Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85813 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Audi Kemala Husinsjah
"Kekerasan terhadap perempuan selalu menjadi perhatian utama dalam kehidupan sehari-hari. Perempuan dapat bersatu membentuk persaudaraan untuk berbagi kekuatan dan sekaligus meluncurkan gerakan feminis untuk berdiri dalam solidaritas dalam memerangi penindasan yang berlapis-lapis. Meskipun begitu, penekanan pada persaudaraan juga bisa menjadi masalah ketika kelas atau ras tertentu terus mendominasi wanita lain untuk mengikuti agenda mereka sendiri. Salah satu karya yang menggambarkan gagasan persaudaraan ini adalah serial TV How to Get Away with Murder, yang ditulis oleh Peter Nowalk, dan juga dikenal sebagai salah satu produksi dari Shonda Rhimes. Menggunakan analisis tekstual dan konsep bell hooks tentang persaudaraan, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggambaran persaudaraan seperti yang ditunjukkan oleh Annalise Keating dalam menangani kasusnya serta dengan Bonnie Winterbottom. Sebagai hasilnya, penulis berpendapat bahwa meskipun persaudaraan antara Annalise, kliennya, dan Bonnie secara signifikan alami muncul atas pengalaman mereka yang serupa sebagai korban pelecehan, masih terlihat elemen-elemen yang bermasalah di dalam penggambaran Annalise sebagai penyelamat wanita dan hubungannya dengan Bonnie, karena hal tersebut menyerupai visi persaudaraan yang ditimbulkan oleh wanita kulit putih yang dikritik oleh hooks.

Violence against women has always been a major concern in everyday life. Women can bond together as a form of sisterhood to share strengths and launch a feminist movement to stand in solidarity in fighting multi-layered oppression. However, the emphasis on sisterhood can also be problematic when a certain class or race maintains to dominate other women to follow their own agenda. One of the literary works that depicts this idea of sisterhood is the TV series How to Get Away with Murder, created by Peter Nowalk, also known as one of Shonda Rhimes` productions. Using textual analysis and bell hooks` concept of sisterhood, this research aims to analyze the portrayal of sisterhood as shown by Annalise Keating in dealing with her cases as well as with Bonnie Winterbottom. As a result, I argue that although the sisterhood between Annalise, her clients, and Bonnie naturally arises and is significant to their similar experiences as victims of abuse, problematic elements still persist in the portrayal of Annalise as a savior of women and of her relationship with Bonnie, as it resembles the vision of sisterhood evoked by white women criticized by hooks."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Prasita Ayu Widyaningtyas
"Perempuan disabilitas menjadi kelompok rentan yang dapat mengalami kekerasan seksual akibat kondisi disabilitas dan ketidaksetaraan gender yang saling beririsan. Pada tahun 2020, kekerasan pada perempuan disabilitas di Indonesia sebesar 77 kasus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui help seeking behavior oleh perempuan disabilitas penyintas kekerasan seksual dengan menggunakan model perilaku pencarian bantuan dari Liang (2005) yang meliputi faktor individu, faktor interpersonal, faktor sosial budaya. Dimana faktor tersebut akan memengaruhi pengenalan masalah, pengambilan keputusan untuk mencari bantuan, dan pemilihan sumber dukungan. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan studi kasus di lembaga X Yogyakarta dengan 4 perempuan disabilitas penyintas kekerasan seksual dan 7 informan kunci. Hasil wawancara mendalam pada mayoritas penyintas menggambarkan persepsi keliru mengenai pemahaman kekerasan seksual dimana kekerasan diartikan sebagai tindakan disertai pemukulan dan bukan pemaksaan. Penyintas memahami kekerasan seksual setelah bergabung ke komunitas disabilitas dan mengikuti pelatihan kekerasan. Semua penyintas awalnya diam dan tidak langsung memutuskan untuk mencari bantuan karena adanya budaya yang menyebutkan bahwa disabilitas adalah orang yang terpinggirkan, kekerasan dalam rumah tangga wajar, dan istri harus patuh pada suami. Sumber bantuan informal dipilih sebagai problem focused coping pada penyintas dibandingkan dengan sumber bantuan formal. Hanya sebagian penyintas yang lanjut mencari bantuan hingga ke sumber formal akibat keluarga yang mendukung atau karena dilakukan pasangan hidupnya. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya pemerintah melakukan sosialisasi kepada lembaga yang menangani kasus kekerasan terkait kebijakan tentang penyandang disabilitas serta penyebaran informasi mengenai hak disabilitas, cara pelaporan, dan penanganan kasus. Bagi masyarakat, maka diperlukan sosialisasi terkait kekerasan seksual agar dapat melindungi perempuan disabilitas.

