Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102743 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nindya Noviani
"Pertolongan pertama adalah tindakan medis dasar yang tidak dapat dihindari oleh SDM Potensi BASARNAS ketika Operasi SAR dilakukan. Walaupun dikategorikan sebagai tindakan medis dasar, pertolongan pertama dapat menentukan hidup korban yang ditolong karena pertolongan pertama dilakukan dengan tujuan untuk mencegah korban mendapatkan cedera yang lebih parah atau bahkan meninggal. Namun hingga saat ini, belum ada aturan yang mengatur secara khusus mengatur mengenai tanggung jawab hukum atas tindakan medis dasar yang dilakukan SDM Potensi saat Operasi SAR. Penelitian ini akan mencoba menjawab tiga permasalahan, yaitu bagaimana pengaturan partisipasi relawan  saat bencana di Indonesia, bagaimana wewenang SDM Potensi atas tindakan medis yang dilakukan saat bencana, dan juga bagaimana pertanggungjawaban hukum atas tindakan medis yang dilakukan SDM Potensi kepada korban bencana. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan cara mengumpulkan data melalui studi pustaka serta wawancara dengan narasumber terkait dan hasilnya dipaparkan secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa SDM Potensi tetap dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana maupun perdata apabila dalam upaya memberikan perawatan kepada korban bencana dilakukan tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, Standar Operasional Prosedur (SOP) pertolongan pertama, dan juga aturan yang berlaku.

First aid is a basic medical action that can’t be avoided by The Human Resource Potential (HR Potential) of BASARNAS during SAR Operation. Even though it is only categorized as a basic medical act, first aid can determine victims’ life because first aid is done to prevent them from getting more severe injuries or experiencing death. Despite there is no a specific regulation about basic medical action conducted by HR Potential of BASARNAS during SAR operations. This legal research focuses on answering three problems.  First, how  the legal rules in Indonesia regarding volunteer participation during disasters. Second, how is the authority of HR Potential for medical actions committed during the disaster. And last, how a HR Potential’s legal responsibilities in conducting medical actions against disaster victims. This research is performed using normative juridical method, the data are collected from library studies and interviews involving related respondents. The results will be presented descriptively. Based on these researches, it can be concluded that HR Potential of BASARNAS can still be held liable for criminal and civil liability if they give medical treatment to the disaster victims are not following with the competence owned, standard operational procedures (SOP), and rules."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bela Puspita Dalimi
"ABSTRACT
Dalam ilmu kedokteran, demi tercapai keselamatan pasien maka tindakan medis harus sesuai dengan evidence based medicine (EBM) berdasarkan uji klinik. Namun, kerap kali tenaga medis menerapkan tindakan medis tanpa uji klinik. Penelitian ini bertujuan untuk membahas mengenai pengaturan dan penerapan uji klinik terhadap tindakan medis, serta pertanggungjawaban hukum tenaga medis yang melakukan tindakan medis tanpa uji klinik ditinjau dari hukum kesehatan Indonesia. Penelitian ini menggunankan metode penelitian yuridis-normatif, dimana menitikberatkan pada studi kepustakaan sebagai data utamanya serta wawacara dan studi dokumen yang berfungsi untuk melengkapi serta menunjang data kepustakaan. Hasil penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Dalam hukum positif Indonesia, belum ada pengaturan mengenai penerapan uji klinik terhadap tindakan medis secara khusus. Adapun pedoman penerapan uji klinik terhadap tindakan medis ialah International Conference on Harmonization-Good Clinical Practice (ICH-GCP) yang tidak memiliki kekuatan hukum. Tenaga medis yang melakukan tindakan medis tanpa uji klinik, maka ia telah melakukan pelanggaran disiplin karena tidak bertindak sesuai standar profesi kedokteran, pengetahuan, pengalaman, dan  kualifikasinya. Sehingga, diperlukan pengaturan secara khusus mengenai uji klinik terhadap tindakan medis serta diperlukan perubahan atas sifat Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia yang sebelumnya bersifat pasif menjadi aktif agar dapat mengusut penerapan tindakan medis tanpa uji klinik sebagai pelanggaran disiplin, meskipun tidak ada pengaduan sebelumnya.

