Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171399 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jeremia Horas Perdana
"

Negara pada hakikatnya memiliki tugas dan kewajiban untuk memimpin dan memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Hal ini berlaku pula bagi Indonesia yang kewajiban-kewajibannya tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memenuhi kewajibannya sebagai negara yang ingin mensejahterakan rakyatnya maka Indonesia kemudian membentuk BUMN sebagai wujud tindakan nyata Negara untuk memajukan perekonomian dan mensejagterakan rakyatnya. BUMN memiliki peran penting dalam sistem perekonomian di Indonesia, dan oleh karenanya diharapkan dapat memajukan perekonomian Indonesia serta mewujudkan rakyat Indonesia yang lebih makmur serta mampu bersaing dalam perekonomian global. Penelitian ini berfokus pada pembahasan mengenai salah satu BUMN yang dinyatakan pailit, yang kemudian karenanya terdapat pihak-pihak yang menuntut pertanggungjawaban atas pailitnya BUMN tersebut, dimana dalam penelitian ini akan difokuskan pada para pekerja BUMN yang tidak mendapatkan hak berupa gaji dan pesangon. Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif, dengan tipe deskriptif-analitis. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa hingga saat ini belum terdapat penyelesaian atas pemenuhan hak gaji dan upah pokok bagi karyawan PT. Kertas Leces karena hingga saat ini segala bentuk upaya yang dilakukan oleh negara belum membuahkan hasil nyata bagi pembayaran upah dan gaji karyawan PT. Kertas Leces.


The state essentially has the duty and obligation to lead and provide welfare for its people. This also applies to Indonesia, where its obligations are contained in the 1945 Constitution. In the context of fulfilling its obligations as a country wishing to prosper its people, Indonesia then forms SOE (State Own Enterprise) as a concrete manifestation of the State's actions to advance the economy and welfare of its people. BUMN has an important role in the economic system in Indonesia, and is therefore expected to advance the Indonesian economy and realize the people of Indonesia who are more prosperous and able to compete in the global economy. This research focuses on the discussion of one of the SOE declared bankrupt, which then therefore has parties who demand accountability for the SOE bankruptcy, which in this study will focus on BUMN workers who do not get the rights in the form of salaries and severance pay. This research is in the form of juridical-normative, with descriptive-analytical type. The conclusions obtained from this study are is up to now there is still no clarity about the settlement of this problem.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bewani Octavianisa Masrurah
"Salah satu karakterisik dari BUMN adalah modalnya berasal dari pemisahan kekayaan negara. Terdapat perbedaan pengaturan mengenai modal BUMN dengan kedudukannya sebagai kekayaan negara yang berpengaruh pada status kekayaan BUMN dengan bentuk Persero yang menyebabkan perbedaan pandangan hakim dalam kasus kepailitan BUMN Persero. Akibatnya, belum ada BUMN Persero yang status pailitnya dikabulkan oleh hakim dengan dalil bahwa kekayaan BUMN Persero adalah kekayaan negara, sehingga terhadapnya tidak dapat dilakukan penyitaan, akan tetapi tahun 2019 PT Kertas Leces (Persero) menjadi BUMN Persero pertama yang pailit di Indonesia.
Tesis ini membahas mengenai bagaimanakah kesesuaian konsep pemisahan harta kekayaan perusahaan dan kekayaan negara dalam BUMN Persero yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan pemberesan harta kekayaan BUMN Persero yang dinyatakan pailit. Penelitian ini menggunakan metode normatif yang dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan studi dokumen dengan pengumpulan data sekunder.
Hasil dari penelitian ini adalah konsep pemisahan harta kekayaan perusahaan dan kekayaan negara dalam BUMN Persero yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara tidak sesuai dan terhadap BUMN Persero yang pailit, proses pemberesan harta kekayaannya sama dengan perseroan terbatas sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2003 tentang Kepailitan dan PKPU dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

One of the characteristics of SOE’s is that their capital sourced from the separation of state finances. There are differences in the regulation regarding the capital of SOE’s with their position as state finances that affect the wealth status of SOE’s Persero which causes different views of judges in the case of bankruptcy of SOE Persero. As a result, there has been no SOEs whose bankruptcy status has been granted by the judge with the argument that the assets of SOEs are state finances, so that it cannot be confiscated, but in 2019 PT Kertas Leces (Persero) became the first SOE’s Persero to go bankrupted in Indonesia.
