Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203944 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ilyas Kausar
"Terdapat Akta Penegasan Pengoperan dan Penyerahan Hak yang dibuat oleh Notaris sebagai penegasan pengikatan jual beli (perjanjian obligatoir) berdasarkan surat pernyataan di bawah tangan terhadap objek perjanjian yang masih terikat dengan perjanjian kredit (prinsipil) dan dibebankan dengan hak tanggungan (accessoir) sebagai hak kebendaan. Akta tersebut tidak diberitahu dan tidak memiliki persetujuan dari kreditur sebagai prosedur adanya peralihan hak, sehingga mengakibatkan batal demi hukum berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Klausul pada perjanjian kredit yang tidak terpenuhi, sehingga melanggar syarat objektif perjanjian. Selain itu, tidak terdapat itikad baik yang dilakukan oleh penjamin, dikarenakan penjamin telah menjual kembali objek perjanjian tersebut kepada pihak ketiga sehingga menimbulkan wanprestasi. Metode penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian menggunakan deskriptif analitis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perlindungan hukum yang diberikan oleh penggugat selaku pembeli pertama tidak diberikan oleh Pengadilan, yang seharusnya Penggugat diperhatikan hak-haknya terkait Akta dimana Penggugat telah membayar lunas kepada Tergugat. Sementara itu Notaris sebagai pembuat Akta telah sesuai berdasarkan peraturan perundang-undangan khususnya dalam hal ini undang-undang jabatan notaris. Saran dalam tesis adalah Majelis Hakim seharusnya memperhatikan hak-hak Penggugat terkait materil dan imateriil. Selain itu perlunya sistem Teknologi integrasi terkait perjanjian kredit dimana tujuannya agar memudahkan para pihak yang mendaftarkan pengikatan jual beli melalui sistem integrasi sehingga tidak ada kepentingan yang tumpang tindih (overlapping).

There is a Deed of Confirmation of Transfer and Transfer of Rights made by a Notary as a confirmation of a sale and purchase agreement (obligatory agreement) based on a handwritten statement against the object of the agreement that is still bound by the credit agreement (principal) and is charged with an accessoir as a material right. The deed was not notified and did not have the approval of the creditor as a procedure for transfer of rights, resulting in legal nullification based on the decision of the West Java High Court. The clause on the credit agreement is not fulfilled, thus violating the objective terms of the agreement. In addition, there is no good faith carried out by the surety, because the guarantor has resold the object of the agreement to a third party, giving rise to default. This research method uses normative juridical research, research typology uses descriptive analytical. The results of the study concluded that the legal protection provided by the plaintiff as the first buyer was not provided by the Court, which should have paid attention to the Plaintiff's rights related to the Deed in which the Plaintiff had paid in full to the Defendant. Meanwhile, the Notary as the deed maker has complied with the statutory regulations, especially in this case the notary office law. The suggestion in the thesis is that the Panel of Judges should pay attention to the rights of the Plaintiff regarding material and immaterial. In addition, there is a need for an integrated technology system related to credit agreements where the aim is to make it easier for the parties to register sale and purchase agreements through the integration system so that there are no overlapping interests."
Depok: Universitas Indonesia Fakultas Hukum, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shalahuddin Suriadiredja
"Penelitian ini adalah berkaitan dengan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) serta Akta Pemindahan Hak dan Kuasa ketika terjadi kepailitan dari penjual yang semestinya akta-akta tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengalihan hak atas tanah, sebagaimana kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 705K/Pdt.Sus-Pailit/2021. Sedangkan dalam kasus di Putusan Pengadilan Niaga Nomor 13/Pdt.Sus-GLL/2020/PN.Jkt.Pst., apabila ada kepailitan maka Akta PPJB serta Akta Pemindahan Hak dan Kuasa tidak dapat digunakan dalam peralihan hak atas tanah. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang akibat hukum pernyataan pailit terhadap Akta PPJB serta Akta Pemindahan Hak dan Kuasa. Selain itu juga tentang kedudukan hukum debitur pailit dalam pembuatan Akta Jual Beli (AJB) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Adapun pengumpulan datanya dilakukan melalui studi dokumen. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat dinyatakan bahwa dalam konteks kepailitan, Akta PPJB serta Akta Pemindahan Hak dan Kuasa dinyatakan sebagai sah dan mengikat karena harga telah dibayar lunas dan fisik tanah telah dikuasai oleh pembeli. Selain itu karena adanya kepailitan maka debitur tidak berwenang untuk menghadap PPAT dalam rangka pembuatan AJB.

