maatschappij), dan kelompok lain yang masih berada dalam wilayah jangkauan Benteng Toboali melalui mekanisme panoptikon.

ABSTRACT
Toboali is a fortress located in the west coast of South Bangka in Bangka Island, precisely in Toboali. Fort Toboali was built by the Dutch colonial government in 19th century. This research was conducted by placing The Fort Toboali in the Panopticon concept by Michel Foucault (1995) during the Dutch colonial government in Toboali to reconstruct the mechanism of power that exixted between the Dutch and evertything around the Fort Toboali. The research used archaeological research method stated by Collin Renfrew and Paul G. Bahn (2016): formulation, collecting and recording evidence, processing and analysis, and publication. Collecting and recording the evidence was held by survei method in Fort Toboali on January 2020. Buffer analysis was used to identify the surveillance area, and networking analysis was used to explain the relation between the Dutch and the features on the surveillance area. The result of the research is that the Fort Toboali as a representation of the power of the Dutch colonial government in Toboali was functioned as a surveillance building to the indigenous group, Chinese ethic group, the Dutch companies (Bankatinwinng and Bataafsche Petroleum Maatschappij), and another group within the reach of Fort Toboali through the panopticon mechanism.

"
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Kusumajaya
"Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 1995). Malaria termasuk 10 besar penyebab kematian di Indonesia. Hampir 35 % (diperkirakan 70 juta jiwa) penduduk tinggal di daerah malaria, umumnya di desa. Setiap tahun diperkirakan sekitar 3.5 juta penduduk terserang malaria. Sampai Saat ini penyakit malaria masih merupakan penyakit endemis di propinsi Sumatera Selatan. Kasus malaria dari tahun ketahun belum menunjukkan adanya penurunan. Kecamatau Toboali merupakan salah satu daerah endemis malaria di Kabupaten Bangka. Angka insiden malaria pertahun (Annual Malaria Incidens = AMI) 4 (empat) tahun terakhir cenderung naik turun. AMI pada tahun 1995 = 35.01 %°, tahun 1996 = 28.2 %°, tahun 1997 = 30.10 %,, dan tahun 1998 = 35.33 %.
Jenis penelitian adalah observasional dengan disain kasus kontrol, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh faktor perindukan nyamuk dan faktor lingkungan lainnya serta faktor perilaku terhadap kejadian malaria di Kecamatan Toboali tahun 2000. Sebagai kasus adalah penderita malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya ternyata positif. Sedangkan kontrol adalah penderita lainnya yang diperiksa sediaan darahnya ternyata negatif. Jumlah kasus dan kontrol masing-masing sebanyak 200 responden (perbandingan 1:1). Variabel yang diteliti adalah tempat perindukan nyamuk, perubahan lingkungan, pemasangan kelambu, pemakaian obat anti nyamuk, penggunaan kawar kasa, penggunaan repellant, pemeliharaan ternak besar dan pekerjaan.
Hasil penelitian memunjukkan bahwa tempat perindukan nyamuk, perubahan lingkungan, pemasangan kelambu, pemakaian obat anti nyamuk dan pemasangan kawat kasa berpengaruh terhadap kejadian malaria. Ada pengaruh tempat perindukan nyamuk terhadap kejadian malaria dimana responden yang disekitar tempat bermukimnya ( 2 KM) ada tempat perindukan beresiko terkena malaria 4.16 kali (OR 4.16 95% CI 1.9206 - 9.02l4). Ada pengaruh perubahan lingkungan terhadap kejadian malaria dimana responden yang disekitar tempat bermukimnya (2 KM) ada perubahan lingkungan beresiko 2.06 kali (OR 2.06 95% CI 1.1794 - 3.6179). Ada pengaruh kebiasaan rnemakai kelambu terhadap kejadian malaria dimana responden yang tidak biasa tidur malam memakai kelambu beresiko 5.62 kali (OR 5.62 95% CI 2.8731 - 11.0078) Ada pengaruh kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk terhadap kejadian malaria dimana responden yang tidak menggunakan obat nyamuk beresiko 2.80 lcali (OR 2.80 95% CI 1.5337 - 5.1121). Ada pengaruh pemasangan kawat kasa terhadap kejadian malaria dimana responden yang tidak memasang kawat kasa beresiko 3.05 kali (OR 3.05 95% CI 1.2808 - 7.279l).