ABSTRACT
In medical science, in order to achieve patient safety, medical treatment must be in accordance with evidence based medicine (EBM) based on clinical trials. However, often medical personnel apply medical treatment without clinical trials. This study aims to discuss the regulation and application of clinical trials on medical treatment, as well as the legal responsibility of medical personnel who carry out medical treatment without clinical trials in terms of Indonesian health law. This study uses a juridical-normative research method, which focuses on the study of literature as the main data as well as interviews and document studies that serve to supplement and support library data. The results of this study are descriptive analytical. In Indonesian positive law, there are no regulations regarding the application of clinical trials to medical treatment specifically. The guidelines for the implementation of clinical trials on medical measures are the International Conference on Harmonization-Good Clinical Practice (ICH-GCP) which has no legal force. Medical personnel who carry out medical actions without clinical trials, they have committed disciplinary violations because they do not act according to medical professional standards, knowledge, experience, and qualifications. Thus, special regulation are needed regarding clinical trials of medical treatments and changes the trait of the Indonesian Medical Disciplinary Board (MKDKI) are needed from passive to active, in order to be able to investigate the application of medical treatment without clinical trials as disciplinary violations, even though there were no previous complaints."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan, 2006
610.734 9 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kurniawati Danansih
"Perseroan Terbatas (perseroan) sebagai badan hukum memiliki pertanggungjawaban yang bersifat terbatas. Sebagai subyek hukum, dia dianggap cakap untuk bertanggungjawab atas segala kegiatannya termasuk bila terjadi kerugian. Pertanggungjawaban demikian seringkali dimanfaatkan pelaku usaha perseroan, dalam hal ini direksi dengan menggunakan perseroan untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk kelangsungan perseroan. Menurut Undang-undang nomor 1 Tabun 1995 tentang Perseroan Terbatas, direksi diwajibkan beritikad balk dalam mengurus perseroan, sehingga pelanggaran terhadapnya merupakan kelalaian dan kesalahan yang harus dipertanggungjawabkan secara pribadi. Namun tentang itikad baik oleh direksi tersebut lebih lanjut tidak ditemui penjelasannya.
Penafsiran yang keliru tentang itikad baik berakibat lolosnya direksi dari pertanggungjawaban atas kerugian perseroan yang disebabkannya (pailit). Padahal pertanggungjawaban direksi penting bagi kreditor ketika budel pailit peseroan tidak mencukupi untuk membayar piutang mereka pada perseroan. Bagaimana sebenarnya tindakan pengurusan direksi dapat dikatakan salah atau lalai mengakibatkan perseroan pailit? Serta bagaimana pertanggungjawaban direksi atas kerugian yang tidak mampu dibayar oleh perseroan akibat kepailitan yang disebabkannya tersebut? Untuk itu penulis melakukan penelitian dengan metode yuridis normatif dengan wawancara: sebagai data penunjang.
Penulis mendapatkan bahan-bahan hukum melalui perundang-undangan, yurisprudensi serta literatur-literatur terkait. Sehingga diketahui bahwa direksi tidak dikatakan lalai atau salah mengakibatkan kepailitan sepanjang direksi beritikad balk dengan acuan duty of care, duty of loyalty dan melaksanakan pengurusan sesuai kewenangan yang diberikan kepadanya (intra vices) yang dapat ditemui pada corporate law system. Namun bila terbukti sebaliknya mengakibatkan perseroan pailit, direksi dapat dimintai pertanggungjawaban secara tanggung renteng melalui proses kepailitan di Pengadilan Niaga. Hal demikian dilakukan agar pemenuhan pembayaran piutang kreditor dapat diiaksanakan secara adil dan seimbang.

