Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138315 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitri Azizah
"Servisitis klamidia masih menjadi masalah kesehatan yang cukup signifikan di Indonesia karena sulitnya diagnosis pasti klamidia. Pemeriksaan penunjang yang mudah dan murah dilakukan yaitu pewarnaan Gram namun memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Pemeriksaan baku emas adalah polymerase chain reaction (PCR) namun membutuhkan biaya mahal dan membutuhkan fasilitas laboratorium lengkap. Dibutuhkan sebuah tes cepat untuk mendiagnosis klamidiosis dengan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dari pewarnaan Gram. Penelitian ini bertujuan menentukan nilai diagnostik dari QuickStripe™ Chlamydia rapid test (CRT) dalam mendiagnosis servisitis klamidia pada perempuan risiko tinggi di Jakarta. Studi potong lintang ini melibatkan perempuan risiko tinggi, baik simtomatik maupun asimtomatik, yang berada di Balai Rehabilitasi Sosial Eks Watunas Mulya Jaya selama bulan Juni hingga Juli 2020. Apusan endoserviks diambil dari tiap subjek dengan urutan acak untuk pemeriksaan QuickStripe™ CRT, pewarnaan Gram, dan real time PCR. Sebanyak 41 subjek berpartisipasi dalam penelitian ini. Sensitivitas dan spesifisitas QuickStripe™ CRT pada penelitian ini adalah 73,6% (IK 95%: 48,80% sampai 90,85%) dan 81,82% (IK 95%: 59,72% sampai 94,81%), dengan nilai duga positif dan negatif sebesar 77,78% (IK 95%: 58,09% sampai 89,84%) dan 78,05% (IK 95%: 62,39% sampai 89,44%). Proporsi servisitis klamidia berdasarkan real-time PCR pada penelitian ini adalah 46,3%. Sebuah studi menyatakan bahwa penggunaan rapid test dengan sensitivitas suboptimal pada populasi risiko tinggi dapat meningkatkan angka pengobatan dibandingkan penggunaan baku emas yang membutuhkan kunjungan ulang agar pasien mendapatkan pengobatan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa QuickStripe™ CRT dapat menjadi alternatif dalam mendiagnosis servisitis klamidia pada perempuan risiko tinggi di Jakarta.
.....Chlamydial cervicitis is one of health problems in Indonesia due to difficulty of definitive diagnosis for Chlamydia trachomatis. Gram staining is quick and affordable and usually done to make presumptive diagnosis despite its low sensitivity and specificity. Polymerase chain reaction (PCR) is considered gold standard but costly, technically demanding and difficult to be performed in low-resource settings. Thus, a rapid test with higher sensitivity and specificity is needed to aid chlamydial cervicitis. This study aims to determine the diagnostic value of QuickStripe™ Chlamydia rapid tests (CRT) in diagnosing chlamydial cervicitis among high-risk women in Jakarta. This cross-sectional study included symptomatic and asymptomatic high risk women in Balai Rehabilitasi Sosial Eks Watunas Mulya Jaya during June to July 2020. Endocervical swabs from each participant were taken for QuickStripe™ CRT, Gram staining, and real time PCR. A total of 41 participants were enrolled. The sensitivity and specificity for QuickStripe™ CRT were 73.6% (95% CI: 48,80% to 90.85%) and 81.82% (95% CI: 59.72% to 94.81%). Positive and negative predictive value were 77.78% (95% CI: 58.09% to 89.84%) and 78.05% (95% CI: 62.39% to 89.44%). Chlamydial cervicitis proportion based on real-time PCR was 46.3% in this study. A modelling study stated that a rapid test with suboptimal sensitivity in a high risk setting can improve rates of treatment compared to a gold standard test that requires return visits for patients to receive results and treatment. We concluded that QuickStripe™ CRT may become alternative diagnostic test among high-risk women in Jakarta."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Nur Safitri
"ABSTRAK
Latar Belakang : Wanita Penjaja Seks Langsung (WPSL) yaitu wanita
yang beroperasi secara terbuka sebagai penjaja seks komersial. WPSL termasuk
dalam kelompok risiko tinggi dalam penyebaran kasus IMS khususnya Infeksi
Klamidia, berdasarkan data STBP tahun 2011, menunjukkan bahwa prevalensi
Gonore dan Klamidia tertinggi pada kelompok WPSL (56%). Tujuan :
Mengetahui faktor risiko kejadian Infeksi Klamidia pada WPSL di Bandung tahun
2011, faktor karakteristik demografi responden (umur, pendidikan, status
perkawinan, lama bekerja), faktor pengetahuan sikap dan perilaku (umur
hubungan seks pertama,bilas vagina, penggunaan kondom, , riwayat mengalami
gejala IMS, keterpaparan informasi), dan faktor pelanggan. Metode : Desain
penelitian ini adalah potong lintang, dengan menggunakan data sekunder
Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) pada kelompok WPSL di
Bandung Tahun 2011. Data dianalisis secara univariat dan bivariat.