Analisis statistik dampak potensial digunakan untuk mengetahui berapa besar pengaruh (kontribusi) masing-masing variabel dalam kaitannya dengan menurunkan kejadian malaria apabila dilakukan intervensi. Dengan mengetahui kontribusi masing- masing falctor maka dapat clitentukan skala prioritas dalam upaya pemberantasan malaria. Dari perhitungan dampak potensial maka faktor yang paling berpengaruh berdasarkan kontribusinya secara berurutan arialah pemakaian kelambu (82.2%). Pemakaian kawat kasa (64%), tempat perindukan nyamuk (59,2%), perubahan lingkungan (51%) dan obat anti nyamuk (1 5.2%).
Dari hasil penelitian ini disarankan 1) Bagi Puskesmas agar mengadakan penyuluhan kesehatan tentang penyakit malaria secara intensif kepada masyarakat seperti pentingnya pemakaian kelambu dan pencegahan individu lainnya. 2) Bagi dinas kesehatan dan pengelola program agar clapat melaksanakan pemberantasan malaria berdasarkan skala prioritas seperti hasil analisa dampak potensial. 3). Bagi pemerintah daerah agar berperan serta dalam melaksanakan pemberantasan penyakit malaria secara terpadu (lintas sektoral) dengan mengupayakan manajemen lingkungan dan perilaku secara menyeluh (komprehensif).

According to household health survey (SKRT, 1995). Malaria belongs to 10 largest causes of death in Indonesia. Nearly 35% (around of 70 million deaths) of the population within malaria areas, in general in villages. Each year around 3.5 million population are attached by malaria. Till this moment the malaria still constitutes endemic sickness in the province of South Sumatra. It is malaria cases from year to year does still not shown any decline. The District Toboali constitutes one malaria endemic area in the Regency Bangka. Malaria incident per year (Annual Malaria lncidens = AMI) during the last four year tens to increase decline. AMI in year 1995 = 35.010/oo, year 1996 = 28.20/oo, in year 1997 = 30.100/oo and in year 1998 = 35.330/oo.
The type of research is observational with case control design, with the purpose to know the breeding factor of the mosquito and the other environmental factors and the behavior factors towards the incidents of malaria at the district Toboali in year 2000. As case are clinical malaria suferes, with who have been examine for their blood-slide and seems to be positive. While control are other suferes to has been examine on the blood-slide and turn out to be negative. The number of cases and control to a number of 200 respondent (comparison 1 : 1). The variable researched is the breeding place, environmental changes, the use of bed-net, the use of anti-mosquito medicine, the use of gauze, the use of repellant having influence to the incidence of malaria. There is an influence of breeding place on the incidence of malaria being the surrounding respondent at its breeding place (=|= 2 Km) there is a risky breeding place subject to malaria 4.16 times (OR 4.16 95% Cl 1.9206-9.02l4). There is an influence of environmental case on the incidence of malaria where respondent around is breeding place (zi: 2 Km), there is environmental case 2.06 times (OR 2.06 95% CI 1.794-3.6179). There is an influence of the habit of using bed-net having a risk or 5.62 times (OR 5.62 95% Cl 2.8731-l1.008'?). There is an influence of the habit of using anti-mosquito article towards the incidence of malaria where respondent do not use an anti-mosquito articles at a risk of 2.80 times (OR 2.80 95% Cl 1.5337-5.ll2l). There is an influence of the use of gauze where respondent to be not used gauze having a risk of 3.05 times (OR 3.05 95% CI 1.2808-'7.279l).
