Ditemukan 167346 dokumen yang sesuai dengan query
Diko Hary Adhanto
"Sense of place adalah upaya sesorang untuk memahami "status" mereka dalam dunia dan membentuk rasa identitas diri. Dari sense of place ini seseorang memiliki identitas tempat sesuai dengan pengembangan jati dirinya. Identitas tempat sendiri berkembang karena penjelajahan seseorang di lingkungan terdekatnya. Penjelajahan lingkungan di awali sejak usia dini dengan berbagai cara. Salah satu cara menjelajahi lingkungan adalah dengan bermain. Penelitian ini menjelaskan keterikatan tempat anak pedesaan terhadap ruang bermain dengan menggunakan teori tempat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola ruang bermain anak berdasarkan karakteristik tempat, dan karakteristik demografi anak. Metode pengumpulan data dilakukan melalui pemetaan mental kepada 80 anak kelas 1 hingga 5 dan pengukuran indeks keterikatan tempat kepada 44 anak yang duduk di kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar, di Kecamatan Lemong, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung. Hasil dari penelitian ini adalah 75% anak-anak pedesaan memilih bermain di lingkungan dekat rumahnya dan hanya anak laki-laki dan yang kelompok umur menengah dan besar yang memilih bermain di sungai. Tingkat identitas dan ketergantungan tempat pada semua ruang bermain bernilai baik. Sedangkan berdasarkan hasil interpretasi peta mental, elemen alam pada kategori penilaian memiliki skor yang hampir dominan pada beberapa ruang bermain. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah anak pedesaan cenderung memilih ruang bermain yang dekat dengan lokasi tempat tinggal mereka dan adanya perluasan jangkauan dalam mengeksplorasi ruang bermain yang lebih jauh berdasarkan umur dan gender. Keterikatan fungsional dan keterikatan emosional anak terhadap ruang bermain berbeda-beda dengan elemen alam yang sangat dominan.
Sense of place is the way that to understand their "status" in the world and to form a sense of identity. Lots of people will have place identity in accordance with the development of their identity. The identity itself develops due to the exploration of a person in their nearest surrounding environment. The exploration activities start doing at an early age in various ways. One of the activities are playing in playground spaces. The study explains the attachment of rural children to the playground spaces using place theory. The purpose of this study is that to determine the pattern of children's playground spaces based on the characteristics of the place and the demographic characteristics of children. The data collection method was carried out through mental mapping of 80 children in grades 1 to 5 and measurement of the place attachment index for 44 children in grades 4 and 5 of elementary schools, in Lemong District, Pesisir Barat Regency, Lampung Province. The results of this study are amount 75% of rural children chose to play in the neighborhood near their homes and only boys and middle or large age groups chose to play in the river as playground space. The level of place identity and place dependence on all playground spaces is well worth it. Meanwhile, based on the results of the mental map interpretation, the natural elements in the assessment category have scores that are almost dominant in some playground spaces. The conclusion in this study is that the pattern of choosing a playground space for rural children tends to choose a playground that is close to the location where they live and there is an expansion of the range in exploring further playground spaces based on age and gender as well as functional attachments and children's emotional attachments to different play spaces. with natural elements that are very dominant."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Marlina
"[
ABSTRAK Artikel ini mencoba untuk menganalisis hubungan antara perjalanan dan pembentukan identitas, khususnya bagaimana perjalanan berkontribusi dalam pembentukan identitas Elizabeth Gilbert di dalam novel Eat, Pray, Love. Elizabeth Gilbert mengalami krisis identitas yang parah setelah ia bercerai dengan suaminya. Ia tidak lagi tahu apa tujuan hidupnya dan selalu dihantui oleh kemuraman dan kesepian untuk bertahun-tahun lamanya. Di tengah keputus-asaannya, ia akhirnya memutuskan untuk bepergian selama setahun ke Italia, India, dan Indonesia. Interaksinya dengan berbagai macam orang dari negara yang berbeda telah membawa dampak positif pada perkembangan identitasnya. Ia telah berubah menjadi pribadi yang lebih utuh yang memiliki tujuan hidup yang jelas. Artikel ini menyimpulkan bahwa perjalanan memberikan kontribusi yang signifikan dalam membantu pembentukan identitas seseorang melalui perubahan lingkungan dan interaksi dengan beragam nilai yang berasal dari masyarakat yang berbeda-beda.
