Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143104 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Athira Hana Aprilia
"Konvensi New York 1958 mengharuskan setiap negara peserta untuk mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase internasional. Akan tetapi, Konvensi New York 1958 juga memungkinkan pengecualian atas pelaksanaan putusan arbitrase internasional, salah satunya ketertiban umum. Pada hakikatnya, hukum perdata internasional menentukan hukum perdata negara mana yang akan diberlakukan bilamana terdapat unsur asing di dalamnya. Tetapi, keberlakuan hukum asing tersebut dapat dikesampingkannya apabila membawa hasil yang tidak memuaskan para pencari keadilan. Ketertiban umum sendiri tidak memiliki definisi yang ajek, seragam, dan berlaku universal sehingga penentuanya berada di tangan hakim.  Di Indonesia, pihak-pihak yang bersengketa menggunakan berbagai macam dalil ketertiban umum sebagai alasan untuk menolak pelaksanaan putusan arbitrase, khususnya putusan arbitrase internasional. Skripsi ini akan meneliti putusan-putusan pengadilan Indonesia mengenai putusan arbitrase internasional dengan dalil ketertiban umum dalam sepuluh tahun terakhir dengan melihat pertimbangan hakim dan teori-teori ketertiban umum dalam hukum perdata internasional.

The New York Convention 1958 requires each contracting state to recognize and enforce foreign arbitral awards. However, the 1958 New York Convention also allows exceptions to recognize and enforce foreign arbitral awards, one of them is public order. In essence, private international law determines which private state law will be applied if there is a foreign element in it. However, the application of these foreign laws can be excluded if they bring results that do not satisfy the justice seekers. Public order itself does not have a definite, uniform, and universally definition so that it determines by the judge. In Indonesia, the parties to the dispute use various kinds of public order as a reason to refuse the enforcement of the arbitral award, especially the international arbitral award. This thesis will examine the Indonesian court decisions regarding international arbitral awards with the argument of public order in the last ten years by looking at judges' considerations and public order theories in private international law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Herjanto
"Tesis ini membahas penggunaan Ketertiban Umum (Public Policy) untuk membatalkan putusan arbitrase asing yang diatur di dalam Pasal V (2) Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award 1958. Pelaksanaan putusan arbitrase merupakan hal krusial karena eksekusi putusan merupakan esensi diadakannya arbitrase. Tiap-tiap negara memberlakukan Ketertiban Umum (Public Policy) secara berbeda, termasuk Indonesia yang belum memiliki konsensus melihat lingkup Ketertiban Umum (Public Policy). Antara Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung memiliki konsepsi berbeda mengenai Ketertiban Umum (Public Policy) Indonesia. Hal ini menjadi sebuah problema dimana pihak yang dikalahkan menggunakan alasan Ketertiban Umum (Public Policy) untuk menunda atau membatalkan eksekusi putusan.

This thesis is aimed to prescribe the practice of using Public Policy doctrine to annul foreign arbitral awards as were allowed under Article V (2) of the Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award 1958. The enforcement of an award is crucial and essential to arbitration proceedings. Different states will treat Public Policy differently, including Indonesia whom has yet to reach a consensus in defining what Public Policy should be used in foreign arbitration award enforcement. There are still discrepancy between Indonesian District Court and Supreme Court on the matter of what constitutes as Indonesian Public Policy. These discrepancies created a gaping loophole which are exploited by the party (parties) to delay or to annul the enforcements of the foreign arbitration award. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nabila Kurnia Arsyad
"Alternatif Penyelesaian Sengketa atau Alternative Dispute Resolution terdiri dari berbagai macam pilihan, salah satunya adalah arbitrase, yang dapat dilakukan dengan arbitrase nasional maupun arbitrase internasional. Putusan yang dibuat melalui arbitrase bersifat final dan binding, sehingga menutup kemungkinan bagi pihak yang bersengketa untuk memohonkan upaya hukum lainnya atas putusan arbitrase, baik banding, kasasi maupun peninjauan kembali. Namun, pada kenyataannya masih ditemui banyak upaya hukum yang dilakukan terhadap putusan arbitrase seperti pembatalan. Putusan arbitrase internasional yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa diharuskan mendapat eksekuator dari lembaga peradilan Indonesia terlebih dahulu, yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Salah satu syarat agar suatu putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan adalah tidak melanggar ketertiban umum. Tidak adanya pembatasan maupun definisi yang kongkret atas ketertiban umum, menjadikan celah hukum bagi pihak yang merasa tidak puas dengan suatu putusan arbitrase internasional mengajukan upaya pembatalan putusan arbitrase tersebut. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia saat ini sedang melakukan upaya baik secara perdata maupun pidana atas pembatalan putusan arbitrase internasional dengan alasan melanggar ketertiban umum atas kasusnya dengan Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD yang mana telah diputus dengan Putusan International Chamber of Commerce Nomor 20472/HTG tertanggal 22 April 2021. Hal ini didasari karena adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam perjanjian kerjasama pengadaan satelit komunikasi pertahanan. Guna menciptakan kepastian hukum bagi semua pihak diperlukannya penegasan terkait definisi kongkret dari pelanggaran ketertiban umum serta batasan-batasan yang menjadikan terkategori melanggar ketertiban umum.