Statistical analysis of potensial impact is used to know how large the contribution of each variable in its relation to reducing the malaria incidence whenever intervention is perform. By knowing the contribution of each factor priority scale can be determined in the effort to prevent malaria. From the calculation of potential impact the most influential factors on the basis of its contribution in series in the use of bed-net (82.2%), the use of gauze (64%), breeding place of mosquito (59.2%), environmental changes (51%) and anti-mosquito articles (15.2%).
From this research is recommended 1) For Puskesmas in order to perform help information service about malaria in an intensive manner to the public like the importance of the use of bed-net and the other individual preventing. 2) For the health service and program development in order that they will perform malaria prevention on priority skill like the research potential impact analysis. 3) For the regional govemment in order that it will participate in the perfomiance of malaria prevention in a coordinated manner (intersectoral) by attempting environmental management and comprehensive behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T3735
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Laksmi Larasati
"Penelitian ini adalah penelitian arsitektur dengan pendekatan sejarah terhadap Rumah Mayor Cina Muntok. Rumah ini menghadirkan perpaduan arsitektur kolonial Indische Empire dan tradisional Cina, siheyuan; yang masing-masing memiliki dasar pemikiran berbeda terkait kebudayaan yang dimiliki. Penelitian ini mendokumentasikan arsitektur dan ornamen rumah, kemudian menganalisisnya dengan bantuan literatur dan teori terkait. Penelitian terhadap Tjoeng A Tiam yang diatribusikan sebagai pendiri dilakukan atas dasar karya seni dan ornamen yang terpajang dalam dekorasi rumah. Hasil penelitian menunjukkan beberapa aspek dalam arsitektur dapat menampilkan bagaimana kedua kebudayaan tersebut bersanding sekaligus menyesuaikan dengan kondisi alam setempat. Pengetahuan yang tergali dari objek diharapkan dapat turut membantu sebagai referensi dalam proses pelestarian objek di masa depan

This is an architectural research with historical approach on the Chinese Mayor Mansion in Muntok. The mansion's architecture is a combination of Colonial Indische Empire, and Chinese traditional siheyuan each with their own background culture. This research documented the mansion's architecture and decorations, which are then analysed using architectural and cultural literatures. Research on Tjoeng A Tiam, the name attributed as owner, is done through arts and ornaments available in the mansion. The result is the identification of the object's architecture that portrays the combination of both architecture style as well as their adjustments to the local environment. The information is expected to be used as reference for future conservation project of this object."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafli Ahmad Giffari
"Benteng pada abad ke-20 memiliki karakteristik tertentu untuk menyesuaikan dengan strategi peperangan yang diterapkan pada masa ini. Pada tahun 1900 proyek Kustbatterij Kedoeng-Tjowek atau Benteng Kedung Cowek dibangun sebagai upaya pertahanan pesisir Kota Surabaya oleh bangsa kolonial Belanda. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi fungsi setiap bangunan yang terdapat pada kompleks militer Benteng Kedung Cowek menggunakan tinjauan komponen berdasarkan ketersediaan dan kategorisasinya. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa setiap bangunan memiliki fungsi spesifik masing-masing yang berkaitan dengan konsep panoptikon untuk menerapkan nilai pengawasan (surveilans) dalam sistem pertahanannya

The fortress in the 20th century has certain characteristics to match the war strategy that is applied at this time. In 1900 the Kustbatterij Kedoeng-Tjowek project or Kedung Cowek fortress was built as a coastal defense for the city of Surabaya by the Dutch colonial. This study aims to identify the function of each building contained in the Kedung Cowek fort military area using a component review by their availability and categorization. Based on the analysis results it is known that each building has a specific function related to the concept of Panopticon to apply the value of surveillance in its defense system."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abd. Rahman
"Disertasi ini membahas mengenai Penataan Maluku Utara pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda yang berdampak pada berakhirnya Kerajaan Loloda di Pesisir Pantai Barat Laut Halmahera. Lingkup temporal kajian disertasi ini dimulai dari 1817 sampai pada berakhirnya masa pemerintahan Kerajaan Loloda di Halmahera Utara pada 1915. Pada 1817 Belanda kembali mengambil alih kekuasaan atas seluruh Kawasan Laut dan Kepulauan Maluku dari kekuasaan Pemerintahan Kolonial Inggeris. Segera setelah itu, Pemerintah Kolonial Belanda, langsung membuat tiga kontrak pertama dengan para raja dan sultan serta penguasa-penguasa pribumi lainnya di Maluku Utara, terutama dengan Ternate, Tidore, dan Bacan. Tiga kontrak pertama itu adalah Kontrak 1817, 1822, dan 1824 yang melibatkan raja dan penguasa Loloda di dalamnya. Ketiga kontrak pertama itu dijadikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda sebagai dasar pembuatan kontrak-kontrak politik selanjutnya untuk menata Maluku Utara. Setelah dikaji secara mendalam, nampak terlihat bahwa substansi setiap kontrak tersebut hampir semuanya hanya menguntungkan pihak Pemerintah Kolonial Belanda.