Women with disabilities are a vulnerable group who can experience sexual violence due to disability conditions and intersecting gender inequality. In 2020, violence against women with disabilities in Indonesia was 77 cases. The purpose of this study was to determine the help seeking behavior of women with disabilities who survived sexual violence by using the help seeking behavior model from Liang (2005) which includes individual factors, interpersonal factors, and socio-cultural factors. Where these factors will affect problem recognition, decision making to seek help, and selection of support sources. This qualitative research uses a case study approach at Institution X Yogyakarta with 4 women with disabilities survivors of sexual violence and 7 key informants. The results of in-depth interviews with the majority of survivors illustrate the wrong perception of understanding sexual violence where violence is defined as an act accompanied by beatings and not coercion. Survivors understand sexual violence after joining the disability community and attending violence training. All of the survivors were initially silent and did not immediately decide to seek help because of the culture which states that people with disabilities are marginalized, domestic violence is normal, and wives must obey their husbands. Informal sources of assistance were chosen as problem focused coping for survivors compared to formal sources of assistance. Only some survivors continue to seek help to formal sources due to supportive families or because of their spouse. This study recommends the importance of the government conducting socialization to institutions that handle cases of violence related to policies on persons with disabilities and disseminating information on disability rights, reporting methods, and handling cases. For the community, socialization related to sexual violence is needed in order to protect women with disabilities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumintjap, Merdy Ervina
"Berbagai tayangan program acara televisi untuk perempuan ditayangkan. Namun, perempuan masih ditampilkan dalam perspektif yang sama, yaitu tetap berkutat pada stereotip yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan proses tayangan program televisi yang berperspektif perempuan. Studi kasus yang diambil pada tayangan "Perempuan dan Peristiwa" di ANTV. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengungkapkan berbagai permasalahan yang dialami tim pembuat program "Perempuan dan Peristiwa" di ANTV. Selain itu, penelitian ini melihat bagaimana kemampuan dan ideologi dari pencetus acara untuk menampilkan program yang memberdayakan perempuan. Pendekatan kualitatif berperspektif perempuan dipilih dalam penelitian ini, dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, dan observasi langsung. Dalam penelitian ini ditemukan banyak hal yang mempengaruhi perspektif dari pembuat acara yang dikhususkan untuk memberdayakan perempuan. Sebaliknya, masih banyak tim dari sebuah program televisi yang dikhususkan memberdayakan perempuan, justru masih terpaku terhadap stereotip yang ada. Perempuan masih dijadikan objek, selalu ingin menampilkan sisi fisik yang cantik dan menarik tentang perempuan. Sedangkan tayangan yang diharapkan berbeda, dan menjadi bahan masukan buat penonton perempuan hampir tidak ada .

Various kinds of TV programs on women had been showed but women still presented with same perspective that is remain stuck in common stereotype. This research aimed to describe process TV program show on women perspectives. Case study on "Women and Event" taken from ANTV program. Aside above aim, this research to be conducted in order to make known various problems which met by its TV program crews. Other things, this research wants to see the ability and ideology of producer for women empowerment. The writer comes with "qualitative approach" as research approach base by using data collection method through deep interview and direct observation. This research had discovery many things that influenced the perspective of producer that particularly aimed to women empowerment. In contrary, many TV crew members being trapped by common stereotype, in fact their program aimed to empower women. The women remain to be used as object, often the show only to perform the beauty of physical and interesting related. Meanwhile other TV programs which expected to give positive input for women viewers almost none."
