Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78070 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aulia Fajar
"Aplikasi drone di dalam konflik bersenjata merupakan hasil dari perkembangan teknologi militer modern, sekaligus perwujudan dari keinginan untuk menghindari korban jiwa kombatan maupun penduduk sipil. Secara fungsinya, drone tampil sebagai platform pengintaian dan platform serang. Legalitas dari penggunaan drone di medan pertempuran tersebut dapat ditelaah menggunakan Teori Perang Adil dan prinsip-prinsip dalam hukum humaniter internasional, baik dari keputusan untuk menggunakan drone sebagai alat militer maupun dari unsur-unsur yang ada pada diri drone. Aspek hukum drone juga dibahas dari sudut pandang praktik negara Amerika Serikat sebagai pihak utama yang mengembangkan teknologi drone militer dan mengoperasikan drone di dalam konflik bersenjata modern. Salah satu aplikasi drone di medan pertempuran dilakukan dalam bentuk operasi targeted killing, dimana drone secara aktif dioperasikan untuk memburu dan membunuh individu tertentu di medan pertempuran. Setidaknya sejak tahun 2002 Amerika Serikat, baik melalui angkatan bersenjata maupun lembaga intelijen CIA, telah mempraktikkan targeted killing dalam operasi kontraterorisme dalam kerangka "Perang Melawan Teror" di berbagai wilayah negara asing di Timur Tengah terhadap sejumlah aktor bukan negara seperti al-Qaeda, Taliban, dan ISIS. Israel juga diketahui telah mempraktikkan targeted killing dalam konteks kontraterorisme di wilayah Palestina terhadap teroris Hamas, utamanya di wilayah Jalur Gaza. Kedua negara menghadapi sejumlah persoalan hukum dalam menangani penggunaan drone dalam operasi targeted killing, baik hukum internasional maupun hukum domestik masing-masing.

The application of drones in armed conflict are the result of the advancement of modern military technology, as well as manifestation of the need to avoid casualties of both combatants as well as civilians on the battlefield. Function-wise, drones are used as intelligence, surveillance, and reconnaissance platform and as a more offensive-oriented, weapon platform. The lawfulness of drones on the battlefield can be studied through Just War Theory and the principles of international humanitarian law. State practice also play a role in deciding their lawfulness, for American practice in developing military drone technology and applying them in the battlefield. One of their application involved targeted killing, in which particular individuals were to be hunted down and killed. At least since 2002, American armed forces as well as the Central Intelligence Agency engaged in targeted killing operation against non-state actors in various states in the Middle East, i.e. al-Qaeda, Taliban, and ISIS. Meanwhile, Israeli forces are also known to use targeted killing as counterterrorism method against Hamas and other Palestinian terrorists in Palestinian territory. Both states faced legal issues regarding the decision to employ drone in targeted killing operation, both in international law as well as their respective domestic law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Egalita Irfan
"Unmanned Aerial Vehicle (UAV) merupakan pesawat tanpa awak yang bersenjata, yang juga adalah sebagai salah satu teknologi mutakhir yang dikembangkan Amerika Serikat. UAV memiliki begitu banyak kelebihan dibandingkan dengan jenis senjata lain, UAV digunakan di berbagai negara di dunia sebagai bagian dari operasi kontra-terorisme Amerika Serikat. Namun, pada kenyataannya, penggunaan UAV di Pakistan pada tahun 2004 hingga 2012 tidak berhasil mengurangi serangan teroris di negara tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengapa ketidakberhasilan penggunaan UAV tersebut terjadi menggunakan metode congruence. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakberhasilan tersebut terjadi karena (1) Amerika Serikat tidak benar-benar memahami karakteristik kelompok teroris di Pakistan, (2) adanya kesalahan dalam proses pembuatan keputusan dilihat dari intelligence cycle, dan (3) tidak adanya dukungan dari masyarakat lokal Pakistan.