Terdapat empat aspek utama yang ditata oleh Belanda dalam setiap kontrak yang disepakatinya dengan para raja dan Sultan di Maluku Utara itu, yakni: 1) wilayah; 2) politik pemerintahan; 3) ekonomi dan perdagngan; dan 4) sosial budaya dan keagamaan. Selama dalam masa kekuasaannya di Maluku Utara Pemerintah Kolonial Belanda telah melakukan sebanyak tiga kali penataan wilayah pemerintahan termasuk daerah-daerah di sepanjang Pesisir Pantai Barat Halmahera yang dikuasai Kerajaan Loloda. Periodisasi penataan pemerintahan atas Maluku Utara yang dimaksud adalah: pertama, periode 1817—1865; kedua, periode 1866—1897; dan yang ketiga, periode 1898—1908. Dalam penataan kedua dan ketiga, Pemerintah Kolonial Belanda melakukan pengambilalihan dominasi Raja Loloda, Sultan Ternate, dan penguasa pribumi Maluku Utara lainnya atas hak kepemilikan dan pengelolaan potensi ekonomi sumber daya alam khususnya lahan hutan, pertanian, dan perkebunan yang menghasilkan komoditi perdagangan menguntungkan bagi para Pengusaha Kolonial Belanda. Dampak yang ditimbulkan oleh Penataan Maluku Utara oleh Pemerintah Kolonial Belanda dalam bidang politik dan ekonomi menimbulkan penentangan penduduk Loloda dengan tindakan perlawanan pimpinan Kapitan Sikuru pada 9 Februari 1909. Perlawanan itu timbul karena faktor pemungutan pajak, pengerahan tenaga kerja, dan persoalan konversi agama sebagai konsekuensi dari penataan Maluku Utara. Setelah Pemerintah Kolonial Belanda berhasil menumpas perlawanan itu, Kerajaan Loloda kemudian dibubarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda seiring dengan meninggalnya Raja Loloda terakhir, Kolano Syamsuddin Syah (1906—1909) pada 1915. Peristiwa pembubaran itu menyebabkan Kerajaan Loloda mengalami kemerosotan entitas politik dan degradasi kedaulatan, yang berujung pada berakhirnya kerajaan tersebut di pesisir pantai barat laut Halmahera.

This dissertation discusses the structuring of North Maluku during the Dutch Colonial Government which had an impact on the end of the Loloda Kingdom on the West Coast of Halmahera. The temporal scope of this dissertation study began from 1817 until the end of the reign of the Kingdom of Loloda in North Halmahera in 1915. In 1817 the Dutch again took power over the entire Sea Zone and the Maluku Islands from the British Colonial Government. Soon after, the Dutch Colonial Government immediately made the first three contracts with kings and sultans and other indigenous rulers in North Maluku, especially with Ternate, Tidore, and Bacan. The first three contracts were Contracts 1817, 1822 and 1824 involving the king and the ruler of Loloda in them. The three contracts were made by the Dutch Government as the basis for making further contracts to organize North Maluku. After being studied in-depth, it seems that the substance of each contract is almost all of which only benefits the Dutch East Indies Colonial Government.