This research is related to the Deed of Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB) and the Deed of Transfer of Rights and Authority when bankruptcy occurs to the seller which such deeds should be used as the basis for the transfer of land rights, as is the case of the Supreme Court Decision Number 705K/Pdt. Sus-Pailit/2021. However, in the case of the Commercial Court Decision Number 13/Pdt.Sus-GLL/2020/PN.Jkt.Pst., when bankruptcy occurs, the PPJB Deed and the Deed of Transfer of Rights and Authority cannot be used in the transfer of land rights. Therefore, the problem in question of this research is about the legal consequences of the bankruptcy declaration on the PPJB Deed and the Deed of Transfer of Rights and Authority. In addition, it is also concerning the legal standing of the bankrupt debtor in making the Sale and Purchase Deed (AJB) before the Land Deed Official (PPAT). This normative juridical research uses secondary data which is analyzed qualitatively. The data collection is conducted through document study. Based on the analysis that has been carried out, it can be stated that in the context of bankruptcy, the PPJB Deed and the Deed of Transfer of Rights and Authority are declared valid and binding since the price has been fully paid and the physical land has been controlled by the buyer. In addition, due to bankruptcy, the debtor is not authorized to appear before the PPAT in respect of making the AJB."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dominicus Aditio Nugraha
"ABSTRAK
Perbankan merupakan salah satu penggerak perekonomian dalam suatu negara. Perbankan memberikan jasa dalam sektor keuangan kepada masyarakat melalui simpanan dan pinjaman atau kredit. Dalam pemberian fasilitas kredit kepada nasabah, bank dapat menerima agunan dari debitur. Agunan tersebut dapat dilakukan pengikatan jaminan kebendaan berupa hak tanggungan atau hipotek. Fungsi dari pemberian jaminan kebendaan tersebut adalah jika debitur melakukan wanprestasi bank dapat menjual agunan tersebut sebagai pelunasan pinjaman debitur tanpa persetujuan dari debitur. Permasalahan hukum yang sering terjadi atas penjualan agunan debitur yang tidak dilakukan pengikatan jaminan kebendaan oleh bank dilakukan tanpa persetujuan kreditur dan penetapan oleh pengadilan. Dalam proses penjualan tersebut peran PPAT sangat penting yaitu membuat Akta Jual beli. Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT harus berdasarkan dokumen yang sah, akta yang tidak dibuat berdasarkan dokumen yang sah dapat menjadi dasar dari gugatan para pihak yang dirugikan akibat akta jual beli tersebut. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Perlindungan hukum terhadap Debitur yang obyek jaminannya telah dijual oleh kreditur tanpa persetujuan pemegang hak, menganalisis Tanggung jawab PPAT Terhadap Akta jual Beli obyek jaminan yang dijual oleh kreditur tanpa persetujuan pemegang hak. Penulisan tesis ini termasuk jenis penelitian yuridis normatif yang bersifat preskriptif. Data yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah data sekunder, baik yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yang digunakan berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah perlindungan hukum nasabah dan tanggung jawab PPAT terhadap pembatalan akta jual beli. Teknik pengumpulan data dalam penulisan tesis ini adalah studi kepustakaan atau studi dokumen. Metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode analisis kualitatif yaitu dengan menganalisis hasil penelitian secara mendalam, holistic (utuh) dan komprehensif. Hasil analisa adalah pertama, bahwa kreditur yang melakukan penjualan atas obyek agunan debitur yang tidak dibebankan jaminan kebendaan harus dengan persetujuan debitur dan atas penetapan pengadilan jika hal tersebut dilanggar maka hak dari debitur dapat dipulihkan kembali, Kedua, dalam pembuatan akta jual beli yang terdapat kelalaian PPAT, PPAT dapat diberikan sanksi berupa teguran, peringatan, schorsing (pemecatan sementara), onzetting (pemecatan), pemberhentian dengan tidak hormat.