Alternative Dispute Resolution consists of various options, one of which is arbitration, which can be carried out by national arbitration or international arbitration. Decisions made through arbitration are final and binding, thus closing the possibility for disputing parties to apply for other legal remedies for arbitration awards, whether appeal, cassation or review. However, in reality there are still many legal efforts made against arbitral awards such as annulment. International arbitral awards mandated by Law Number 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution are required to get an executor from an Indonesian judicial institution first, namely the Central Jakarta District Court. One of the conditions for an international arbitral award to be enforceable is not to violate public order and/or public policy. The absence of concrete limitations or definitions of public order creates a legal loophole for a party who is dissatisfied with an international arbitral award submitting an effort to annul the arbitral award. The Ministry of Defense of the Republic of Indonesia is currently making efforts both civilly and criminally to annul the international arbitration award on the grounds of violating public order in its case with Navayo International AG and Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD which has been decided by International Chamber of Commerce Decision Number 20472/ HTG dated April 22, 2021. This was based on allegations of corruption in the cooperation agreement for the procurement of defense communication satellites. In order to create legal certainty for all parties, it is necessary to affirm the concrete definition of a violation of public order and the limitations that make it categorized as a violation of public order."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurahman Adhiyamtomo
"Penelitian ini dibuat untuk mencapai tiga tujuan. Pertama, untuk memahami pengaturan penolakan permohonan eksekuatur Arbitrase Internasional di Indonesia, kedua, untuk mengetahui penafsiran asas ketertiban umum di dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan arbitrase dan ketiga, untuk mengetahui apakah Penolakan Permohonan Eksekuatur Putusan Arbitrase SIAC No. ARB062/08/JL oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung dengan menggunakan asas Ketertiban Umum sudah tepat atau tidak.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dimana hal ini dilakukan dengan cara mengkaji putusan-putusan pengadilan dan Arbitrase, peraturan perundang-undangan serta buku-buku dan dokumen lain untuk dianalisis. Tipologi penelitian adalah yuridis normatif, yaitu dengan melakukan analisis terhadap peraturan perundangundangan di bidang arbitrase serta aturan prosedural (rules) yang berlaku dalam pengakuan putusan arbitrase internasional di Indonesia.
Penelitian ini menemukan bahwa Penggunaan asas ketertiban umum oleh PN Pusat di dalam Penetapan No.05/Pdt/ARBINT/2009 dan Mahkamah Agung dalam Putusan No. 01 K/Pdt.Sus/2010 tidak tepat dalam kasus ini karena hanya menggunakan interpretasinya sendiri yang tidak didasarkan kepada arti dari ketertiban umum itu sendiri.
Penulis juga berkesimpulan bahwa pada saat Putusan Arbitrase SIAC ini tidak mendapat eksekuatur, maka asas ketertiban umum itu sendiri yang akan terlanggar dengan pemahaman bahwa tidak adanya kepastian hukum untuk menjalankan Perjanjian yang sesuai dengan kontrak (tidak ditaatinya Pacta Sunt Servanda sesuai pasal 1338 KUH Perdata) dan juga terlanggarnya kebijakan publik yaitu Undang-undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

The research is made to achieve three objectives. First, to understand the rule in refusing international arbitration award in Indonesia. Second, to understand the interpretation of public order in Indonesia?s arbitration laws, and third to know whether the use of public order in the refusal of Arbitration Award No. ARB062/08/JL by Jakarta Pusat District Court and Republic of Indonesia Supreme Court is already proper.