There are four main aspects arranged by the Dutch in each contract that he agreed with the Sultan of North Maluku, namely: 1) territory, 2) government politics, 3) economy and trade, and 4) social culture, and religion. During his reign in North Maluku, the Dutch East Indies Colonial Government had conducted three times the arrangement of government areas including areas along the Western Coast of Halmahera which were controlled by the Kingdom of Loloda. The period of governance arrangement in North Maluku is: first, the period 1817-1865; second, the period 1866-1897; and the third, the period 1898-1908. In the second and third arrangements, the Dutch Colonial Government seized the domination of King Loloda, Sultan of Ternate, and other indigenous rulers of North Maluku over ownership rights and management of the economic potential of natural resources, especially forest land, agriculture, and plantations which produced profitable trading commodities for the Dutch Businessman. The impact caused by the North Maluku Colonial Arrangement by the Dutch Colonial Government in the political and economic fields caused opposition to the population of Loloda with the Kapitan Sikuru leadership on 9 February 1909. The resistance arose because of tax collection, labor mobilization, and the problem of religious conversion as a consequence of the arrangement of North Maluku. After the Dutch Colonial Government succeeded in quelling the resistance, the Loloda Kingdom was later dissolved by the Dutch Colonial Government along with the death of the last King Loloda, Kolano Syamsuddin Syah (1906-1909) in 1915. The dissolution incident caused the Loloda Kingdom to experience a decline in political entities and the degradation of sovereignty, which led to the end of the kingdom on the Northwest Coast of Halmahera."
2019
D2775
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Septiadi
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan memberikan gambaran umum tentang sistem pertahanan benteng di Sumedang. Objek yang diteliti adalah benteng kolonial pada awal abad ke-20. Benteng di Sumedang menjadi objek penting sebagai sarana pertahanan dalam kaitannya dengan Jalan Pos, Bandung, dan pemerintah pusat Kabupaten Sumedang. Pertahanan tersebut dimotivasi oleh keberadaan Benteng Benteng Palasari, Benteng Koentji, Pintu Air Raga Diem, Bunker Pasir Raja, Bunker Pasir Kolecer, Bunker Darmaga, Bunker Darmaga, Bunker Baterai, dan Bunker Pasir Kiara.

This study aims to explain and provide a general description of the fort defense system in Sumedang. The object under study was the colonial fort at the beginning of the 20th century. The fort in= Sumedang became an important object as a means of defense in relation to Jalan Pos, Bandung, and the central government of Sumedang Regency. The defense was motivated by the presence of Benteng Palasari Fortress, Koentji Fortress, Diem Raga Gates, Sand Raja Bunkers, Kolecer Sand Bunkers, Darmaga Bunkers, Darmaga Bunkers, Battery Bunkers, and Kiara Sand Bunkers."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Banda Aceh: Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh, 1977
959.8 DUT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ngoei Sui Ling
"ABSTRAK
Skripsi mengenai Bangka Pada Masa Revolusi, mengkaji reaksi masyarakat Bangka terhadap pola-pola pemerintahan yang dijalankan pada masa revolusi. Untuk mengkaji masalah tersebut digunakan Metode Sejarah yang proses penelitiannya dilakukan dalam beberapa tahap. Mulai dari pengumpulan data melalui studi kepustakaan, kemudian melakukan kritik intern dan penafsiran terhadap data. Setelah itu kemudian melakukan penulisan dengan menggunakan metode deskriptif Analisis. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah dapat menambah wawasan pengetahuan bagi peminat studi sejarah Indonesia, khususnya pada masa revolusi. Hasil yang diperoieh dapat dipahami mengapa masyarakat Bangka sangat mendukung pemerin_tahan RI yang diproklamasikan Soekarno - Hatta. Sehingga setelah penyerahan Kedaulatan pada 27 Desember 1949, rakyat Bangka menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan Republik Indonesia.