Unmanned Aerial Vehicle (UAV) is an armed unmanned plane, which is also one of the most advanced technologies developed by the United States. UAV is more superior compared with other kinds of weapon. Currently, it is used in many parts of the world as a part of the United States’ counter-terrorism measure. However, the use of UAV in Pakistan since 2004 to 2012 does not successfully reduce the number of terrorist attack that happens on that country. This research aims to figure out the reasons behind this failure through the use of congruence in retrospective. The results show that the failure of UAV relies upon 3 factors: (1) US did not really understand the characteristic of targeted terrorist organizations, (2) there is a mistake in the decision making based on the intelligence cycle, and (3) the nonexistent of local society’s support.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Khaerul Naim Mursalim
"Pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle atau disingkat UAV) adalah sebuah mesin terbang yang berfungsi dengan kendali jarak jauh secara autopilot. Penggunaan terbesar dari pesawat tanpa awak ini adalah dibidang militer untuk pengintaian, pengawasan, dan penyerangan. Dalam mendeteksi sebuah objek yang bergerak secara real-time oleh sebuah UAV, terdapat proses pengolahan sinyal yang kompleks dibandingkan apabila objeknya dalam keadaan diam. Ada beberapa masalah yang terdapat dalam proses deteksi objek bergerak pada UAV yang disebut uncertainty constraint factor (UCF) yaitu lingkungan, jenis objek, pencahayaan, kamera UAV, dan pergerakan (motion) objek. Salah satu masalah praktis yang menjadi perhatian beberapa tahun ini adalah analisis pergerakan (motion analysis). Pergerakan (Motion) dari sebuah objek pada setiap frame membawa banyak informasi tentang piksel dari objek bergerak yang memainkan peranan penting sebagai image descriptor.
Pada tesis ini digunakan algoritma SUED (Segmentation using edge based dilation) untuk mendeteksi objek bergerak. Inti dari algoritma SUED adalah mengkombinasikan frame difference dan proses segmentasi secara bersama untuk mendapatkan hasil yang optimal dibanding dengan menggunakannya secara terpisah. Hasil simulasi menunjukkan peningkatkan performansi algoritma SUED dengan menggunakan kombinasi wavelet dan sobel operator pada deteksi tepinya yaitu jumlah frame untuk true positive meningkat sebesar 41 frame, kemudian false alarm rate yang didapatkan menurun menjadi 7 % dari 24 % apabila hanya menggunakan sobel operator. Kombinasi kedua metode tersebut juga dapat meminimalisir noise region yang mengakibatkan kesalahan dalam proses deteksi dan pelacakan. Hasil simulasi pelacakan objek bergerak dengan metode kalman filter bisa dilihat pada beberapa sampel yang diuji menunjukkan adanya penurunan kesalahan (error) centroid antara hasil deteksi dan hasil pelacakan objek bergerak.

An unmanned aerial vehicle (UAV), commonly known as a drone and also referred by several other names is an aircraft without a human pilot aboard. The flight of UAVs may be controlled either autonomously by onboard computers or by the remote control of a pilot on the ground or in another vehicle. Unmanned aerial vehicle (UAV) usually is used in military field for reconnaissance, surveillance, and assault. To detect a moving object in real-time, there are complex processes than to detect the object that does not moving. There are some issues that faced in detection process of moving object in UAV, called constraint uncertainty factor (UCF) such as environment, type of object, illumination, camera of UAV, and motion of the object. One of the practical problems that become concern of researcher in the past few years is motion analysis. Motion of an object in each frame carries a lot of information about the pixels of moving objects which has an important role as the image descriptor.