Hasil : penelitian menunjukkan bahwa proporsi WPSL yang mengalami
infeksi Klamidia sebesar 51,6%, rata-rata umur yaitu 25 tahun, sebagian besar
berpendidikan SLTA/sederajat (46,4%), 70% sudah menikah/pernah menikah,
umur pertama berhubungan seks terbanyak saat berumur ≥ 17 tahun (65,6%),
lama bekerja ≥ 2 tahun sebesar 52%, pernah mengalami gejala IMS 57,6%, tidak
memiliki kebiasaan bilas vagina 82,8%, kurang konsistensi penggunaan kondom
sebesar 64,5%, pernah terpapar informasi sebesar 99,7%, jumlah pelanggan ≥ 15
orang per minggu sebesar 51,6%. Secara statistik beberapa faktor-faktor
menunjukkan adanya hubungan yang lemah dengan kejadian infeksi Klamidia
seperti pada variabel konsistensi penggunaan kondom (PR=1,4 95%CI 0,74-2,67)
dan variabel umur (PR=1,4 95%CI 1,1-1,8). Kesimpulan : Secara statistik
beberapa faktor-faktor menunjukkan adanya hubungan yang lemah dengan
kejadian infeksi Klamidia yaitu pada variabel umur dan variabel konsistensi
penggunaan kondom.

ABSTRACT
Background : Direct sex workers ( WPSL ) is a woman who operates openly as
commercial sex workers . WPSL included in the high risk group in the case of the
spread of STIs , especially Chlamydia infection , based on data IBBS in 2011 ,
showed that the highest prevalence of gonorrhea and chlamydia in the WPSL
group (56%) .Objective: To determine risk factors for the incidence of Chlamydia
infection in WPSL in Bandung 2011 ,factors demographic characteristics of
respondents (age ,education ,marital status ,length of work ), knowledge attitudes
and behavioral factors (age of first intercourse, douche vagina, condom use,
history experiencing symptoms of STIs, exposure information) ,and customer
factors. Methods :The study design was cross-sectional, using secondary data
Integrated Biological and Behavioral Surveillance (IBBS) in the WPSL group in
Bandung in 2011 .Data were analyzed using univariate and bivariate .
Results: The study showed that the proportion experiencing WPSL Chlamydia
infection was 51.6% , the average age is 25 years old, the majority of high school
education/equivalent (46.4%), 70% were married/never married ,age at first
sexual intercourse most currently aged ≥ 17 years old (65.6%) ,≥ 2 years old work
by 52% ,had experienced symptoms of STIs 57.6% , do not have the habit of a
douche 82.8% ,less consistent use of condoms by 64.5%, been exposed to
information by 99.7%, ≥15 the number of customers per week at 51.6%.
