Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13653 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erniati
Ambon: Kantor Bahasa Maluku, 2019
499.222 ERN t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Jayanti
"Bunyi Vokoid adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dalam proses produksinya. Penelitian terhadap vokoid dalam skripsi ini dimaksudkan untuk mencari persamaan dan perbedaan cara pembentukan dan pelafalan bunyi tersebut dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fonetis-fonologis. Pendekatan fonetis fonologis dimaksudkan untuk memaparkan aspek-aspek fonetis-fonologis bahasa Jerman dan bahasa Indonesia khususnya bunyi-bunyi vokoid dan diftong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai bunyi-bunyi vokoid dan diftong bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Hasil deskripsi ini kemudian dibandingkan secara kontrastif untuk menun_jukkan persamaan dan perbedaan antara kedua pokok bahasan tadi. Dari analisis kontrastif tersebut dapat disimpulkan adanya persamaan dan perbedaan antara vokoid bahasa Jerman dan vokoid bahasa Indonesia. Persamaan dan perbedaan tersebut mencakup masalah peta vokoid dan pembentuk_an vokoid. Berdasarkan peta vokoid, vokoid bahasa Jerman dapat dibagi menjadi: 8 bunyi vokoid panjang, yaitu [a:], [e:], [E:]. [i:], Co:]. [u:]. [o:]. [y:] dan bunyi vokoid pendek, yaitu [a], [E]. [I]. [)]. [U], [oe], [v], [a]. Sedangkan bahasa Indonesia mempunyai 6 bunyi vokoid, yaitu : [a], [e], Li], [o]. [u] dan [a]. Dalam bahasa Jerman terdapat pembagian bunyi vokoid berdasarkan panjang-pendeknya vokoid tersebut dilafalkan, tetapi hal yang sama tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Jerman, pelafalan suatu bunyi vokoid berdasarkan panjang-pendeknya vokoid tersebut dilafalkan merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena perbedaan tersebut dapat membedakan arti. Sedangkan dalam bahasa Indonesia terdapat variasi fonem (alofon) yang tidak membedakan arti. Mengenai diftong dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia terdapat perbedaan definisi antara keduanya tetapi dalam pembentukan dan pelafalannya dapat dikatakan sama. Dalam bahasa Jerman diftong terdiri atas dua bunyi vokoid atau disebut juga vokoid ganda. Ada tiga bentuk diftong dalam bahasa Jerman, yaitu: [a3], [aI] dan [)I]. Dalam bahasa Indonesia, diftong adalah rangkaian bunyi bahasa yang segmen pertamanya berupa vokoid dan segmen keduanya berupa bunyi hampiran. Rangkaian ini selalu berada dalam satu suku kata. Ada tiga bentuk- diftong dalam bahasa Indonesia, yaitu: [aw], [ay] dan [oy]."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S15004
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Welya Roza
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
D1537
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Walalangi, Lucy O. P.
