Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186268 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Faza Satrio
"Aluminium dan paduan Aluminium adalah bahan yang paling banyak digunakan kedua di dunia. Aluminium Silikon (Al-Si)  dipanaskan pada suhu 500 oC dengan 4 waktu berbeda 30, 60, 180, dan 240 menit untuk memodifikasi sifat korosinya. Paduan ini akan diterapkan sebagai rangkaian string, di mana ia mengalami berbagai lingkungan yang parah. XRD (X-ray Difraction) dan Potensiostat digunakan untuk menentukan fase dan struktur dan perilaku korosi masing-masing sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur sampel masih didominasi oleh struktur Aluminium Face Center Cubic, dan fasa yang diperoleh dimiliki oleh aluminium dan silikon. Ketahanan korosi juga dipengaruhi oleh waktu perlakuan panas yang bervariasi. Potensi korosi dan perubahan arus Korosi sebagai fungsi dari waktu perlakuan panas. Laju korosi diperoleh dengan melihat titik potong sumbu X dan Y pada kurva LSV. Paduan yang tidak diberikan perlakuan panas memiliki laju korosi 0,299 dan 0,201 mm/year pada suhu 10 dan 25oC. Perlakuan panas dengan variasi waktu 30, 60, 180, dan 240 menit merubah laju korosi paduan menjadi 0,75, 0,494, 0,387, dan 0,477 mm/year pada pengujian korosi dengan suhu 10oC, sementara pada pengujian dengan suhu 25oC laju korosi paduan berubah menjadi 0,175, 0,088, 3,36 , dan 1,74 mm/year pada pengujian korosi dengan suhu 25oC. Ukuran rata-rata kristal dan microstrain juga diperoleh dengan metode Williamson-Hall. Paduan yang tidak diberikan perlakuan memiliki ukuran rata-rata kristal 63,024 nm. Pemberian perlakuan panas dengan variasi waktu 30, 60, 180,dan 240 menit merubah ukuran rata-rata kristal menjadi 231,09 , 115,55, 90,47, dan  55,46 nm. Kesimpulannya bahwa perlakuan panas dan variasi waktunya sangat mempengaruhi struktur dan perilaku korosi paduan Al-Si karena rekristalisasi yang terjadi akibat perlakuan panas yang diberikan.

Aluminum and aluminum alloys are the second most widely used materials in the world. Aluminum Silicon (Al-Si)  heated at 500 oC with 4 different times of 30, 60, 180, and 240 minutes to modify its corrosion properties. This alloy will be applied as a string set, where it experiences various severe environments. XRD (X-ray Difraction ) and Potentiostat are used to determine the phase and structure and corrosion behaviour of each sample. The results showed that the samples structure was still dominated by the Aluminium Face Center Cubic structure, and the phase obtained was owned by aluminium and silicon. Corrosion resistance is also affected by variated heat treatment times. Potential corrosion and change in current Corrosion as a function of heat treatment time. Corrosion rate is obtained by looking at the intersection points of the X and Y axes on the LSV curve. Alloys not given heat treatment have corrosion rates of 0.299 and 0.201 (mm/year) at temperatures of 10 and 25oC. Heat