Statistically, several factors indicate a weak correlation with the incidence of
Chlamydia infection as the variable consistency of condom use (PR=1.4 95% CI
0.74to2.67) and the age variable (PR=1.4 95%CI 1.1to1.8) .Conclusion
:Statistically, several factors indicate a weak correlation with the incidence of
Chlamydia infection is the age variable and variable consistency of condom"
Universitas Indonesia, 2014
S53219
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Landi
"Klamidia adalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri chlamydia trachomatis, merupakan IMS dengan prevalensi tertinggi yang menginfeksi manusia terutama pada umur 15-49 tahun. Klamidia apabila tidak diobati menyebabkan kekamilan ektopik, infertilitas, servisitis, nyeri panggul kronis dan dapat menyebabkan bayi lahir prematur dan infeksi mata pada bayi. Wanita Penjaja Seks Tidak Langsung (WPSTL) berisiko terhadap penularan klamidia karena perilaku seksnya dan kurang pengawasan dan pelayanan kesehatan karena pada umumnya beroperasi secara tersembunyi. Penelitian ini menggunakan data sekunder Survei Terpadu Perilaku dan Biologis (STBP) 2015. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Populasi penelitian adalah WPSTL di 11 kabupaten/kota Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi klamidia sebesar 31,9%. Proporsi WPSTL yang tidak konsisten menggunakan kondom sebesar 23,2%. Hasil analisis multivariat diketahui bahwa WPSTL yang tidak konsisten menggunakan kondom berisiko 1,2 kali (PR=1,2 ; (%%CI=0,933-1,522), hasil ini secara statistik tidak bermakna. Cara pencegahan infeksi klamidia pada WPSTL antara lain dengan penggunaan kondom secara konsisten dan benar terutama pada WPSTL berusia <25 tahun dan menderita IMS lain.

Chlamydia is a sexually transmitted infection (STI) caused by the bacterium Chlamydia trachomatis, the highest prevalence of STIs that infects humans, especially at the age of 15-49 years. Chlamydia if left untreated causes ectopic pregnancy, infertility, cervicitis, chronic pelvic pain and can cause babies to be born prematurely and eye infections in infants. Indirect Female Sex Workers (IFSW) are at risk of transmission of chlamydia due to their sexual behavior and lack of supervision and health services because they generally operate in secret. This study uses secondary data on the 2015 Integrated Behavioral and Biological Survey (IBBS). The research design used was cross sectional. The study population was IFSW in 11 districts/cities in Indonesia. The results showed the prevalence of chlamydia was 31.9%. The proportion of WPSTL that is not consistent using condoms is 23.2%. The results of multivariate analysis revealed that WPSTL who were inconsistent using condoms were 1.2 times at risk (PR = 1.2; (95% CI = 0.933-1.522), this result was not statistically significant. IFSW prevention methods included using condoms consistently and correctly especially at IFSW <25 years old and suffer from other STIs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Indra Sanjaya
"Sepsis adalah gejala klinis akibat infeksi disertai respon sistemik yang dapat berupa hipotermia, hipertermia, takikardia, hiperventilasi atau letargi. Sepsis neonatorum adalah sepsis yang teijadi pads neonates, dan pada biakan darah didapatkan basil positif. Pada sepsis neonatorum sering disertai infeksi saluran kemih (ISK). ISK ini dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan memperberat sepsis. Untuk menegakkan diagnosis ISK sebagai standar adalah hitting koloni kuman pada biakan urin. Pewarnaan Gram urin merupakan pemeriksaan yang cepat, dapat rnengetahui morfologi dan jumlah kuman dalam hari pertama, serta dapat mendeteksi adanya ISK. Dengan melihat basil pewarnaan Gram urin maka pemberian terapi antibiotika secara empiris dapat lebih terarah. Tujuan penelitian ini ialah mendapatkam metode yang cepat dan mudah untuk mendeteksi ISK pada sepsis neonatorum. Penelitian ini juga bertujuan mendapatkan data proporsi ISK, pola kuman penyebab ISK dan antibiogramnya pada sepsis neonatorum.
