Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194247 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vera Notariza
"ABSTRAK
Salah satu sebab perpindahan hak menurut hukum islam adalah dengan hibah. Penarikan kembali hibah orang tua terhadap anaknya dapat dinyatakan dengan Pembatalan Hibah. Di dalam hukum islam tidak mengatur ketentuan mengenai pembatalan hibah dari orang tua terhadap anaknya, namun yang diatur adalah ketentuan mengenai penarikan kembali hibah orang tua terhadap anaknya. Penulis berpendapat bahwa pembatalan hibah merupakan bentuk dari perbuatan penarikan kembali hibah orang tua terhadap anaknya sebagaimana diatur ketentuannya dalam hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam. Dalam tesis ini penulis membahas mengenai hibah berupa tanah berikut bangunan yang diberikan oleh Rusdy Bobsaid kepada anaknya yang bernama Abdul Basith. Hibah tersebut dibuat dihadapan Notaris/PPAT Kamiliah Bahasuan. 4 (empat) tahun kemudian Rusdy Bobsaid mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Gresik yang dalam gugatannya ia meminta untuk dibatalkannya akta hibah tersebut karena ia mengatakan bahwa anaknya bukan penerima hibah yang sah
karena usianya masih dibawah umur kala itu dan adanya kesalahan penulisan nomor Sertipikat di dalam akta tersebut sehingga menyebabkan akta menjadi cacat hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis dan dianalisa secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum yang timbul dari harta hibah yang dimohonkan pembatalan pada Pengadilan Agama dengan adanya putusan pembatalan hibah yang telah berkekuatan hukum tetap menjadikan kepemilikan atas harta hibah tersebut akan kembali kepada pemberi hibah dan Jika seorang PPAT melakukan pelanggaran terkait kewenangannya maka tindakan yang dapat dilakukan adalah memberikan surat teguran kepada PPAT yang bersangkutan.

ABSTRACT
One reason for the transfer of rights according to islamic law is with grants. Withdrawal of parent grants to their children can be stated with Grant Cancellation. Islamic law does not regulate the provisions regarding the cancellation of grants from parents to their children, but what is regulated is the provisions regarding withdrawal of parent grants to their children. The author believes that the cancellation of the grant is a form of withdrawal of parents' grants to their children as stipulated in the provisions of Islamic law and Compilation of Islamic Law. In this thesis the author discusses the grants in the form of land and buildings given by Rusdy Bobsaid to his son named Abdul Basith. The grant was made by Notary/PPAT Kamiliah Bahasuan. 4 (four) years
later Rusdy Bobsaid filed a lawsuit to the Gresik Religious Court, which in his lawsuit he asked for the cancellation of the grant deed because he said that his son was not a legitimate recipient of the grant due to his underage age and there was an error writing of the certificate number in the deed thus causes the deed to become legally flawed.
This study uses normative juridical research methods with descriptive analytical research types and analyzed qualitatively. The results of the research show that the legal consequences arising from the grant property being requested for cancellation at the Religious Court with the decision to cancel the grant that has legal force make the
ownership of the said grant property return to the grantor and if the PPAT violates the authority then the action can be done is giving a warning letter to the PPAT concerned."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Rahmat
"Penelitian ini membahas mengenai Pembatalan hibah oleh orangtua kepada anak dan kesalahan penulisan dalam akta hibah oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Gresik Nomor 1384/Pdt.G/2018/PA.Gs). Adapun masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) Apakah pembatalan hibah pada Putusan Pengadilan Agama Gresik nomor 1384/Pdt.G/2018/PA.Gs telah sesuai dengan ketentuan. (2) Bagaimana akibat hukum atas kesalahan penulisan dalam akta hibah yang dibuat oleh PPAT. Penelitian ini merupakan suatu penelitian hukum yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Penelitian yuridis normatif diarahkan pada perolehan data mengenai teori, pengaturan, serta informasi terkait dengan pokok permasalahan. Penulis menggunakan tipologi penelitian deskriptif dan evaluatif dimana peneliti mencoba menggambarkan konsep hibah dalam syariat Islam dan kaitannya dengan peran PPAT sebagai pembuat akta hibah dan praktik pelaksanaan pembatalan akta hibah pada putusan Pengadilan Agama dengan peraturan perundangan -undangan terkait yang berkenaan dengan PPAT. Bentuk hasil penelitiannya yaitu deskriptif evaluatif. Hasil analisa adalah Pengadilan Agama Gresik memutuskan hibah tersebut batal demi hukum dan obyek hibah dikembalikan pada pemberi hibah. Dikarenakan obyek hibah telah disertifikatkan atas nama penerima hibah, memerintahkan pihak Badan Pertanahan Nasional Gresik untuk merubah pemilik sertifikat Hak Milik nomor 508 dari atas nama Penerima Hibah menjadi atas nama Pemberi Hibah. Untuk kesalahan penulisan dalam nomor obyek tanah atas akta hibah yang dibuat PPAT, PPAT harus segera memperbaiki akta tersebut sesuai dengan koreksi yang disampaikan oleh BPN