"Dalam skripsi ini dijabarkan masalah kontrastif kelompok kata dalam bahasa Belanda dan bahasa Indonesia khususnya dalam kelompok nomina. Pengertian kelompok kata dalam bahasa Belanda maupun dalam bahasa Indonesia merupakan pengantar masuk dalam pembahasan kelompok kata. Dengan memberikan pengertian berikut jenis-jenis kelompok kata dari kedua bahasa tersebut, dilakukan perbandingan guna mengetahui sejauh mana persamaan dan perbedaan dari kelompok kata kedua bahasa tersebut. Tidak terlepas pula aturan umum yang berlaku bagi kedua kelompok kata tersebut. Kelompok nomina yang merupakan salah satu jenis kelompok kata merupakan topik yang lebih sempit yang akan dijabarkan dalam skripsi ini. Kelompok nomina ini terdapat baik dalam kelompok kata bahasa Belanda maupun dalam bahasa Indonesia. Sudah sewajarnya dilakukan perbandingan kelompok nomina kedua bahasa tersebut, mengingat pokok permasalahan dari skripsi ini adalah mengupas masalah kontrastif kelompok kata bahasa Belanda dan bahasa Indonesia. Untuk meneliti lebih mendalam mengenai kelompok nomina ini, dibahas pula perihal terjemahan. Yang diulas di sini terbatas pada kelompok nomina bahasa Belanda yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan kata lain bagaimana hasil terjemahan dari bahasa asal ke bahasa sasaran (bahasa asal bahasa Belanda, bahasa sasaran bahasa Indonesia). Masalah struktural dari kelompok nomina bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pula dianalisis. Selanjutnya setelah mengulas dan menjabarkan masalah_-masalah yang ada dalam kelompok kata, disimpulkan dalam satu kesimpulan akhir."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S15958
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harimurti Kridalaksana, 1939-
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama , 1994
499.221 5 HAR k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Seta Aji
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai ragam bahasa yang ada pada surat-surat Keraton Yogyakarta. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari surat-surat yang disimpan di Keraton Yogyakarta tahun 1941-1963. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kosakata yang dijadikan penanda ragam bahasa. Adapun ragam bahasa itu dipengaruhi oleh kedudukan atau status sosial penutur. Penelitian ini menggunakan teori mengenai ragam bahasa yang ditinjau dari segi pemakainya, khususnya kedudukan atau status sosial penutur (Mansoer Pateda, 1994). Selain itu, teori kebahasaan yang membahas kelas kata (Wedhawati dkk, 2006) juga digunakan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa kosakata yang memiliki ragam bahasa. Hal itu berdasarkan kedudukan atau status sosial penutur dan kawan tutur pada surat.

ABSTRACT
The focus of this study is about the variety of language ​​that exist in the letters of Keraton Yogyakarta. Sources of data in this study came from the letters stored in Keraton Yogyakarta in 1941-1963. This study aims to determine the words used as a marker of language variations. As for, the variety of languages ​​are influenced by the position or social status of the speaker. This study uses the theory of the variety of language ​​in terms of the uses, especially the position or social status of speakers from Mansoer Pateda (1994). In addition, the class of words theory from Wedhawati et al (2006) are also used. The method of this study is descriptive qualitative. The results showed that there are some words that have variety of language. It was based on the position or social status of speakers."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57002
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutadjulu, Jean Friesda
"Setiap kelompok masyarakat di dunia memiliki su_atu kebudayaan tertentu yang berbeda satu dengan yang lain. Kebudayaan ini menyangkut beberapa unsur yang oleh para ahli antropologi dibagi menjadi tujuh, satu di antaranya adalah sistem bahasa (Koentjaraningrat, 1974:77). Bahasa yang merupakan alat utama untuk berfikir dan sarana terpenting sebagai alat komunikasi antar manusia adalah dasar masyarakat manusia yang paling awal dan paling berakar. Bahasa adalah tanda yang jelas daripada kepribadian yang baik maupun yang buruk; tanda yang jelas daripada keluarga dan bangsa; dan tanda yang jelas daripada budi kemanusiaan (Samsuri, 1978:k). Kominikasi antar manusia dapat berlangsung dalam lingkungan yang paling kecil, yaitu keluarga, dan dalam lingkungan yang paling luas, yaitu kominikasi antar bangsa di dunia. Dalam usaba memajukan taraf hidup, masing-masing bangsa merasa perlu untuk menja_lin hubungan dengan dunia luar, baik dalam bidang politik, ekonomi maupun dalam bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan dan lain-lainnya..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1982