Subjek penelitian adalah 100 bayi secara klinis menderita sepsis neonatorum yang dirawat di bangsal Perinatologi dan NICU Bagian IKA RSCM. Bahan berupa darah vena dan urin kateterisasi, diperiksa di Bagian Patologi Klinik RSCM. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pewamaan Gram urin langsung dan urin sitospin, biakan min, dan biakan darah. Dinilai tingkat sensitivitas dan spesifisitas pewarnaan Gram urin terhadap biakan urin.
Pada penelitian ini didapatkan proporsi ISK pada sepsis neonatorum sebesar 8%. Pola kuman penyebab ISK terbanyak pada sepsis neonatorum adalah Pseudomonas sp dan Staphylococcus epidermidis. Tes sensitivitas antibiotika Pseudomonas sp resisten terhadap antibiotika yang diujikan. Staphylococcus epidermidis sensitif terhadap antibiotik Ampicillinsulbactam, Vancomycin, Meropenem, Imipenem, dan Oxacillin. Pada penelitian ini didapatkan tingkat sensitivitas pewarnaan Gram urin langsung 75% dan spesifisitas 100%, sedangkan pewarnaan Gram urin sitospin didapatkan sensitivitas 100% dan spesifisitas 98,9%. Pada kurva receiver operator curve (ROC) didapatkan sensitivitas dan spesitifitas terbaik pewamaan Gram urin sitospin untuk diagnosis ISK bila cut off point > 3 kuman per lapangan pandang imersi (pembesarkan 1000x). Pewarnaan Gram urin sitospin merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk mendiagnosis ISK pada sepsis neonatorum secara rutin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Febrianti
"Infeksi Chlamydia trachomatis (CT) genital merupakan penyebab infeksi menular seksual (IMS) terbanyak baik di negara industri, maupun di negara berkembang. Prevalensi infeksi ini bervariasi bergantung pada faktor risiko, kelompok populasi yang diteliti, dan metode pemeriksaan yang digunakan. Penelitian meta-analisis di tahun 2005 melaporkan bahwa prevalensi infeksi CT berkisar antara 3,3% hingga 21,5%.5 Prevalensi infeksi CT pada wanita risiko tinggi meningkat 8 kali lipat dibandingkan dengan wanita risiko rendah. Penelitian tahun 2001 di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mufya Jaya mendapatkan angka kejadian infeksi CT adalah 31,1% dengan metode probe DNA PACE 2® dan 27,8% dengan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) Chlamydiazime®. Data tahun 2004 hingga 2005 di PSKW Mulya Jaya berdasarkan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear (PMN) tanpa ditemukan penyebab spesifik dengan pewarnaan gram, menunjukkan bahwa insidens infeksi genital nonspesifik sebesar 11,1%. Morbiditas dan komplikasi infeksi CT mempengaruhi kesehatan reproduksi wanita akan menimbulkan masalah ekonomi dan psikososial yang serius. Penyakit ini pada wanita dapat menimbulkan gejala uretritis, servisitis, dan penyakit radang panggul (PRP). Selanjutnya dapat terjadi nyeri panggul kronis, kehamilan ektopik, serta infertilitas. Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat Iebih dari 4 juta kasus Baru infeksi CT setiap tahun dan akibatnya 50.000 wanita mengalami infertilitas. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi CT dapat menderita konjungtivitis dan/atau pneumonia. Selain itu, infeksi CT juga meningkatkan risiko terkena infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan menderita kanker serviks.