ABSTRACT This article attempts to examine the relation between travel and identity formation, especially in how travel contributes in the formation of Elizabeth Gilbert?s identity in the novel Eat, Pray, Love. After going through a divorce, Elizabeth Gilbert went to a major identity crisis. She did not know the purpose of her life and was always being haunted by depression and loneliness for years. In the midst of her despair, she then decided to go on a journey to Italy, India, and Indonesia for one year. Her interactions with different peoples from diverse societies in various countries have brought positive impacts to her identity. She has changed into a more intact person with a clear purpose of her life. This article concludes that travel gives significant contributions in aiding the formation of one?s identity through changes of environment and interactions with various values in different societies. , This article attempts to examine the relation between travel and identity formation, especially in how travel contributes in the formation of Elizabeth Gilbert’s identity in the novel Eat, Pray, Love. After going through a divorce, Elizabeth Gilbert went to a major identity crisis. She did not know the purpose of her life and was always being haunted by depression and loneliness for years. In the midst of her despair, she then decided to go on a journey to Italy, India, and Indonesia for one year. Her interactions with different peoples from diverse societies in various countries have brought positive impacts to her identity. She has changed into a more intact person with a clear purpose of her life. This article concludes that travel gives significant contributions in aiding the formation of one’s identity through changes of environment and interactions with various values in different societies. ]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Yosephine Gunawan
"
ABSTRAKIsu mengenai migran, terutama dalam proses penyesuaian diri di lingkungan tempat tinggal baru dan konflik kultural yang terjadi sebagai akibatnya, banyak diangkat menjadi tema film Jerman dekade terakhir ini. Salah satunya adalah film berjudul Shahada 2010 karya Burhan Qurbani. Film bergenre melodrama dengan durasi 88 menit ini menceritakan tiga orang anak muda muslim yang tinggal di Berlin dan harus berhadapan dengan hal-hal yang baru sehingga terjadi konflik dalam diri dan identitas mereka. Adegan dalam film akan dianalisis menggunakan konsep mengenai konstruksi identitas dari Stuart Hall. Konstruksi identitas yang dilihat adalah Islam sebagai keyakinan para migran dan pluralitas identitas muslim yang ditunjukkan mengenai Islam dari negosiasi yang terjadi antara ldquo;roots ldquo; dan ldquo;routes ldquo; para migran muslim dalam film ini. Melalui analisis film Shahada 2010 akan dilihat bagaimana konstruksi identitas migran muslim di Jerman ditampilkan.
ABSTRACTThe issues of migrant, mainly on the adaptation process and cultural conflict, have been used as Germany movie themes in the last decades. This undergraduate thesis focus on the identity construction of muslim migrant in a film named Shahada 2010 by Burhan Qurbani. This 88 minute melodrama genre film tells about three young Muslims who are living in Berlin and has to deal with new things, causing inter cultural clashes and causing conflicts within themselves and their identity. Each scene in this film will be analyzed using the concept of identity construction by Stuart Hall. The results of identity construction is pluralism in muslim identity shown by negotiation process between the ldquo roots ldquo and the ldquo routes ldquo of muslim migrant in this film. Through the analysis of Shahada film will be seen how the construction of Muslim migrant identity in Germany is represented."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Arsela Surya Andoko
"Penelitian ini bertujuan untuk mendalami topik mengenai diaspora dan krisis identitas budaya pada generasi kedua imigran di novel Mambo in Chinatown (2014) karya Jean Kwok. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menerangkan konstruksi budaya dalam hidup karakter utama, dan untuk membandingkan prosesnya dari waktu ke waktu. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis tekstual menggunakan teori dari Stuart Hall (1990) tentang identitas budaya dan diaspora. Saya akan menganalisis bagian-bagian dari novel yang mengindikasikan pandangan karakter utama mengenai hidupnya sebagai diaspora. Sebagai tambahan, perangkat sastra, seperti penyimbolan, penokohan, alur cerita dan narasi yang berkaitan dengan karakter utama akan dianalisis untuk mengungkapkan berbagai makna atau pesan yang disampaikan oleh penulis novel. Kemudian, kaitan antara kondisi kehidupan, ketercabutan dari asal usul, dan pandangan mengenai identitas karakter utama di awal dan akhir akan dibandingkan untuk mengungkapkan proses pergeseran dalam rasa kepemilikan dan identitas sebelum dan sesudah dia mengadopsi budaya Amerika sepenuhnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa akulturasi dan penerimaan dari negara tuan rumah adalah aspek penting dalam rekonstruksi identitas dan pembentukan rasa kepemilikan identitas dalam generasi kedua imigran. Selain itu, juga ditemukan bahwa kepuasan hidup yang lebih tinggi membantu generasi kedua imigran, dalam kasus ini Tionghoa-Amerika, untuk berasimilasi dan berakulturasi dengan budaya negara tuan rumah, yang selanjutnya berbalik membentuk rasa kepemilikan identitas dan kesadaran bahwa mereka bukan lagi hanya Tionghoa tapi juga adalah seorang Amerika. Pada akhirnya, kesadaran ini membuat Charlie dapat menerima asal usul dirinya dan juga menerima menjadi apa dirinya sekarang. Hal ini membuatnya tidak merasa malu atau benci menjadi bagian dari diaspora Tionghoa, sambil berdamai dengan dirinya sendiri karena tidak menjadi cukup Tionghoa menurut standar tradisional.
The study aims to explore the diaspora and cultural identity crisis of the second generation of immigrants through the novel Mambo in Chinatown (2014) by Jean Kwok. Moreover, this paper aims to elucidate identity reconstruction in the main character's life, and to comprehend the process over time. The method used is qualitative with textual analysis using Stuart Hall’s (1990) theories on cultural identity and diaspora. I will analyse parts in the novel that indicate the main character’s view of her life as a diaspora. In addition to that, the literary devices , like symbolism, characters, and plot, and narration surrounding the main character will be analysed to unwrap the various meanings that the writer of the novel communicates. Then, the relation between the life condition, uprootedness and view of identity of the main character from the beginning and the end will be compared to see the shifting process in her sense of belonging and identity before and after she fully embodies American culture. The result shows that acculturation and acceptance of the host country’s culture are important aspects in identity’s reconstruction and the formation of a sense of belonging in second-generation immigrants. It is also found that better life satisfaction helps the second-generation of immigrants, in this case the Chinese-Americans, to assimilate and acculturate to the host country’s culture that in turn forms their sense of belonging and realisation that they are not just Chinese anymore but also American. In the end, this realisation allows Charlie to accept her origin as well as what she has become in the present, which makes her not feeling ashamed or hatred of being part of Chinese diaspora while making peace with herself for not being Chinese enough according to traditional standard of being Chinese. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Rizky Aulia Ramadhian
"
ABSTRAKReunifikasi antara Jerman Barat dan Jerman Timur yang disepakati pada 1989, mengakibatkan terjadinya perubahan yang signifikan dalam berbagai macam aspek kehidupan di Jerman, termasuk salah satunya dalam aspek perfilman. Film menjadi salah satu media yang dapat dianalisis melalui berbagai perspektif. Pada tahun 90-an dunia perfilman Jerman mulai dibanjiri dengan munculnya sejumlah film Jerman yang mengangkat cerita mengenai kehidupan di Jerman Timur. Fenomena ini kemudian dikenal dengan ldquo;Ostalgie rdquo;. Ostalgie sendiri merupakan kerinduan akan kehidupan di Jerman Timur. Ostalgie ternyata tidak hanya sekadar kerinduan, namun juga dapat dimaknai sebagai bentuk satire atau bahkan bertujuan untuk menunjukkan keironian. Film Sonnenallee 1999 karya Leander Hau ?mann merupakan salah satu contoh film Ostalgie yang akan dianalisis pada pembahasan ini.meskipun film ini disutradarai dan ditulis oleh warga eks-Jerman Timur, tetapi pada pembuatannya film ini diproduseri dan dibiayai oleh pihak barat. Hal inilah yang membuat film ini menjadi menarik untuk dianalisis, karena adanya campur tangan pihak barat sangat memengaruhi konstruksi yang dibangun dalam film ini mengenai Jerman Timur, khususnya remaja Jerman Timur sebagai tokoh sentral dalam film. Analisis ini akan dilakukan dengan cara pemilihan adegan-adegan tertentu yang paling menonjol. Melalui analisis ini, dapat dilihat bagaimana remaja Jerman Timur dikonstruksikan sebagai pelanggeng pemerintahan serta posisi film Sonnenallee sebagai film Ostalgie yang menampilkan ironi.