ABSTRACT
Banking is one of the economic drivers in a country. Banking provides services in the financial sector to the public through savings and loans or credit. In providing credit facilities to customers, banks can accept collateral from debtors. The collateral can be bound by collateral in the form of a mortgage or mortgage. The function of providing this material guarantee is if the debtor defaults, the bank can sell the collateral as repayment of the debtor's loan without the approval of the debtor. Legal issues that often occur over the sale of debtor collateral that is not bound by the bank are committed without the creditor's approval and court ruling. In the sales process, the role of PPAT is very important, namely making a Sale and Purchase Deed. The Sale and Purchase Deed made by PPAT must be based on valid documents, deeds that are not made based on valid documents can be the basis for the claims of the parties who are disadvantaged due to the sale and purchase deed. The problems raised in this study are legal protection for debtors whose collateral object has been sold by creditors without the consent of the rights holder, analyzing the PPAT's responsibility for the sale and purchase deed of collateral objects sold by creditors without the consent of the rights holder. The writing of this thesis is a prescriptive normative juridical research. The data used in writing this law is secondary data, both in the form of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The primary legal materials used are in the form of laws and regulations related to customer legal protection issues and PPAT responsibility for cancellation of sale and purchase deeds. The data collection technique in writing this thesis is literature study or document study. The data analysis method used by the author is a qualitative analysis method, namely by analyzing the results of the research in depth, holistically and comprehensively. The results of the analysis are first, that the creditor who sells the collateral object of the debtor that is not subject to material guarantees must be subject to the approval of the debtor and upon court's decision, if this is violated, the rights of the debtor can be restored, PPAT can be given sanctions in the form of warning, warning, schorsing (temporary dismissal), onzetting (dismissal), disrespectful dismissal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maena Vianny
"Perbuatan hukum dengan tujuan peralihan hak atas tanah salah satunya dapat dilakukan melalui jual beli yang kemudian dibuatkan akta autentik oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang untuk dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Namun dalam kenyataannya, terdapat Akta Jual Beli (AJB) dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh pihak yang tidak berwenang sebagaimana ditemukan dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1869K/PDT/2022. Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dalam proses pembuatan AJB dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang kemudian dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru. Untuk dapat memberikan penjelasan ekstensif terkait permasalahan utama tersebut maka dilakukan analisis tentang akibat hukum terhadap AJB peralihan hak atas tanah yang dibuat secara melawan hukum. Selain itu juga mengenai tanggung jawab PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur dalam pembuatan AJB peralihan hak atas tanah. Data sekunder yang didapatkan melalui studi dokumen pada penelitian doktrinal ini adalah berupa bahan-bahan hukum yang diperkuat dengan wawancara kepada narasumber dan kemudian dilakukan analisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan akibat hukum dari AJB yang diteliti seharusnya kedua AJB tersebut tidak dapat dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru karena tidak memenuhi persyaratan formil pembuatan AJB yakni dilakukan di hadapan PPAT yang berwenang dan PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur pembuatan AJB hak atas tanah diberikan sanksi baik secara administratif dengan pemberhentian secara tidak hormat, perdata dengan gugatan ganti rugi dan bahkan berpotensi diberikan sanksi pidana apabila memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 264 dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

One of the legal actions to transfer land rights can be carried out through sale and purchase, which is then made an authentic deed by a Land Deed Official (PPAT) authorized to transfer to the new right holder by the Government Regulation Number 24 of 1997 regarding Land Registration. However, in reality, there are Land Title Deeds made by unauthorized parties as found in the case of Supreme Court Decision Number 1869K/PDT/2022. The main problem discussed in this thesis is related to the tort of law in the process of making AJB in order to transfer land rights to new rights holders. To be able to provide an extensive explanation related to the main problem, an analysis is carried out on the legal consequencesof the Land Title Deed for the transfer of land rights made against the law In addition, it is also about the responsibility of the PPAT who violates the procedure in making AJB for the transfer of land rights. Secondary data obtained through document studies in this doctrinal research is in the form of legal materials reinforced by interviews with sources and then analyzed qualitatively. From the results of the research, it can be explained that although there are differences in the legal consequences of the AJBs studied, the two AJBs should not be transferred to the new right holder because they do not fulfill the formal requirements for making AJBs, which are carried out in the presence of an authorized PPAT and PPATs who violate the procedures for making AJBs of land rights are given sanctions both administratively with dishonorable dismissal, civil with compensation claims and even potentially criminal sanctions if they meet the elements in Articles 264 and 266 of the Criminal Code.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Glenn Adhitya Arnanda
