Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157959 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cindya Mulia Kencana
"

Dokter dalam melakukan tugas terikat dengan kode etik profesinya. Oleh sebab itu, dokter berpedoman dengan etika, sumpah jabatan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan juga meliputi tanggung jawab hukum dan tanggung jawab etika. Penelitian ini mencoba menjawab dua permasalahan bagaimana tanggung jawab hukum dan etika seorang dokter dalam melaksanakan tugas profesinya serta bagaimana penerapan sanksi hukum dan etika terhadap dokter yang tindakannya menghalangi penyidikan dengan menganalisis Putusan Pidana Nomor 17/Pid.Sus-TPK/2018/PN Jkt.Pst dan Putusan Pidana Nomor 26/Pid-Sus.TPK/2018/PT DKI. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan studi kasus serta menelaah teori, konsep, dan asas hukum serta peraturan perundang-undangan. Adapun data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka maupun wawancara sebagai pendukung penelitian, selanjutnya hasil penelitian dideskriptifkan. Berdasarkan metode penelitian, dapat disimpulkan bahwa seorang dokter memiliki 3 (tiga) tanggung jawab hukum yaitu secara perdata, administrasi, dan pidana. Sedangkan untuk tanggung jawab etika sesuai dengan yang terkandung dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia. Terhadap penerapan sanksi hukum bagi dokter yang menghalangi penyidikan dapat dikenakan sanksi hukum pidana. Sementara untuk sanksi etika yang dapat diberikan berupa penasihatan, peringatan lisan atau tertulis, pembinaan perilaku, pendidikan ulang, hingga pemecatan keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia, baik sementara ataupun permanen.


Doctors are bound by their code of ethics. Thus, doctors were obliged to follow medical ethics, oath of office, and applicable laws and regulations. Doctor's responsibilities are legal and ethical. This legal research focuses on answering two problems. First, how a doctor's legal and ethical responsibilities applied in carrying out their duties. Second, how is the application of legal and ethical sanctions against doctors whose actions were hinder an investigation by analyzing Criminal Decision Number 17/Pid.Sus-TPK/2018/PN Jkt.Pst and Criminal Decision Number 26/Pid-Sus.TPK/2018/PT DKI. The research method applied is normative juridical approach with case studies and examines theories, concepts, and principles of law and legislation. The data used to analyze obtained from literature studies and interview as supporting research, then the results are described. Based on these research methods, it can be concluded that doctors have 3 (three) legal responsibilities, namely civil, administrative, and criminal legal. As for doctor's ethical responsibilities were contained in the Indonesian Medical Ethics Code. Doctors whose actions were hinder the investigation, may subject to criminal law sanctions. As for the ethical sanctions which can be given are counseling, writing/oral warnings, fostering behavior, re-schooling, or dismissal membership of the Indonesian Doctors Association, either temporarily or permanently.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Wibowo
"Skripsi ini membahas tentang perbuatan melawan hukum atas tindakan medis yang dilakukan dokter terhadap pasien tanpa adanya informed consent sebelumnya. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah informed consent merupakan suatu proses yang satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dan merupakan hal wajib dilakukan oleh dokter kepada pasien. Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter tanpa adanya informed consent disebut sebagai perbuatan melawan hukum. Peneliti menyarankan dokter harus bertindak hati-hati dalam melakukan tindakan medis, rumah sakit harus selalu melakukan pengawasan kepada dokter, dan masyarakat supaya bersikap kritis terhadap pelayanan medis.