ABSTRACTThe German reunification in 1989 causes some significant changes, which happen in different kind of life aspects. Film is considered to be one of the media that can be analyzed through different perspectives. The German film industry in the 90s was starting to be filled with documentary film about life in East Germany. This phenomenon is known as ldquo Ostalgie rdquo , which is a yearning of life in there. This film also can be interpreted as satire or an irony. Sonnenalle 1999 , the work of Leander Hau mann is one example of Ostalgie film that will be analyzed in this discussion. Although the film was written and directed by an ex of eastern Germany, but it was funded by the western Germany. The western intervention in this film rsquo s construction can be recognized in the story line, which makes the teenagers of eastern Germany as the main character. This analysis will be done through the selection of particular prominent scenes. Through this analysis it can be seen how the eastern German teenagers is constructed as the lasting performer for the government and is positioned as ironic Ostalgie film. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rudwina Indira Deannisa
"Permasalahan pembentukan identitas yang dialami oleh imigran merupakan fenomena yang masih marak terjadi terutama pada imigran yang datang ke Jerman. Salah satu penyebabnya adalah karena pertentangan budaya antara budaya asal dan budaya Jerman. Dilematika pertentangan budaya ini menjadi tantangan bagi para imigran yang ingin berintegrasi dan hidup harmonis bersama masyarakat Jerman. Penelitian ini akan meneliti isu tersebut melalui buku audio Der unglaubliche Lauf der Fatima Brahimi (2017) oleh penulis buku anak-anak Jürgen Banscherus. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan teori Identitas Budaya dan Diaspora oleh Stuart Hall dan teori Status Identitas oleh James Marcia. Penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga Fatima dan tokoh Jakob memberikan pengaruh besar yang menjadi faktor dilematika pembentukan identitas baru tokoh Fatima sebagai remaja muslim moderat Aljazair-Jerman. Keluarga Fatima menjadi hambatan proses integrasi Fatima sementara Jakob menjadi faktor akselerasi yang mendorong Fatima mengadopsi budaya Jerman dengan cepat.
The problem of identity formation experienced by immigrants is a phenomenon that still arise, especially among immigrants who come to Germany. One of the reasons is due to cultural conflicts between the culture of origin and German culture. This dilemmatic cultural conflict is a challenge for immigrants who want to integrate and live in harmony with German society. This research will examine this issue through the audiobook Der unglaubliche Lauf der Fatima Brahimi (2017) by children's book author Jürgen Bancsherus. This research uses descriptive qualitative methods with the theory of Cultural Identity and Diaspora by Stuart Hall and the theory of Identity Status by James Marcia. This study shows that Fatima's family and Jakob have a major influence that becomes a dilemma factor in the formation of Fatima's new identity as a moderate Algerian-German Muslim teenager. Fatima's family became a barrier to Fatima's integration process while Jakob became an accelerating factor that encouraged Fatima to acquire German culture quickly."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Ama Galiana Ramadhani
"Makalah ilmiah akhir ini membahas dilema identitas saya sebagai mahasiswa magang dalam program Receh-Coreng yang berdampak pada bagaimana posisi mahasiswa dengan latar belakang jurusan Antropologi ditempatkan oleh warga setempat. Tulisan ini memperlihatkan bagaimana metode penelitian etnografi dengan berfokus pada isu positioning dan isu identitas diaplikasikan dalam melihat realita di lapangan. Program Receh-Coreng yang terintegrasi dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), melibatkan peran aktif mahasiswa dalam mengembangkan keterampilan untuk berkontribusi secara langsung melakukan pengumpulan data penelitian di Kampung Kota. Dalam proses adaptasi di Kampung Tembok Bolong, saya menemukan konflik internal antara pengurus koperasi dengan warga yang semakin memperlihatkan dilema posisi saya sebagai insider dan outsider. Di satu sisi, posisi mahasiswa magang ditempatkan sebagai insider oleh pengurus koperasi yang memberikan ekspektasi kepada saya untuk berpihak kepada koperasi, membantu menyuarakan permasalahan ke pemerintah dan memberikan bantuan sembako kepada warga. Di sisi lain, posisi mahasiswa magang ditempatkan sebagai outsider oleh warga, sejalan dengan asumsi negatif warga yang menganggap saya sebagai “antek-antek koperasi”. Dilema posisi yang dialami mahasiswa magang disertai munculnya tantangan, mempengaruhi keterlambatan dalam proses pengumpulan data untuk keperluan program Receh-Coreng.