In this thesis, we use SUED (Segmentation using edge-based dilation) algorithm to detect moving objects. The concept of the SUED algorithm is combining the frame difference and segmentation process to obtain optimal results than using them separately. The simulation results show the performance improvement of SUED algorithm using combination of wavelet and Sobel operator on edge detection, the number of frames for a true positive increased by 41 frames, then the false alarm rate decreased to 7% from 24% when only using Sobel operator. The combination of these two methods can also minimize noise region that effect detection and tracking process. The simulation results for tracking moving objects by Kalman filter show that there is error decreasing between detection and tracking process.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T45337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Erwinda
"ABSTRAK
Drones atau Unmanned Aircraft Systems (UAS) atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) adalah komponen baru dari sistem penerbangan. Sistem ini merupakan hasil perkembangan mutakhir dalam teknologi kedirgantaraan, yang menawarkan kemajuan yang dapat membuka penggunaan sipil / komersial baru dan lebih baik serta perbaikan pada keselamatan dan efisiensi semua penerbangan sipil. Potensi layanan komersial drone yang inovatif belum pernah terjadi sebelumnya, untuk fotografi udara, jurnalisme, survei, penggembalaan ternak, stasiun relay komunikasi nirkabel, transportasi, pengiriman bantuan darurat di daerah terpencil / tidak dapat diakses, layanan kurir parsel, pengiriman barang secara online, dan sebagainya. Jasa pengiriman barang menggunakan UAV menarik untuk dibahas di Indonesia, karena Indonesia adalah sebuah negara kepulauan dengan banyak wilayah terpencil yang sulit dijangkau oleh alat transportasi konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan yang dilakukan melalui studi kepustakaan dengan studi dokumen atas bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Penelitian ini secara spesifik membahas mengenai jasa pengiriman barang berbasis UAV yang transaksinya dilakukan melalui aplikasi seluler maupun melalui internet. Pembahasan penelitian ini meliputi pengaturan penyelenggara jasa elektronik, pengaturan mengenai UAV secara internasional dan juga nasional, serta bagaimana peraturan hukum di Indonesia untuk jasa pengiriman barang menggunakan UAV.

ABSTRACT
Drones or Unmanned Aircraft Systems (UAS) or Unmanned Aerial Vehicle (UAV) are a new component of the aviation system. These systems are based on cutting-edge developments in aerospace technologies, offering advancements which may open new and improved civil/commercial applications as well as improvements to the safety and efficiency of all civil aviation. The potential of innovative drone commercial services is unprecedented, for aerial photography, journalism, surveying, livestock grazing, wireless communication relay stations, transportation, emergency shipping in remote / inaccessible areas, parcel courier services, online delivery of goods, and etc. The freight service using UAV is interesting to discuss in Indonesia, because Indonesia is an archipelagic country with many remote areas that are difficult to reach by conventional transportation. This research is a normative legal research with the approach of legislation conducted through literature study with document study on primary, secondary, and tertiary legal materials. This study specifically discusses UAV-based courier services which transactions are made through mobile applications and over the internet. The scope of this research includes the regulations of electronic service providers, regulations on UAV internationally as well as nationally, and how the legal regulation in Indonesia for goods delivery service using UAV.
"
2018
T52386
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Fadri
"Pesawat terbang tanpa awak PTTA akan sangat bermanfaat bagi Indonesia. Jika PTTA dapat dirancang dan dikembangkan dengan baik, PTTA dapat diberikan tugas seperti pengawasan pada wilayah perbatasan dan hutan. PTTA diharapkan berukuran kecil dengan panjang fuselage 1 m, lebar sayap 1 m, berat 1 ndash; 2 kg, dan biaya < Rp 3.500.000,-. Untuk dapat membuat PTTA, digunakan 7 langkah mendesain pesawat, yaitu parameter persyaratan desain pesawat, perkiraan awal berat pesawat, parameter performa kritis pesawat, konfigurasi rancangan, perkiraan berat yang lebih baik, analisa performa, dan optimalisasi. Prototipe dari PTTA berhasil dibuat dan memenuhi persyaratan dengan panjang fuselage 0,93 m, lebar sayap 0,958 m, berat 1,016 kg, biaya Rp 3.349.000,- dan telah divalidasi terhadap performa desain PTTA yang telah ditetapkan sebelumnya.