This thesis discusses how the concept of separation of company assets and state assets in SOEs Persero is in accordance with Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies and Law Number 17 of 2003 concerning State Finances and settlement of assets of BUMN Persero which are declared bankrupted . This study uses a normative method which is analyzed qualitatively by using a document study with secondary data collection.
The results of this study are the concept of separation of company assets and state assets in State-Owned Enterprises Persero contained in Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies and Law Number 17 of 2003 concerning State Finances are not appropriate and for state-owned Persero that is bankrupted, the process of settlement of assets is the same as for a private limited company in accordance with Law Number 37 of 2003 concerning Bankruptcy and PKPU and Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bewani Octavianisa Masrurah
"Salah satu karakterisik dari BUMN adalah modalnya berasal dari pemisahan kekayaan negara. Terdapat perbedaan pengaturan mengenai modal BUMN dengan kedudukannya sebagai kekayaan negara yang berpengaruh pada status kekayaan BUMN dengan bentuk Persero yang menyebabkan perbedaan pandangan hakim dalam kasus kepailitan BUMN Persero. Akibatnya, belum ada BUMN Persero yang status pailitnya dikabulkan oleh hakim dengan dalil bahwa kekayaan BUMN Persero adalah kekayaan negara, sehingga terhadapnya tidak dapat dilakukan penyitaan, akan tetapi tahun 2019 PT Kertas Leces (Persero) menjadi BUMN Persero pertama yang pailit di Indonesia. Tesis ini membahas mengenai bagaimanakah kesesuaian konsep pemisahan harta kekayaan perusahaan dan kekayaan negara dalam BUMN Persero yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan pemberesan harta kekayaan BUMN Persero yang dinyatakan pailit. Penelitian ini menggunakan metode normatif yang dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan studi dokumen dengan pengumpulan data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah konsep pemisahan harta kekayaan perusahaan dan kekayaan negara dalam BUMN Persero yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara tidak sesuai dan terhadap BUMN Persero yang pailit, proses pemberesan harta kekayaannya sama dengan perseroan terbatas sesuai dengan Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2003 tentang Kepailitan dan PKPU dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

One of the characteristics of SOE’s is that their capital sourced from the separation of state finances. There are differences in the regulation regarding the capital of SOE’s with their position as state finances that affect the wealth status of SOE’s Persero which causes different views of judges in the case of bankruptcy of SOE Persero. As a result, there has been no SOEs whose bankruptcy status has been granted by the judge with the argument that the assets of SOEs are state finances, so that it cannot be confiscated, but in 2019 PT Kertas Leces (Persero) became the first SOE’s Persero to go bankrupted in Indonesia. This thesis discusses how the concept of separation of company assets and state assets in SOEs Persero is in accordance with Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies and Law Number 17 of 2003 concerning State Finances and settlement of assets of BUMN Persero which are declared bankrupted . This study uses a normative method which is analyzed qualitatively by using a document study with secondary data collection. The results of this study are the concept of separation of company assets and state assets in State-Owned Enterprises Persero contained in Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies and Law Number 17 of 2003 concerning State Finances are not appropriate and for state-owned Persero that is bankrupted, the process of settlement of assets is the same as for a private limited company in accordance with Law Number 37 of 2003 concerning Bankruptcy and PKPU and Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Kevin Hans
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas mengenai permohonan kepailitan terhadap Badan Usaha Milik Negara yakni PT Merpati Nusantara Airlines berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selain itu, terdapat pembahasan mengenai beberapa kasus permohonan kepailitan terhadap beberapa Badan Usaha Milik Negara sebagai perbandingan, serta perdebatan mengenai lingkup keuangan negara dalam keuangan Badan Usaha Milik Negara. Metode yang digunakan untuk penulisan skripsi ini adalah metode penelitian kepustakaan dengan bentuk penelitiaan yuridis normatif yang berfokus kepada pengolahan data sekunder. Di akhir bagian, penelitian ini berkesimpulan bahwa PT Merpati Nusantara Airlines dapat diajukan permohonan pailit tanpa melalui Menteri Keuangan karena PT Merpati Nusantara Airlines merupakan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero bukan berbentuk Perum yang melaksanakan kepentingan publik dan modalnya tidak terbagi atas saham berdasarkan pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan.