treatment with time variations of 30, 60, 180, and 240 minutes changes the alloy corrosion rate to 0.75, 0.494, 0.387, and 0.477 (mm/year) on corrosion testing at 10oC, while testing at 25oC at corrosion rate of alloys changed to 0.175, 0.088, 3.36, and 1.74 (mm / year) on corrosion testing with a temperature of 25oC. The average size of crystals and microstrains were also obtained by the Williamson-Hall method. The alloys that were not treated had an average crystal size of 63,024 nm. Provision of heat treatment with time variations of 30, 60, 180, and 240 minutes to change the average size of crystals to 231.09, 115.55, 90.47, and 55.46 nm. The conclusion is that heat treatment and time variation greatly affect the structure and corrosion behaviour of Al-Si alloys due to the recrystallization that occurs due to the heat treatment process."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novendra Darwis
"Aluminium adalah bahan yang paling banyak digunakan kedua di dunia, aplikasi Aluminium harus dimodifikasi dengan menambahkan elemen tertentu atau proses lainnya untuk meningkatkan sifat mekanik dan ketahanan korosi pada material. Paduan AC4C ini adalah paduan aluminium-silikon yang memiliki komposisi Al sebesar 92,69 wt%, Si sebesar 6,76 wt%, Mn sebesar 0,25 wt%, Fe sebesar 0,21 wt%, dan Ag sebesar 0,09 wt%. Dalam penelitian ini aluminium AC4C diberikan kompresi dengan  beban vertikal dalam 5 variasi yaitu 0 Ton, 3 Ton, 5 Ton, 7 Ton dan 9 Ton. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati sifat korosi, perubahan struktur, yang disebabkan oleh kompresi. Karakterisasi menggunakan XRD (X-ray Difraction) untuk mengamati fase dan struktur. Hasil menunjukkan pola difraksi yang berbeda dari satu sampel tanpa kompresi dengan sampel ditekan. Hasil penelitian menunjukan bahwa sampel dengan variasi beban 3 Ton, 5 Ton, 7 Ton dan 9 Ton tidak merubah struktur kristal dari sampel yaitu face center cubic dan fasa yang didapat didominasi oleh aluminium dan silicon, ukuran kristal yang didapat tidak menunjukan adanya trend atau kecendrungan, pada beban 0 Ton, 3 Ton, 5 Ton, 7 Ton, 9 Ton menghasilkan ukuran kristal 57,44 nm, 53,81 nm, 90,47 nm, 90,47 nm, 439,42 nm. Pengujian korosi dalam larutan 3,5% NaCl pada suhu 10ºC dan 25ºC dilakukan dengan cara polarisasi potensiodinamik. Hasilnya menunjukkan Potensial dan arus  korosi yang berbeda untuk setiap sampel. Hasil Laju korosi pada suhu 10ºC adalah 2,9 x 10-1 mm/tahun dan 25ºC adalah 2,1 x 10-1 mm/tahun untuk yang sampel tidak diberikan variasi beban. Hasil laju korosi pada suhu 10ºC dengan beban 3 Ton adalah 8,6 x 10-1 mm/tahun, 5 Ton adalah 2,7 x 10-1 mm/tahun, 7 Ton adalah 1,9 x 10-1, 9 Ton adalah 2,8 x 10-1 mm/tahun dan hasil laju korosi pada suhu 25ºC dengan beban 3 ton adalah 1,6 x 10-1 mm/tahun, 5 Ton adalah 2,8 x 10-1mm/tahun, 7 Ton adalah 9,9 x 10-1mm/tahun, 9 Ton adalah  2,02 x 10-1 mm/tahun. Menggunakan data laju Korosi, masa pakai material bisa diprediksi.