Unmanned aerial vehicle UAV would be very useful for Indonesia. When UAV is properly designed and developed, it would bring tasks such as border and forest surveillance into the next level. UAV was expected has a small size with fuselage length 1 m, wingspan 1 m, weight 1 ndash 2 kg, and cost Rp 3.500.000, . To be able to create a UAV, 7 steps are use to design the aircraft, which are requirement, weight of the airplane, critical performance parameters, configuration layout, better weight estimate, performance analysis, and optimization. The prototype of UAV was successfully made and fulfilled the requirements with a fuselage length 0,93 m, wingspan 0,958 m, weight 1,016 kg, cost Rp 3.349.000, and has been validated with pre determined of UAV design performance."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67151
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catherine
"Sepanjang sejarah hubungan internasional, kebijakan keamanan selalu berevolusi demi merespons kemunculan ancaman keamanan baru. Di abad ke-21, ancaman keamanan nontradisional berupa terorisme—dengan intifada kedua dan insiden 11 September sebagai titik puncaknya—memicu pergeseran kebijakan keamanan ke arah perang nonkonvensional. Salah satu kebijakan keamanan baru yang dinilai kontroversial adalah pembunuhan yang ditargetkan. Selama penggunaannya sebagai instrumen kontraterorisme, praktik ini menuai banyak kritik yang menganggap kebijakan ini ilegal, imoral, dan inefektif. Namun, tidak sedikit pula pihak yang berupaya mempertahankan legalitas, legitimasi, dan efektivitas praktik tersebut. Atas latar belakang ini, penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “bagaimana perkembangan literatur akademis tentang pembunuhan yang ditargetkan dalam konteks kontraterorisme?” Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut, penulis melakukan tinjauan pustaka terhadap 27 literatur akademis terakreditasi internasional yang mengangkat isu ini dengan batasan waktu publikasi dari tahun 2000 sampai Juli 2021. Tulisan ini mengadopsi metode pengorganisasian literatur taksonomi untuk mempermudah penulis dalam mengintegrasikan perspektif interdisipliner dalam tinjauan pustaka ini serta memungkinkan penulis mengidentifikasi tema-tema yang masih kurang berkembang. Dengan menggunakan metode taksonomi, penulis memetakan tulisan-tulisan tersebut menjadi dua kategori: (1) dimensi normatif pembunuhan yang ditargetkan dalam kontraterorisme, yang dibagi menjadi tiga subtema berupa legalitas, legitimasi, dan transformasi faktor-faktor ideasional terkait pembunuhan yang ditargetkan; dan (2) efektivitas pembunuhan yang ditargetkan sebagai instrumen kontraterorisme. Penulis berargumen terdapat tiga masalah yang memunculkan kesenjangan penelitian dalam badan literatur pembunuhan yang ditargetkan, antara lain inkonsistensi fondasi konseptual, perbedaan paradigma kontraterorisme, dan ketimpangan tren pendirian literatur di antara kategori yang berbeda. Tinjauan pustaka ini menemukan enam karakteristik yang menggambarkan perkembangan diskursus akademis tentang pembunuhan yang ditargetkan dalam kontraterorisme: (1) lemahnya fondasi konseptual; (2) kesenjangan metodologis antarkategori; (3) pertentangan paradigma penegakan hukum dan perang; (4) derajat efektivitas yang sangat bervariasi; (5) konsistensi pendirian netral dalam literatur normatif; dan (6) diversifikasi pendirian dalam literatur praktis. Tulisan ini merekomendasikan penguatan kerja sama antara akademisi dan pelaku kebijakan untuk mengonsolidasi kajian tentang praktik ini, perumusan instrumen hukum internasional baru untuk meregulasi pembunuhan yang ditargetkan, identifikasi center of gravity kelompok teror dan hubungannya dengan praktik pembunuhan yang ditargetkan, serta merefleksikan praktik ini bagi kebijakan kontraterorisme Indonesia.