ABSTRACT
This thesis mainly discusses about the bankruptcy petition against a State-Owned Enterprise PT Merpati Nusantara Airlines based on The Act No. 37 Year of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment. Furthermore, this thesis will compare cases on bankruptcy petition of State-Owned Enterprises, and also presenting arguments about State-Owned Enterprises assets in correlation with States Assets. The method used in writing this thesis is literary research with the thesis being a juridical-normative report that focuses towards secondary-data processing. This thesis concludes that PT Merpati Nusantara Airlines is legible to be filed a bankruptcy petition without a prior notice from the Ministry of Finance due to PT Merpati Nusantara Airlines being a Persero-type of State-Owned Enterprise unlike the Perum type which serves public needs and its capital is."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khrisna Adjie Laksana
"Sebagai salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat memajukan perekonomian Indonesia serta mewujudkan rakyat Indonesia yang lebih makmur serta mampu bersaing dalam perekonomian global. Guna memaksimalkan kegiatan usahanya, BUMN dapat membentuk suatu anak perusahaan. Adanya hubungan antara induk perusahaan BUMN dengan anak perusahaan BUMN tersebut dalam konteks holding, memunculkan beberapa pendapat yang berbeda mengenai status hukum kelembagaan dan keuangan dari anak perusahaan BUMN. Penelitian ini berfokus pada pembahasan mengenai status hukum kelembagaan dan keuangan anak perusahaan BUMN yang didirikan oleh BUMN itu sendiri dan perusahaan BUMN yang dialihkan sebagian besar modalnya kepada BUMN lain serta tata hubungan antara negara dengan BUMN yang didirikan oleh BUMN itu sendiri dan perusahaan BUMN yang dialihkan sebagian besar modalnya kepada BUMN lain berdasarkan perspektif hukum keuangan publik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, dengan tipe deskriptif-analitis. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa (1) secara kelembagaan, anak perusahaan BUMN tidak berstatus sebagai BUMN karena modal Anak perusahaan BUMN tidak berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan melalui penyertaan oleh negara secara langsung seperti halnya BUMN, dan status hukum keuangan anak perusahaan BUMN adalah tetap keuangan perusahaan yang bersangkutan bukan keuangan negara, karena anak perusahaan BUMN merupakan subyek hukum; (2) kedudukan hukum kelembagaan dari anak perusahaan yang berasal dari pengalihan saham BUMN lainnya adalah bukan BUMN karena penyertaan modal negara meski secara langsung sifatnya akan tetapi secara jumlah kurang dari 51% sebagaimana BUMN seperti yang disyaratkan dalam UU BUMN, dan status hukum keuangannya bukan keuangan negara; (3) anak perusahaan BUMN yang didirikan oleh BUMN sama sekali tidak mempunyai hubungan baik secara kelembagaan maupun keuangan dengan negara, sedangkan tata hubungan antara negara dengan anak perusahaan BUMN yang berasal dari pengalihan saham BUMN lainnya adalah sebatas sebagai pemegang saham dengan hak istimewa.