This thesis discusses the tort of a medical procedure perfomed on patients without their prior informed consent. This research is a normative research with descriptive type. The results of this research is informed consent is a process that is an intergral and inseparable and it is a compulsary to be given form doctor to the patien. Medical procedures perfomed by doctors without any informed consent is called a tort, except the medical procedures do in an emergency. Researchers suggest, doctor shoud be cautious in perfoming a medical procedure, the hospital managers should always supervise the doctors, and the public are expected to be critical of the medical service.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64766
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ahmad Dalmy Iskandar
"Malpraktik medis mengandung syarat sikap batin yang terdiri dari kesengajaan atau kelalaian. Kemudian, untuk menilai syarat sikap batin tersebut belum ada suatu patokan baku dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Hal ini yang menyebabkan suatu pertentangan antara profesi hukum dan medis dalam mengartikan malpraktik medis sebagai suatu kesengajaan atau kelalaian dan menilai ada tidaknya suatu kesalahan atau kelalaian pada malpraktik medis. Atas dasar tersebut, maka skripsi ini akan membahas penerapan teori kelalaian dalam malpraktik culpoos delict atau malpraktik sebagai delik kelalaian. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Teknik pengumpulan data adalah dengan studi kepustakaan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Putusan Mahkamah Agung Nomor 365/K/PID/2012, buku-buku hukum dan kamus. Kesimpulan skripsi ini adalah malpraktik medis sebagai kesalahan dokter dalam memberikan pelayanan medis kepada pasien. Sedangkan, ruang lingkup malpraktik medis adalah terdiri dari malpraktik sebagai dolus delict atau kesengajaan, dan malpraktik sebagai culpoos delict atau kelalaian.

Medical Malpractice contains intention consisting of negligence or deliberateness. There is no default standard applicable law, to assess intention. It is still debatable between jurists and medical professional to interpret the term medical malpractice as a negligence or intention and to assess the existence of negligence or intention in a criminal liability. Based on that, this thesis will examine the implementation of negligence theory in the culpoos delict malpractice or malpractice as negligence delict. It is a normative legal research based on literature study. The secondary data used in this study consists of Indonesian Penal Code, Indonesian Law Number 29 of 2004 on Doctor's Practice, Indonesian Law Number 36 of 2009 on Health, Supreme Court Decision Number 365/K/PID/2012, textbooks, and dictionaries. In conclusion, medical malpractice is a doctor's error in providing medical services to patient. Whereas, the scope of medical malpractice consists of malpractice as dolus delict or intention, and malpractice as culpoos delict or negligence.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54826
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Pangestika
"Sebagai pejabat umum Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dituntut untuk bertanggungjawab terhadap akta yang telah dibuatnya. Apabila akta yang dibuat ternyata di belakang hari menimbulkan sengketa, maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan notaris atau kesalahan para pihak yang tidak mau jujur dalam memberikan keterangannya dihadapan pejabat berwenang atau adanya kesepakatan yang telah dibuat antara pejabat berwenang tersebut dengan salah satu pihak yang menghadap. Jika akta yang diterbitkan notaris mengandung cacat hukum yang terjadi karena kesalahan pejabat umum yang berwenang, baik karena kelalaiannya maupun karena kesengajaan pejabat itu sendiri, maka pejabat tersebut wajib memberikan pertanggungjawaban. Cacatnya suatu akta yang dibuat oleh Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dapat berakibat degradasi kekuatan bukti akta notaris dan PPAT dari otentik menjadi kekuatan bukti dibawah tangan, dan cacat yuridis akta notaris yang mengakibatkan akta notaris dapat dibatalkan atau batal demi hukum atau non-existent. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normative, dengan tipe penelitian deskriptif analitis memberikan gambaran tentang obyek yang diteliti. teknik pengumpulan data yang digunakan berupa studi kepustakaan. Kesimpulan yang didapat adalah pejabat pembuat akta tanah yang berwenang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum berupa penipuan dan karenanya kata sepakat dalam hal Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak terpenuhi, karena Penggugat melakukan perbuatan hukum sebagaimana tertuang dalam akta, tidak sesuai dengan maksud dan keinginannya, melainkan karena adanya penipuan dan tipu muslihat dan para tergugat, dan karena itu perjanjian ini dapat dibatalkan.