Aluminum is the most widely used material in the world, Aluminum applications must support certain elements or other processes to improve mechanical properties and corrosion resistance in materials. This AC4C alloy is an aluminum-silicon alloy which has an composition of Al 92.69 wt%, Si 6.76 wt%, Mn 0.25 wt%, Fe 0.21 wt%, and Ag 0.09 wt %. In this study, aluminum AC4C was given compression with vertical loads in 5 variations, namely 0 Ton, 3 Ton, 5 Ton, 7 Ton and 9 Ton. The purpose of this study is to discuss the nature of corrosion, changes in structure, caused by compression. Characterization uses XRD (X-ray Diffraction) for phase regulation and structure. The results choose a diffraction pattern that is different from one sample without compression with the sample compressed. The results showed a sample with a variation of load 3 Ton, 5 Ton,  Ton and 9 Ton did not change the crystal structure of the sample ie face center cubic and the phase obtained by aluminum and silicon, the size of the crystal obtained did not show trends or trends, at a load of 0 Ton, 3 Ton, 5 Ton, 7 Ton, 9 Ton produce crystal sizes of 57.44 nm, 53.81 nm, 90.47 nm, 90.47 nm, 439.42 nm. Corrosion testing in testing 3.5% NaCl at temperatures of 10ºC and 25ºC was done by polarizing potentiodynamics. Show the different potential and correction currents for each sample. Results Corrosion rate at 10ºC is 2.9 x 10-1 mm/year and 25ºC is 2.1 x 10-1 mm/year for samples that do not provide load variations. Results Corrosion speed at 10ºC with a load of 3 Ton is 8.6 x 10-1 mm /year, 5 Ton is 2.7 x 10-1 mm/year, 7 Ton is 1.9 x 10-1 mm/year, 9 Ton is 2.8 x 10-1 mm/year and the results of corrosion rate at 25ºC with a load of 3 Ton is 1.6 x 10-1 mm/year, 5 Ton is 2.8 x 10-1 mm/year, 7 Ton is 9.9 x 10-1 mm/year, 9 Ton is 2.02 x 10-1 mm/year. Using Corrosion rate data, material lifetime can be predicted.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aditya Ibnu Islamsyah
"Paduan aluminium seri 7xxx merupakan kelompok paduan aluminium yang memiliki kekuatan paling tinggi dibandingkan dengan seri lainnya. Dalam penelitian ini digunakan paduan aluminium seri 7075. Paduan ini banyak digunakan pada industri pesawat terbang, seperti struktur rangka utama pesawat, dan bagian atas dari sayap pesawat. Bagian tersebut membutuhkan material dengan performa tinggi, karena menuntut kekuatan terhadap kompresi (compression) dan tarikan (tension) secara bersamaan atau dengan kata lain terjadi bending. Seiring tuntutan zaman dan kemajuan dunia industri, mengandalkan karakteristik aluminium murni saja tidak cukup. Oleh karena itu diperlukan adanya pencampuran atau paduan (alloying) dari unsur yang berbeda, untuk menambah kekuatan dari aluminium. Namun, pencampuran unsur serta penguatan tersebut akan mengurangi ketahanan aluminium terhadap korosi, terlebih seperti diketahui bahwa pesawat terbang dioperasikan pada berbagai perubahan suhu dan lingkungan yang cukup ekstrem. Dunia penerbangan menuntut setiap unsur apapun yang terlibat didalamnya bekerja dalam kondisi yang ‘sempurna’. Oleh karena itu, masalah korosi menjadi ancaman tersendiri bagi dunia penerbangan. Korosi dapat menyebabkan kegagalan struktur pada pesawat terbang, hingga menyebabkan kecelakaan. Oleh karena itu praktisi industri melakukan peningkatan ketahanan terhadap korosi material salah satunya dengan proses perlakuan panas (heat treatment). Tujuan perlakuan panas tersebut adalah mengubah keadaan mikrostruktur material. Pada paduan aluminium, sifat korosi sangat dipengaruhi oleh keadaan mikrostruktur, khususnya bentuk, ukuran, dan komposisi kimia partikel intermetallic. Salah satu faktor yang berperan penting pada hasil akhir keadaan mikrostruktur adalah bagaimana proses dan prosedur quenching dilakukan setelah proses perlakuan panas. Dengan melakukan variasi terhadap waktu delay quenching, maka akan menghasilkan material dengan mikrostruktur yang berbeda, sehingga menghasilkan perubahan sifat korosi yang berbeda pula dari paduan aluminium seri 7075.