The research is using literature research methodology, which is done by studying court verdicts, arbitration awards, rules and legislations, books and other documents in making the analysis. The research typology is normative, which is done by doing analysis to legislations in arbitration field and other arbitration rules and procedures applied applied in Indonesia.
The research found that the use of public order in refusing arbitration award by Jakarta Pusat District Court in Penetapan No.05/Pdt/ARBINT/2009 and Republic of Indonesia Supreme Court in Putusan No. 01 K/Pdt.Sus/2010 is not proper. They used their own interpretation of public order without considering the essential meaning of the public order itself.
The writer concluded that, at the time SIAC Arbitration Awards didn?t get the exequatur, the public order itself was violated, with the justification that there?s no law certainty to execute agreeement (violation against Pacta Sunt Servanda as in Article 1338 KUH Perdata) and there is also a violation to Indonesia?s public order, Undang-Undang No. 30 Tahun 1999.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41858
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Adhitya Akbar
"Arbitrase merupakan lembaga penyelesaian sengketa yang sangat popular digunakan oleh kalangan pelaku bisnis. Namun, hal tersebut tidak menjamin bahwa suatu putusan dapat dilaksanakan pada suatu negara, karena terhalang oleh suatu ketertiban umum negara tersebut. Kemajuan pesat di bidang bisnis baik nasional maupun internasional seperti penanaman modal (investment), kontrak kerjasama investasi asing (joint venture agreement), maupun alih teknologi (transfer of technology), dll. Memerlukan mekanisme penyelesaian sengketa hukum yang cepat dan tepat manakala terjadi perselisihan (misunderstanding) bahkan sengketa hukum (dispute). Permasalahan timbul ketika terjadi persengketaan dan memakai forum Arbitrase untuk penyelesaian sengketa tersebut. Persengketaan tersebut berkaitan dengan suatu putusan arbitrase yang akan dilaksanakan di Indonesia tidak dilakukan dengan itikad baik oleh pihak yang kalah. Hal ini tentu saja berkaitan langsung dengan apakah pengadilan negeri memiliki kewenangan terhadap suatu putusan arbitrase atau tidak. Kondisi dimana pihak yang bersengketa tentu menginginkan kepastian hukum, jika putusan tersebut ingin dilaksanakan namun terhalang oleh ketertiban umum dan hukum custom yang dimiliki oleh suatu negara.
Maka dari itu terbentuklah 3 rumusan masalah yaitu: (1)Apakah Pengadilan Negeri memiliki kewenangan menolak dan melaksanakan putusan Arbitrase Internasional?; (2)Bagaimana kepastian hukum yang akan didapat oleh suatu pihak yang mempunyai sengketa di Indonesia dimana sengketa tersebut bersinggungan dengan  ketertiban umum?; (3) Haruskah ketertiban umum dirumuskan secara terperinci ?. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.
Hasil dari penelitan ini yakni kewenangan pengadilan ada pada sebelum dan sesudah proses arbitrase tersebut, namun dalam prosesnya, peran pengadilan mempunyai peran yang sangat penting. Kepastian hukum dalam hal-hal yang bersinggungan dengan ketertiban umum di Indonesia tidak dapat dipastikan karena ketertiban umum dinilai berubah-ubah. perumusan ketertiban umum secara terperinci dianggap penting, sehingga para investor yang akan berinvestasi mempunyai guide line dalam keuntungan dan kerugian yang akan didapat.

Arbitration is a very popular dispute resolution institution used by business people. However, this does not guarantee that a decision can be implemented in a country, because it is obstructed by a country's public order. Rapid progress in the field of business both nationally and internationally such as investment foreign investment cooperation contracts, and transfer of technology, etc. Requires a mechanism for resolving legal disputes quickly and precisely when disputes occur (misunderstanding) and even legal disputes. Problems arise when disputes occur and use the Arbitration forum to resolve the dispute. The dispute is related to an arbitration award that will be carried out in Indonesia not carried out in good faith by the losing party. This is of course directly related to whether the district court has authority over an arbitration award or not. Conditions where the parties to the dispute certainly want legal certainty, if the decision is to be implemented but is hindered by public order and custom law owned by a country.
Based on the description, 3 problem formulations are determined namely: (1) What is the authority of the court of an international arbitration award ?; (2) How will legal certainty be obtained by a party that has a dispute in Indonesia where the dispute is related to Public Policy ?; (3) Should the Public Policy be formulated in detail? The type of research used is normative legal research.
