Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170280 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mirta Dwi Wulandari
"Emisi CO2 merupakan penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca. Lebih dari 70 persen total emisi gas rumah kaca di dunia dihasilkan dari konsumsi rumah tangga. Sektor energi menjadi penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca di Indonesia. Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari penggunaan energi pada rumah tangga di Indonesia meningkat 17,19 persen dari tahun 2000 hingga 2016. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ukuran dan struktur rumah tangga memengaruhi emisi CO2. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan ukuran dan struktur rumah tangga dengan emisi CO2 yang dihasilkan di Indonesia. Emisi CO2 yang dihitung pada penelitian ini dibedakan menjadi 2 yaitu berdasarkan jenis bahan bakar yang dikonsumsi (bensin, solar, LPG, dan minyak tanah) dan berdasarkan penggunaan bahan bakar itu (transportasi dan memasak).
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019 dengan rumah tangga yang mengonsumsi paling tidak satu jenis bahan bakar yaitu bensin, solar, LPG, dan minyak tanah sebagai unit analisis. Pengukuran emisi CO2 mengikuti pedoman dari International Panel of Climate Change (IPCC) tahun 2006 dengan menggunakan tier 1 dan pedoman perhitungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Analisis regresi berganda dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian. Penemuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran dan struktur rumah tangga memengaruhi emisi CO2. Ukuran rumah tangga berhubungan positif dengan emisi CO2 dari memasak atau dari LPG dan minyak tanah tetapi berhubungan negatif dengan emisi CO2 dari transportasi atau dari bensin dan solar. Hal itu menunjukkan bahwa perlakuan sharing goods berbeda-beda. Struktur rumah tangga berhubungan positif terhadap emisi CO2. Hal itu menunjukkan bahwa ada perbedaan perilaku antara anggota rumah tangga usia produktif dengan non produktif.

Carbon dioxide (CO2) emissions are the biggest contributor to greenhouse gas emissions. More than 70 percent of the total greenhouse gas emissions in the world are generated from household consumption. The energy sector is the biggest contributor to greenhouse gas emissions in Indonesia. Greenhouse gas emissions resulting from energy use in households in Indonesia increased by 17.19 percent from 2000 to 2016. Previous studies have shown that household size and composition affect CO2 emissions. This study aims to invetigate the relationship of household size and composition with CO2 emissions produced in Indonesia. CO2 emissions calculated in this study can be divided into 2, based on the type of fuel consumed (gasoline, diesel, LPG, and kerosene) and based on the purpose of consuming the fuel (transportation and cooking). This study uses the 2019 National Socio-Economic Survey (Susenas) data with households consuming at least one type of fuel, namely gasoline, diesel, LPG, and kerosene as the unit of analysis. The measurement of CO2 emissions follows the guidelines of the International Panel of Climate Change (IPCC) in 2006 using tier 1 and calculation guidelines from the Ministry of Environment and Forestry (KLHK). Multiple regression analysis was performed to answer the research objectives. The findings of this study suggest that household size and composition affect CO2 emissions. The household size is positively related to CO2 emissions from cooking or from LPG and kerosene but is negatively related to CO2 emissions from transportation or from gasoline and diesel. This shows that the treatment of sharing goods varies. The household composition is positively related to CO2 emissions. This shows that there are differences in behavior between members of productive and non-productive age households."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhandy Arisaktiwardhana
"Jumlah impor lampu swabalast terus mengalami peningkatan sejak tahun 2008, dan pada bulan Agustus 2011, jumlah impor lampu swabalast mencapai 131,425,000 lampu. Faktor daya merupakan salah satu persyaratan unjuk kerja pada lampu swabalast yang harus dipenuhi oleh produsen. Saat ini, di Indonesia, penetapan batas faktor daya belum ditetapkan pada SNI IEC 60969:2009. Dengan tidak adanya ketentuan batas faktor daya pada SNI IEC 60969:2009, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemenuhan nilai faktor daya pada lampu swabalast terhadap persyaratan batas faktor daya yang tercantum pada ALC (Asia Lighting Council Compact Fluorescent Lamp Quality Guidelines for Bare Lamps). Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pengurangan penggunaan energi listrik (kWh) dan pengurangan emisi energi listrik (gr CO2) pada sektor rumah tangga di Indonesia, ditinjau dari peningkatan faktor daya produk lampu swabalast. Datadata yang digunakan pada penelitian ini meliputi faktor daya dan daya semu lampu swabalast, jumlah pelanggan rumah tangga, penggunaan energi primer PT. PLN (Persero), faktor emisi CO2 pada energi primer PT. PLN (Persero) dan biaya bahan bakar energi primer PT. PLN (Persero). Tahapan yang harus dilakukan pada penelitian ini adalah penilaian pemenuhan faktor daya pada lampu swabalast terhadap persyaratan SNI IEC 60969:2009 dan ALC, perhitungan pengurangan energi listrik (kWh) pada pihak pemakai listrik (rumah tangga), perhitungan energi listrik yang terbuang (kWh) pada pihak pemakai listrik (rumah tangga), perhitungan pengurangan biaya pembangkitan (khususnya biaya pemakaian bahan bakar) (Rp.) pada pihak penyedia listrik dan perhitungan pengurangan emisi energi listrik (gr CO2) pada pihak penyedia listrik. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk melakukan revisi terhadap persyaratan unjuk kerja yang tercantum SNI IEC 60969:2009, khususnya penetapan batas faktor daya. Revisi ini diperlukan bagi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Asosiasi Industri Perlampuan Indonesia (APERLINDO), Produsen, Laboratorium Penguji dan Lembaga Sertifikasi Produk sebagai acuan penerapan efisiensi energi pada lampu swabalast di Indonesia sesuai regulasi teknis terkait.

Self-ballasted lamps imports continued to increase since 2008, and in August 2011, the imports of self-ballasted lamps reached 131,425,000 lamp. Power factor is one of the performance requirements of self-ballasted lamps that must be met by the manufacturer. Currently, in Indonesia, the determination limits of power factor has not been established in SNI IEC 60969:2009. In the absence of statutes of limitation on power factor in SNI IEC 60969:2009, the study was conducted to determine compliance the value of power factor on selfballasted lamp with the requirements of power factor limits stated in ALC (Asia Lighting Compact Fluorescent Lamp Quality Council Guidelines for Bare Lamps). Observations conducted to determine the reduction in energy use (kWh) of electrical energy and emission reduction (gr CO2) on the household sector in Indonesia, in terms of improve power factor of self-ballasted lamp. The data used in this study include the power factor and apparent power of selfballasted lamps, the number of household customers, the primary energy use of PT. PLN (Persero), CO2 emission factor in primary energy of PT. PLN (Persero) and the cost of primary energy fuel of PT. PLN (Persero). Steps that must be done in this study is assessment of the fulfillment of the self-ballasted lamp power factor against the requirements of SNI IEC 60969:2009 and ALC; calculation of the reduction of electric energy (kWh) on the consumer of electricity (households), calculation of electric energy wasted (kWh) on the consumer of electricity (households), calculation of the reduction of electric energy emissions (gr CO2) on the electricity provider and calculation of the reduction of cost of generating electricity (especially fuel costs) (Rp.) on the electricity provider. The results of this study is to provide input for the National Standardization Agency (BSN) to revise the performance requirements specified in SNI IEC 60969:2009, in particular the determination of power factor limits. This revision is necessary for the Ministry of Energy and Mineral Resources, Lighting Industry Association of Indonesia (APERLINDO), Manufacturers, Testing Laboratory and Product Certification Bodies as a reference to implement energy efficiency on self-ballasted lamps in Indonesia according to the relevant technical regulations."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30911
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sasmita Hastri Hastuti
"Studi ini bertujuan untuk menguraikan perubahan emisi CO2 antara jangka menengah 1990-1995 dan jangka panjang 1990-2010 untuk mengidentifikasi pendorong utama perubahan emisi di tingkat sektoral. Menggunakan data input-output energi dengan metode dekomposisi struktural, perubahan emisi didekomposisi menjadi enam faktor pendorong: intensitas energi, faktor karbonisasi, teknologi, permintaan struktural, efek pola konsumsi dan efek skala. Model ini akan memungkinkan negara untuk mengidentifikasi pengaruh perubahan konsumsi energi, bauran energi dan efisiensi produksi sebagai pendorong emisi dari sisi penawaran tanpa mengabaikan hubungan dengan struktur ekonomi dan pertumbuhan permintaan akhir. Penelitian ini adalah upaya pertama dalam penguraian perubahan emisi CO2 pada seluruh sektor Indonesia. Sektor listrik, air dan gas, konstruksi dan pertambangan ditemukan sebagai pendorong utama peningkatan emisi CO2 dengan perubahan permintaan akhir sebagai faktor pendorong utama. Sementara itu, intensitas energi yang meningkat menyebabkan pengaruh yang cukup besar terhadap emisi di jangka panjang. Adapun faktor teknologi menurunkan potensi peningkatan emisi di jangka panjang. Studi ini juga menemukan bahwa perubahan struktur permintaan ke sektor padat energi untuk ekspor serta peningkatan permintaan sektor konstruksi pada belanja modal berkontribusi terhadap emisi pada jangka panjang.