7xxx aluminum alloy is a group of aluminum alloys that have a highest strength than any other series of aluminum alloy. This study uses 7075 aluminum alloy. This type of alloy is widely used in the aircraft industry, such as the aircraft's main frame structure, and the upper part of the aircraft's wings. This section requires high-performance material because it demands strength against compression (compression) and pulls (tension) simultaneously or in other words bending occurs. Along with the demands of the times and the progress of the industrial world, relying on the characteristics of pure aluminum is not enough. Therefore, mixing or alloying is needed from different elements, to increase the strength of aluminum. However, mixing elements and reinforcement will reduce the resistance of aluminum to corrosion, especially as it is known that airplanes are operated at various temperature changes and the environment is quite extreme. The world of aviation demands every element involved in working in 'perfect' conditions. Therefore, the problem of corrosion is a threat to the world of aviation. Corrosion can cause structural failure in aircraft, causing accidents. Therefore, industrial practitioners have been increasing material corrosion resistance, one of which through the heat treatment process. The goal of the heat treatment is to change the microstructure of the material. In aluminum alloys, the corrosion properties are strongly influenced by the microstructural condition, particularly the shape, size and chemical composition of the intermetallic particles. One of the factors that play an important role in the final result of the microstructural condition is how the quenching process and procedure is carried out after the heat treatment process. By varying the quenching delay time, it will produce a material with a different microstructure, resulting in changes of corrosion properties of the 7075 series aluminum alloy."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Amadeo Christoffer
"Casting Aluminium telah menjadi salah satu material terpenting dalam industri. AC4C adalah salah satu dari banyak paduan Silikon-Aluminium yang digunakan ketika ketahanan terhadap korosi, kemampuan castability yang baik dan rasio kekuatan-terhadap-berat yang tinggi diperlukan. Paduan aluminium AC4C yang digunakan sebagai string set dibuat dengan komposisi Al 92,69% berat, Si 6,76% berat, Mn 0,25% berat, Fe 0,21% berat, Ag 0,09% berat. Terdapat penelitian tentang peningkatan ketahanan korosi dari casting aluminium yang sangat bervariasi dari metode casting yang digunakan, perawatan, penambahan impuritas, dan perlakuan pada permukaan. Dalam penelitian ini, sampel AC4C dianodisasi dalam larutan H2SO4 7,5 °C 5 M dalam 30, 60, dan 90 menit dengan sumber listrik DC 5V yang mengalirkan rapat arus 22,6mA/cm2 . Setelah itu, sampel disegel (sealing) dalam air mendidih selama 15 menit sebelum diuji perilaku korosinya. Pengujian dilakukan dengan melakukan polarisasi potensiodinamik dalam larutan NaCl 3,5% untuk setiap sampel. Difraksi sinar-X digunakan untuk menentukan fase dan struktur kristal sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan meningkatkan waktu anodisasi, didapatkan perubahan pada perilaku korosi material AC4C. Hasil menunjukkan bahwa dengan peningkatan waktu anodisasi, laju korosi menurun dari nilai awal yaitu 2,01 x 10-1 mm/tahun menjadi 2,72 x 10-2 mm/year.

Al-Si is one of many Silicon-Aluminium alloy used when corrosion resistance, good castability and high strength-to-weight ratio are required. This Al-Si alloy were used as string set were made with composition of Al 92.69 wt%, Si 6.76 wt%, Mn 0.25 wt%, Fe 0.21 wt%, Ag 0.09 wt%. There have been many studies on improving corrosion resistance of casting aluminium vary widely from the casting methods used, treatments, adding impurities, and surface finishing. In this research, AC4C samples were anodized in 7.5 °C H2SO4 solution in 30, 60, and 90 minutes with DC of 5V potential. Afterwards, samples were sealed in boiling water for 15 minutes before being tested for its corrosion behavior. Tests were carried out by performing potentiodynamic polarization in 3.5% NaCl solution for each sample. X-ray diffraction were used to determine the phases and crystal structure of the samples. The results show that by increasing the anodization time, the corrosion rate decreases from the initial of 2,01 x 10-1 mm/year to 2,72 x 10-2 mm/year.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donnie Indrawan
"Aluminium 2024 (Al 2024) merupakan salah satu jenis paduan aluminium komersil dengan tembaga sebagai paduan utamanya. Jenis paduan ini sudah sejak lama digunakan dalam industri otomotif, penerbangan, dan militer. Keberadaan unsur Cu sebagai paduan utama memberikan efek penguatan pada segi mekanis tetapi melemahkan sifat korosinya. Anodisasi merupakan salah satu metode perlindungan aluminium paduan dari korosi menggunakan prinsip elektrokimia yang cepat, sederhana dan ekonomis. Variasi tegangan dan waktu dilakukan untuk melihat pengaruh parameter terhadap ketebalan serta ketahanan korosi Al 2024. Proses anodisasi dilakukan pada larutan H2SO4 30% pada temperatur ruang.