As one that supports the economy in the financial system in Indonesia, a State-Owned Enterprise (SOE) can advance the Indonesian economy and realizing a more prosperous Indonesian people and able to compete in the global economy. In order to maximize its business activities, SOE can establish a subsidiary company. The relationship between the holding company and the SOE subsidiary in the context of holding, gives rise to several different opinions regarding the legal and financial status of the subsidiary SOE. This study specifically discussed about the institutional legal status and financial legal status of the subsidiary SOE founded by the SOE itself and the SOE company which most of its capital transferred to other SOE and the relationship between the state and SOEs established by SOEs themselves and SOE companies partially transferred large capital to other SOEs from the perspective of a public financial law whose analysis is carried out according to the regulations, experts, as well as related decisions of the Constitutional Court to find out the legal status of subsidiary SOE. This research is in the form of normative- juridical, with descriptive-analytical type. (1) institutionally, Subsidiary SOE do not have the status of SOEs because Subsidiary SOE's capital does not originate from state assets that are separated through direct participation by the state such as SOEs, and the financial legal status of Subsidiary SOE is still the financial company concerned is not state finance, because SOE subsidiaries are legal subjects, (2) The institutional legal status of a subsidiary  SOE originating from the transfer of other SOE shares is not a SOE due to state capital participation even though it is directly in nature but in the amount of less than 51% as SOEs as required in the SOE Act, and the financial legal legal status is not state finance; (3) Subsidiary SOE established by SOEs have no institutional or financial relationship with the state at all, while the relationship between the state and Subsidiary SOE originating from the transfer of other SOE shares is limited to as shareholders with special rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mamora, Maria Kinara
"Tulisan ini menganalisis terkait dengan inkonsistensi atau diferensiasi pendapat hakim terkait dengan putusan-putusan atas Permohonan Kepailitan BUMN (Persero). Penulisan atas Tesis ini disusun dengan menggunakan metode penelitian Yuridis-Normatif. BUMN (Persero) merupakan salah satu bentuk BUMN di Indonesia yang terbagi atas saham dengan minimal kepemilikan 51% oleh negara. Penyertaan modal oleh negara kepada BUMN (Persero) berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga pertanggungjawaban pengelolaannya menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Maka dari itu, regulasi dan ketentuan dalam BUMN (Persero) mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Adapun ketika BUMN (Persero) mengalami permasalahan keuangan dan berakhir menghadapi Kepailitan, timbul permasalahan mengenai status keuangan BUMN (Persero) maupun legalitas pihak yang dapat mengajukan Permohonan Kepailitan. Hingga saat ini belum ada pengaturan yang jelas terkait dengan entitas keuangan BUMN (Persero) dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Apabila mengacu pada Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengakibatkan muncul perbedaan konsepsi dalam memahami bisa atau tidaknya  BUMN (Persero) dinyatakan pailit.

This thesis analyzes the inconsistency of judges' verdict regarding Bankruptcy of State-Owned Enterprises. The thesis is using the Juridical-Normative research method. State-Owned Enterprises in Indonesia has a minimum of 51% ownership by the government. The state's capital injection into State-Owned Enterprises comes from separated state wealth, and therefore, its management accountability adheres to the principles of good corporate governance. Hence, regulations and provisions within State-Owned Enterprises follow the stipulations in Limited Liability Companies regulation. When State-Owned Enterprises face financial issues leading to bankruptcy, challenges arise concerning the financial status and the legality of parties eligible to file for bankruptcy. There is no clear regulation regarding the financial entities of State-Owned Enterprises in State’s Finance regulation. Referring to the State’s Treasury regulation is still not clear in differing conceptions in understanding whether a legal entity such as State-Owned Enterprises can be declared bankrupt or not."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diandry Adityaputri
"Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU menjadikan BUMN sebagai Debitor yang hanya dapat diajukan permohonan pernyataan pailit dan PKPU oleh Menteri Keuangan. Penjelasan Pasal 2 ayat (5) menyatakan bahwa ketentuan ini berlaku pada BUMN yang seluruh modalnya adalah milik negara dan tidak terbagi atas saham. Persero merupakan BUMN dalam bentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi atas saham. Terhadap BUMN Persero terdapat beberapa putusan yang menyatakan bahwa Persero merupakan bagian dari BUMN yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU, seperti putusan permohonan pernyataan pailit PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) dan putusan permohonan PKPU PT Angkasa Pura II (PT AP II). Namun, apabila merujuk kepada Pasal 1 angka 2 UU BUMN maka terjadi ketidaksinkronan antara pengertian Persero dengan penjelasan BUMN yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU. Pada skripsi ini akan membahas mengenai kedudukan hukum dari Persero dalam kepailitan serta kewenangan kreditor dalam melakukan permohonan pailit maupun PKPU terhadap Persero. Metodologi yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yakni analisis permasalahan akan berdasarkan pada undang-undang yang berkaitan. Secara singkat, kedudukan hukum dari Persero adalah sama dengan perseroan terbatas lainnya sehingga terhadap Persero dapat diajukan permohonan pernyataan pailit maupun permohonan PKPU. Pihak yang dapat melakukan permohonan pernyataan pailit atau permohonan PKPU ini adalah Debitor itu sendiri maupun Para Kreditornya.