This study discusses the legal consequences of a cancellation of a grant deed by a parent to his child and the responsibility of the land deed conveyancer (Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)) due to an administrative flaw by examining Case Study Verdict Number 1384 / Pdt.G / 2018 / PA.Gs. This research is a yuridis normative legal research, in which research was conducted through the use of secondary data. Using an evaluative and descriptive approach, I analyse data systematically to evaluate the decision of the Religious Court regarding the cancellation of a grant with relevant laws and regulations related to the PPAT. The main finding of this study is that the Gresik Religious Court ruled that the grant was null and void and the object of the grant was returned to the grantor. Because the object had been certified in the name of the recipient of the grant, the Court ordered the Gresik National Land Agency to change the owner of the Certificate of Ownership number 508 from the name of the Grantee to the name of the Grant Giver. For the writing errors in the land object number for the deed made by PPAT, the PPAT must immediately correct the deed in accordance with the BPN correction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Athirah Zahra
"Penelitian ini membahas mengenai pembatalan akta autentik oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan berupa akta hibah yang dibuat oleh PPAT. Syarat objektif tidak terpenuhi pada akta hibah yang dibuat oleh PPAT. Hal ini dibuktikan dengan Akta Kesepakatan Bersama dan Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang menerangkan, bahwa objek hibah bukan milik pemberi hibah. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab PPAT terhadap akta hibah yang dibatalkan dan akibat hukum atas akta hibah yang dibatalkan oleh Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder atau bahan kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Analisis data disajikan secara preskriptif. Hasil analisis adalah pembatalan akta PPAT oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan bukan karena kelalaian dan kesalahan dari PPAT, melainkan karena kelalaian dan kesalahan dari para pihak dalam perjanjian sehingga pada kasus ini PPAT tidak memiliki tanggung jawab baik dalam perdata, maupun administrasi terhadap pembatalan akta hibah tersebut. Akibat hukum dari tidak terpenuhinya syarat objektif, maka akta hibah yang dibuat oleh PPAT batal demi hukum, perjanjian tersebut tidak berkekuatan hukum tetap dan dianggap tidak pernah ada suatu perikatan.

This thesis discusses the cancellation of an authentic deed by the South Jakarta Religious Court in the form of a grant deed made by PPAT. Objective requirements are not met in the deed of grant made by PPAT. This is evidenced by the Deed of Collective Agreement and Determination of the South Jakarta Religious Court which explains that the object of the grant does not belong to the grantor. The problems examined in this study are the PPAT's responsibility for the canceled grant deed and the legal consequences of the canceled grant deed by the South Jakarta Religious Court Decision. To answer these problems, normative legal research methods are used by using secondary data or library materials consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. Data analysis is presented prescriptively. The result of the analysis is that the cancellation of the PPAT deed by the South Jakarta Religious Court was not due to the negligence and fault of the PPAT, but because of the negligence and error of the parties in the agreement so that in this case PPAT has no responsibility both in civil and administrative matters for the cancellation of the grant deed. The legal consequences of not fulfilling the objective requirements, the grant deed made by the PPAT is null and void, the agreement has no permanent legal force and is considered to have never been an engagement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bellatric Andini Putri