Hasil dari material anodisasi kemudian diuji pada medium korosif NaCl 3,5% selama 6 hari melalui proses immersion test. Ketebalan lapisan oksida paling efektif diperoleh pada anodisasi dengan parameter tegangan 15 V dan waktu 10 menit. Sebagian besar sampel uji menunjukkan trend yang sama dan indikasi terjadinya korosi sumuran (pitting corrosion) disertai munculnya endapan pada permukaan. Perlakuan anodisasi yang memberikan proteksi berupa lapisan oksida dibuktikan dengan kehadiran fasa α-Al2O3 and ɣ-Al2O3 dalam pengujian XRD. Pengamatan SEM dan mikroskop optik memperlihatkan penampakan permukaan Al 2024 setelah 6 hari immersion test pada larutan NaCl 3,5%.

Aluminium Alloy 2024 (Al 2024) is one of commercial alloy with copper as the main alloy. This alloy has been used in many industrial application such as automotive, aerospace, and military. Copper as a major alloying elements gives a mechanical strengthening effect but weaken the corrosion resistance. Anodizing is fast, simple, and economical method to protect aluminium from corrosion with the principal of electrochemical. The variations of anodizing voltage and time have been done with 30% H2SO4 electrolyte at room temperature to analyze its influence on thickness and corrosion behaviour of Al 2024.
Results of anodizing were then tested by immerse the samples in 3,5% NaCl solution for 6 days. The thickness of the oxide layer is most effective with the parameters obtained in anodizing voltage of 15 V and 10 minutes. Most of samples show the similar trend and indications of pitting corrosion along with the presence of deposition on its surface. Anodizing proccess gives the protection layer aluminium oxide which is proved by the presence of α-Al2O3 and ɣ-Al2O3 phase in XRD testing. SEM and optical microscope observation show the surface appearence of Al 2024 after immersion test for 6 days in 3,5% NaCl solution.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadli Nur Cahyo
"Penggunaan paduan aluminium silikon sering kali digunakan pada bidang industri, terutama industri otomotif. Paduan aluminium silikon memiliki ketahanan aus dan korosi yang baik. Namun, perlunya untuk meningkatkan lagi sifat ketahanan korosi pada paduan tersebut. Penelitian ini menguji pada paduan aluminium silikon dalam kondisi melalui proses perlakuan panas dan tidak mengalami proses perlakuan panas. Perlakuan panas yang dilakukan Al-Si solution heat treatment dengan suhu 510°C dan artificial aging pada suhu 171°C. Pengujian yang dilakukan yaitu Fluoresensi sinar-X, Difraksi sinar-X, Uji Elektrokimia metode Linear Sweep Voltammetry (LSV) dan Cyclic Voltammetry (CV). Dengan dilakukannya perlakuan panas tanpa artificial aging mengakibatkan memiliki nilai laju korosi tertinggi dengan nilai 0,176 mm/tahun pada larutan 3,5 wt% NaCl dan 0,258 mm/tahun pada larutan 10.5 wt% NaCl. Dilakukannya proses artificial aging memiliki nilai laju korosi yang rendah dengan nilai 0,074 mm/tahun pada larutan 3,5 wt% NaCl selama 10 jam dan 0,154 mm/year pada larutan 10.5 wt% NaCl selama 5 jam. Hasilnya menunjukkan perlakuan panas dengan proses artificial aging berdampak pada bergesernya sudut peak dan meningkatkan ketahanan korosi yang baik.