S14120
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Budiwiyanto
"Para peneliti mendapati bahwa gugus kata banyak digunakan di berbagai jenis teks pada wacana akademis—cara berpikir dan menggunakan bahasa yang ada di lingkungan akademis. Penelitian ini bertujuan menemukan karakteristik gugus kata dalam bahasa Indonesia wacana akademis tulis dengan mengidentifikasi frekuensi kemunculan, variasi, dan persebaran gugus kata serta menemukan struktur gramatikal dan fungsi wacana gugus kata. Penelitian ini menggunakan metode gabungan kuantitatif dan kualitatif dengan mengombinasikan pendekatan tergerakkan korpus (corpus-driven-approach) dan pendekatan berbasis korpus (corpus-based approach). Untuk mengidentifikasi gugus kata di dalam korpus digunakan peranti WordSmith 7.0. Korpus penelitian ini terdiri atas 12.505.330 kata (token) yang diambil dari empat jenis teks: skripsi, tesis, disertasi, dan artikel jurnal dengan jumlah keseluruhan 1.800 naskah yang terdiri atas enam displin ilmu dari tiga ranah keilmuan, yaitu filsafat dan hukum (ranah ilmu sosial dan humaniora), kimia dan komputer (ranah ilmu sains dan komputer), serta kedokteran dan keperawatan (ranah ilmu kesehatan). Penelitian ini menemukan 150 gugus kata yang terdiri atas tiga hingga lima kata dengan total frekuensi kemunculan 156.453 kali, misalnya pada penelitian ini, dapat dilihat pada gambar, dan yang digunakan dalam penelitian ini. Selain gugus kata yang khas, penelitian ini juga menemukan 20 gugus kata bersama, yaitu gugus yang muncul secara bersama-sama pada keenam disiplin ilmu. Gugus kata pada umumnya berstruktur taklengkap dan dapat diklasifikasi ke dalam dua kategori utama: gugus frasal dan gugus klausal. Gugus berpola preposisi + frasa nominal merupakan pola yang paling banyak variasinya dan paling tinggi frequensi pemakaiannya, sementara klausa relatif dengan pola yang + frasa verbal pasif + fragmen frasa preposisional adalah yang paling banyak digunakan. Dari segi fungsi wacana, yang paling sering muncul adalah gugus berorientasi penelitian, sedangkan gugus berorientasi partisipan terendah. Subfungsi deskripsi merupakan fungsi yang paling tinggi frekuensi penggunaannya, sedangkan fungsi komparasi adalah yang terendah.

Researchers found that lexical bundles are pervasively used in various types of text in academic discourse—the ways of thinking and using language in the academic environment. This study aims to find the characteristics of Indonesian lexical bundles in written academic discourse by identifying the frequency of occurrence, variation and distribution as well as finding the grammatical structure and the discourse function. This research used a mixed-method design by combining corpus-driven and corpus-based approaches. To identify lexical bundles in the corpus, WordSmith 7.0 corpus tool was used. The corpus used in this research consists of 12,505,330 tokens taken from undergraduated thesis, postgraduated thesis, dissertation, and journal article with a total of 1,800 manuscripts. This study found 150 lexical bundles consisting of three to five words with a total occurrence frequency of 156,453, such as pada penelitian ini, dapat dilihat pada gambar, dan yang digunakan dalam penelitian ini. This study also found 20 shared lexical bundles, namely bundles that appear together in all disciplines. Lexical bundles are generally incomplete structures and can be classified into two main categories: phrasal bundles and clausal bundles. Bundles patterning prepositional + nominal phrase are the most varied and the most frequent in usage, while relative clauses with patterns that + passive verbal phrase + prepositional phrase fragment are the most widely used. In terms of discourse function, research-oriented bundles are the most frequently used, while participant-oriented bundles are the lowest bundles. The description sub-function is the highest frequency in usage, while the comparitive function is the lowest."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanif Hidayat