Umumnya infeksi CT bersifat asimtomatik pada 75-85% wanita dan pada 50-90% pria, sehingga penderita tidak mencari pengobatan. Individu terinfeksi CT yang asimtomatik merupakan sumber penuiaran di masyarakat, khususnya wanita penjaja seks (WPS) yang berganti-ganti pasangan seksual. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan uji diagnostik infeksi CT terhadap semua wanita seksual aktif usia <20 tahun; wanita baik usia 20-24 tahun, maupun usia >24 tahun dengan salah satu faktor risiko sebagai berikut: tidak selalu menggunakan kondom, atau mempunyai pasangan seks baru, atau memiliki pasangan seks >1 selama 3 bulan terakhir; serta wanita hamil. Skrining CT pada kelompok wanita risiko tinggi efektif menurunkan insidens infeksi CT dan risiko terjadinya sekuele jangka panjang. Dengan demikian, diperLukan uji diagnostik untuk deteksi infeksi CT yang cepat dan sederhana, sehingga dapat diberikan pengobatan yang tepat serta efektif pada kunjungan pertama guna mencegah transmisi dan komplikasi penyakit lebih lanjut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suksmagita Pratidina
"Chlamydia trachomatis (CT) merupakan bakteri penyebab infeksi menular seksual (IMS) yang paling sering terjadi, dengan perkiraan angka kejadian 50 juta kasus per tahun di seluruh dunia. Lebih dari 3 juta kasus baru dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun 1995. Hal ini membuat infeksi CT tidak hanya sebagai penyakit infeksi menular seksual (IMS) terbanyak, tetapi juga penyakit infeksi tersering di Amerika Serikat. Penelitian meta-analisis di tahun 2005 melaporkan bahwa prevalensi infeksi CT berkisar antara 3,3% hingga 21,5%.
Terdapat 2 Cara transmisi infeksi CT yaitu secara horizontal dan vertikal. Infeksi horizontal umumnya terjadi melalui hubungan seksual lewat vagina dan anus tanpa pelindung, sedangkan infeksi vertikal terjadi saat proses kelahiran. Meskipun infeksi Iebih sering terjadi pada genital dan konjungtiva, temyata permukaan mukosa faring, uretra dan rektum juga merupakan lokasi kolonisasi CT. Hubungan orogenital awalnya tidak dipikirkan sebagai jalur transmisi CT, sehingga pemeriksaan skrining rutin untilk infeksi CT faring belum dianjurkan pada pedoman di Amerika Serikat dan Inggris. Namun dengan semakin banyaknya praktek fellatio dan jarangnya penggunaan kondom, kemungkinan transmisi CT pada orofaring dapat terjadi. Chlamydia trachomatis sering merupakan penyebab infeksi anorektum (proktitis akut) yang ditularkan secara seksual, khususnya pada populasi men who have sex with men (MSM) yang melakukan hubungan seksual lewat rektum tanpa perlindungan kondom.
Selain MSM, waria juga merupakan kelompok risiko tinggi yang rentan terhadap infeksi tersebut. Waria memiliki jumlah pasangan seksual Iebih banyak dibandingkan dengan kelompok risiko tinggi lain (penjaja seks wanita dan MSM), Iebih banyak bekerja menjajakan seks demi uang, memiliki pendapatan paling rendah, banyak yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Waria adalah istilah yang hanya digunakan di Indonesia, yaitu singkatan dari wanita-pria. Walaupun hingga saat ini belum ada data yang akurat mengenai jumlah populasi waria di Jakarta, namun menurut data yang didapat diperkirakan sekitar 8000 orang yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya. Pasangan seksual waria adalah laki-laki heteroseksual, waria tidak pernah berhubungan seksual dengan sesama waria atau dengan laki-laki homoseksual. Waria melakukan hubungan seksual secara orogenital dan anogenital reseptif dan memiliki perilaku seksual yang sangat berisiko." Banyak waria di Jakarta terlibat dalam hubungan seks komersial lewat oral dan anal reseptif tanpa pelindung/kondom. Masalah perilaku seksual tersebut merupakan pintu masuk bagi penularan IMS pada kelompok waria. Meskipun perilaku ini meningkatkan risiko untuk terkena IMS dan HIV, sangat sedikit data yang ada mengenai prevalensi infeksi ini berikut perilaku seksualnya. Pada kelompok ini angka prevalensi panting untuk diketahui karena prevalensi 1MS merupakan salah satu indikator yang memberi gambaran prevalensi infeksi HIV/AIDS.