"Salah satu wewenang yang dimiliki oleh seorang Notaris adalah membuat akta autentik. Akta autentik merupakan bukti yang sempurna bagi para pihak yang terkait dalam suatu akta dan memiliki kekuatan yang mengikat bagi para pihak di dalamnya. Namun dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum banyak terjadi pemalsuan-pemalsuan akta yang mengatasnamakan notaris dengan cara membuat sendiri akta tersebut dan memalsukan semua atribut dan data yang ada pada akta mulai dari sampul akta hingga cap dan tanda tangan notaris itu sendiri. Salah satu contoh akta yang sering kali dibuat versi palsunya adalah Akta Pengoperan dan Penyerahan Hak. Hal ini sangat sering terjadi di Kota Palembang di mana nama notaris digunakan secara melawan hukum pada akta-akta yang sama sekali mereka tidak buat bahkan lihat sekali pun. Selanjutnya tesis ini membahas kedudukan akta pengoperan dan penyerahan hak yang dipalsukan sebagai satu-satunya bukti dalam melakukan peralihan hak dan akibat serta perlindungan hukum  bagi penerima hak atas tanah yang dirugikan atas akta pengoperan dan penyerahan yang dipalsukan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis empiris yang mana berfokus pada implementasi ketentuan-ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam hubungannya pada peristiwa hukum yang terjadi di dalam suatu masyarakat. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Dari hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa Akta Pengoperan dan Penyerahan Hak palsu  yang menjadi satu-satunya bukti peralihan hak tidak memenuhi syarat autentisitas akta dan syarat-syarat sah perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata. Akibat dan perlindungan hukum bagi penerima hak atas tanah yang dirugikan atas Akta Pengoperan dan Penyerahan Hak yang dipalsukan dapat berupa pemenuhan kembali haknya. Notaris yang digunakan namanya tidak dapat dituntut karena namanya dipakai tanpa sepengetahuan dan seizinnya yang mana hal tersebut merugikan dirinya. Dengan demikian pemegang hak yang sebenarnya selalu dapat menuntut kembali haknya yang telah dialihkan tanpa sepengetahuannya dari siapa pun hak itu berada.

One of the authorities that is held by a Notary is to make authentic deeds. An authentic deed is perfect evidence for the parties involved in a deed and has binding force for the parties in it. However, in carrying out their duties as public officials, there are many deed forgeries on behalf of notaries by making the deed themselves and falsifying all attributes and data contained in the deed starting from the cover of the deed to the stamp and signature of the notary himself. One example of a deed that is often made in a fake version is the Deed of Conveyance and Submission of Rights. This happens very often in Palembang City where notaries' names are used unlawfully on deeds that they did not even make or see. Furthermore, this thesis discusses the position of the counterfeit Deed of Conveyance and Submission of Rights as the only evidence in transferring rights and the consequences and legal protection for recipients of land rights who are harmed by the falsified deed of transfer and delivery. The research method used is the empirical juridical approach method which focuses on the implementation of normative legal provisions (laws) in relation to legal events that occur in a society. The data obtained was analyzed using a qualitative method. From the results of the research, it can be concluded that the counterfeit Deed of Conveyance and Submission of Rights which is the only evidence of the transfer of rights does not meet the requirements of the authenticity of the deed and the legal requirements of the agreement based on Article 1320 of the Civil Code. The consequences and legal protection for recipients of land rights who are harmed by the counterfeit Deed of Conveyance and Submission of Rights can be in the form of re-fulfillment of their rights. The notary whose name is used cannot be sued because their names are used without their knowledge and permission, which is detrimental to them. Thus, the actual right holder can always claim back his rights that have been transferred without permission from whoever the rights belong to."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Via Aulia