Throughout the history of international relations, security policy continues to evolve in response to emerging new security threats. In the 21st century, terrorism as a nontraditional security threat—with the second intifada and the September 11 attacks as its peaks—shifted the security policy towards nonconventional warfare. Targeted killing is among one of the controversial new security policies. In the course of its implementation as a counterterrorism instrument, this practice has been opposed for its perceived illegality, immorality, and inefficacy. Nevertheless, some scholars attempt to defend the legality, legitimacy, and effectivity of the practice. Against this backdrop, the author formulates the following research question: “how is the development of academic literature on targeted killing in counterterrorism context?” To answer the research question, the author conducts a literature review on 27 internationally accredited academic literature on this topic within the publication period of 2000 to July 2021. This paper adopts a taxonomy methodological approach to enable the author to integrate interdisciplinary perspective into the literatur review as well as to identify underdeveloped thematic categories. By utilizing taxonomy methods, the author divides the literature into two categories: (1) the normative dimension of targeted killing in counterterrorism, divided into three subthemes, namely legality, legitimacy, and ideational transformation of targeted killing; and (2) the effectivity of targeted killing as a counterterrorism instrument. The author argues three main issues gave rise to the research gaps in the body of literature on the topic, namely inconsistent conceptual foundation, differing counterterrorism paradigms, and disparity in the trends of literature stances across categories. The findings of this literature review identify six characteristics that portray the development of the academic discourse on targeted killing in counterterrorism: (1) a weak conceptual foundation; (2) a methodological gap between categories; (3) clashes between law enforcement and armed conflict paradigms; (4) varying degrees of effectivity; (5) consistency of neutral stance in the normative group; and (6) diversified literature stances among practical literature. This paper recommends for an intensification of cooperation between scholars and policymakers to consolidate studies on targeted killing, a formulation of a new international law instrument to regulate targeted killing, an identification of center of gravity in terror group and its relation to targeted killing practices, and a reflection of this practice for Indonesian counterterrorism efforts."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febian Garvin Abidin
"Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki tingkat insiden bencana alam yang tinggi. Di antara berbagai jenis bencana, tanah longsor adalah salah satu bencana hidrometeorologi yang paling umum. Salah satu daerah yang memiliki tingkat bencana longsor tinggi adalah Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Pemetaan kerusakan ekonomi dan kerugian akibat bencana longsor di suatu wilayah adalah salah satu alat penting dalam kerangka pemulihan dan rekonstruksi. Tujuan penelitian ini adalah memetakan kerusakan dan kehilangan daerah longsor di Desa Cibanteng, Kabupaten Cianjur melalui pendekatan partisipasi masyarakat dan fotografi udara.
Dalam studi ini, Forum diskusi kelompok dengan masyarakat desa dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kerugian ekonomi di daerah-daerah di mana tanah longsor telah terjadi. Selanjutnya, UAV kendaraan udara tak berawak digunakan untuk membuat peta resolusi tinggi dari wilayah desa dan khususnya daerah longsor.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai kerusakan dalam kasus bencana longsor dapat mencapai 12 miliar rupiah di satu wilayah. Sedangkan jumlah kerugian hingga lahan longsor bisa digunakan kembali mencapai 50 miliar rupiah. Berdasarkan hasil analisis, kerusakan dan kehilangan nilai di daerah longsor yang telah terjadi dapat dijadikan acuan untuk memprediksi nilai kerugian di daerah lain, terutama di Kabupaten Cianjur.

Indonesia is one country that has a high incidence of natural disasters. Among the various types of disasters, landslides are one of the most common hydrometeorological disasters. One of the areas that have a high rate of landslide disaster is Cianjur district, West Java province. Mapping of economic damage and loss due to landslide disaster in a region is one of the important tools in the recovery and reconstruction framework. The purpose of this research is to map the damage and loss of landslide area in Cibanteng Village, Cianjur Regency through community participation approach and aerial photography.
In this study, Forums of group discussion with village communities were conducted to obtain information on economic losses in areas where landslides have occurred. Furthermore, UAV unmanned aerial vehicles was used to create high resolution maps of village areas and especially landslide areas.