2006
T 17924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Ford Foundation & PPK UGM, 2002
364.153 MEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zahara Zulfikar
"Penelitian ini berisi tentang perlindungan perempuan korban KDRT pada masa pandemi Covid-19 dari disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh peningkatan angka kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya KDRT pada masa pandemi Covid-19. Keterbatasan ruang gerak serta menurunnya perekonomian menimbulkan frustasi bagi sebagian besar masyarakat yang dapat meningkatkan agresivitas. Perempuan sebagai kelompok rentan, memiliki potensi yang tinggi untuk menjadi korban kekerasan. Sehingga, urgensi dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat upaya perlindungan yang dilakukan oleh Komnas Perempuan sebagai Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia dalam rangka mencegah dan menanggulangi kekerasan terhadap perempuan serta meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan perempuan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis deskriptif. Pengumpulan data dilakukan pada Mei 2022 hingga Oktober 2022 melalui studi literatur dan wawancara semi terstuktur pada lima informan dari Komnas Perempuan, LBH Apik Jakarta dan Yayasan Pulih. Kelima informan tersebut dipilih menggunakan teknik purposive sampling sesuai dengan kriteria informan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam melakukan upaya perlindungan perempuan korban KDRT pada masa pandemi Covid-19, Komnas Perempuan memberikan rekomendasi kebijakan ke berbagai lembaga pemerintah, melakukan layanan pengaduan dan rujukan serta melakukan Kampanye 16 HAKTP setiap tahunnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih bagi program studi Ilmu Kesejahteraan Sosial khususnya dalam mata kuliah Perundang-undangan Sosial terkait dengan perlindungan sosial dan mata kuliah Kebijakan dan Perencanaan Sosial terkait dengan kebijakan sosial.

This research is about protection of women victims of domestic violence during the Covid-19 pandemic from the Social Welfare Science discipline. This research is motivated by an increase in the number of cases of violence against women, especially domestic violence during the Covid-19 pandemic. Space limitations as well as economic decline cause frustration for the majority of society which can increase aggressiveness. Women as a vulnerable group, have a high potential to become victims of violence. Therefore, the urgency of doing this research is to see the social advocacy efforts made by the National Commission on Violence Against Women as a National Human Rights Institution in order to prevent and cope with violence against women as well as increasing the protection of women in Indonesia. This research is a qualitative research with descriptive research design. Data collection was carried out from May 2022 to October 2022 through literature studies and semi-structured interviews with five informants from the National Commission on Violence Against Women, LBH Apik Jakarta and Yayasan Pulih. The five informants were selected using a purposive sampling technique according to the informant critetia needed in this research. This research showed that in doing protection of women victims of domestic violence during the Covid-19 pandemic, the National Commission on Violence Against Women provide policy recommendations to various government institutions, carry out complaint and referral services as well as doing 16 HAKTP Campaign every year. The results of this research are expected to be able to contribute in Social Welfare Science study program especially in social law course related to social protection and social policy and planning courses related to social policies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rahmi Faisal
"ABSTRAK
Narapidana perempuan hamil/ menyusui merupakan minoritas dalam komunitas suatu bangsa yang berada di Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana perempuan hamil dan menyusui memerlukan pembinaan yang berbeda narapidana pada umumnya. Hal ini terjadi karena narapidana perempuan dengan kondisi hamil dan menyusui memiliki fisik dan kebutuhan yang jauh berbeda dengan narapidana pada umumnya. Perawatan kesehatan reproduksi, pengobatan fisik maupun psikis, serta perlindungan terhadap anak-anak dari narapidana perempuan di dalam Lapas menjadi sangat penting karena akan menentukan masa depan narapidana dan anaknya sendiri. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif, dan hasil dari penelitian yang diperoleh setiap Lembaga Pemasyarakatan memiliki kebijakan atas permasalahan yang berbeda-beda, hal ini didasarkan pada faktor-faktor penghambat yang mereka miliki dalam proses pembinaan di dalam Lapas. Lapas Klas II B Anak Wanita Tanggerang dirasakan cukup memenuhi hak-hak narapidana perempuan hamil dan menyusui karena akses kesehatan, perlindungan keselamatan, serta program pembinaan yang cukup efektif. Untuk Lapas Perempuan Klas II A DKI Jakarta memiliki faktor penghambat yang membuat pihak Lapas dirasakan masih kurang memenuhi hak-hak narapidana tersebut akibat dari kondisi Lapas yang over crowded. Sedangkan, Lapas Klas II A Bogor merupakan Lapas dengan permasalahan yang lebih kompleks, kondisi Lapas yang over crowded, tidak adanya akses perlindungan yang memadai, serta dilarangnya narapidana yang pasca melahirkan membawa anak ke dalam Lapas, menjadikan kebijakan Lapas ini bertentangan dengan beberapa regulasi yang ada dan belum memenuhi hak-hak narapidana perempuan hamil dan menyusui.

