Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105741 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anita Ratna Sari
"Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya ketika membuat akta autentik dituntut untuk lebih cermat dan melaksanakan prinsip kehati-hatian, mengingat sering terjadinya permasalahan hukum terkait akta autentik yaitu terdapat pihak-pihak yang melakukan kejahatan seperti memberikan identitas dan dokumen palsu dalam pembuatan akta autentik yang mengakibatkan Notaris mendapat masalah hukum atas akta yang dibuatnya. Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang bagaimana pembuktian materil dalam pembuatan akta perjanjian kredit dan tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta perjanjian kredit yang dibuat dengan menggunakan surat palsu berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat nomor 952/PID.B/2019/PN.JKT.BRT. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, penelitian ini menggunakan metode analisis data secara deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah pembuktian kebenaran materil merupakan tugas dari pihak Kepolisian dan Kejaksaan untuk mencari kebenaran materil dalam persidangan. Dalam hukum acara pidana, untuk membuktikan mengenai kebenaran apakah para pihak melakukan pemalsuan identitas dan dokumen dalam pembuatan akta autentik harus melalui proses pembuktian yaitu dengan sistem pembuktian secara negatif sesuai dengan Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHP dan tanggung jawab Notaris terhadap akta perjanjian kredit yang dibuat dengan menggunakan surat palsu tidak dapat dibebankan kepada Notaris karena pada dasarnya Notaris hanya bertanggung jawab dalam hal kebenaran formil dalam pembuatan akta autentik. Notaris dapat dibebankan pertanggungjawaban pidana apabila telah lalai dalam melakukan tugas yang menjadi tanggung jawabnya sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta autentik sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN).

Notary in carrying out their duty and position when making an authentic deed is obligated to be thorough and fulfil the prudential principle. It happens because there's often legal issues regarding the authentic deed one of it is when a party commits a crime in the form of giving a fake identification details and using a forged documents in the course of making an authentic deed that causes the Notary to receive legal issues regarding the authentic deed that they made. This research raises the issue about the process of material evidentiary in the making of credit agreement deed and regarding the responsibility that Notary have regarding the making of a credit agreement that was made using a fake identification details and forged documents be based on the decision of the West Jakarta District Court No.952/PID.B/2019/PN.JKT.BRT. To answer the issues that occurs in this case, this research uses the normative judicial approach and also qualitative data that used in this research consist of primary, secondary, and tertiary legal materials. This research also uses descriptive typology with qualitative approach in the terms of writing. The result of this research is material evidentiary is the Police's and Prosecutor's duty to find the material truth in the course of trial. The criminal procedure law stated that to find the truth wether a party is committing a crime in the form of identity and document forgery in the making of authentic deed must go through evidentiary process which is the negative evidentiary system that based on article 183 of the Criminal Procedure Law and a legitimate evidence that is stated in article 184 Criminal Procedure Law and also the criminal liability can't be burdened to the Notary. It is because a Notary can only be held responsible in scope of the formal truth in the course of making authentic deed. Notary can only be imposed to a criminal liability if the Notary have been negligent in carrying out his duty as a public official in context of making an authentic deed as stated in Law Number 30 of 2004 concerning Notary (UUJN)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferina Christianty
"ABSTRAK
Dalam isi Pasal 16 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris disebutkan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban untuk bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak terkait dalam perbuatan hukum. Salah satu tindakan “seksama” yang wajib dilakukan oleh Notaris dalam membuat akta pihak adalah memperoleh keterangan dan data-data formal guna memenuhi syarat dalam membuat suatu akta otentik. Dalam membuat akta pihak, kewajiban dan tanggung jawab Notaris hanya terbatas kepada data-data formil semata, namun demikian bila melihat dalam putusan, seolah-olah terdapat kewajiban materiil yang harus dicari oleh seorang Notaris setiap kali membuat akta pihak. Dalam kasus ini, perusahaan yang dibeli oleh Penggugat V memiliki utang-piutang dengan Tergugat II terkait pembangunan pabriknya, dimana kedudukan Tergugat II sebagai kreditur pemegang jaminan hak kebendaan atas aset perusahaan yang dibeli oleh Penggugat V. Ketika ada penagihan atas piutang yang dimiliki Tergugat II, kreditur, Penggugat V merasa membeli dari lelang dalam keadaan bersih tanpa utang-piutang sehingga memilih jalur hukum dan beracara di Pengadilan Negeri Kota Bumi dan Gunung Sugih, lampung. Dalam dua putusannya, aset-aset yang dibeli oleh Penggugat diletakan sita jaminan pada Oktober 2006. Pada tahun 2007, Tergugat II, kreditur yang memegang jaminan hak kebendaan tersebut kemudian datang kepada notaris, bersama Tergugat I, membuat akta pernyataan subrogasi dan tiga perjanjian atas jaminan milik bersama. Mengetahui adanya subrogasi, para Penggugat kemudian menuntut, dengan mendalilkan bahwa Notaris (Tergugat III) telah melakukan perbuatan melawan hukum karena seharusnya Notaris mengecek objek jaminan sebelum membuat akta subrogasi. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kewajiban Notaris dalam mencari kebenaran materiil. Apakah Notaris berkewajiban dalam mencari kebenaran formil dan materiil suatu objek jaminan dalam pembuatan akta subrogasi? Bagaimanakah akibat hukum dari pembatalan akta subrogasi dan perjanjian atas jaminan milik bersama dalam kasus tersebut? Untuk itu diperlukan suatu penelitian. Penulis menggunakan metode penelitian normatif dan juga melakukan wawancara dengan ahli untuk memperkuat data penelitian.