"Keberadaan perguruan tinggi dapat menyebabkan munculnya fenomena studentifikasi yang salah satunya adalah terjadinya transformasi budaya di Sekitar Kawasan Kampus Grendeng UNSOED, Kecamatan Purwokerto Utara. Sementara itu, Kota Purwokerto merupakan pusat dari budaya banyumasan yang salah satunya adalah penggunaan Bahasa Jawa Ngapak telah berkembang dari tempo dulu di kawasan Eks-Karesidenan Banyumas. Lebih jauh, adanya fenomena studentifikasi yang berperan sebagai media penyaluran budaya yang dibawa oleh mahasiswa, yaitu Bahasa Indonesia gaul dapat berpengaruh pada hilangnya kebudayaan lokal yang berupa Bahasa Jawa Ngapak yang ada di wilayah penelitian. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana fenomena difusi penggunaan kata dalam Bahasa Indonesia gaul menular ke penduduk lokal di wilayah penelitian. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengambilan informan penelitian menggunakan metode snowball sampling dan interpretasi fungsi bangunan dan fungsi ruang yang melayani keberadaan mahasiswa menggunakan Google Earth dan Street View. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan yang bertujuan untuk melihat arah dan intensitas difusi penggunaan Bahasa Indonesia gaul. Hasil dari penelitian ini adalah asumsi yang dibangun mengenai intensitas aktivitas mahasiswa dalam kawasan studentifikasi tidak mempengaruhi pola difusi Bahasa Indonesia gaul. Dalam penelitian ini, pola difusi lebih dipengaruhi oleh karakteristik penutur dan ruang interaksi yang terlibat. Pengalaman penutur dalam ruang berinteraksi juga mempengaruhi panjang alur difusi. Difusi dalam penelitian ini memenuhi asumsi bahwa difusi dapat terjadi ke segala arah dan dalam berbagai macam ruang, termasuk ruang pelayanan, ruang kampus, ruang pertemanan, dan ruang keluarga. Difusi hanya terjadi pada ruang pertemuan antara penutur. Jarak juga mempengaruhi difusi, yaitu semakin jauh jarak difusi dari titik awal, penerimaan kata akan semakin rendah. Profil informan, seperti usia dan status keluarga, juga memengaruhi difusi. Penutur yang berusia 30 tahun dan sudah berkeluarga cenderung mendifusikan ruang keluarga, sedangkan penutur di bawah 30 tahun dan belum berkeluarga cenderung mendifusikan ruang pertemanan.

The existence of higher education institutions can lead to the emergence of the phenomenon of studentification, one of which is the cultural transformation around the Grendeng UNSOED Campus area, North Purwokerto District. Meanwhile, Purwokerto City is the center of Banyumasan culture, one of which is the use of Javanese Ngapak language that has developed since ancient times in the ex-Banyumas Residency area. Furthermore, the phenomenon of studentification serves as a medium for the dissemination of culture brought by students, such as Indonesian slang language, which can influence the loss of local culture in the form of Javanese Ngapak language in the research area. Therefore, this study aims to determine the extent to which the diffusion phenomenon of using words in Indonesian slang language spreads to the local residents in the research area. This research uses a qualitative method with research informants selected through snowball sampling method, and the interpretation of building functions and space functions serving the presence of students using Google Earth and Street View. The unit of analysis used in this study is the informants to determine the direction and intensity of the diffusion of Indonesian slang language. The results of this study are assumptions built regarding the intensity of student activities in the studentification area not affecting the pattern of diffusion of Indonesian slang language. In this study, the diffusion pattern is more influenced by the characteristics of speakers and the interaction space involved. The speakers' experience in the interaction space also affects the length of the diffusion path. The diffusion in this research fulfills the assumption that diffusion can occur in all directions and in various spaces, including service spaces, campus spaces, friendship spaces, and family spaces. Diffusion only occurs in meeting spaces between speakers. Distance also influences diffusion, meaning that the further the diffusion distance from the starting point, the lower the acceptance of words will be. Informant profiles, such as age and family status, also influence diffusion. Speakers who are 30 years old and married tend to diffuse in family spaces, while speakers under 30 years old and unmarried tend to diffuse in friendship spaces."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harbelubun, Yohanna Claudia Dhian Ariani
"Penelitian ini bertolak dari permasalahan sulitnya proses asimilasi antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan warga Negara Indonesia Keturunan(WNIK) yang telah lama diusahakan berbagai pihak. Salah satu usaha adalah penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat asimilasi. Untuk mengusahakan itu, perlu diketahui sikap WNIK terhadap bahasa Indonesia.