This study aimed to decompose CO2 emission change between short run 1990 1995 and long run 1990 2010 in order to identify main drivers of emission change in sectoral level. Using energy input output and input output table, emission change decomposed into six factors energy intensity, carbonization factor, technology, structural demand, consumption pattern effect and scale effect. This model will allow a country to identify effect of energy consumption, energy mix and production efficiency as one of direct source of emission without ignoring link to economic structure and growth of final demand. This research is the first attempt in decomposing CO2 emission change in multi sectoral in Indonesia due to lack of literatures about energy related emission change in Indonesia. This study found that ldquo electricity, water and gas rdquo , ldquo construction rdquo and ldquo mining rdquo has become main drivers of increasing CO2 emission with growth in final demand as main driving factors. Meanwhile, increased energy intensity causes considerable impact on emissions in the long run and technology factor decreased potential emissions in the long run. This study also found that changes in demand structure to energy intensive sectors especially in exports as well as increased demand for construction sector on capital expenditure contribute to long term emissions.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reinaldo Giovanni
"ABSTRAK
Emisi gas rumah kaca (GRK) merupakan isu lingkungan yang belum bisa diselesaikan dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Fenomena tersebut juga terjadi di Indonesia, sebagai negara berkembang yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan. Setiap tahunnya, penyumbang terbesar untuk emisi GRK adalah emisi gas karbon dioksida. Pada tahun 2020, emisi gas karbon dioksida di Indonesia diprediksi mencapai angka 960 juta ton apabila tidak ada tindakan pencegahan (mitigasi). Salah satu mitigasi yang dapat dilakukan adalah penggunaan teknologi carbon capture and storage seperti di negara maju. Namun, penelitian dan informasi akan penerapan teknologi CCS di Indonesia masih minim. Dalam penelitian ini, penulis berusaha mengembangkan metode technology assessment (penilaian teknologi) dengan hasil keluaran berupa kriteria apa saja yang diperlukan apabila teknologi CCS diterapkan. Subkriteria tingkat penangkapan emisi gas karbon dioksida dan biaya investasi alat carbon capture memiliki bobot tertinggi untuk kriteria lingkungan dan ekonomi. Hasil keluaran yang diperoleh dan metode yang disusun diharapkan dapat menjadi acuan kerangka kerja bagi penerapan teknologi CCS, khususnya di Indonesia.

ABSTRACT
Green house gases (GHG) emission is one of the environmental issues that hasn?t been resolved and continued to increase annually. Carbon dioxide gas is known as the largest contributor for GHG emissions. This environmental issue also happens in Indonesia as a developing country which has focused on sustainable development. In 2020, the total emission of carbon dioxide gas in Indonesia is predicted around 960 million ton if there is no mitigation action. In developed countries, they have a bold step to mitigate their emission of CO2 gas by using Carbon Capture and Storage (CCS) technology. This technology is effective to reduce the CO2 emission in large-scale. The study and informations about CCS, as a new technology to reduce emission, haven?t well developed in Indonesia. Based on the situation, the author tries to do a research of CCS technology implementation in Indonesia using technology assessment method. The output of this research are giving understanding how CCS could be used by seeing what the criterias needed are, particularly in Indonesia. The rate of carbon capture of CO2 emission and the cost of investment for carbon capture technology are the main subcriterias for each criteria of environment and economic if the carbon capture technology implemented in Indonesia."