The limited liability company as a legal entity enjoys the benefits of limited responsibility. As a subject of Law, it is deemed to have the capacity to bear responsibilities upon its activities including should there rise any deficiency. Such limited responsibility is often miss used by businessmen or entrepreneurs for their own self benefits and not for the company's best interest. Pursuant to Law number I of the year of 1995 regarding The Limited Liability company, the board of directors are obliged by law to have good intentions in managing the company, thus the breach of such shall be deemed as an act of misconduct and negligence which amounts to personal reponsibility. However, the regulation of which remains unclear.
The board of directors responsibility is crucial for creditors especially when the assets of the company is not enough to compensate the creditors, event so the miss-interpretation of good intention still exist and such leads to the unfair acquital of the Board of directors for their misconduct which contributes to the loss of the company (the default of the company). Then, how to determine the faults of the board of directors which leads to the default of the company? Furthermore, how is the mechanism to held the responsibility of the board of directors in the case if the company goes default because of their fault? To answer that problem the writer has conducted researches with the normative juridical method with interviews as supporting data.
The writer obtains her law materials through the regulations, jurisprudence, and also other literatures in connection with this issue. Such is completed so to know that as long as the board of directors exercise its good intention pursuant to the principles of duty of care, duty of loyalty, and exercise its discretion according to the measurements it is given (intra vices) which can be found in the corporate law system, then it will be acquited. However, if the conduct of which can be proven otherwise that leads to the default of the company, then the board of directors can be personally held liable proportionallyby the verdict of the Commercial Court. Such is done to ensure the fair and balanced return of payment from the debtors to the creditors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Iqbal
"Pada umumnya seseorang yang ingin memulihkan kesehatannya akan mendatangi seorang dokter. Dan seorang dokter berkewajiban untuk memberikan bantuan kepada pasien yang mendatanginya guna memperoleh penyembuhan. Dalam melakukan tindakan medis dokter haruslah bertindak berdasarkan standar profesi dengan menghormati hak-hak yang dimiliki oleh pasien. Salah satu hak yang dimiliki oleh pasien yang harus dihormati oleh dokter diantaranya adalah hak atas informasi dan hak untuk memberikan persetujuan. Kedua hak ini didalam hukum kesehatan dikenal dengan istilah Informed Consent, yang berarti persetujuan yang diberikan oleh pasien untuk dilakukannya tindakan medis terhadap dirinya, setelah dokter yang bersangkutan memberikan penjelasan yang lengkap perihal tindakan medis yang akan dijalaninya. Hubungan hukum yang terjadi antara dokter dan pasien merupakan suatu perjanjian yang obyeknya berupa pelayanan medis/upaya penyembuhan (transaksi terapeutik). Hubungan hukum ini terkait dengan aspek aspek hukum perdata, yaitu perjanjian sehingga sebagai suatu perikatan maka terhadap transaksi terapeutik berlaku juga ketentuan-ketentuan umum hukum perikatan sebagaimana yang diatur di dalam buku III KUHPerdata . Informe consent merupakan salah satu syarat hukum terjadinya transaksi terapeutik. Sebagai salah satu bagian yang penting dalam transaksi terapeutik maka masalah yang terkait dengan informed consent ini berhubungan erat dengan masalah malpraktek medis. Hal ini didasarkan apabila seorang dokter ternyata lalai dalam memberikan informasi kepada pasiennya, padahal diketahui bahwa pasien tersebut telah memberikan persetujuannya, maka atas dasar ini dokter tersebut dapat -digugat di muka pengadilan berdasarkan hukum perdata."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husein Umar
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1999
331.11 HUS r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Prijono Tjiptoherijanto, 1948-
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996
331.12 PRI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi
"ABSTRAK
NKRI memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, non alam,maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologi yang dalam keadaan tertentu dapat memberikan dampak negatif bag masyarakat luas."
2011
T29369
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>