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pembuatan akta hibah oleh Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) yang digugat oleh para ahli waris dari si penghibah setelah si penghibah meninggal dunia. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah keabsahan akta hibah yang melebihi batas maksimum hibah dan pertanggungjawaban Camat sebagai PPATS terkait pembatalan akta hibah yang melebihi batas maksimum hibah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian eksploratif dengan meneliti data sekunder, yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan hibah bagi umat muslim wajib mengikuti ketentuan berupa rukun dan syarat hibah yang telah ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam, termasuk ketentuan mengenai batas maksimum pelaksanaan hibah sebesar 1/3 (sepertiga) bagian harta benda si penghibah. Tidak dibenarkan bagi seorang penghibah untuk menyerahkan seluruh harta kekayaannya. Hal ini dikarenakan walaupun hibah dilakukan saat hidup, penghibah harus memperhatikan kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan saat ia meninggal. Tidak hanya berdampak bagi pemberi hibah, hibah juga akan berdampak pada eksistensi ahli waris dan perhitungan harta warisan. Haram hukumnya apabila hibah yang dilakukan merugikan hak-hak atau bagian yang seharusnya didapatkan oleh ahli waris. Dengan demikian, pemberian hibah yang melanggar ketentuan Pasal 210 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, berarti hibah tersebut telah melanggar syarat objektif perjanjian serta melanggar syarat seorang penghibah sebagaimana ditentukan dalam Hukum Islam sehingga hibah batal demi hukum. Dengan demikian, PPATS yang membuat akta hibah tersebut dapat bertanggung jawab secara administratif dan perdata. Adapun tanggung jawab PPATS secara administratif ialah berupa sanksi teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat, sedangkan secara perdata ialah PPATS dapat dimintakan ganti kerugian. Selain itu, tanggung jawab Camat yang juga merupakan PNS dapat diberikan Hukuman Disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis atau pernyataan tidak puas secara tertulis.

The background of this research is the making of a grant deed by the sub-district head as Temporary Land Deeds Official (PPATS) which was sued by the heirs of the grantor after the grantor died. The problems studied in this research are the validity of the grant deed that exceeds the maximum grant limit and how is the responsibility of the sub-district head as PPATS regarding the cancellation of the grant deed that exceeds the maximum grant limit. The research was conducted using doctrinal research with an analytical exploratory research typology by examining secondary data, which consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of the study show that the implementation of grants for Muslims must follow the provisions in the form of pillars and conditions for grants that have been determined in the Compilation of Islamic Law, including provisions regarding the maximum limit for the implementation of grants of 1/3 (one third) of the grantor's assets. It is not permissible for a benefactor to give up all of his wealth. This is because even though the grant was made while alive, the donor must pay attention to the welfare of the family left behind when he dies. Not only has an impact on the grantor, the grant will also have an impact on the existence of heirs and the calculation of inheritance. It is unlawful if the grant made harms the rights or portion that should be obtained by the heirs. Thus, giving a gift that violates the provisions of Article 210 paragraph (1) of the Compilation of Islamic Law means that the grant has violated the terms of the purpose of the agreement and violated the conditions of a donor as stipulated in Islamic Law so that the grant is null and void. Thus, the PPATS who made the grant deed can be responsible administratively and civilly. Administratively, PPATS' responsibilities are in the form of written warning, temporary dismissal, respectful dismissal, or dishonorable discharge, while civilly, PPATS can be asked for compensation. In addition, the responsibilities of the sub-district head, who is also a civil servant, can be given disciplinary punishment in the form of an oral warning, a written warning, or a written statement of dissatisfaction."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Nurpadaniah
"Penelitian ini menganalisis tentang akibat hukum dan tanggung jawab PPATS yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat menyebabkan kerugian kepada pihak. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini berdasarkan Putusan Nomor 970 K/Pdt/2019 mengenai akibat hukum dan tanggung jawab PPATS terhadap pembatalan akta hibah. Salah satu cara seseorang mengalihkan haknya secara hukum yaitu dengan hibah dengan dibuatkan akta hibah di hadapan PPAT dalam hal ini PPATS. Pemberian hibah dapat diberikan apabila tidak melanggar bagian ahli waris yang telah ditentukan dalam undang-undang, yang dimana bagian ahli waris menurut undang-undang memiliki bagian mutlak (legitieme portie) dan jika dilanggar maka ahli waris dapat menuntut haknya. Dalam hal ini, PPATS tidak membacakan akta, hanya dihadiri oleh satu orang saksi, tidak ditandatangani oleh PPATS pada saat itu juga dan tidak ada persetujuan dari para ahli waris yang menyebabkan melanggar peraturan perundang-undangan jabatan PPAT. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif bersifat deskriptif analitis dengan data sekunder. Akta hibah yang dibuat PPATS yang mengalami cacat secara hukum yang menyebabkan aktanya batal demi hukum. Perbuatan PPATS ini dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif dan secara perdata dengan sanksi berupa teguran tertulis dan ganti kerugian