The results of this study indicate that the damage value in case of landslide disaster can reach 12 billion rupiahs in one region. While the amount of loss up to landslide areas can be reused reach 50 billion rupiahs. Based on the analysis results, the damage and loss values in the landslide areas that have occurred can be used as a reference to predict the value of losses in other areas, especially in the district of Cianjur.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawan Arif Wicaksono
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan masalah distinction principle dalam hukum humaniter internasional, berikut perkembangan dan kedudukannya serta penerapannya dalam dua bentuk konflik bersenjata yang terjadi, yakni konflik bersenjata internasional dan non-internasional. Analisis akan dilakukan dengan menggunakan studi kasus atas perkara Prosecutor v. Stanislav Galić (ICTY) dan perkara Prosecutor v. Fofana Kondewa (SCSL). Dalam dua kasus tersebut, masing-masing pihak tergugat dituntut telah melakukan pelanggaran terhadap distinction principle, yaitu tindakan kekerasan dengan tujuan menyebarkan teror kepada penduduk sipil. Metode pendekatan kualitatif digunakan untuk mengumpulkan bahan-bahan dalam penulisan skripsi ini. Pada akhirnya, skripsi ini berusaha menganalisis pentingnya perlindungan terhadap penduduk sipil saat konflik bersenjata terjadi dan bahwa segala bentuk serangan atau ancaman yang dilakukan terhadap penduduk sipil merupakan pelanggaran terhadap distinction principle karena tidak dilakukan pembedaan antara combatant dan penduduk sipil.

This thesis studies the provisions of distinction principle in international humanitarian law, including its development, influence, and application in the two forms of armed conflict, namely international and non-international armed conflict. The analysis will be conducted with regard to the case of Prosecutor v. Stanislav Galić (ICTY) and Prosecutor v. Fofana Kondewa (SCSL). On the two mentioned cases the accused are charged with a violation of distinction principle by acts of violence which is purposed in spreading terror to civilian populations. Qualitative approach is used to gather resources in writing this thesis. In conclusion, this thesis attempts to underline the importance of protection of civilians in armed conflict and any form of violence that harm civilians is considered a violation of distinction principle since it shows no distinction made between combatant and civilians.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S53011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Agung Suprapto
"Padi merupakan bagian terpenting dalam sektor pertanian di Indonesia. Tanaman padi merupakan tanaman yang penting dan bermanfaat bagi kehidupan karena, beras yang dihasilkan merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Kelurahan Margajaya merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Bogor Barat yang memiliki luas lahan sawah terbesar setelah Kelurahan Situ Gede. Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2020, Kecamatan Bogor Barat memiliki luas lahan sawah 158 ha dan memproduksi sebanyak 2.711 ton pada tahun 2019. Data citra UAV (Unmanned Aerial Vehicle) dengan sensor RGB (Red, Green, Blue) dapat dimanfaatkan sebagai pemantauan fase pertumbuhan padi dengan mengekstraksi nilai indeks vegetasi dan estimasi produktivitas padi. Penelitian ini menggunakan algoritma indeks vegetasi NGRVI (New Green-Red Vegetation Index), NGDBI (Normalized Green-Red Difference Index), dan ExG (Excess Green). Hasil penelitian menunjukan bahwa variasi spektral indeks NGRVI memiliki nilai R2 = 0,89 terhadap fase pertumbuhan padi. Variasi spektral menunjukan pola meningkat pada fase vegetatif menuju fase generatif dan kemudian menurun pada fase pematangan. Indeks vegetasi NGRVI menandakan hubungan yang positif terhadap produktivitas padi sehingga estimasi produktivitas padi di Kelurahan Margajaya memiliki rata-rata 3,20 ton/ha dengan nilai R2 = 0,82.