ABSTRACT
Pregnant and breastfeeding women's prisoners are a minority in the community of a nation in the Prison. Prisoners of pregnant and breastfeeding women require different counseling of convicts in general. This happens because female prisoners with pregnant and breastfeeding conditions have a physical and a need that is much different from the convicts in general. Reproductive health care, physical and psychological treatment, as well as protection of children from female prisoners in prison are very importance because it will determine the future of inmates and their own children. In this study, the authors use normative juridical research methods focused on assessing the application of norms or norms in positive law, and the results of research obtained by each the prison have policies on different issues, the inhibiting factors they have in the coaching process within the prisons. Prisons Class II B Child Tanggerang is sufficient to fulfill the rights of pregnant and lactating female prisoners because of health access, safety protection, and effective coaching programs. For prisons of Women Class II A DKI Jakarta has an inhibiting factor that makes the prisons felt is still not meet the rights of prisoners is due to the condition of prisons are overcrowded. Meanwhile, Prisons Class II A Bogor is prisons with more complex problems, overcrowded prisons, inadequate access to protection, and prohibition of post partum prisoners bringing children into prisons, making this prison's policy contrary to some existing regulations and has not fulfilled the rights of pregnant and breastfeeding women's prisoners. "
2018
T51054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giri Pamungkas
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang bagaimana isu gender dan seksualitas ditampilkan dalam bentuk visualisasi di tiga video klip Lady Gaga. Evolusi musik yang kini tidak hanya didengar tetapi juga bisa dilihat melalui visualisasi dalam video klip musik pun menjadi latar belakang dari permasalahan ini.
Penulis mengambil korpus dari video-video klip musik Lady Gaga yang berjudul Telephone, Bad Romance, dan Alejandro yang beberapa waktu yang lalu sering ditampilkan dalam salah satu stasiun televisi yang khusus menyiarkan acara musik yaitu MTV. Dalam penelitian, penulis melihat motif di mana unsur sensualitas, seksualitas, dan erotisme sangat menonjol dalam ketiga video klip tersebut. Apakah hal tersebut menunjukkan sebuah emansipasi atau hanya sekedar eksploitasi dan objektifikasi belaka?
Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain deskriptif yang mengacu pada teori-teori feminisme, khususnya feminisme gelombang ketiga. Penulisan ini dibuat untuk mengungkap pesan-pesan di balik berbagai bentuk ekspresi kebebasan yang ada dalam ketiga video klip Lady Gaga tersebut. Pada akhirnya kata emansipasi pun menjadi kunci jawaban dalam permasalahan ini.
ABSTRACT
This study discuss about how gender and women?s sexuality are shown in Lady Gaga?s music videos .The evolution of music which nowadays has visualized in a form of music video in television becomes the background of this problem. We can know the messages of the song easily.
The corpus of this study is taken from Lady Gaga?s music videos entitled Telephone, Bad Romance, and Alejandro which frequently aired in MTV a couple years ago. In this research, there are some motifs which the three elements; sensuality, sexuality, and eroticism become dominant in these videos. The question is Are these three elements show emancipation or objectification and exploitation?
This study uses qualitative descriptive interpretive which refer to feminism theories especially third wave feminism. The purpose of this study is to reveal the messages behind Gaga?s freedom of expressions in these videos. Finally, the emancipation word becomes the key of the answer.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42477
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Listyarti
"Gerakan perempuan di Republik Islam Iran terbilang lebih maju dibandingkan negara-negara Islam lainnya di Timur Tengah. Meski mengalami banyak hambatan mulai dari tafsir agama maupun budaya etnis serta kebijakan pemerintah, namun kenyataannya gerakan perempuan di Iran dapat tumbuh dan berkembang, bahkan muncul banyak tokoh¬tokoh perempuan Iran yang eksistensinya diakui masyarakat internasional. Tesis ini mencoba mengungkap tumbuh dan berkembangnya gerakan Perempuan di Republik. Islam Iran dan faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya gerakan Perempuan pasca revolusi Islam Iran, mulai dari tokohnya, tuntutannya, model gerakannya, dan perubahan kebijakan pemerintah yang adil terhadap perempuan.