This study analyzes the legal consequences and responsibilities of temporary land deeds that violate the provisions of laws and regulations and can cause parties losses. The issues raised in this study are based on Decision Number 970 K /Pdt/ 2019 regarding the legal consequences and responsibility of temporary PPAT for the cancellation of grant deeds. One of the ways a person transfers his rights legally is by a grant by making a grant deed before the PPAT in this case a temporary PPAT. Grants may be granted if they do not violate the share of heirs specified in the statute, whereby the statutory share of the heirs has an absolute share (legitime portie) and if violated then the heirs can claim their rights. In this case, the PPAT temporarily did not read out the deed, was only attended by one witness, was not signed by the temporary PPAT at that time and there was no approval from the heirs which led to the violation of the laws and regulations of the PPAT position. This research uses normative juridical research methods that are descriptive and analytical with secondary data. The legal materials used in this study are divided into three: primary legal sources consisting of civil law books, secondary legal sources consisting of legal journals, and tertiary legal sources consisting of legal dictionaries. The data analysis method used in this study is qualitative, namely data compiled in the form of narratives. A grant made by a temporary PPAT that is legally flawed causes the deed to be null and void. The actions of this temporary PPAT can be held administratively and civilly liable with sanctions in the form of written reprimands and compensation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sara Kurniawan
"Jaminan yang digunakan dalam kredit perbankan salah satunya adalah jaminan hak tanggungan. Hak Tanggungan sendiri diatur dalam UUHT. Dalam UUHT disebutkan bahwa pemberian hak tanggungan dilakukan dengan membuat APHT yang dibuat oleh PPAT sebagai pejabat umum. Dalam prakteknya seringkali terjadi pembuatan akta yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT seperti yang terjadi dalam putusan Pengadilan Negeri Pati Nomor: 88/Pdt.G/2013/PN Pt dimana debitur ternyata bukan pemilik dari objek hak tanggungan sehingga kemudian APHT-nya dibatalkan oleh putusan pengadilan. Hal ini menimbulkan risiko bagi kepastian hak atas tanah dan juga kerugian bagi berbagai pihak yang terkait. Akibat hukum dari penyimpangan tersebut akan menempatkan PPAT dimintai suatu pertanggung jawaban berkaitan dengan akta otentik yang dibuatnya mengandung cacat hukum.
Pokok penelitian dari tesis ini yaitu bagaimana ketentuan dan prosedur pembebanan Hak Tanggungan menurut ketentuan yang berlaku di Indonesia dan tanggung jawab PPAT terhadap pembatalan APHT yang dibuatnya ditinjau dari hukum perdata, hukum pidana dan disipliner. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan kajian statute approach, conceptual approach dan case approach yang dilakukan dengan studi dokumen dan tipologi evaluatif dan preskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur pembebanan hak tanggungan dilakukan melalui 2 tahap yaitu dengan dibuatnya APHT oleh PPAT yang didahului oleh perjanjian utang piutang dan Tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan. Jika terjadi penyimpangan terhadap tata cara pembuatan APHT maka PPAT dapat dikenai sanksi sebagai wujud pertanggungjawabannya baik secara disipliner, perdata maupun pidana oleh sebab itu disarankan agar PPAT lebih teliti dan mengikuti ketentuan yang ada serta memiliki moral dan integritas yang tinggi.

One of the collateral used in bank loans is Security Right Over Land which is regulated in Land Mortgage Regulation (UUHT). In UUHT, it is mentioned that the granting of Land Mortgage is done by making APHT made by Land Deed Official as public officials. In practice, often occur certificate that is not in accordance with the actual procedures which occurred in Pati district court decision number: 88/ Pdt.G/2013/PN Pt where the debtor is not the actual owner of the collateral object causing the APHT to be cancelled by the court decision. This creates risks for the certainty of land rights and also financial losses for various related parties. Due to the law deviation, Land Deed Official should take responsibility.