Sebagian besar individu yang terinfeksi CT bersifat asimtomatik, sehingga merupakan sumber penyebaran infeksi yang potensial. Guna mencegah penyebaran infeksi, perlu diperhatikan diagnosis dini berdasarkan tes laboratorik yang akurat dan pengobatan yang efektif. Hingga tahun 80-an, diagnosis infeksi CT hanya berdasarkan pada isolasi organisme dengan kultur jaringan. Meskipun kultur masih merupakan baku emas untuk pemeriksaan CT, teknik ini membutuhkan pengambilan spesimen yang teliti dan kondisi transpor yang ketat. Selain itu pemeriksaan kultur belum distandarisasi dan dapat terjadi variasi hasil antar laboratorium. Uji nonkultur untuk deteksi CT pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 80-an dan perkembangannya sangat baik karena tidak membutuhkan organisme hidup, sehingga mengatasi masalah pengambilan dan transportasi spesimen yang berhubungan dengan metode kultur."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18013
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Jayanti
"Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan RI, sampai dengan September 2006 secara kumulatif jumlah orang yang terinfeksi HIV sebanyak 4.617 kasus dan AIDS sebanyak 6.987 kasus, tersebar di 32 propinsi dan 158 kabupaten/kota. Pada tahun 2006 Jakarta dan Bali termasuk 6 propinsi (Papua, DKI Jakarta, Riau, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat) yang memiliki prevalensi HIV kelompok berisiko tertentu telah melewati angka 5 persen yang menurut kategori WHO telah memasuki tingkat terkonsentrasi. Adanya layanan tes HIV sebagai tempat untuk konseling dan melakukan tes HIV sangat berperan sebagai pintu masuk untuk mendapatkan akses ke semua pelayanan, baik informasi, edukasi, terapi atau dukungan psikososial bagi klien yang memanfaatkannya. Walaupun begitu, masih rendah tingkat pemanfaatkannya.
Tujuan penelitian adalah mengetahui gambaran pengguna layanan tes HIV berdasarkan tempat layanan tes HIV dan faktor yang berpengaruh terhadap status HIV positif pada klien layanan tes HIV di Jakarta dan Bali tahun 2007. Penelitian ini termasuk ke dalam disain penelitian deskriptif dan analitik. Deskripsi tentang pengguna klinik-klinik layanan tes HIV di Jakarta dan Bali tahun 2007 dan menganalisis dengan jenis penelitian potong lintang, dalam hal ini mempelajari faktor yang berpengaruh terhadap status HIV positif di Jakarta dan Bali tahun 2007.
Hasil analisis menunjukkan bahwa penasun akan berisiko untuk HIV positif sebesar 6,3 kali lebih tinggi dibandingkan lainnya setelah dikontrol dengan factor kelompok umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan cara penularan, dengan 95% CI (2,9 ? 13,7), nilai p<0,001.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kelompok berisiko dari kalangan penasun memiliki pengaruh yang paling besar terhadap status HIV seseorang dan memiliki risiko terinfeksi HIV yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok berisiko lainnya.
Dari penelitian ini disarankan agar penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan memperkuat pendekatan kesehatan masyarakat, dengan pendekatan promosi kesehatan, diagnosis dini, pengobatan segera, sampai rehabilitasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Bakri
"Diare yang masih sering terjadi di masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri gram negatif Escherichia coli. Bakteri yang sering ditemukan di lingkungan ini telah diteliti mulai menunjukkan resistensi terhadap beberapa jenis antibiotik. Dalam penelitian ini, senyawa novel analog 3-13 dan aromatik sederhana 1-4 yang merupakan turunan dari senyawa Antimycin A3 telah diujikan terhadap Escherichia coli galur ATCC 25922.