This final scientific paper discusses my identity dilemma as an intern student in the Receh-Coreng program which has an impact on how students with a background majoring in Anthropology are positioned by local residents. This article shows how ethnographic research methods focusing on positioning issues and identity issues are applied in looking at reality in the field. The Receh-Coreng program, which is integrated with the Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) program, involves the active role of students in developing skills to contribute directly to collecting research data in Kampung Kota. During the adaptation process in Walling Bolong Village, I discovered an internal conflict between the cooperative management and the residents which increasingly showed the dilemma of my position as an insider and outsider. On the one hand, the student intern position was placed as an insider by the cooperative management which gave me expectations to side with the cooperative, help voice problems to the government and provide basic food assistance to residents. On the other hand, the position of the intern was placed as an outsider by the residents, in line with the negative assumptions of the residents who considered me a "cooperative lackey". The positional dilemma experienced by intern students is accompanied by the emergence of challenges, affecting delays in the data collection process for the Receh-Coreng program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Raihanah
"Kemajuan UEA dimulai sejak 1970, menarik masyarakat dari wilayah sekitar untuk datang, termasuk kelompok Syiah. Syiah sebagai kelompok minoritas, mengisi 15% dari total populasi muslim dan Warga Negara Iran menempati posisi terbesar kelima dengan jumlah ekspatriat terbanyak di UEA. Relasi erat antara Saudi dan UEA tidak serta merta membuat UEA menggunakan pendekatan yang sama dalam memperlakukan kelompok tersebut. Inklusivitas dan harmoni yang tercipta dalam lingkungan UAE antara komunitas Syiah Imamiyyah dan penduduk lokal, khususnya di Dubai, memiliki latarbelakang dan akar sejarah yang kuat. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proses terbentuknya komunitas Syiah di Uni Emirat Arab (UEA), memahami interaksi sosial antara komunitas Sunni Emirat dan Syiah Iran di Dubai serta mengetahui bentuk pemeliharaan identitas oleh komunitas Syiah Imamiyyah di Dubai. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengambilan data dengan cara wawancara dan studi literatur. Penulis menemukan bahwa penerimaan komunitas Syiah Imamiyyah oleh kelompok Sunni di Dubai disebabkan oleh dua faktor, yaitu ekonomi dan sejarah. Selain itu asimilasi yang tidak signifikan disebabkan masih adanya prasangka, konflik nilai dan kekuasaan, belum terjadi pernikahan silang secara besar, ekspatriat masih dipandang sebagai second-class citizen, serta jumlah penduduk lokal yang sedikit.