This thesis research is to know how the provisions and procedures of Land Mortgage according to the applicable provisions in Indonesia and the responsibilities of Land Deed Officials against the cancellation of APHT that have been made, reviewed from civil law; criminal law and disciplinary law. Research methodology that is used is normative juridical, combining three approaches: statute approach, conceptual approach, case approach, with library research technique, and evaluative and preskriptif research type.
The research results show that the imposition of Indonesia Land Mortgage is carried out through 2 phase, first is the making of APHT entailed with Contract Debt and the second phase is registration by the land office. If deviation happens during the making of APHT then Land Deed Official will get sanction as a form of responsibility. Therefore it is suggested that Land Deed Officials should be more careful, follow the provisions that exist and have hight morals and integrity.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Aulia
"Sebagai Pejabat Umum, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menjalankan jabatannya mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik yang berhubungan dengan tanah. Pada praktiknya masih terdapat PPAT yang melakukan kelalaian dan ketidaktelitian baik secara administratif maupun hukum, sehingga tidak jarang mengakibatkan kerugian. Seperti pelanggaran dalam proses pembuatan akta yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada, tidak membacakan dan menjelaskan isi akta kepada para pihak. Salah satunya adalah dalam pembuatan akta hibah oleh PPAT yang mana pihak pemberi Hibah tidak dilibatkan, sesuai dengan yang akan penulis bahas dalam penelitian ini. Inilah yang seharusnya menjadi salah satu bagian dari tugas Majelis Pembina dan Pengawas (MPP) PPAT, seperti melaksanakan pembinaan dan pengawasan kepada PPAT sehingga dengan demikian MPP dapat menjadi sarana yang menjembatani kepentingan PPAT dengan Kantor Pertanahan, dan dapat mencegah atau meminimalisir terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu peran MPP dalam mencegah terjadinya pelanggaran oleh PPAT dan akibat hukum terhadap PPAT yang melakukan pelanggaran dalam proses pembuatan akta hibah. Untuk menjawab masalah yang dikaji, penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normative dengan tipe penelitian deskriptif-analitis. Berdasarkan hasil penelitian, peran MPP dalam melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran oleh PPAT yaitu melakukan Pembinaan dan Pengawasan terhadap PPAT seperti melakukan kunjungan ke kantor PPAT dan sosialisasi kepada PPAT baik secara langsung maupun menyeluruh. Akibat hukum terhadap PPAT yang membuat akta hibah palsu, maka MPP dapat memberikan sanksi berupa sanksi administratif.

Land Deed Making Officials (PPAT) in carrying out their positions as public officials are given the authority to make authentic deeds related to land. In practice it is still found that PPAT commits negligence and inaccuracy both administratively and legally, so that it often results in losses. Such as violations in the process of making a deed that is not in accordance with existing regulations, not reading and explaining the contents of the deed to the parties. One of them is in making a grant deed by PPAT in which the grant giver is not involved, according to what the author will discuss in this study. This is what should be one part of the duties of the Supervisory and Supervisory Council (MPP) of PPAT, such as carrying out guidance and supervision of PPAT so that MPP can thus become a means of bridging the interests of PPAT with the Land Office, and can prevent or minimize the occurrence of violations committed by the PPAT. The problem raised in this study is the role of MPP in preventing violations by PPAT and the legal consequences for PPAT who violate the grant deed process. To answer the problems studied, the author uses a juridical-normative research method with a descriptive-analytical type of research. Based on the results of the study, the role of MPP in preventing violations by PPAT is to conduct guidance and supervision of PPAT such as visiting the PPAT office and outreach to PPAT both directly and thoroughly. The legal consequences for PPAT who make a fake grant deed, then the MPP can impose sanctions in the form of administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Simon