Terdapat tiga (3) fase dalam menggambarkan gerakan perempuan di Iran pasca kemenangan revolusi Islam Fase pertama, sepuluh tahun pertama pasca revolusi Islam (1979-1989)--di era pemerintahan Ayatullah Khomeini- menghasilkan berbagai peraturan yang bias jender. Misalnya peraturan yang melarang jabatan hakim bagi perempuan, dengan alasan wanita lebih emosional dan irasional. Pada era ini, sudah mulai muncul oposisi gerakan perempuan Iran yang melakukan perlawanan terhadap berbagai kebijakan yang merugikan hak-hak kaum perempuan dan korban kekerasan.
Fase 2 : Sepuluh tahun kedua (1989-1999) pasca revolusi islam terjadi perubahan terhadap berbagai peraturan yang bias jender-peraturan tersebut secara bertahap mulai direvisi. Sehingga 11 tahun setelah revolusi islam, pemerintah mencabut pelarangan hakim perempuan di Iran. Pada era ini, pemerintahan Iran juga membuat kebijakan yang menjamin hak-hak reproduksi Perempuan. Perempuan Iran sudah ada yang menjadi anggota parlemen, bahkan ada yang menduduki jabatan strategis di pemerintahan. Hal ini tentunya dampak signifikan dari jaminan pelaksanaan hak atas pendidikan rakyat
Fase 3 : Sepuruh tahun ketiga (1999 s.d sekarang, pada fase ini, banyak perempuan --baik secara individu-maupun berkelompok terus memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi di Iran. Mereka yang kemudian menciptakan model gerakan perempuan di Iran. Model yang dikembangkan adalah: Pertama, tuntutan yang diajukan kaum perempuan didominasi oleh persamaan hak-hak perempuan dan perlindungan hak anak; kedua, tuntutan merevisi hukum keluarga di Iran karena banyak yang mengabaikan hak perempuan dan anak-anak, terutama hukum yang berkaitan dengan perkawinan, perceraian dan implikasinya; ketiga, menyuarakan gagasan bahwa HAM universal tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal-hal yang sudah jelas di atur dalam Al-Quran., misalnya hak waris yang berbeda antara laki-Iaki dan perempuan, & kewajiban menggunakan jilbab, tidaklah menjadi bagian yang mereka gugat. Inilah yang membedakan gerakan perempuan barat dengan gerakan perempuan di Iran, di Iran gerakan perempuannya justru menyakini banyak pihak bahwa ajaran Islam dan hukurn Islam tidaklah bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM universal.
Dalam tesis ditemukan faktor-faktor yang mendorongnya terjadi perubahan kebijakan di Iran terhadap Perempuan dan yang secara signifikan juga telah mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya gerakan Perempuan di Republik Islam Iran. Faktor pertama adalah meningkamya pendidikan; dan Faktor yang kedua adalah Perubahan politik di dalam negeri karena munculnya kesadaran dan tafsir hukum Islam yang tidak di dasari budaya patriarki. Selain itu ada temuan yang menarik, ternyata perempuan-perempuan Iran yang terusir dari negeri Iran karena menolak kebijakan pemerintah tetap bisa berhubungan dengan organisasi perempuan dalam negeri Iran, atau tetap bisa rnemberikan informasi berkaitan dengan perkembangan Iran. Faktor ketiga, Munculnya tokoh-tokoh perempuan Iran yang berani melawan kondisi sosial politik dan sosial budaya di Iran, mereka berjuang sesuai dengan latar belakang keahliannya. Toko-h¬tokoh tersebut berupaya menegakan HAM dan demokrasi di negerinya. Faktor keempat, ada faktor lain, yaitu munculnya kesadaran Para Mullah & pemimpin Iran bahwa ajaran Al Quran senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan kitab tersebutlah yang menjadi dasar islami bagi konstitusi Iran, sehingga pemerintah pun mau melakukan telaah kembali bagi kebijakan-kebijakan pemerintahan Iran yang bias jender. Faktor kelirna, Faktor sosial budaya masyarakat yang menghormati perempuan mulia dalam sejarab Islam, mis. putri Rasullah SAW - Fatimah Az Zahra- dimana kemuliaan Fatimah, perilakunya yang santun, lemah lembut, pintar, berani dan bijak, dijadikan doktrin nilai-¬nilai yang dianut masyarakat Iran dan terinternalisasi dalam budaya masyarakat. Nilai¬nilai ini berisi ajaran agar kaum laki-laki dan perempuan saling menghargai, menghormati, memahami hak dan kewajibannya masing-masing.