As a public officer, Notary and Land Deed or known as Pejabat Pembuat Akta Tanah are equired to be responsible for deeds which they had created. If a deed give rise to dispute, it must be questioned, whether the certificate was misstated by the Notary or Land Deed or that was the mistake of the parties for giving the wrong or misleading information. If in the future a mistake occurs on the deed whether it was because of negligence nor because the Notary or Land Deed were meant to do so, they must be responsible and give a compensation for the mistakes they had made. Fraud on a act can lead to degradation of act, whichi is from authentic deed to an ordinary or a privately made deed. The deed can also being null and void or even non-existent. The research metode that?s being used is a juridicial normative metode, with descriptive analytical type of research. The technique that's being used on collecting the datas is a literature study. The conclusion obtained was, the Notary or Land Deed in this case were proved to have done an unlawful act of fraud, and for that, the clause 1320 of Indonesian Civil Code were not completed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maysa Arifa Widyasukma
"Sistem peradilan pidana di Indonesia menganut sistem pembuktian negatif dimana Hakim harus memperoleh keyakinan dari minimal 2 (dua) alat bukti yang sah untuk dapat menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Kekuatan pembuktian alat bukti yang diajukan di persidangan berpengaruh pada keyakinan dari Hakim. Pada Putusan Nomor: 777/Pid.B/2016/PN.JKT.PST, terdapat character evidence yang bukan merupakan alat bukti yang sah menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia. Character evidence tersebut tetap diperiksa oleh Majelis Hakim dan dipertimbangkan pada putusan. Peneliti akan meneliti mengenai keyakinan hakim bahwa terdakwa bersalah yang bertambah karena character evidence dan dikaitkan dengan due process of law di Indonesia. Peneliti kemudian membandingkan penerapan character evidence di sistem peradilan pidana di Amerika Serikat dan Belanda. Penulis meneliti dengan studi kasus Putusan Nomor: 777/Pid.B/2016/PN.JKT.PST dan membandingkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, Amerika Serikat, dan Belanda, terkhususnya mengenai pembuktian. Penulis berkesimpulan bahwa ketiga negara menganut due process of law dengan adanya asas praduga tak bersalah, namun Indonesia sendiri belum memiliki peraturan yang mengatur mengenai character evidence secara jelas dan terkhusus. Character evidence dapat menjadi penambah keyakinan hakim, namun bukan termasuk alat bukti yang sah untuk memutus perkara.

The criminal procedure law in Indonesia follows the negative evidentiary system where Judges must obtain belief beyond reasonable doubt that the accused is guilty from minimum 2 (two) valid evidence to convict the defendant. Evidence presented at the trial will affect the judge’s belief. There is character evidence in Decision Number: 777/Pid.B/2016/PN.JKT.PST, which character evidence itself is not legal evidence according to the laws and regulations in Indonesia. Character evidence is still being examined and considered by the Judges in the decision. The researcher will research character evidence that increases the judge’s belief that the defendant is guilty linked with due process of law in Indonesia. The researcher then compared the application of character evidence in the criminal procedural law in the United States and Netherlands. The researcher also examines Decision Number: 777/Pid.B/2016/PN.JKT.PST and compares the laws & regulations in Indonesia, United States, and Netherlands, especially the law regarding evidence. The researcher concludes that the three countries adhere to the due process of law, as seen that the presumption of innocence principle applies to all three states, nevertheless Indonesia yet to have the regulations that clearly and specifically regulate character evidence. Character evidence can become an additional element to increase the judge's belief, but it is not one of the legal proofs."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang, Esther Melinia
"Dalam praktik kepailitan, pelaksanaan pemberesan harta pailit seringkali terhambat oleh berbagai kendala, salah satunya ketika terjadi tumpang tindih antara sita umum pailit dengan sita pidana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pemberesan harta pailit dalam hal terjadi sita pidana terhadap harta pailit dengan mengkaji kedudukan sita umum pailit terhadap sita pidana, serta mengetahui pula kedudukan harta pailit terhadap putusan pengadilan dalam perkara pidana dengan menganalisis putusan pengadilan dalam perkara gugatan lain-lain. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan metode studi kepustakaan. Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa kedudukan sita pidana lebih didahulukan daripada sita umum pailit, sehingga proses pemberesan harta pailit harus ditunda untuk sementara waktu. Berdasarkan analisis terhadap Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-Lain/2018/PN.Jkt.Pst dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, kedudukan harta pailit didahulukan dibanding putusan pengadilan dalam perkara pidana, sehingga amar putusan yang menetapkan perampasan harta pailit untuk negara bersifat non-executable.