"Tesis ini meneliti tentang akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), akta Kuasa untuk Menjual dan akta Perjanjian Pengosongan yang dituangkan ke dalam akta yang ditanda tangani tidak memenuhi persyaratan dan tidak dikehendaki salah satu pihak. Notaris salah dalam menerapkan perbuatan hukum sehingga tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian dan tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), kasus yang terjadi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1070 K/Pdt/2020. Permasalahan dalam penelitian ini terkait akibat hukum akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan akta Kuasa untuk Menjual sebagai jaminan atas ikatan utang piutang dan peran serta tanggung jawab Notaris terhadap akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan akta Kuasa untuk Menjual sebagai jaminan atas ikatan utang piutang. Penelitian menggunakan metode Yuridis Normatif dengan tipe penelitian menganalisis masalah melakukan studi dokumen untuk memperoleh data sekunder dan analisis kualitatif sehingga menghasilkan hasil penelitian analisis deskriptif. Berdasarkan hasil analisis data, Notaris salah dalam menentukan perbuatan hukum yang dituangkan ke dalam 3 (tiga) akta yaitu akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), akta Kuasa untuk Menjual dan akta Perjanjian Pengosongan sebagai pengikatan jaminan dalam perjanjian utang piutang tidak tepat, karena akta tersebut bukan lembaga untuk jaminan. Notaris tidak melakukan penyuluhan hukum dan tidak memenuhi syarat verleden. Akibatnya akta dapat dibatalkan di Pengadilan, karena Notaris tidak membacakan akta dan tidak hadir di hadapan para pihak serta akta tidak memenuhi syarat subjektif yaitu kata sepakat. Selain itu, ke 3 (tiga) akta tersebut tidak memenuhi syarat objektif yaitu sebab yang halal, adanya suatu larangan yang diperjanjikan kepemilikan jaminan oleh pemberi pinjaman.

This thesis examines the deed of the Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB), the deed of Authorization to Sell and the deed of Employment Agreement which is poured into the deed which is signed does not meet the requirements and is not desired by either party. Notaries are wrong in implementing legal actions so that they do not meet the legal requirements of the agreement and do not fulfill the provisions of the Notary Position Act (UUJN), the case that occurred in the Supreme Court Decision Number 1070 K/Pdt/2020. The problem in this study is related to the legal consequences of the deed of the Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB) and the deed of Power to Sell as collateral for the debt and receivable bonds and the role and responsibility of the Notary in the deed of the Binding Sale and Purchase Agreement (PPJB) and the deed of Power of Attorney to Sell as collateral for the bond. debts and receivables. The research uses the normative juridical method with the type of research analyzing the problem of conducting document studies to obtain secondary data and qualitative analysis so as to produce descriptive analysis research results. Based on the results of data analysis, the Notary made a mistake in determining the legal actions as outlined in 3 (three) deeds, namely the deed of the Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB), the deed of Power to Sell and the deed of Employment Agreement as binding collateral in the debt and receivable agreement, because the deed it is not an institution for guarantees. Notaries do not provide legal counseling and do not meet the verification requirements. As a result, the deed can be canceled in court, because the Notary does not read the deed and is not present before the parties and the deed does not meet the subjective requirement, namely an agreement. In addition, the 3 (three) deeds do not meet the objective requirements, namely because it is lawful, there is a prohibition on the ownership of the guarantee by the lender."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kathryn Eliseba Suyanto
"Penelitian ini membahas mengenai adanya kekeliruan penerapan hukum hibah wasiat dalam putusan pengadilan. Hal ini mengakibatkan perbedaan pandangan diantara majelis hakim di berbagai tingkat pengadilan mengenai keabsahan akta wasiat. Pewaris dalam kasus ini menghibahwasiatkan harta kekayaannya dalam akta wasiat dengan memberikan sertipikat hak milik objek wasiat kepada penerima hibah wasiat. Sebelum meninggal dunia pewaris menjual objek wasiat kepada pihak lain yang dituangkan dalam akta jual beli menggunakan sertipikat pengganti yang telah diterbitkan. Penerima hibah wasiat mengajukan gugatan pembatalan perjanjian jual beli atas dasar pewaris tidak cakap melakukan perbuatan hukum serta pewaris tidak berhak lagi atas objek wasiat sejak ditandatanganinya akta wasiat. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah mengenai perbandingan penerapan hukum hibah wasiat oleh institusi pengadilan dan akibat hukum jual beli terhadap akta wasiat. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil analisis penelitian ini adalah majelis hakim Mahkamah Agung di tingkat peninjauan kembali membatalkan putusan judex facti yang mengesahkan akta wasiat. Peralihan hak melalui jual beli atas objek hibah wasiat merupakan bentuk pencabutan wasiat secara diam-diam yang mengakibatkan akta wasiat menjadi tidak berlaku lagi bagi penerima hibah wasiat sebagaimana diatur Pasal 996 KUHPerdata. Pencabutan akta wasiat melalui jual beli yang dilakukan pewaris dalam keadaan sakit tidak dapat disimpulkan sebagai perjanjian yang cacat hukum. Dengan dibatalkannya akta wasiat, maka akta jual beli berlaku mengikat secara hukum. Saran dari penelitian ini perlunya perbaikan dalam institusi pengadilan dalam memutus perkara tidak hanya secara gramatikal, tetapi memahami maksud dari undang-undang dan pendapat para ahli.