Penelitian ini didasari oleh penelitian sebelumnya oleh Arsiati et al yang menunjukkan bahwa modifikasi pada gugus dilakton cincin sembilan mampu meningkatkan aktivitas biologisnya terhadap kanker. Senyawa-senyawa tersebut diuji dalam konsentrasi 400 μg/mL, 200 μg/mL, 100 μg/mL, dan 50 μg/mL terhadap suspensi Escherichia coli dengan konsentrasi 1,5 x 107 bakteri/mL. Penelitian ini dijaga dengan dilakukan dua kali pengulangan. Setelah diujikan, hasil reaksi tersebut diinkubasi selama 24 jam.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas antibakteri terhadap senyawa novel aromatik 3 (senyawa 16) daripada Antimycin A3 terhadap bakteri Escherichia coli. Selain itu, ditemukan juga bahwa senyawa Antimycin A3 tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli, berbeda dengan hasil penelitian oleh Arsianti et al yang menunjukkan adanya aktivitas antibakteri dalam metode difusi agar.
Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa modifikasi pada gugus dilakton cincin sembilan Antimycin A3 dapat meningkatkan aktivitas antibakterinya terhadap Escherichia coli.

Diarrhea which is still a common thing to find in society generally caused by gram-negative bacteria Escherichia coli. This bacteria which often be found in the environments have been studied starting to show resistance to several types of antibiotics. In this study, novel analogue compounds 3-13 and aromatic 1-4 which are derivates from compounds Antimycin A3 has been tested against ATCC 25922 strain Escherichia coli.
This study is based on previous research by Arsiati et al who had demonstrated that modification on the cluster 9-ring-dilactone can increase its biological activity against cancer. The compounds are tested in a concentration of 400 μg/mL, 200 μg/mL, 100 μg/mL, and 50 μg/mL against Escherichia coli with concentration 1,5 x 107 bacteria/mL. This research was also being done in two repetitions. Once tested, the reaction products were incubated for 24 hours.
The results showed an increase in antibacterial activity of novel aromatic compound 3 (compound 16) than Antimycin A3 against the bacteria Escherichia coli. In addition, it was found that the compounds Antimycin A3 showed no antibacterial activity against Escherichia coli, in contrast to the results of research by Arsianti et al who had showed antibacterial activity in the agar diffusion method.
From these results, it can be concluded that modifications of 9-ring-dilactone of Antimycin A3 can enhance its antibacterial activity against Escherichia coli
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Noor Muhammad
"ABSTRAK
Latar belakang: Menurut data tahun 2015 dari WHO dan UNAIDS, ada sekitar 36,7 juta orang di dunia hidup dengan HIV/AIDS. Di Indonesia, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi HIV mencapai 0,4 dimana terdapat 232.323 penderita HIV dan 86.780 penderita AIDS yang dilaporkan pada tahun 2016. Kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien HIV dapat digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan terapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesahihan dan keandalan kuesioner WHOQOL-HIV BREF dalam bahasa Indonesia sebagai alat untuk mengukur kualitas hidup pada pasien HIV/AIDS.
Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan di Poliklinik khusus HIV RSCM pada bulan November 2016 dengan cara consecutive sampling. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap awal yang merupakan proses adaptasi bahasa dan budaya dan tahap akhir yaitu uji kesahihan dan keandalan dari kuesioner.
Hasil : Dari 56 responden yang mengisi kuesioner diketahui bahwa 69,6% laki-laki. Melalui pendekatan multi-trait scaling analysis didapatkan nilai koefisien korelasi yang tinggi terhadap skor total domainnya sehingga dapat dapat dikatakan memiliki validasi yang baik. Korelasi antar domain kuesioner WHOQOL-HIV BREF dan domain kuesioner SF-36 didapatkan 6 domain yang signifikan bermakna (p <0,005) dengan nilai koefisien korelasi kuat (r=0,60-0,79). Keandalan kuesioner dinilai dengan intra class correlation coefficient masing-masing domain 0,401-0,484 dan nilai Alpha Cronbach 0,513-0,798.