The result of this research is that the authority of the court is before and after the arbitration process, but in the process, the role of the court has a very important role. Legal certainty in matters pertaining to Public Policy in Indonesia cannot be ascertained because Public Policy is judged to be changing. The formulation of a detailed Public Policy is considered important, so that investors who will invest have a guide line in the profits and losses that will be obtained.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54992
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnaning Wulandari
"Tesis ini membahas perbandingan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia dan Singapura. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah normatif dengan pendekatan komparatif (comparative approach). Tesis ini juga menganalisa beberapa kasus pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia dan Singapura yang menjadi pembahasan dalam tesis serta menganalisa upaya hukum terhadap putusan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional. Saran Penulis dalam tesis ini adalah UU No. 30 Tahun 1999 perlu mengatur secara tegas mengenai pembatalan Putusan Arbitrase Internasional, termasuk di dalamnya mengenai syarat-syarat pembatalan. Salah satu cara yang dapat ditempuh Indonesia untuk memberikan kepastian hukum terhadap penyelesaian sengketa melalui arbitrase serta melengkapi UU No. 30 Tahun 1999 perlu dibuatkan suatu revisi terhadap UU No. 30 Tahun 1999, mengenai pasal yang mengatur tentang syarat pembatalan Putusan Arbitrase Internasional dengan mengadopsi ketentuan yang diatur dalam UNCITRAL Model law on International Commercial Arbitration secara komprehensif khususnya dalam konteks pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia. Pengadilan Indonesia dan Singapura diharapkan tetap bersikap tegas dalam memeriksa dan menangani permohonan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai arbitrase internasional. Putusan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia tidak dapat upaya hukum menurut UU No. 30 Tahun 1999 dan upaya hukum di Singapura terhadap putusan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional dapat diajukan kasasi dengan syarat ketat terkait dengan adanya pelanggaran terhadap prinsip Natural Justice.

This thesis discusses the comparison of the setting aside of International Arbitration Awards in Indonesia and Singapore. The method used in writing for thesis is normative with comparative approach. This thesis analyzes several cases of setting aside of the International Arbitration Awards in Indonesia and Singapore which are discussed and analyzed the legal remedy against the decision to annul the International Arbitration Awards. The author's suggestion on the problem is Law No. 30 of 1999 need to strictly regulate for the setting aside of the International Arbitration Awards, including the terms of the setting aside. Indonesia can take to provide legal certainty to the settlement of disputes through arbitration and also complent for Law No. 30 of 1999 should be made a revision of Law No. 30 of 1999 regarding the provisions of the setting aside of the International Arbitration Awards by adopting the provisions set forth in the UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration comprehensively in particular in the context of the setting aside of the International Arbitration Awards in Indonesia. Indonesian and Singapore Courts are expected to remain firm in examining and handling requests for the setting aside of the International Arbitration Awards in accordance with the applicable provisions of international arbitration. The verdict of the setting aside of the International Arbitration Awards in Indonesia shall not be a legal remedy under Law No. 30 of 1999 and legal remedy in Singapore against the setting aside of verdict of the International Arbitration Awards may be filed with a strict covenant relating to breach of the principle of Natural Justice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48552
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Karina Subroto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan konsep pembatalan putusan arbitrase internasional di Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Penelitian ini juga menganalisis praktek yang dilakukan oleh lembaga peradilan di Malaysia, Singapura, dan Indonesia melalui putusan Pengadilan setempat. Penulis mempergunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan walaupun Malaysia dan Singapura merupakan negara yang mengadopsi UNCITRAL Model Law namum terdapat perbedaan dalam hal pengaturan pembatalan putusan arbitrase internasional di kedua negara tersebut. Perbedaan pengaturan pembatalan putusan arbitrase internasional juga akan terlihat kontras jika konsep pembatalan dikedua negara tersebut dibandingkan dengan Indonesia.
Praktek di lembaga peradilan sudah tepat dalam menerapkan peraturan arbitrase di negara setempat. Hal tersebut tercermin dalam putusan Court of Appeal Malaysia antara TLL HLL melawan Laos, High Court Singapore JVL melawan Agritrade, dan putusan MA PT.Indiratex melawan Everseason.

This research aimed to identify the difference of the concept of international arbitral award annulment in Malaysia, Singapore, and Indonesia. This research also analyze the practice of the national courts in Malaysia, Singapore, and Indonesia through the court judgment. Author use juridical normative research method with literature studies.