This research discusses the application of the law of wills in court decisions. This resulted in different views among the panel of judges at various levels of the court regarding the validity of the testament. The testator in this case bequest his assets in the testament by giving a certificate of ownership of inheritance object of the will to the legatee of the testament. Prior to death, the testator sells the bequest grant object to another party as stated in the deed of sale and purchase using a substitute certificate that has been issued. The legatee of the testament files a lawsuit for the cancellation of the sale and purchase agreement on the basis that the testator is not capable of carrying out legal actions and the testator is no longer entitled to the object of the will since the signing of the testament. The problems raised in this research are the comparison of the legal application of law of wills by court institutions and the legal consequences of the sale and purchase agreement against the testament. To answer these problems, a normative juridical research method is used, with an explanatory research typology. The results of the analysis of this reseacrh are that the panel of judges of the Supreme Court canceled the judex facti decision that ratified the testament. The transfer of rights through the sale and purchase of the object of a testament is a form of revocation of a testament that results in a testament is no longer valid for the legatee as stipulated in Article 996 of the Civil Code. The revocation of a testament through a sale and purchase carried out by the testator in a sick condition cannot be concluded as a legally flawed agreement. With the cancellation of the testament, the sale and purchase deed is legally binding. The suggestions from this research is that the need for improvements in court institutions in deciding cases not only grammatically, but also understanding the intent of the law and the opinions of experts to provide legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Farras Indriati
"Notaris dalam menjalankan jabatannya tunduk pada Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 (UUJN) dan Kode etik Notaris. Dalam pembuatan suatu akta Notaris hanya bertanggungjawab terhadap kebenaran formil. Seringnya terjadi permasalahan mengenai pemalsuan pada dokumen yang diserahkan dalam pembuatan suatu akta yang mengakibatkan kerugian bagi para pihak, salah satunya yaitu surat kuasa waris palsu yang dipergunakan sebagai dasar pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli. Pemalsuan terhadap dokumen pembuatan suatu akta mengakibatkan kerugian bagi para pihak dan tidak jarang Notaris menjadi turut tegugat pada gugatan tersebut. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini mengenai akibat hukum terhadap Notaris dalam pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli yang berdasarkan surat kuasa waris yang dipalsukan; dan perlindungan hukum bagi Notaris dalam pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli yang menggunakan surat kuasa waris palsu. Peneliatan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan tipologi penelitian preskriptif, metode analisis data kualitatif, jenis data sekunder dan bentuk hasil penelitian menggunaka prekriptif analitis. Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah akibat hukum bagi Notaris dalam akta perjanjian pengikatan jual beli yang berdasarkan surat kuasa palsu maka Notaris tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban, karena Notaris membuat suatu akta berdasarkan apa yang dimintakan oleh para pihak dan berdasarkan pada kebenaran formil. Selain itu, perlindungan hukum yang diberikan dimana Majelis Kehormatan Notaris berwenang untuk menyetujui diperiksa atau tidak diperiksa selama Notaris sudah bertindak sesuai dengan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 (UUJN) dan Ikatan Notaris Indonesia melakukan perlindungan berupa pengayoman dengan mendampingi Notaris yang mendapatkan gugatan.