Kesimpulan: Kuesioner WHOQOL-HIV BREF dalam bahasa Indonesia sahih dan andal. Diharapkan kualitas hidup dapat dipertimbangkan sebagai salah satu acuan respon pengobatan.

ABSTRACT
Background According to data from WHO and UNAIDS in 2015, approximately 36.7 million people worldwide living with HIV AIDS. In Indonesia, according to the data from the Ministry of Health Republik Indonesia, the HIV prevalence reached 0.4 where 232.323 people living with HIV and 86.780 people already in AIDS stage at 2016. Health status, which contributes to the quality of life in HIV patients, can be used as one indicators of the success of therapy. This study aims to determine the validity and reliability of the questionnaire WHOQOL HIV BREF in Indonesian as a tool for measuring the quality of life of HIV patients.
Methods: A cross sectional study was conducted in HIV Integrated Service Unit Cipto Mangunkusumo General Hospital RSCM in November 2016 with consecutive sampling method. The study was conducted in two phases first, the language and cultural adaptation process and second phase was to test the validity and reliability of the questionnaire.
Result: Total 56 respondents who filled the questionnaire, 69.6 % of them were men. Through a multi-trait scaling analysis, correlation coefficient value has a high correlation to the total score domain, and thus can be concluded that it has a good validation. Correlation between questionnaire domain WHOQOL-HIV BREF and SF-36 questionnaire domain obtained 6 significant domain (p <0.005) with a strong correlation coefficient (r=0.60 to 0.79). Reliability of the questionnaire was assessed by intra class correlation coefficient, each domain from 0.401 to 0.484 and 0.513 to 0.798 for Cronbach Alpha.
Conclusion: The questionnaire WHOQOL-HIV BREF in the Indonesian language is valid and reliable. As such the quality of life can be considered as one criteria of a successful response of HIV treatment."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fina Arfah Sobarna
"Tumor merupakan sebuah benjolan abnormal dalam tubuh yang dapat bersifat jinak atau ganas dan biasanya disebabkan oleh penyebaran sel abnormal yang tumbuh tidak terkontrol dan tidak terkendali (keganasan) maupun infeksi. Pasien dengan penyakit kanker mengalami gejala fatigue, gangguan pola tidur, ansietas, depresi dan nyeri. Karya ilmiah ini bertujuan menganalisis pengaruh teknik relaksasi Benson sebagai salah satu intervensi keperawatan dalam mengatasi masalah nyeri. Metode yang digunakan berupa laporan kasus yang telah dikelola selama 4 hari terhadap pasien individu yang terdiagnosis tumor paru dan sedang menjalani perawatan di ruang Anggrek lantai 1 di salah satu rumah sakit umum pusat di Jakarta. Hasil menunjukkan bahwa pasien dapat menerima intervensi yang diberikan, melakukannya dengan baik dan rutin, sehingga dapat merasakan efek yang positif yaitu perasaan yang lebih nyaman dan tenang serta berkurangnya sensasi rasa nyeri. Kata kunci : relaksasi benson, nyeri, paliatif, ruang rawat.

Tumor is an abnormal lump in the body that can be benign or malignant and is usually caused by the spread of abnormal cells that grow uncontrollably and uncontrollably (malignancy) or infection. Patients with cancer experience symptoms of fatigue, disturbed sleep patterns, anxiety, depression and pain. This scientific work aims to analyze the effect of Benson's relaxation technique as a nursing intervention in overcoming pain problems. The method used is a case report that has been managed for 4 days on individual patients diagnosed with lung tumors and currently undergoing treatment at the Orchid Room on the 1st floor of one of the central public hospitals in Jakarta. The results show that patients can accept the intervention given, did it well and routinely, therefore the patient could feels positive effects which are more comfortable and relaxed, as well as  reduced pain sensation. Keywords : benson relaxation, pain, palliative care"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>