Women movement in Islamic Republic of Iran admitted more developed than Islamic countries in Middle - East. Though, obtaining many obstructions starting from exegesis, ethnic culture to government policy; in fact that women movement in Iran can grow and develop, moreover many Iran female figures emerge whose existence admired by the world. This Thesis tries to uncover the growth and the development of women movement in Islamic Republic of Iran and some factors affecting its development in the post - Islamic revolution of Iran, starting from the figures, the demands, the movement form and the changes of government policy which is fair towards women.
There are three phases in describing women movement in Iran in the post - victory of Islamic revolution. In the first phase, first decade of the post . Islamic revolution (1979-1989) in the era Ayatollah Khomeini authority causing many regulations which were obscure in gender. For instance, the regulation which forbade the position of judge for women with the reason that's women admired more emotional and irrational. In the era, Iran women movement had emerged as opposing against some regulations causing disadvantages for women right and authority victim.
In the second phase: second - decade (19894999) of the post - Islamic revolution, there were many changes for several regulations which were obscure in gender- those were gradually revised. After eleven years in Islamic revolution, Iran government withdrew prohibition for women judge. In the era, Iran government also withdrew the policy protected reproduction right for women. Iran women became member in parliament; even there were some occupied strategic position in government. This matter was definitely significant effect from the guarantee of applying the right for citizen education.
In the third phase: third - decade (1999- ....) , many women both individually or in group keep on struggling the human right and democracy in Iran. And they create women movement form there. The form developed as follows; firstly, the demands they ask are dominated with the equality of women right and the protection of children right; secondly, the demand to revise family rules in Iran as they ignored more the right of women and children, mainly the rules dealing with marriage, divorce and its implications; thirdly, declaring ideas of universal human right which is not against Islamic laws. Those matters which are obviously regulated in Al- Qur'an, for example heritage right differing women and men, and the obligation for using veil are not a part to be claimed. This thing makes a difference among women movement in Iran and west countries; in Iran, the women movement believes that Islamic law is not against to the principles of universal human right.
The third factor, many women figures emerge who bravely fight social-political condition and social-culture in Iran, they fighting line with their competence background.. Those figures make an effort to uphold the human right and the democracy there.
The forth factor, the awareness of mullahs and Iran leaders raise up as they understand that Al - Qur'an continually follows the development and the holy book becomes the Islamic basic for Iran constitution, so that the government study further the Iran government policies which are obscure in gender
The fifth factor, social- cultural factor in society giving respect to magnificent women in Islamic history, e.g Fatimah Az Zahra- the daughter from Rasullah SAW , her nobility,her politeness, her gracefulness, her brilliance, her courage and wisdom, can be doctrinal values followed by Iran society and internalized into culture society. These values consist of the knowledge teaching men and women should respect each other and understand the right and the obligation.
"
2007
T20706
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadine Aisha
"Skripsi ini membahas mengenai pembuatan dan penerapan kebijakan kuota perempuan dalam dewan direksi pada badan usaha di Norwegia. Sebagai salah satu negara dengan tingkat kesetaraan gender tinggi, munculnya kesenjangan gender pada dewan direksi badan-badan usaha membuat pemerintah menghasilkan kebijakan kuota pada sektor ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menjelaskan bagaimana pembuatan dan penerapan kebijakan tersebut dilakukan. Penelitian ini menemukan bahwa kebijakan kuota perempuan dalam dewan direksi pada badan usaha ini berhasil diterapkan. Pencapaian yang dihasilkan sesuai dengan penetapan kuota dan dalam jangka waktu yang ditentukan.

Abstract
The focus of this undergraduate thesis is about the making-process and implementation of woman quota policy in the Board of Directors, in Norway. As one of the country which has the high rank in the gender equality, the gender gap in the Board of Directors of Companies is still wide. Therefore the government issued the quota policy. The research concludes that the policy of woman quota in the board of directors can be implemented successfully, in terms of quota and time frames."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S279
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>