In the practice of bankruptcy, the implementation of bankruptcy assets settlement is often hampered by various obstacles, one of which is when there is an overlap between the general bankruptcy confiscation and the criminal confiscation. This research was conducted to determine how the process of bankruptcy assets settlement in the event of criminal confiscation towards the bankruptcy assets by examining the position of general bankruptcy confiscation against criminal confiscations, also to determine the position of bankruptcy assets against court decisions in criminal cases by analyzing court decisions. This type of research is normative legal research with a literature study method. The result of the research shows that the position of criminal confiscation takes precedence over general bankruptcy confiscation, therefore the settlement of bankruptcy assets must be temporarily postponed. Based on the analysis of the Court Decision Number 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2018/PN.Jkt.Pst and Court Decision Number 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, the position of bankruptcy assets takes precedence towards court decisions in criminal cases. Thus, the verdict in criminal cases that stipulates the forfeiture of bankruptcy assets for the government is non-executable
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chintia Trisnayanti Susilo
"Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan mengalami perubahan sehingga menciptakan norma baru. Salah satunya yaitu memberikan kewenangan kepada notaris untuk mengesahkan perjanjian perkawinan. Pengesahan perjanjian perkawinan yang dilakukan notaris dimaknai berbeda dengan pengesahan perjanjian perkawinan yang dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menganalisis kewenangan notaris dalam pengesahan perjanjian perkawinan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang dibandingkan dengan Pasal 15 UU Jabatan Notaris.
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis tersebut adalah kewenangan notaris dalam pengesahan perjanjian perkawinan setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 dimaknai bahwa notaris berwenang membuat perjanjian perkawinan dalam bentuk akta autentik untuk memenuhi syarat pencatatan perjanjian perkawinan yang telah ditetapkan oleh peraturan pelaksana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, sehingga tetap diperlukan pengesahan oleh pegawai pencatat perkawinan agar mengikat pihak ketiga.

After the ruling of the Constitutional Court the number 69/PUU-XIII/2015, article 29 paragraph (1) of the ACT of marriage changes thus creating new norms. One that is giving authority to the notary to certify the prenuptial agreement. The passage of the prenuptial agreement done different is meant with the notary attestation of the agreement of a marriage conducted by officers of Registrar of marriage. Research methods used in this research is the juridical normative by analyzing the notary authority in prenuptial agreement based on the endorsement of the ruling of the Constitutional Court the number 69/PUU-XIII/2015 compared with article 15 LAW Office Of Notary Public.
Conclusion based on the analysis of the results obtained was the notary authority in endorsement prenuptial agreement after the ruling of the Constitutional Court the number 69/PUU-XIII/2015 meant that the notary is authorized to make the prenuptial agreement in the form of an authentic deed recording the agreement to qualify for registration of prenuptial agreement that have been established by the regulations implementing the ruling of the Constitutional Court the number 69/PUU-XIII/2015, so keep it needed endorsement by officers of Registrar of marriage in order to be binding on third parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T52251
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Rullya R.
"Tesis ini membahas mengenai notaris yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum yaitu korupsi pada saat ia tidak melaksanakan jabatan sebagai notaris yang berdampak kepada jabatannya sebagai pejabat umum serta menyerahkan protokol kepada pihak lain tanpa sepengetahuan Majelis Pengawas Notaris. Rumusan masalah yang diangkat dalam tesis ini adalah mengenai akibat hukum atau sanksi yang dikenakan kepada notaris yang telah dijatuhkan pidana karena melakukan tindakan korupsi menurut UUJN dan dampak dari penyerahan protokol tanpa pemberitahuan kepada Majelis Pengawas Notaris dan grosse akta atau salinan akta jika dikeluarkan oleh pihak yang menerima protokol. Penelitian tesis ini merupakan penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif.
Kemudian simpulan dari tesis ini adalah bahwa dengan adanya putusan pidana yang telah membuktikan bahwa notaris yang saat tidak melaksanakan jabatannya tersebut terlibat korupsi, maka notaris tersebut telah melanggar ketentuan dalam Pasal 12 dan Pasal 13 UUJN yang mengakibatkan sanksi adminitratif yang dikenakan adalah sanksi yang paling berat yaitu pemberhentian dengan tidak hormat dan penyerahan protokol tersebut tidak sah serta jika grosse akta atau salinan akta dikeluarkan oleh pihak yang menerima protokol tersebut maka grosse akta atau salinan akta tidak sah karena tindakan penyerahan protokol sendiri juga tidak sah akibat tidak memenuhi ketentuan atau prosedur penyerahan protokol yang berlaku. Oleh karena itu, notaris harus mematuhi semua peraturan yang ada serta etika dan moral yang hidup dalam masyarakat baik saat menjalankan jabatan ataupun saat sedang tidak menjalankan jabatannya sebagai notaris dan Majelis Pengawas Notaris harus meningkatkan pengawasan terhadap notaris dalam wilayah kerjanya untuk menghindari hal demikian terulang kembali.