SOEs as special debtors as stipulated in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law make it only possible to apply for bankruptcy and suspension of payment by the Minister of Finance. This provision applies to SOEs engaged in the public interest only, namely SOEs whose entire capital is state-owned and not divided into shares. Persero SOEs is a SOE in the form of a limited liability company whose capital is divided into shares whose entire or at least 51% of the shares are owned by the state with the aim of pursuing profits. Against Persero SOEs, there are several rulings stating that Persero is part of the SOEs referred to in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law. However, when referring to Article 1 number 2 of the SOEs Law, there is a synchrony between the definition of Persero and the explanation of SOEs referred to in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law. This thesis will discuss the legal position of Persero, in the application for bankruptcy and suspension of payment as well as the authority of creditors in making applications against both. The methodology used in this thesis is normative juridical, namely the analysis of problems will be based on related laws. In short, the legal position of Persero is the same as other limited liability companies so that against Persero, an application for bankruptcy statement or suspension of paymentapplication can be filed. The parties who can apply for a bankruptcy statement or suspension of payment application are the Debtor himself and his Creditors."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nastitie Kusuma Anggraini
"Seluruh warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, tidak terkecuali penyandang disabilitas. Sebagai upaya untuk meningkatkan peluang perbaikan kesejahteraan bagi penyandang disabilitas, disusunlah Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang memuat berbagai pengaturan tentang hak penyandang disabilitas dan kewajiban Negara dalam upaya pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Terkait dengan aspek ketenagakerjaan, dalam Pasal 53 ayat (1) undang-undang tersebut mengamanatkan jumlah keterwakilan minimum tenaga kerja penyandang disabilitas sebesar 2% (dua persen) pada berbagai institusi maupun perusahaan, salah satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penelitian ini membahas kondisi pemenuhan ketentuan tersebut khususnya terkait aspek persamaan kesempatan kerja penyandang disabilitas dalam ruang lingkup industri perbankan BUMN. Hasil penelitian ini menunjukkan banyak faktor yang dapat menghambat optimalisasi pemenuhan ketentuan tersebut, baik dari sisi penyandang disabilitas, pemberi kerja dan pemerintah. Penelitian ini juga merumuskan tindakan-tindakan apa saja yang dapat dilakukan oleh negara sebagai upaya peningkatan pemenuhan hak penyandang disabilitas atas persamaan kesempatan kerja pada sektor formal, khususnya pada industri perbankan BUMN.

All Indonesia’s citizens have the right to work and get a decent standard of living, including people with disabilities. To enhance the opportunities for enhancing the well-being of individuals with disabilities, the legislative measure known as Law No. 8/2016 on Persons with Disabilities was formulated. This law encompasses a range of additional provisions of the rights of individuals with disabilities and the responsibilities of the State in its endeavours to satisfy these rights. Regarding the matter of employment, Article 53 Paragraph 1 of Law Number 8/2016 on Persons with Disabilities presented a minimum representation of 2% (two percent) of workers with disabilities in various institutions and companies, including State-Owned Enterprises (SOEs). This study examined the factors contributing to satisfying these provisions, explicitly focusing on equitable employment possibilities within the SOEs banking industry for people with disabilities. This study found that there was numerous factors impeded the effective fulfilment of these provisions, encompassing barriers encountered by individuals with disabilities, employers, and governmental entities. This study is anticipated to serve as a valuable resource for informing the State on potential measures that may be implemented to enhance the fulfilment of equitable employment opportunities for individuals with disabilities rights in the formal sector, with a particular focus on the banking industry within SOEs."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhsanul Fikri
"Penelitian ini membahas mengenai penyertaan modal negara khususnya yang berbentuk barang milik negara kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan mengenai peralihan kekayaan badan usaha dari Djawatan Kereta Api sampai PT KAI. Dalam penyelenggaraan kegiatan perkeretaapian selama ini masih terdapat beberapa barang milik negara berbentuk tanah atau bangunan yang belum disertakan melalui Peraturan Pemerintah. Selain itu perubahan bentuk dari Perusahaan Jawatan (Perjan) ke Perusahaan Umum (Perum) tidak otomatis mengalihkan kekayaan PT KAI karena Perjan merupakan badan hukum publik sedangkan Perum merupakan badan hukum privat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan mengaitkan Peraturan Pemerintah tentang perubahan bentuk Perusahaan Kereta Api dan Penyertaan Modal Negara pada PT Kereta Api dengan teori keuangan negara dan pemisahan kekayaan negara. Penyertaan modal negara kepada Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk
barang milik negara wajib melalui mekanisme Pemindahtanganan barang milik negara dan wajib dimuat di dalam Peraturan Pemerintah agar penyertaan modal negara sah secara hukum. Langkah yang harus dilakukan adalah Kementerian Perhubungan harus melakukan penertiban barang milik negara terhadap aset yang belum beralih ke PT KAI, sedangkan bagi PT KAI harus meminta dilakukannya penyertaan modal negara terhadap aset yang belum jelas statusnya melalui Peraturan Pemerintah.