2016
T46260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Ratnaningsih
"

Sebagai negara kepulauan yang dua pertiga wilayahnya terdiri dari perairan, transportasi laut memiliki peran yang strategis dalam mendukung pembangunan nasional dengan lebih memperhatikan pengembangan industri maritimnya. Perdagangan global menjadikan sektor pelayaran salah satu yang memiliki peran penting. Meningkatnya kebutuhan akan jasa pelayaran juga akan meningkatkan fenomena pemanasan global, termasuk di Indonesia. Emisi karbon dioksida (CO2) dari sektor transportasi laut telah menjadi perhatian para pembuat kebijakan transportasi dan perubahan iklim, termasuk emisi CO2 di pelabuhan yang terus meningkat. Namun, studi yang ada berfokus terutama pada emisi CO2 dari pelayaran kapal, dengan sedikit perhatian pada kapal yang berlabuh di pelabuhan dan penanganan kargo di dalam pelabuhan. Studi ini mengambil sektor transportasi laut di Pelabuhan Indonesia dengan menggunakan bagian dari metodologi System Dynamics. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji dua kebijakan, yaitu penerapan Onshore Power Supply (OPS) dan pemberlakuan pajak karbon, yang bertujuan mengusulkan strategi mitigasi Emisi CO2 di sektor transportasi laut. Dengan demikian, pemodelan simulasi berdasarkan dinamika sistem telah diusulkan untuk membangun model penilaian dan membuat skenario.


As an archipelagic country with two-thirds of its territory consisting of waters and in line with global trade, Indonesia has made the shipping sector an essential and strategic role in supporting national development by paying more attention to developing its maritime industry. The increasing need for shipping services will also increase the phenomenon of global warming. CO2 emissions from the marine transportation sector have become a concern for transport policymakers and climate change regarding sustainability issues, including CO2 emissions in ports which continue to increase due to their significant impact on emerging environmental, social, and economic issues. However, the existing studies focus primarily on CO2 emissions from shipping, with little attention to vessel berthing in ports and cargo handling in ports. This study takes the sea transportation sector in Indonesian Ports by using the System Dynamics methodology to show the interrelationships between factors. The purpose of this study is to propose a CO2 emission mitigation strategy and evaluate policies implemented in the marine transportation sector. This study investigates two policies: the implementation of Onshore Power Supply (OPS) and the application of carbon tax. Thus, simulation modelling can build assessment models and create scenarios.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melisa Constantia
"Artikel ini bertujuan untuk meneliti penggunaan energi dan faktor utama yang mempengaruhi intensitas emisi karbon dari perusahaan manufaktur dengan menggunakan data industri manufaktur besar dan sedang periode 2011-2014. Meskipun sektor makanan dan minuman barang logam, elektronik, mesin dan barang galian bukan logam adalah sektor utama dengan penggunaan energi terbesar, hanya sektor barang galian bukan logam yang menunjukkan memiliki energi intensitas tertinggi. Sedangkan sektor makanan dan minuman dan barang logam, elektronik dan mesin memiliki intensitas energi yang rendah dikarenakan nilai tambah yang tinggi. Dengan menggunakan metode OLS, 2SLS, dan fixed-effect dalam meneliti determinan intensitas emisi karbon, penelitian ini menemukan bahwa manufaktur besar lebih rendah dan efisien dalam mengeluarkan emisi dibandingkan manufaktur kecil. Selain itu, tenaga kerja dan jumlah modal memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat intensitas emisi karbon. Sedangkan tingkat biaya untuk pemeliharaan mesin memiliki pengaruh positif terhadap intensitas emisi karbon. Hal ini dimungkinkan karena pemakaian mesin canggih yang memerlukan biaya pemeliharaan tinggi cenderung dilakukan oleh sektor industri yang emisi-intensif.