This thesis discuss about the notary who performs unlawful acts of corruption when he did not carry out a position of public notary that affects his position as a general official and submit his protocol to other party without the permission of the Notary Supervisory Board. The issues raised in this thesis are the legal consequences or sanctions imposed on the notary who has been imposed for criminal acts of corruption under the UUJN and the impact of the submission of the protocol without giving notification to the Notary Supervisory Board and grosse deed or a copy of the deed if issued by the party who receive the protocol. This thesis research is a normative juridical research, which is a legal research conducted by researching library materials. The research is analytical descriptive by using qualitative approach method.
The conclusion of this thesis is the notary has violated the provisions in Article 12 and Article 13 UUJN which resulted in administrative sanctions imposed which is dismiss unrespectedly and the submission of the protocol is invalid and if the grosse deed or copy of the deed is issued by the party who accept the protocol then the grosse deed or copy of the deed is not valid because the protocol submitting action itself was also invalid due to the protocol submission rules or procedures are not fulfilled. Therefore, a notary must comply with all existing rules, ethics and morals that live in the community either while performing a position or not performing his/her position as a notary and the Supervisory Board of Notary must increase the supervision of the notary in its territory to avoid such things from happening again.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riko Regina Putra
"Notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya harus dengan penuh tanggung jawab dan selalu mengindahkan ketentuan undang-undang, etika, ketertiban umum dan berbahasa Indonesia yang baik. Kewenangan yang diberikan kepada Notaris tidak semata-mata tanpa batasan, seorang notaris yang menyalahgunakan kewenangannya untuk tujuan yang melanggar hukum dapat dikenakan sanksi. Permasalahan yang Penulis angkat yaitu bagaimana pertanggungjawaban Notaris terkait perbuatan pidana yang dilakukannya dan bagaimana sanksi yang seharusnya dikenakan terhadap Notaris yang melakukan tindak pidana penggelapan, berdasarkan studi kasus. Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan tipe penelitian bersifat deskriptif. Jenis data yang Penulis gunakan adalah jenis data sekunder dengan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Penulis menggunakan metode analitis data kualitatif yang dianalisis secara deduktif. Notaris yang melakukan penggelapan bertanggung jawab sesuai dengan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata karena telah sengaja melakukan perbuatan yang merugikan PT Pegadaian, Pasal 16 ayat 1 huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris karena tidak bertindak amanah, jujur dan menjaga kepentingan pihak PT Pegadaian dalam proses jual beli yang hendak dilakukannya, dan berdasarkan Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia. Berdasarkan studi kasus, Notaris hanya dijatuhkan pidana penjara selama 6 enam bulan tanpa harus dijalankan. Sanksi yang seharusnya dikenakan terhadap Notaris yang melakukan tindak pidana penggelapan dapat dikenakan dari berbagai aspek, yaitu dijatuhkan pidana penjara paling lama 4 empat tahun, dan/atau diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya, dan/atau diberikan teguran, peringatan, pemberhentian dengan hormat ataupun tidak hormat dari keanggotaan Ikatan Notaris Indonesia.