This study discusses the participation of state capital, especially in the form of state-owned goods to PT Kereta Api Indonesia (KAI) and regarding the transfer of assets of business entities from Djawatan Kereta Api to PT KAI. In the implementation of railway activities so far there are still some state property in the form of land or buildings that have not been included through Government Regulations. In addition, the change of form from a Service Company (Perjan) to a Public Company (Perum) does not automatically transfer the wealth of PT KAI because Perjan is a public legal entity while Perum is a private legal entity. The method used in this research is juridical-normative by linking Government Regulations regarding changes in the form of Railway Companies and State Equity Participation in PT Kereta Api with the theory of state finance and separation of state assets. State equity participation in State-Owned Enterprises in the form of State property must go through the mechanism for the Transfer of State property and must be included in a Government Regulation so that state capital participation is legally valid. The step that must be taken is that the Ministry of Transportation must control state-owned assets for assets that have not been transferred to PT KAI, while PT KAI must request state capital participation for assets whose status is not yet clear through a Government Regulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhsanul Fikri
"Penelitian ini membahas mengenai penyertaan modal negara khususnya yang berbentuk barang milik negara kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan mengenai peralihan kekayaan badan usaha dari Djawatan Kereta Api sampai PT KAI. Dalam penyelenggaraan kegiatan perkeretaapian selama ini masih terdapat beberapa barang milik negara berbentuk tanah atau bangunan yang belum disertakan melalui Peraturan Pemerintah. Selain itu perubahan bentuk dari Perusahaan Jawatan (Perjan) ke Perusahaan Umum (Perum) tidak otomatis mengalihkan kekayaan PT KAI karena Perjan merupakan badan hukum publik sedangkan Perum merupakan badan hukum privat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan mengaitkan Peraturan Pemerintah tentang perubahan bentuk Perusahaan Kereta Api dan Penyertaan Modal Negara pada PT Kereta Api dengan teori keuangan negara dan pemisahan kekayaan negara. Penyertaan modal negara kepada Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk barang milik negara wajib melalui mekanisme Pemindahtanganan barang milik negara dan wajib dimuat di dalam Peraturan Pemerintah agar penyertaan modal negara sah secara hukum. Langkah yang harus dilakukan adalah Kementerian Perhubungan harus melakukan penertiban barang milik negara terhadap aset yang belum beralih ke PT KAI, sedangkan bagi PT KAI harus meminta dilakukannya penyertaan modal negara terhadap aset yang belum jelas statusnya melalui Peraturan Pemerintah.

This thesis mainly discuss how the inclusion of state capital, especially in the form of state-owned property to PT Kereta Api Indonesia or PT KAI and about the goods switchover since Djawatan Kereta Api to PT KAI. That being said, there are some state-owned property in the form of land and buildings that are still not being
switched over. Moreover, the change of shape from Perusahaan Jawatan or Perjan to Perusahaan Umum or Perum does not automatically transfer the asset to PT KAI because Perjan is a public legal entity, while Perum is a private public legal entity.
This thesis use normative juridical method by analyzing the rules about the change of shape of the Railway Company and state capital inclusion on PT KAI to theories
about state finance and the separation of state goods. The inclusion of state capital in the form of goods towards the state-owned company must be done through a
transfer mechanism of state-owned properties and need to be written in a government regulation to make those inclusion legally acclaimed. The Ministry of Transportation need to audit all of the state-owned properties that are yet to be transferred to PT KAI, while PT KAI must be pushing for a government regulation
which includes state capital towards unidentified assets.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>