Using a firm-level dataset from the Indonesian large and medium manufacturing sector, this paper investigates the energy usage performance and the main factors that are related to carbon dioxide emission intensity of manufacturing firms, from 2011 to 2014. Although food, beverages; fabricated metal and machinery; and non-metallic mineral are three primary energy-intensive sectors, only the latter had high energy intensity. Meanwhile food industry and fabricated metal and machinery show low energy intensity due to their high value-added. This paper also presents an estimation of carbon dioxide emission due to fuels consumption of firms. During the period of study, the trend of carbon emission has increased, but the carbon emission intensity has shown improvement. Performing panel data framework, this study uses OLS, 2SLS, and fixed effect model in analysing the determinants of CO2 intensity. The result of the FE regressions suggests that larger firms are emission efficient compared to small sized firms. Similarly, capital- and labor-intensive firms are less-carbon intensive. Furthermore, firms that spend more on maintenance have emitted more. This perhaps due to the adoption of high maintenance equipment by emission-intensive firms that requires for more expanses."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Widya Kristiani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi dan menganalisis dampak urbanisasi terhadap konsumsi energi dan emisi CO2 dengan mengakomodir heterogenitas wilayah yang ada di Indonesia. Selain itu, perbedaan kawasan peruntukan di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) akan berpotensi menimbulkan dampak yang berbeda karena perbedaan karakteristik wilayah. Untuk menangkap heterogenitas regional yang ada di Indonesia, maka diaplikasikan metode estimasi data panel pada level provinsi selama periode 2011-2015. Hasil estimasi menunjukkan bahwa urbanisasi berdampak positif terhadap emisi CO2 namun tidak signifikan secara statistik dalam meningkatkan konsumsi energi per kapita. Terdapat pula perbedaan dampak urbanisasi KBI dan KTI terhadap konsumsi energi per kapita dimana dampak urbanisasi di KTI adalah negatif dan lebih rendah dibandingkan KBI.

This study aims to estimate and analyze the impact of urbanization on energy consumption and CO2 emissions by accommodating the heterogeneity of regions in Indonesia. In addition, differences in designation areas in western Indonesia (KBI) and eastern Indonesia (KTI) will have the potential to cause different impacts due to differences in regional characteristics. To capture regional heterogeneity in Indonesia, the method of estimating panel data at the provincial level was applied during the 2011-2015 period. The estimation results show that urbanization has a positive impact on CO2 emissions but is not statistically significant increasing per capita energy consumption. There are also differences in the impact of the KBI and KTI urbanization on per capita energy consumption where the impact of urbanization in the KTI is negative and lower than the KBI."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53959
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risky Kurniawan
"Wilayah perkotaan Cilacap terdapat beberapa industri besar, permukiman padat, serta padatnya mobilitas kendaraan bermotor yang mengakibatkan peningkatan emisi karbon dioksida. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sebaran jumlah emisi karbon dioksida di wilayah perkotaan Cilacap dalam konteks spasial. Dalam penelitian ini dihitung estimasi emisi karbon dioksida menggunakan variabel penggunaan tanah yaitu industri, kendaraan bermotor, aktivitas penduduk, dan lahan pertanian. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan keruangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa emisi dengan jumlah tinggi terkonsentrasi di bagian Selatan daripada di bagian Utara wilayah perkotaan Cilacap. Hal ini disebabkan di bagian Selatan wilayah perkotaan Cilacap terdapat lebih banyak industri serta lahan terbangun.

Cilacap urban area consists of three big industries, crowded housings, and also high vehicle mobility that cause increased the carbon dioxide emission. This research was conducted to analyze the distribution of estimation from carbon dioxide emission at Cilacap urban area in spatial context. In this research was calculated estimation of carbon dioxide emission from land use variables such as industry, vehicle, people activity, and agricultural land. This research used descriptive and spatial analysis method. The result shows that high amount of emission concentrated more on Southern than Northern part of Cilacap urban area. It is because the Southern Cilacap urban area has more industry area and built up area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S53114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Putri Hariani