The use of silicon aluminum alloys is often used in industrial fields, especially the automotive industry. Silicon aluminum alloys have good wear and corrosion resistance. However, it is necessary to increase the corrosion resistance properties of the alloy again. This study tested aluminum-silicon alloys under conditions of heat treatment and did not undergo heat treatment. The heat treatment carried out by Al-Si solution heat treatment with a temperature of 510°C and artificial aging at a temperature of 171°C. Tests carried out are X-ray Floresecence, X-ray Diffraction, Electrochemical Test Linear Sweep Voltammetry (LSV) and Cyclic Voltammetry (CV) methods. With heat treatment applied without artificial aging, it has the highest corrosion rate with a value of 0,176 mm/year in a solution of 3,5 wt% NaCl and 0,258 mm/year in a solution of 10,5wt% NaCl. The artificial aging process has a low corrosion rate with a value of 0,074 mm/year in a solution of 3,5 wt% NaCl on sample with 10 hours of aging and 0,154 mm/year in a solution of 10,5 wt% NaCl on sample with 5 hours of aging. The results show that heat treatment has an impact on shifting the peak angle and increases good corrosion resistance."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliya Qonita
"Pemilihan biomaterial yang dapat digunakan dalam aplikasi bahan implan perlu berdasarkan pada kompabilitas tubuh manusia, sehingga bahan implan memiliki sifat optimal yang akan bertahan lama tanpa menunjukkan penolakan selama ditanam dalam tubuh manusia. Paduan Co-Cr-Mo merupakan salah satu bahan yang dapat diaplikasikan sebagai implan biomedis. Karena paduan ini telah memenuhi persyaratan bahan yang dapat digunakan sebagai implan tubuh, seperti ketahanan korosi yang tinggi. Sintesis paduan Co-20.3Cr-6.1Mo dengan penambahan variasi unsur mangan sebesar 5 wt% dan 7.5 wt%. Paduan diberikan perlakuan metode panas selama 65 jam pada temperatur 700 oC. Pemberian perlakuan panas diharapkan dapat meningkatkan sifat ketahanan korosi, sifat mikro dan sifat mekanik paduan. Karakterisasi dilakukan menggunakan difraksi sinar-X, serta pengujian ketahanan korosi menggunakan Potensio Dinamis dalam temperatur ruang dan temperatur 38 oC. Pola difraksi sinar-X dan ketahanan korosi menunjukkan hasil yang berbeda untuk masing-masing sampel. Hasil menunjukkan bahwa struktur dan ketahanan korosi paduan ini sangat dipengaruhi akibat adanya pemberian perlakuan panas pada paduan. Dimana paduan yang mengalami heat treatment memiliki laju korosi yang lebih baik dibandingkan spesimen tanpa mengalami heat treatment.

The selection of biomaterials that can be used in implant material applications needs to be based on human body compatibility, so that implant material has optimal properties that will last a long time without showing rejection during implantation in the human body. Co-Cr-Mo alloy is a material that can be applied as a biomedical implant. Because this alloy has met the requirements of materials that can be used as body implants, such as high corrosion resistance. Synthesis of Co-20.3Cr-6.1Mo alloy with the addition of manganese elements 5% by weight and 7.5% by weight. This alloy is given a heat treatment method for 65 hours at a temperature of 700 oC. Provision of heat treatment is expected to increase corrosion resistance, microstructure and mechanical properties of the alloy. Characterization was carried out using X-ray diffraction, as well as corrosion resistance testing using Dynamic Potensio at room temperature and 38 oC. X-ray diffraction patterns and corrosion resistance show different results for each sample. The results show that the structure and corrosion resistance of these alloys is greatly affected due to the heat treatment given to the alloy. Where the alloys undergoing heat treatment have a better corrosion rate than specimens without undergoing heat treatment."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koresy Mangaraja Yanpieter
"ABSTRAK
Perbedaan konsentrasi yang ditambahkan pada baja karbon rendah mempengaruhi perilaku inhibisi ekstrak ubi ungu dalam larutan NaCl kadar 3,5% pada temperatur 500C telah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode kehilangan berat. Ekstrak ubi ungu sebagai green inhibitor digunakan karena mengandung senyawa antioksidan yang dapat menghambat laju korosi. Pada penelitian ini, waktu perendaman sampel baja karbon rendah untuk semua konsentrasi sama, yaitu selama 4 hari. Hasil penelitian menunjukkan ubi ungu sebagai inhibitor korosi efektif untuk baja karbon rendah dalam larutan NaCl kadar 3,5% pada temperatur 500C, karena dapat menghambat laju korosi secara cukup baik dengan efisiensi sebesar 21,3-31,27 % dengan penambahan konsentrasi ekstrak ubi ungu sebesar 4-6 ml.