Notaries in carrying out their positions are subject to the Law on Amendments to Law No. 30 of 2004 concerning the Position of Notary Law No. 2 of 2014 (UUJN) and the Notary Code of Ethics. In making a deed, the Notary is only responsible for formal truths. The deed made by a notary has absolute legal force. There are often problems regarding falsification of documents submitted in making a deed which results in losses for the parties, one of which is a fake inheritance power of attorney which is used as the basis for making a deed of sale and purchase agreement. Forgery of documents for making a deed results in losses for the parties and it is not uncommon for a Notary to become a defendant in the lawsuit. The formulation of the problem raised in this study regarding the legal consequences of a Notary in making a deed of binding sale and purchase agreement based on a falsified inheritance power of attorney; and legal protection for Notaries in making a deed of sale and purchase binding agreement using a fake inheritance power of attorney. This research uses normative juridical research methods, with prescriptive research typology, qualitative data analysis methods, types of secondary data and the form of research results using analytical prescriptive. The results obtained from the study are the legal consequences for the Notary in the deed of binding sale and purchase agreement based on a fake power of attorney, the Notary cannot be held accountable, because the Notary makes a deed based on what is requested by the parties and is based on formal truth. In addition, the legal protection provided where the Notary Honorary Council is authorized to approve the examination or not to be examined as long as the Notary has acted in accordance with the Law on Amendments to Law No. 30 of 2004 concerning the Position of Notary Law No. 2 of 2014 (UUJN) and the Indonesian Notary Association provide protection in the form of protection by assisting Notaries who get a lawsuit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revina Destiani Putri
"Notaris dalam membuat akta wajib memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan isi akta dengan memperhatikan asas kecermatan dan prinsip kehati-hatian. Dalam melaksanakan jabatannya Notaris memerlukan wawasan yang luas dan selalu memperhatikan mengenai perkembangan keilmuan dan peraturan perundang-undangan berkaitan dengan akta yang dibuatnya, hal tersebut bertujuan agar Notaris tidak salah dalam mengkonstruksikan kehendak para pihak ke dalam suatu akta. Metode penelitian dalam tesis ini ialah bentuk penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian preskriptif Hasil penelitian ini adalah akibat hukum akta sewa menyewa rumah yang dibuat berdasarkan PPJB adalah sah dan mengikat bagi para pihak dalam perjanjian serta berlaku bagi undang-undang bagi para pihak karena akta PPJB Nomor 22 telah dilakukan secara lunas sehingga secara yuridis materiil dianggap telah terjadi peralihan hak kepemilikan sehingga calon pembeli berhak untuk menyewakan objek miliknya kepada pihak lain yang dituangkan kedalam Akta Sewa Menyewa Nomor 23, akan tetapi pada kasus ini Penulis berpendapat bahwa Notaris salah dalam merumuskan persoalan hukum antara para pihak. Seharusnya Notaris membuat akta pinjam pakai bukan akta sewa menyewa karena pihak penyewa dibebaskan dari pembayaran harga sewa. Perlindungan hukum bagi pihak yang menyewakan akibat wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penyewa sehingga menimbulkan kerugian terhadapnya apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata maka pihak yang menyewakan berhak untuk memperoleh hak-haknya kembali akibat wanprestasi yang dilakukan oleh penyewa dengan meminta pemenuhan prestasi, ganti kerugian, dan pengembalian objek sewa

Notary is obliged to provide legal counselling by paying attention to the deed carefully. Notary requires extensive knowledge, looking for knowledge developments, and paying attention to the rule of the law in order of the occupation, to avoid legal problems in the future. This research analyze the decision of the judges about the law consequences of the lease deed based on PPJB and legal protector for the lessoe due to default that causing loss based on the decision of high court Medan number 8/pdt/2022.PT MDN. The research method in this thesis is a form of doctrinal research by using typology of research. The result of this research indicates that legal consequences of the lease deed based on PPJB is valid and binding the parties of the agreement because the PPJB deed Number 22 has been paid in full so that it is legally considered that there has been a transfer of ownership rights so that prospective buyers are authorized to rent their objects to other parties as stated in the Lease Deed Number 23. However, the notary made a mistake in classifying a legal problem. Legal issues in the case lead to problems in the form of loan deed. Notaries should make a loan deed instead of a lease deed because the tenant is exempt from paying the rental price. Legal protector for the lessoe due to default that causing loss associated to article 1267 KUHPerdata, then the lessoe has the right to get the object of the rent back due to the default that caused by the lessee by asing for the fulfilment of the contents of the agreements, compensation, and return of the object of the lease"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febyola Berlyani Sugiarto