"Terjadinya fenomena perubahan iklim didorong oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Peningkatan tersebut disebabkan oleh meningkatnya emisi GRK oleh kegiatan manusia. Salah satu kegiatan manusia yang mengemisikan GRK adalah kegiatan pengolahan air. Di Kota Bogor terdapat beberapa instalasi pengolahan air (IPA) diantaranya IPA Dekeng dan IPA Cipaku. Tujuan dari studi ini yaitu menghitung emisi GRK dari IPA Dekeng dan IPA Cipaku berdasarkan unit pengolahan, mengidentifikasi unit pengolahan dengan emisi tertinggi, membandingkan emisi dari IPA Dekeng dan IPA Cipaku dengan IPA lain berdasarkan kapasitas IPA, dan mengusulkan upaya reduksi emisi GRK untuk kedua IPA tersebut. Emisi GRK dari pengolahan air dapat dikuantifikasi berdasarkan komponen produksi bahan kimia, transportasi bahan kimia, reaksi bahan kimia, dan penggunaan listrik. Sementara untuk menghitung emisi GRK dapat menggunakan metode faktor emisi. Dari studi ini diperoleh hasil IPA Dekeng rata-rata mengemisikan 195.577 kg CO2eq/bulan dengan emisi spesifik 0,062 kg CO2eq/m3 air yang diproduksi dan IPA Cipaku rata-rata mengemisikan 52.897 kg CO2eq/bulan dengan emisi spesifik 0,079 kg CO2eq/m3 air yang diproduksi. Dari kedua IPA, emisi terbesar berasal dari unit koagulasi dengan persentase terhadap total emisi dari IPA mencapai 84% di IPA Dekeng dan 91% di IPA Cipaku. Kapasitas IPA tidak memiliki pengaruh terhadap emisi spesifik IPA. Yang mempengaruhi emisi spesifik IPA yaitu kualitas air baku, desain IPA, dan lokasi IPA. Apabila dibandingkan dengan IPA lain emisi dari IPA Dekeng dan IPA Cipaku termasuk paling kecil. Untuk mereduksi emisi di IPA Dekeng dan Cipaku, PDAM Tirta Pakuan dapat menerapkan Streaming Current Monitors (SCM) dan pemulihan koagulan yang masing-masing dapat mengontribusikan penurunan emisi sebesar 30% dan 24%
The phenomenon of climate change is driven by an increase in the concentration of greenhouse gases (GHGs) in the atmosphere. The increase was caused by increased GHG emissions by human activities. One of the human activities that emit GHG is water treatment. In the City of Bogor, there are several water treatment plants (WTP) including the Dekeng WTP and Cipaku WTP. The purpose of this study is to calculate GHG emissions from the Dekeng WTP and Cipaku WTP based on the treatment units, identify the treatment unit with highest emission, compare the emissions from the Dekeng WTP and Cipaku WTP with other WTPs based on the capacity of the WTPs, and propose efforts to reduce GHG emissions for the two WTPs . GHG emissions from water treatment can be quantified based on components of chemical production, chemical transportation, chemical reactions, and electricity usage. Meanwhile, to calculate GHG emissions, the emission factor method can be used. From this study it was obtained that the average Dekeng WTP emits 195,577 kg CO2eq/month with specific emissions of 0.062 kg CO2eq/m3 of water produced and Cipaku WTP emits 52,897 kg CO2eq/month with specific emissions of 0.079 kg CO2eq/m3 of water produced . Of the two WTPs, the largest emissions came from the coagulation unit with a percentage of the total emissions from WTP reaching 84% in the Dekeng WTP and 91% in the Cipaku WTP. The capacity of the WTPs has no influence on the specific emissions from the WTPs. Those that affect the specific emissions of the WTPs are the quality of raw water, design of the WTPs and location of the WTPs. When compared with other WTPs the emissions from the Dekeng WTP and Cipaku WTP are among the smallest. To reduce emissions in the Dekeng and Cipaku WTP, PDAM Tirta Pakuan can apply Streaming Current Monitors (SCM) and coagulant recovery, each of which can contribute to a reduction in GHG emissions of 30% and 24%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laisha Tatia Rizka
"Skripsi ini membahas tentang analisis rancangan kebijakan REDD+ dalam mencapai target pengurangan emisi CO2 di Indonesia. Model sistem dinamis digunakan untuk mendapatkan proyeksi dari setiap alternatif kebijakan. Selain itu teori analisis kebijakan menjadi dasar dalam menganalisis setiap alternatif kebijakan dan dampaknya terhadap indikator keberlanjutan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kedua alternatif kebijakan tidak mencapai target pengurangan emisi CO2 pada tahun 2020.

The focus of this study is to analyze policy design for REDD+ in achieving Indonesia goal to reduce CO2 emission. System Dynamis model is used to obtain projection of every alternative policy. Besides that, policy analysis is a basic to analyze every alternative policy and its outcome as sustainable indicators. This study shows that alternative policy for REDD+ did not achieve the government goal in reducing CO2 emission by 2020."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43098
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>