The research shows although Singapore and Malaysia are the Model Law Countries, they still have differences on the regulation of international arbitral award annulment. The differences contrastingly will be shown if we compare those regulations with Indonesia regulation in the international arbitral award annulment.
The practice of the courts have been appropriate in applying the rules of arbitration of the country concerned. It was proved on the Malaysia Court of Appeal award between TLL HLL vs. Laos Government, Singapore High Court award JVL vs. Agritrade, and Indonesia Supreme Court PT. Indiratex vs. Everseason.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Ranissya Diza Liestiara
"Dari beberapa penyelesaian sengketa yang dikenal saat ini, arbitrase merupakan salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa yang umumnya dipilih oleh para pihak dan disepakati sebagai klausula penyelesaian sengketa di dalam sebuah kontrak yang mengikat para pihak tersebut. Pemilihan ini didasarkan kepada beberapa kelebihan dari arbitrase, yang salah satunya ialah penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini menghasilkan putusan yang bersifat final dan mengikat. Namun demikian, pada kenyataannya, para pihak yang telah mengikatkan dirinya untuk tunduk pada putusan arbitrase ternyata masih melakukan upaya hukum berupa pembatalan putusan arbitrase yang senyatanya bertentangan dengan kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase yang tercermin dari pencantuman klausula arbitrase di dalam kontrak. Dengan menggunakan jenis penelitian doktrinal, tulisan ini akan menganalisis kekuatan mengikat dari klausula arbitrase yang tercantum di dalam kontrak bagi para pihak yang terikat di dalam kontrak tersebut serta kaitannya dengan alasan-alasan yang diajukan oleh para pihak dalam melaksanakan upaya hukum permohonan pembatalan putusan arbitrase di Indonesia. Adapun temuan yang didapatkan dari penelitian ini adalah adanya inkonsistensi dalam pengaturan mengenai alasan permohonan pembatalan putusan arbitrase di dalam UU 30/1999 yang berimplikasi kepada banyakan permohonan pembatalan putusan arbitrase yang diajukan dengan alasan di luar ketentuan Pasal 70 UU 30/1999.

Of the several dispute resolutions known today, arbitration is one type of alternative dispute resolution that is generally chosen by the parties and agreed upon as a dispute resolution clause in a contract that binds the parties. This choice is based on several advantages of arbitration, one of which is that dispute resolution through arbitration results in a final and binding decision. However, in reality, the parties who have bound themselves to submit to the arbitration award still make legal efforts in the form of canceling the arbitration award which is in fact contrary to the agreement of the parties to resolve disputes through arbitration as reflected in the inclusion of the arbitration clause in the contract. By using doctrinal research, this paper will analyze the binding force of the arbitration clause contained in the contract for the parties bound by the contract and its relation to the reasons submitted by the parties in exercising legal remedies for the annulment of arbitral awards in Indonesia. The findings obtained from this research are that there are inconsistencies in the provisions regarding the grounds for requesting the annulment of arbitral awards in Law 30/1999 which have implications for the large number of requests for annulment of arbitral awards submitted for reasons outside the provisions of Article 70 of Law 30/1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Hendrika
"Forum Arbitrase merupakkan forum penyelesaian sengketa yang acapkali dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa perjanjian perdagangan karena alasan-alasan efektivitas dan biayanya yang murah. Namun dengan perkembangan perekonomian dunia yang diiringi dengan kebebasan para pihak dalam hal menerapkan Pilihan Forum, hasil penyelesaian sengketa demikian berpotensi untuk mengandung unsur-unsur asing sebagai akibat dari para pihak yang tunduk pada sistem hukum yang berbeda, terletak pada wilayah hukum yang berbeda, dan/atau bahkan memilih forum Arbitrase asing yang tunduk pada ketentuan hukum yang berlainan dari pihak dalam perjanjian perdagangan tersebut. Kemudian dalam keberlakuannya, putusan Arbitrase dapat dimintakan permohonan pembatalannya ke pengadilan negeri. Meskipun demikian, Indonesia yang memiliki ketentuan hukum Arbitrase nya sendiri, yakni UU No, 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UUAAPS), serta negara anggota New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (Konvensi New York 1958), menjadi subjek terhadap dua ketentuan pembatalan putusan Arbitrase yang berbeda. Dalam pengaturannya, ketentuan pembatalan UUAAPS hanya dapat berlaku bagi putusan Arbitrase nasional, sedangkan Konvensi New York 1958 berlaku bagi Putusan Arbitrase Internasional. Kendati demikian, suatu putusan Arbitrase dapat mengandung unsur asing, dan hal ini seringkali mengundang interpretasi yang turut berpengaruh pada penerapan UUAAPS dan Konvensi New York 1958. Kenyataan ini merupakan salah satu ruang lingkup kajian Hukum Perdata Internasional karena dalam hal penentuan kewenangan oleh pengadilan negeri dalam perkara pembatalan putusan Arbitrase yang mengandung unsur asing, timbul pertanyaan “Pengadilan negara manakah yang berwenang untuk mengadili pembatalan putusan Arbitrase yang mengandung unsur asing tersebut?” Melalui penelitian yuridis-normatif, skripsi ini akan menganalisis praktik kewenangan mengadili oleh pengadilan negeri di Indonesia sehubungan dengan penerapan pasal-pasal pembatalan Arbitrase yang ada