"
1996
S12579
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohmatun Karimah
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang gambaran masalah penyalahgunaan tramadol yang dilakukan oleh remaja di Kabupaten Bangka Selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah menggali secara mendalam perilaku dan faktor pendukung serta penghambat perilaku remaja penyalahgunaan tramadol dengan menggunakan teori Sosio Ekologi Model SEM . Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode life history. Hasil dari penelitian menemukan bahwa perilaku remaja menjadi penyalahguna tramadol dimulai dari usia 12 hingga 19 tahun. Terdapat gejala ketergantungan tramadol yang dialami oleh beberapa subyek ditandai dengan peningkatan dosis obat, gejala putus obat dan intoleransi obat. Subyek remaja pekerja dan non pekerja memiliki pola konsumsi yang berbeda. Ada penggunaan obat/zat lain pada perilaku penyalahgunaan tramadol. Faktor pendukung dan penghambat perilaku penyalahgunaan tramadol meliputi seluruh level perilaku yaitu intrapersonal, interpersonal, komunitas dan kebijakan. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa perilaku penyalahgunaan tramadol sudah menjadi hal yang wajar bagi remaja di kabupaten Bangka Selatan, berbagai faktor telah mempengaruhi remaja dalam penyalahgunaan tramadol. Upaya pencegahan dan penanganan segera diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini.

ABSTRAK
This study discusses about the image of tramadol abuse doing by adolescents in South Bangka County. The purpose of this study is to explore deeply the behavior, supporting and inhibiting factors of adolescent on tramadol abuse by using the Socio Ecological Model SEM theory. This is qualitative research with life history method. The results show that the juvenile rsquo s behavior on misuse of tramadol started from ages 12 to 19 years. The symptoms of tramadol dependence experienced by several subjects are marked with the increasing of drug dose, withdrawal symptoms and drug intolerance. Both of working and non working youths have different consumption patterns. There is the use of other drugs substances in tramadol abuse behavior. Supporting and inhibiting factors of tramadol abuse behavior include entire levels of behavior such as intrapersonal, interpersonal, community and policy. The conclusion of this study are tramadol abuse behavior has become a habit for adolescents in South Bangka County and multiple factors have affected adolescents on tramadol abuse. Immediate preventive and responsive efforts are needed to solve this problem."
2017
S68658
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ridho Rachman
"Skripsi ini membahas pemikiran Hamid Algadri, salah satu anggota Pengurus Besar Partai Arab Indonesia tentang Indo-Arab dan tanah air. Selain itu, ia juga menjabat sebagai staf redaktur majalah Insaf, salah satu media resmi Partai Arab Indonesia. Skripsi ini mengambil periodisasi tahun 1937-1942. Tahun 1937 adalah awal mula ia bergabung dalam Partai Arab Indonesia, sedangkan 1942 merupakan tahun dibubarkannya partai tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikirannya dalam dua bidang itu merupakan reaksi dari kondisi masyarakat peranakan Arab (Indo-Arab) di Indonesia yang menurutnya harus menginsafi diri sebagai putra Indonesia dan keluar dari kehidupan yang mengisolasi diri dari masyarakat umum Indonesia, dan memperlihatkan bahwa Algadri adalah salah satu tokoh progresif keturunan Arab yang memiliki konsistensi dalam memperjuangkan apa yang ada dalam idealismenya.

This study is Hamid Algadri’s thought, a member of Executive Board of the Party of Arab Indonesia, about Indo-Arab and Homeland. In addition, he also served as the editor of the Insaf Magazine. The period of this study is between 1937-1942. In 1937 was the time he joint in the Party of Arab Indonesia, and in 1942 these party was dismissed.
The result of this study shows that his thought in those two domains was as a reaction to the conditions of Peranakan Arab community (Indo-Arab) in Indonnesia that he had himself regeretting as the son of Indonesia and out of the live that isolate themselves from common Indonesian community, and to show that Algadri is one of progressive character of Arab decent has consistency in fighting for what is in his idealism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44174
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>