Berpijak dari permasalahan itu, setakat ini berusaha mengetahui sikap bahasa pelajar berbahasa ibu bahasa Tionghoa. Selain itu, penelitian ini juga mengusahakan keberterimaan penggunaan kosakata baku bahasa Indonesia di kalangan pelajar tersebut. Dengan mengetahui sikap bahasa dan keberterithaan penggunaan kosakata baku bahasa Indonesia maka dapat diteliti pula hubungannya, apakah saling mempengaruhi atau tidak.
Penelitian ini merupakan studi kasus di SMU Tarsisius I Jakarta yang sebagian besar (94,88%) merupakan pelajar keturunan Tionghoa. Populasi penelitian ini berjumlah 482 orang yang berbahasa ibu bahasa Tionghoa. Karena cukup besamya populasi, penelitian ini menggunakan percontoh yang ditarik dengan teknik purposive sampling. Jumlah percontoh adalah 125 orang.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa sikap bahasa pelajar SMU Tarsisius I yang berbahasa ibu bahasa Tionghoa dapat dikatakan positif.Selain itu ditemukan pula rendahnya tingkat penggunaan kosakata baku bahasa Indonesia pada pelajar berbahasa ibu bahasa Tionghoa.
Berdasarkan variabel bebas jenis kelamin, tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan pada sikap bahasa mereka. Namun, untuk penggunaan kosakata baku ditemukan perbedaan yang signifikan antara responden laki-laki dengan responden perempuan. Setelah diteliti, ternyata responden laki-laki lebih baik penggunaan kosakata bakunya daripada responden perempuan.
Berbeda halnya pada variabel bebas kesetiaan berbahasa Tionghoa, ditemukan perbedaan yang signifikan antara kelompok yang setia berbahasa Tionghoa dengan kelompok yang tidak setia berbahasa Tionghoa. Semakin responden setia dengan bahasa Tionghoa maka semakin negatif sikapnya terhadap bahasa Indonesia. Demikian pula, semakin tidak setia responden berbahasa Tionghoa, maka semakin positif sikapnya terhadap bahasa Indonesia.
Selain temuan di atas, ditemukan pula hubungan antara sikap bahasa dengan penggunaan kosakata baku. Temyata sikap bahasa tidak memengaruhi tingkat penggunaan kosakata baku. Artinya, bila responden bersikap positif belum tentu responden mampu mengontrol penggunaan kosakata sesuai kaidah. Akan tetapi, bila responden mampu mengontrol penggunaan kosakata baku sesuai kaidah, ia memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia.

This research start from the problems how difficult are the process for assimilation between Naturalized Indonesia Citizen with Indonesia citizen of China descent, that' was be various side effort. Some effort is using the Indonesia language as tools for assimilation and for efforting that we had to know the attitude the Indonesia citizen of china descent toward the Indonesia language.
Base on that problem, this point trying to know the language attitude from the students who'm used the Tionghoa language. Beside that, this research try to acceptance using the Indonesia standard vocabulary in students circle. With knowing the language attitude and acceptance using the Indonesia standard vocabulary, then be able to research the relationship,which is influence each other or not.
This research was a case study in SMU Tarsisius 1 Jakarta,that almost(94,88%) the student is Indonesian citizen of China descent.This research population was big enough, this research used a Tionghoa language. Because the population was big enough, this research used some examples, with purposive sampling technique. Sum for one sample is 125 students.
The analysis data output shown that language attitude the students of from SMU Tarsisius I, which used Tionghoa language could be positively. Besides that, there is find also how low the step for using Indonesia standard vocabulary among the students who'm use the Tionghoa language.
Base on free gender variable, nothing fond the significant different to their language attitude. But for using standard vocabulary there is find the significant different between students boys respondent and students girl. respondent. After the research, it appears that the student boys respondent using standard vocabulary is better than the student girls respondent.
Base on a difference in free loyalty variable Tionghoa language, there is find significant different between the community whom don't loyal in use Tionghoa language. More and more the respondent loyal in use Tionghoa language so more negative the attitude to Indonesia language. Thus more the respondents not loyal in use Tionghoa language, then more positive the attitude to Indonesian language."
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>