"Dalam rangka memberikan kepastian hukum maka peralihan hak atas tanah melalui jual beli harus dituangkan dalam Akta Jual Beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun apabila persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang belum dipenuhi maka dapat dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sebagai perjanjian pendahuluan. Dalam kenyataannya, PPJB sering disalahgunakan untuk menutupi perbuatan hukum yang tidak seharusnya dilakukan guna mengalihkan kepemilikan hak atas tanah, yaitu melalui pencantuman klausula “membeli kembali” sebagaimana ditemukan dalam kasus yang ada pada Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 215/PDT/2021/PT.SMG. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan akibat hukum dari PPJB yang mengandung klausula “membeli kembali” serta tanggung jawab PPAT dalam pembuatan akta jual beli (AJB) berdasarkan PPJB yang mengandung klausula “membeli kembali”. Penelitian hukum doktrinal ini dilakukan untuk menjawab kedua masalah tersebut. Data sekunder yang dikumpulkan melalui studi dokumen (kepustakaan), selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dinyatakan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, akibat hukum dari PPJB yang mengandung klausula “membeli kembali” menurut putusan hakim a quo adalah sah dan mengikat. Namun putusan tersebut tidak tepat, karena PPJB dengan klausula “membeli kembali” tidak dikenal dalam Hukum Adat, selain itu juga merupakan suatu penyelundupan hukum yang menjadikan isi PPJB tersebut mengandung unsur penyalahgunaan keadaan, kausa terlarang, dan pelanggaran iktikad baik sehingga mengakibatkan PPJB menjadi cacat hukum dan seharusnya batal demi hukum. Adapun AJB yang dibuat berdasarkan PPJB semacam itu juga menjadi tidak sah, terlebih dalam pembuatan AJB di hadapan PPAT pihak penjual tidak dihadirkan, oleh karena itu AJB tersebut tidak memenuhi syarat formiil sehingga harus dinyatakan batal demi hukum; Kedua, tanggung jawab PPAT dalam pembuatan AJB berdasarkan PPJB yang mengandung unsur cacat hukum adalah tanggung jawab secara perdata. Hal ini disebabkan karena PPAT telah lalai dalam membuat AJB tanpa memperhatikan keabsahan dokumen yang berkaitan dengan AJB, selain itu juga tidak dihadirkannya salah satu pihak pada saat pembuatan AJB. Namun PPAT dalam kasus yang ada dalam putusan a quo telah meninggal dunia sehingga pertanggungjawaban secara perdata yang harus ditanggung oleh PPAT menjadi gugur.

In order to provide legal certainty, the transfer of land rights through buying and selling must be stated in the Sale and Purchase Deed before the Land Deed Making Officer (PPAT). However, if the requirements specified by law have not been met, a Sale Purchase Agreement (PPJB) can be made as a preliminary agreement. In reality, PPJB is often misused to cover up legal actions that should not have been taken to transfer ownership of land rights, namely through the inclusion of a “buy back” clause as found in the case in the Semarang High Court Decision Number 215/PDT/2021/PT. SMG . The issues raised in this study are related to the legal consequences of the PPJB which contains a "buy back" clause and the PPAT's responsibility in making a sale and purchase deed (AJB) based on the PPJB which contains a "buy back" clause. This doctrinal legal research was conducted to answer these two problems. Secondary data collected through document study (library), then analyzed qualitatively. From the results of the analysis, several things can be stated as follows: First, legal consequences of the PPJB which contains a "buy back" clause according to the judge's decisiona quo is valid and binding. However, this decision is not correct, because the PPJB with the "buy back" clause is not recognized in customary law, besides that it is also a law smuggling which makes the contents of the PPJB contain elements of misuse of circumstances, prohibited causes, and violations of good faith so that the PPJB becomes legally flawed and should be null and void. As for AJB made based on such PPJB also becomes invalid, especially in the making of AJB before the PPAT the seller is not presented, therefore the AJB does not meet the formal requirements so it must be declared null and void; Second, PPAT's responsibility in making AJB based on PPJB which contains elements of legal defects is a civil responsibility. This was because the PPAT had neglected to make the AJB without regard to the validity of the documents related to the AJB, besides that one of the parties was not present at the time the AJB was made. But PPAT in the case that is in the decisiona quo has passed away so that the civil liability that must be borne by the PPAT is null and void."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>