Rice is the most important part of the agricultural sector in Indonesia. The rice plant is an important and beneficial plant for life because the rice produced is a staple food for Indonesian people. Margajaya Village is one of the sub-districts in West Bogor District, a large rice field after Situ Gede Village. According to data from the Central Statistics Agency for 2020, West Bogor District has 158 hectares of rice fields and produced 2.711 tons in 2019. UAV (Unmanned Aerial Vehicle) image data with RGB (Red, Green, Blue) sensors can monitor the growth phase rice by extracting the vegetation index value and rice productivity. This study uses the NGRVI (New Green-Red Vegetation Index), NGDBI (Normalized Green-Red Difference Index), and ExG (Excess Green) vegetation index algorithm. The results showed that the NGRVI index spectral variation had a value of R2 = 0.89 on the rice phase's growth. Spectral variations show an increasing pattern in the vegetative phase towards the generative phase and then decreasing in the maturation phase. The NGRVI vegetation index indicates a positive relationship with rice productivity so that rice productivity in Margajaya Village has an average of 3.20 tonnes/ha with a value of R2 = 0.82."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Jeremia Humolong Prasetya
"Ambiguitas ktivitas militer di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) merupakan isu yang terus mendapat perhatian dalam hukum internasional. Mengingat jumlah insiden yang diakibatkan olehnya, telah dilakukan berbagai upaya untuk dapat memitigasi dampak daripada ambiguitas ini. Namun, seiring berkembangnya teknologi, muncul sebuah permasalahan baru yang dapat menghalangi keberhasilan upaya- upaya tersebut. Unmanned Underwater Vehicles UUV , yang belum diatur secara spesifik dalam hukum internasional, kerap digunakan dalam aktivitas militer negara-negara, secara khusus Amerika Serikat di ZEE negara-negara lain. Dengan adanya kekosongan hukum dan juga kapabilitas yang dimiliki oleh UUV, berbagai praktisi dan ahli hukum, serta negara mengkhawatirkan mengenai ancaman penggunaan militer alat ini terhadap kedaulatan, kepentingan, dan keamanan nasional Negara Pantai. Ancaman ini pun sejatinya telah terjadi secara riil dalam dunia nyata. Dalam penelitian ini, pembahasan terbagi atas dua bagian, yaitu aktivitas militer di ZEE dan status hukum UUV yang digunakan dalam aktivitas militer. Kedua objek tersebut akan ditinjau dan dianalisis dengan menggunakan perspektif hukum internasional, ketentuan nasional, dan state practice. Berdasarkan ketiga perspektif tersebut, masih terdapat ambiguitas dan perbedaan pandangan antar negara mengenai aktivitas militer di ZEE. Adapun juga terdapat perdebatan, baik itu dalam hukum internasional maupun ketentuan nasional, mengenai pengaturan UUV yang digunakan dalam aktivitas militer secara umum. Namun, telah terdapat upaya-upaya, baik itu secara nasional maupun internasional untuk menyelesaikan perdebatan tersebut. Penulis menyarankan agar kedua isu tersebut diperjelas dan diatur secara spesifik, baik itu melalui perjanjian internasional yang baru maupun amandemen terhadap perjanjian internasional yang telah ada.

The ambiguity of military activities in the Exclusive Economic Zone EEZ has been one of the main concern in international law. Considering its impact on numerous international incidents, there have been many attempts to mitigate the issue. However, those attempts might be hampered by recent issue arising out of the technological development on the maritime area, namely Unmanned Underwater Vehicles UUV . These UUVs, which haven rsquo t been specifically regulated in the international law, are commonly used in the military activities of States, including the United States of America, in the other States EEZ. Thus, many legal practitioners and scholars, as well as States concerned about threats generated from military application of this unregulated UUV to the sovereignty, interests, and national security of Coastal States. In this paper, the discussion will be divided into two parts, namely military activities in the EEZ and legal status of UUV operating in military activities. These two parts will be reviewed and analyzed in the perspective of international law, national regulation, and States practice. In conclusion, based on these perspective, military activities in the EEZ is vaguely regulated and varied among the States. There is also a contention on the regulation of UUV deployed in the military activities, either in international law or national law. However, attempts on resolving those issues, either in the national or international scale, will also be noted in this paper. The author suggests that these issues have to be defined and regulated specifically by new treaties or amendment to the existing treaties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69982
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>