ABSTRACT
The differences of concentration were added on low carbon steel affecting the behavioral inhibition of purple sweet potato in NaCl solution levels of 3,5% has been investigated using weight loss method. Purple sweet potato extract as green inhibitor is used because contains of antioxidant compounds that can be inhibiting the corrosion rate. In this experiment, the immersion time of low carbon steel for all the conditional concentrations are equal, it?s about 4 days. Results of this experiment showed that purple sweet potato extract as corrosion inhibitor is effective for low carbon steel in NaCl solution levels of 3,5% at temperature 500C because can be inhibiting corrosion rate fairly with an efficiency of 21,3-31,27% with addition concentration of purple sweet potato are 4-6 ml. "
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S882
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Octavian
"Toleransi kerusakan yang unggul dibandingkan produk komersial lainnya menjadikan paduan aluminium 2091 banyak digunakan dalam industri dirgantara. Sifatnya yang ringan, low density, dan ketahanan korosi yang baik membuat paduan aluminium 2091 menjadi material kategori paduan aluminium-lithium yang dapat mengurangi berat total dengan baik. Berbagai macam perlakuan panas dikembangkan untuk mendapatkan variasi sifat yang akan digunakan dalam pengaplikasian tertentu. Faktor-faktor seperti konstituen pembentuk paduan, aging time, dan temperatur aging dapat memodifikasi struktur dan sifat elektrokimia paduan. Penelitian ini dilakukan guna mempelajari pengaruh aging time terhadap parameter struktural dan sifat korosi paduan aluminium 2091. Solution treatment pada temperatur 525°C selama 5 jam dan quenching pada media air dalam suhu kamar dilakukan sebelum dikenakan perlakuan aging time. Variasi aging time berlangsung selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Sifat korosi dipelajari dengan polarisasi potensiodinamik dalam larutan elektrolit bioethanol 98% variasi temperatur 5°C, 25°C, dan 43°C. X-ray diffraction dilakukan untuk mengamati fasa dan perubahan struktur paduan. Linear sweep voltammetry dan cyclic voltammetry dilaksanakan untuk menganalisis laju korosi dan reversibilitas reaksi. Sebagai hasilnya, perubahan parameter struktural dan laju korosi bergantung dengan perlakuan panas aging time karena pengaruh fasa intermetalik yang terbentuk. Meskipun begitu, laju korosi pada temperatur elektrolit yang rendah juga memiliki nilai yang lebih rendah. Laju korosi paling cepat ditemukan pada sampel 24 jam bernilai 5.453 × 10^-2 mmpy dalam bioethanol dengan temperatur 43°C. Data voltamogram menunjukkan reaksi bersifat tidak reversibel.