"Notaris/PPAT dalam menjalankan tugas dan kewenangannya mempunyai kewajiban untuk bekerja secara seksama. Seksama berarti bahwa ia harus cermat dan teliti baik sebelum pembuatan akta, pada pembuatan akta dan setelah selesai pembuatan akta. Notaris harus seksama memperhatikan aturan hukum yang berlaku dan mempunyai pengetahuan hukum yang luas terhadap masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Apabila Notaris/PPAT tidak seksama dalam menjalankan kewajibannya dapat berakibat kepada akta-akta yang dibuat oleh mereka menjadi akta yang kekuatan pembuktiannya dibawah tangan bahkan dapat dibatalkan oleh Pengadilan. Akta Hibah Tanah dan Hibah Saham yang dibuat oleh Notaris/PPAT I Dewa Putu Oka Datmika, SH dari istri berkewarganegaraan Indonesia kepada suaminya berkewarganegaraan asing yang mempunyai perjanjian kawin dinyatakan batal oleh Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 04/PDT/2015/PT.DPS. Notaris/PPAT I Dewa Putu Oka Datmika menganggap pasal 168 KUHPerdata mengijinkan adanya hibah antara suami istri yang mempunyai perjanjian perkawinan meskipun hibah antara suami istri tidak diperbolehkan berdasarkan Pasal 1678 KUHPerdata. Kesalahan penafsiran yang dilakukan Notaris/PPAT I Dewa Putu Oka Datmika atas pasal 168 KUHPerdata ini tentunya merugikan pihak-pihak yang berkepentingan, apalagi Notaris tersebut merasa tidak bersalah atas kesalahann. Ikatan Notaris Indonesia selaku organisasi profesi Notaris tentunya perlu memberikan sanksi kepada Notaris yang tidak seksama dalam menjalankan tugas dan kewenangannnya karena dapat merendahkan harkat dan martabat jabatan Notaris akibat perilaku tersebut.

Notary PPAT in carrying out its duties and authorities have an obligation to work thoroughly. Thoroughly meant that he had to be meticulous and thorough before making the deed, on the deed and after the making of the deed. The notary must thoroughly observe the applicable law and have extensive law knowledge of the problems faced by the community. If a Notary PPAT is not thoroughly in carrying out its obligations it may result in deeds made by them becoming a deed whose power of evidence under the hand may even be disqualified by the Court. The Deed of Land Grant and Share Grant made by Notary PPAT I Dewa Putu Oka Datmika, SH from the Indonesian citizenship wife to her foreign national husband who has a marriage agreement was declared nullified by the Denpasar High Court Decision Number 04 PDT 2015 PT.DPS. Notary PPAT I Dewa Putu Oka Datmika considers Article 168 of the Civil Code allowing for a grant between husband and wife who have a marriage agreement even though the grantbetween husband and wife is not allowed under Article 1678 Civil Code. The misinterpretation of Notary PPAT I Dewa Putu Oka Datmika on article 168 of the Civil Code is certainly detrimental to the parties concerned, let alone the Notary is not guilty of mistakes. Indonesian Notary Association as a professional organization of Notary certainly need to give sanction to Notary which not thoroughly in carrying out their duties and authority because it can lower the dignity of Notary due to the behavior. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48149
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Adha
"Peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT, akta tersebut dijadikan dasar pendaftaran pemindahan hak atas tanah yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak baru. Guna memberikan kepastian hukum, sebelum pembuatan AJB, salah satu kewajiban PPAT adalah pemeriksaan kesamaan data yang ada pada sertipikat dengan yang ada pada kantor pertanahan. Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah bagaimana pertanggung jawaban PPAT atas AJB No. 250/2012 dan AJB No. 251/2012 yang cacat hukum, dan Apakah Putusan No. 451/PDT/2015/PT. BDG juncto Putusan No. 381/PDT.G/2014/PN.BDG sudah tepat menurut ketentuan pertanahan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif menggunakan data sekunder. Hasil analisis menunjukkan bahwa jika PPAT melanggar kewajiban pemeriksaan kesesuain sertipikat dengan data yang ada pada kantor pertanahan, maka PPAT dapat diberikan teguran tertulis ataupun peringatan tertulis oleh Kepala Kantor Pertanahan. PPAT bertanggung jawab secara perdata, serta moril, dan secara pidana jika terbukti melakukan pelanggaran baik karena sengaja maupun kelalaian. Putusan No. 451/PDT/2015/PT. BDG juncto Putusan No. 381/PDT.G/2014/PN.BDG PPAT kurang tepat menurut ketentuan pertanan di Indonesia, seharusnya PPAT dapat dimintakan ganti kerugian bukan karena PPAT sebagai pihak dari akta, tetapi atas perbuatan melawan hukum akibat kelalaiannya yang dilakukan PPAT yang menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Transitional land rights must be evidenced by a deed of sale and purchase made before PPAT, such deed used as the basis registration the transfer of rights over land that aims to give legal