As one of the dispute resolution forums, arbitration, is often chosen by the parties to resolve commercial agreement disputes due to its effectiveness and cost efficiency. However, as the world’s economy develops, accompanied by the freedom in implementing the choice of forum, the results of such dispute resolution potentially contain foreign elements due to the parties being subject to different legal systems, being located in different jurisdictions, and/or even choosing a foreign arbitration which has different legal system from the parties involved in the commercial agreement. Notwithstanding aforementioned explanation, arbitration award can be requested for its annulment to the district court. Nevertheless, Indonesia with its own Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution (Arbitration Law), while also participating as the member states of the New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958), is subject to two different provisions for arbitral award annulment. For example, the provisions for the arbitral award annulment in UUAAPS is only applicable for national arbitral award, while the annulment provision in New York Convention 1958 applies to foreign arbitral award. However, an arbitral award may contain foreign elements, which often results in different interpretations in its implementation and influences the application of the Arbitration Law and the New York Convention 1958. This event falls within the scope of Private International Law’s studies because it raises the question of "Which district court has the authority to adjudicate the annulment of arbitral awards containing the foreign elements?" Through normative-juridical research, this undergraduate thesis will analyse the practice of Indonesian district court’s authority in adjudicating the annulment of said arbitral award in relation to the application of existing arbitration annulment regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Rizqiyatul Himmah
"Kondisi Indonesia yang saat ini telah menjadi salah satu negara anggota New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958) membuka peluang bagi putusan arbitrase internasional untuk dapat diakui dan dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia. Dalam hal ini klasifikasi suatu putusan arbitrase, apakah merupakan putusan arbitrase internasional atau putusan arbitrase nasional, menjadi penting karena berpengaruh terhadap kewenangan pengadilan terhadap perkara arbitrase internasional. Namun pada praktiknya dijumpai adanya perbedaan persepsi mengenai putusan arbitrase internasional menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Undang-Undang Arbitrase) dan konvensi internasional.
Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif skripsi ini akan memberikan analisis mengenai aspek-aspek Hukum Perdata Internasional serta analisis mengenai pertimbangan hukum para hakim di Indonesia dalam pengklasifikasian putusan arbitrase internasional pada perkara Nomor 144/K/Pdt/2012 dan perkara Nomor 175/PDT/2018/PT.DKI. Selain itu juga ditemukan keperluan atas keselarasan pengaturan mengenai putusan arbitrase internasional dalam Undang-Undang Arbitrase dan konvensi-konvensi internasional demi mencapai kepastian hukum.

The condition of Indonesia which is one of the member country of the New York Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958) give an opportunity to the recognition and enforcement of foreign arbitral awards in the jurisdiction of Indonesia. According to this condition the classification of arbitral awards, whether international arbitral award or national arbitral award, is important because it could affects the authority of the national court against international arbitration cases. In fact, there is a different perspective about international arbitral awards under the Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution (Arbitration Law) and international convention.
By using juridical normative approach, this thesis would give an analysis about the Private International Aspects and law considerations of Indonesian judges in the classification of international arbitral awards on case No. 144/K/Pdt/2012 and case No. 175/PDT/2018/PT.DKI. In addition, it is also requiring the regulation conformity of international arbitral awards under Arbitration Law and international conventions in order to attain the legal certainty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>