Excellent damage tolerance compared to commercial products makes aluminium 2091 alloy is widely used in the aerospace industry. Its light weighted, low density, and good corrosion resistance make aluminum 2091 an aluminum-lithium category material that can reduce total weight nicely. Various kind of heat treatments have developed to obtain properties modification that will be used in certain applications. Factors such as alloying elements, aging time, and aging temperature can affect structure and electrochemical properties of the alloy. This research was meant to study the effect of aging time on structural parameters and corrosion properties of aluminum alloy 2091. Solution treatment at 525°C for 5 hours and water-based rapid cooling at room temperature were carried out before aging treatments. Variation in aging time lasts for 24 hours, 48 hours, and 72 hours. Corrosion properties were studied by potentiodynamic polarization in bioethanol 98% electrolyte solutions with temperature variation of 5°C, 25°C, and 43°C. X-ray diffraction was done to observe the phase and change in the alloy structure. Linear sweep voltammetry and cyclic voltammetry were carried out to analyze corrosion rates and reaction reversibility. As a result, changes in structural parameters and corrosion rates very dependent on aging time due to the influence of the intermetallic phase. However, corrosion rates at low electrolyte temperatures also have lower values. The fastest corrosion rate was found in a 24 hours sample of aging, with a value of 5.453 × 10^-2 mmpy in bioethanol at 43°C. Voltamogram result data shows the reaction is not reversible."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hanafiah
"Perkembangan biomaterial berbasis Zn mulai banyak digunakan sebagai aplikasi medis yang memiliki sifat utama yaitu biodegradable. Penggunaan paduan Zn sebagai aplikasi biomaterial sudah mulai digunakan pada sekitar tahun 2011 tetapi masih memerlukan beberapa material pendukung agar mampu memaksimalkan sifat mekanik dan ketahanan degradasi pada paduan Zn. Paduan utama Zn memiliki nilai laju degradasi yang sudah cukup baik tetapi memerlukan unsur pendukung agar dapat memperbaiki sifat mekaniknya. Penelitian ini dilakukan untuk mendukung aplikasi biomaterial berbasis Zn dengan penambahan unsur lain agar mampu memperbaiki sifat mekanik dan laju degradasi. Pada penelitian ini unsur yang ditambahkan yaitu zirkonium (Zr) dan Mangan (Mn) dengan komposisi Zr sebesar 1% dan komposisi Mn sebesar 0.25%, 0.50%, dan 1%. Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan cara membuat sampel dengan pengecoran pada temperature 650-750°C dan dilanjutkan pengujian mikrostruktur dan perilaku korosi. Dari hasil analisa mikrostruktur, penambahan variasi Mn pada paduan Zn-1Zr akan membentuk banyak presipitat apabila semakin banyak kandungan Mn yang diberikan dan pada kandungan tersebut, ukuran butir yang dihasilkan lebih kecil dan halus. Pengujian polarisasi dilakukan untuk mengetahui perilaku korosi. Laju korosi yang dihasilkan menunjukan bahwa semakin banyak penambahan unsur Mn pada paduan Zn-1Zr maka laju korosi yang dihasilkan semakin tinggi.

The development of Zn-based biomaterials has been widely used in medical applications due to their main characteristic of biodegradability. The use of Zn alloys as biomaterial applications started around 2011 but still requires some supporting materials to maximize the mechanical properties and degradation resistance of Zn alloys. The main Zn alloy has a decent degradation rate but requires supporting elements to improve its mechanical properties. This research aims to support Zn-based biomaterial applications by adding other elements to enhance the mechanical properties and degradation rate. In this study, zirconium (Zr) and manganese (Mn) were added with a composition of 1% Zr and Mn compositions of 0.25%, 0.50%, and 1%. The research method used in this study involved creating samples through casting at a temperature of 650-750°C, followed by microstructure analysis and corrosion behavior testing. The microstructure analysis results showed that the addition of various Mn compositions to the Zn-1Zr alloy would form numerous precipitates with an increase in Mn content. At this content level, the resulting grain size is smaller and finer. A polarization test was carried out to determine the corrosion. The corrosion rate demonstrated that the higher the addition of Mn to the Zn-1Zr alloy, the higher the resulting corrosion rate."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>