certainty to the new rights holder. In order to provide legal certainty, prior to manufacture deed of sale and purchase, one of the PPAT obligations is the examination of similarity existing data on the existing certificate with the land office. The main problem in this thesis is how is accountability of PPAT on AJB No. 250 2012 and AJB No. 251 2012 legally flawed, and do Verdict 451 PDT 2015 PT. BDG jo with Decision No. 381 PDT.G 2014 PN.BDG own right under the terms of the applicable land in Indonesia. This study is a normative juridical using secondary data. The analysis showed that if PPAT violate obligations suitability examination certificate with the data that existed at the land office, then PPAT can be given a written warning by the Head of the Land Office. PPAT responsible civilly and morally and criminally if proved to have violated either intentionally or due to negligence. Decision No. 451 PDT 2015 PT. BDG jo Decision No. 381 PDT.G 2014 PN.BDG PPAT are less appropriate according to the land law in Indonesia,PPAT should not be requested compensation for PPAT as part of the deed, but on an unlawful act committed due to negligence PPAT that cause losses for others."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Ayu Garindya
"Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara atau PPATS seharusnya melakukan pembacaan dan penandatanganan Akta Hibah di hadapan para penghadap dan saksi-saksi dalam waktu yang bersamaan. Agar akta tersebut tidak menjadi cacat hukum yang dapat dibatalkan oleh pengadilan sehingga menyebabkan kerugian bagi penerima hibah. Kelalaian atau kesalahan PPAT dalam pelanggaran kewajiban dan/atau kewenangan dapat menimbulkan kerugian bagi penghadap oleh karenanya PPAT dapat dituntut pertanggungjawaban dihadapan pihak yang berwenang. Hal ini sebagaimana tercermin pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 970 K/PDT/2019. Penelitian ini membahas tentang akibat Hukum dari Akta Hibah dengan prosedur cacat hukum, tanggung jawab PPATS dalam membuat Akta Hibah dengan prosedur cacat hukum yang berakibat batalnya sertipikat hak milik, dan perlindungan hukum bagi penerima hibah akibat akta hibah dengan prosedur cacat hukum. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris. Hasil penelitian ini adalah pembatalan akta hibah yang mengakibatkan pembatalan sertipikat hak milik. Tanggung jawab PPATS selain diberi sanksi juga tidak menutup kemungkinan dapat digugat oleh pihak yang dirugikan untuk mengganti rugi materil maupun non materil. Perlunya kerjasama bersinergi antara pemerintah dan PPAT termasuk IPPAT perlu untuk dapat melaksanakan pembinaan tersebut secara maksimal agar tidak terulang kasus diatas. Serta perlu prosedur khusus untuk putusan pengadilan yang sudah memutuskan bahwa PPATS telah melanggar prosedur dan kewajibannya agar otomatis diberikan sanksi langsung tanpa harus melakukan pengaduan terlebih dahulu.

The Official Making the Temporary Land Deed or (PPATS) should read and sign the Deed of Grant in front of the appearers and witnesses at the same time. So that the deed does not become a legal defect that can be canceled by the court, causing losses to the grantee. Negligence or error of PPAT in violation of obligations and/or authority can cause harm to the appearer, therefore PPAT can be held accountable before the authorized party. This is reflected in the case in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 970 K/PDT/2019. This study discusses the legal consequences of the Grant Deed with a legally flawed procedure, the responsibility of PPATS in making the Grant Deed with a legally flawed procedure that results in the cancellation of the certificate of ownership, and legal protection for grantees due to the grant deed with a legally flawed procedure. To answer these problems, a normative juridical research method with an explanatory typology is used. The result of this research is the cancellation of the grant deed which results in the cancellation of the certificate of ownership. The responsibility of PPATS in addition to being sanctioned also does not rule out the possibility of being sued by the aggrieved party for material and non-material compensation. The need for synergistic cooperation between the government and PPAT including IPPAT needs to be able to carry out the guidance to the maximum so that the above case does not repeat itself. And special procedures are needed for court decisions that have decided that PPATS has violated its procedures and obligations so that they will automatically be given direct sanctions without having to file a complaint first. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>