Notaries in carrying out their duties must be responsible and always heed the provisions, ethics, public orders and apply Bahasa Indonesia very well. Authority which given to Notaries is not merely without boundaries, a Notary who misuses his her authority in order to break the law could be imposed by sanctions. The issues that The Author brought was ldquo how is the accountability of Notary related to crime whom he she does rdquo and ldquo how is sanctions which should be imposed to Notaries who did crimes of embezzlement, rdquo based on case study. The Author used normative legal research methods, with descriptive research type. The kind of data which The Author used was secondary data with primary, secondary, and tertiary legal substances. The Author used qualitative data analytical method which analyzed deductively. Notaries who do embezzlement are responsible according to Article 372 Book of Criminal Law, Article 1365 Code of Civil Law because of acts that harm PT Pegadaian deliberately, Article 16 par. 1 letter a Code of Notary because of the untrustworthy, dishonest, and not preserving the interests of PT Pegadaian in the process of buying and selling that it would do, and based on Code of Conduct Indonesian Notaries Association. Based on case study, The Notary only got imprisonment for 6 six months without having him imprisoned. Sanctions that should be imposed to that Notary could be worn from a various aspects, which are getting imprisoned of 4 four years, and or dishonorably discharged from his position, and or given a reprimand, warning, dismissal with or without respect from the Indonesian Notaries Association."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47325
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasmi Nindita
"Zakat merupakan ibadah wajib umat Islam yang penyelesaian sengketanya adalah di peradilan agama. Namun, penegakan sanksi pidana terhadap perkara zakat belum ditemukan implementasinya pada putusan peradilan agama melainkan ada pada putusan peradilan umum yang tugas dan fungsinya adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata. Penulisan mengenai penegakan sanksi pidana ini dilakukan dengan metode yuridis normatif, yaitu mengkaji peraturan dalam perundangan nasional beserta penerapannya ditambah analisis keputusan lembaga peradilan menggunakan teori integratif keislaman. Analisis dari putusan terhadap obyek perkara berupa harta zakat yang dikorupsi dan kajian peraturan yang terkait pengelolaan zakat, menunjukan peluang adanya kesempatan pemidanaan atas perkara zakat untuk diselesaikan di peradilan agama. Peluang ini dapat terlihat pada Pasal 2 UU Nomor 3 tahun 2006, yaitu dihilangkannya kata ‘perdata’ dari perundangan sebelumnya. Selain itu, hal ini berkaitan dengan ketentuan bahwa wewenang peradilan umum dapat dikecualikan dengan adanya wewenang peradilan lain yang diatur khusus dalam UU. Komitmen bersama antara lembaga leglisatif, eksekutif, dan yudikatif, menjadi tantangan untuk merealisasikan peluang diselesaikannya penegakan sanksi pidana mengenai pengelolaan zakat di peradilan agama.

Zakat is a mandatory form of worship according to the Islamic practice which its dispute settlement is conducted in the Islamic court. However, the enforcement of criminal sanctions related to zakat cases has not been found in Islamic court decisions rather in general court decisions whose duties and functions are to examine, decide, and resolve criminal and civil cases. This thesis writing regarding to the enforcement of criminal sanctions is carried out using the normative juridical method, which examines regulations in national legislation and their application as well as analyses the decisions of judicial institutions using Islamic integrative theory. The analysis of the verdict on the object of the case in the form of corrupted zakat assets and review of regulations related to zakat management, shows that there is an opportunity for the punishment of zakat cases to be resolved in the Islamic court. This opportunity can be seen in Article 2 of Law Number 3 of 2006, namely the removal of the word “civil” from the previous legislation. In addition, this is related to the provision that states the powers of the general court can be exempted by the existence of other judicial powers that are specifically regulated in law. Building joint commitment between the legislative, executive, and judicial institutions serve as a major challenge in order to realize the opportunity to resolve the enforcement of criminal sanctions regarding the management of zakat in Islamic courts.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>