The UAE's progress began in the 1970s, attracting people from the surrounding regions, including Shia groups. Shia as a minority group, make up 15% of the total Muslim population and Iranian citizens occupy the fifth largest position with the largest number of expatriates in the UAE. The close relationship between Saudi and the UAE does not necessarily make the UAE use the same approach in treating these groups. The inclusiveness and harmony created within the UAE environment between the Imamiyya Shia community and the local population, particularly in Dubai, have a strong historical background and roots. Therefore, the purpose of this research is to know the process of forming the Shia community in the United Arab Emirates (UAE), to understand the social interaction between the Emirati Sunni community and the Iranian Shia community in Dubai and to find out the form of identity maintenance by the Imamiyyah Shia community in Dubai. The research method used in this study is a qualitative approach with data collection techniques by means of interviews and literature studies. The author finds that the acceptance of the Imamiyyah Shia community by Sunni groups in Dubai is caused by two factors, namely economics and history. In addition, assimilation is not significant due to the existence of prejudice, conflicts of value and power, there has not been a large cross-marriage, expatriates are still seen as second-class citizens, and the number of local residents is small."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Arief Krisna Murti
"Fraud merupakan fenomena yang sangat merugikan banyak pihak. Penelitian sebelumnya telah menemukan hubungan antara keterikatan orangtua-anak dan perselingkuhan. Akan tetapi, sebagai faktor eksternal, keterikatan orang tua-anak tidak cukup menjelaskan mengapa ada hubungan antara kedua variabel tersebut. Identitas moral karena posisinya sebagai faktor internal diduga berperan dalam memediasi hubungan kedua variabel tersebut. Penelitian ini memiliki dua tujuan, (1) apakah keterikatan orang tua-anak mempengaruhi identitas moral dan (2) apakah identitas moral memediasi pengaruh keterikatan orang tua-anak terhadap kecurangan. Penelitian yang dilakukan pada 213 siswa di Jabodetabek ini menunjukkan pengaruh keterikatan orang tua-anak terhadap identitas moral. Namun, tidak ditemukan adanya peran mediasi yang signifikan dari identitas moral dalam pengaruh keterikatan orangtua-anak terhadap perselingkuhan. Diskusi dan saran akan dibahas.
Fraud is a phenomenon that is very detrimental to many parties. Previous research has found a link between parent-child attachment and infidelity. However, as an external factor, parent-child attachment does not adequately explain why there is a relationship between the two variables. Moral identity due to its position as an internal factor is thought to play a role in mediating the relationship between the two variables. This study has two objectives, (1) whether parent-child attachment affects moral identity and (2) whether moral identity mediates the effect of parent-child attachment on cheating. This study, which was conducted on 213 students in Jabodetabek, shows the effect of parent-child attachment on moral identity. However, it was not found that there was a significant mediating role of moral identity in the influence of parent-child attachment to infidelity. Discussions and suggestions will be discussed."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Bani Rasulia
"Artikel ini membahas identitas in-between narator Aku dalam esai Place Clich karya Jacques Godbout. Fokus bahasan adalah bagaimana Godbout memperlihatkan identitas in-between yang dimiliki narator Aku melalui analisis struktur teks. Pendekatan sosiologi sastra digunakan untuk melihat konteks latar cerita. Artikel ini menggunakan metode kualitatif dan dalam menganalisis teks menggunakan teori Analisis Wacana Kritis yang dikemukakan Siegfried J ger dalam 3 Discourse and knowledge: Theoritical and methodological aspects of a critical discourse and dispositive analysis. Analisis wacana kritis digunakan untuk mengidentifikasi informasi dan memperlihatkan makna tersirat yang menunjukkan ideologi teks. Hasil penelitian menunjukkan identitas in-between narator Aku diperlihatkan melalui pemikiran dan tindakan narator Aku yang dipengaruhi oleh dua identitas yang ada di Quebec, yaitu kebudayaan Amerika dan Prancis.
This article discusses the identity in-between of narrator lsquo;I rsquo; in essay Place Clich , written by Jacques Godbout. The study focused on how Godbout shows the identity in-between whose narrator lsquo;I rsquo; by analyzing text structure. The identity in-between of narrator lsquo;I rsquo; is influenced by two different cultures. By using sociological literary approach, the background context of the story is analyzed to elaborate the identity ambiguity that caused identity inbetween. This research used qualitative method and analyzing text developed by theory of Critical Discourse Analysis proposed by Siegfried J ger. Critical Discourse Analysis is used to identify the information and disclose implicit meanings. Thus, these significances lead to ideology of the text. This research result reveals that the identity in-between of narrator lsquo;I rsquo; is shown by the influences of two distinct cultural identity in Quebec, America and France, and it can be seen separately by his thought and his action."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library