ABSTRACT
In the content of article 16 paragraph 1 subparagraph (a) Act Number 30 of 2004 concerning the rule of notary public is mentioned that in running his/her job, the notary public is obliged to act honestly, cerefully, independently, impartially, and to keep the interests of relevant parties in the works of the law. One of the actions "carefully" that must be done by a notary public while making the deed was obtaining information and formal data in order to fulfill the formal requirements for making an authentic deed. In making the deed, obligations and responsibilities of the Notary public is limited to formal data only, however, when seen in the
decision, as if there is a material obligation that must be find by a Notary Public whenever making the deed. In this case, the company was purchased by Plaintiff V has debts related to establishment of the factory with Defendant II, as a creditor holding collateral material rights over the company's assets were purchased by the
plaintiff V. When Defendant II collect its accounts receivable, Plaintiff V which feel buying with free and clear for all liens from an auction, choose to proceedings it in the District Court of Kota Bumi and Gunung Sugih, Lampung. In two decision, the assets purchased by the Plaintiff V placed sequestration in October
2006. In 2007, the Defendant II, creditor who holding collateral material rights, come to the notary public with Defendant I made a subrogasi statement deed and three guarantee of common property agreement. Aware of subrogation, the Plaintiff then sued by postulating that the Notary public (Defendant III) has committed an unlawful act because the object of collateral material rights should be checked by Notary before making subrogation deed. This raises the question of Notary public obligation in finding material fact. Are Notaries obliged to find the fact of the formal and material object of guarantee/collateral in the subrogation
deed? How is the legal consequence of the cancellation of subrogation deeds and guarantee of common property agreement in such cases? This requires a study. The author uses the method of normative research and also conduct interviews with experts to strengthen research data."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romadonita
"Menurut hukum positif kita jual beli harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan hanya jual beli dengan akta yang dibuat oleh PPAT saja yang dapat dipakai untuk pendaftaran di Kantor Pertanahan Seksi Pendaftaran Tanah (pasal 19 PP Nomor 10/1961 jo PP No 24/1997). Dalam praktek sebelum dilakukan jual beli tanah penjual dan pembeli membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dihadapan Notaris. PPJB adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas. PPJB tanah lahir sebagai akibat terhambatnya atau terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang yang berkaitan dengan jual beli hak atas tanah yang akhirnya agak menghambat penyelesaian transaksi dalam jual beli hak atas tanah. Persyaratan tersebut ada yang lahir dari peraturan perundang- undangan yang ada dan ada pula yang timbul sebagai kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah. Didalam PPJB biasanya penjual memberikan kuasa kepada pembeli, untuk pemberian kuasa disini hanya meliputi tindakan pengurusan saja, sehingga artinya disini tidak dibenarkan pemberian kuasa yang mengakibatkan pemegang kuasa dapat menjalankan segala tindakan pemilikan dan tindakan pengurusan. Kuasa tersebut bisanya digunakan apabila penjual tidak dapat hadir dalam penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) sehingga pembeli bertindak pula sebagai penjual untuk menandatangani AJB tersebut. Dalam pemberian kuasa ini banyak ditemui penjual memberi kuasa yang tidk dapat dicabut kembali atau biasa disebut kuasa mutlak. Pemberian kuasa mutlak tersebut dalam prakteknya menimbulkan masalah sengketa tanah.

According to the sale and purchase of our positive law must be carried out in the presence of a Land Deed Official and only with the purchase made by Land Deed Official that can be used for registration in the Land Registry section of the Land Office (Article 19 Law No. 10/1961 and PP 24/1997). In practice prior to the sale and purchase of land sellers and buyers make the Sale and Purchase Agreement before Notary. Sale and Purchase Agreement is an agreement that serves as a preliminary agreements that in the free shape. Sale and Purchase Agreement born as a result of inhibition or the presence of certain requirements set by the laws relating to the sale and purchase of land rights are ultimately somewhat inhibit the settlement of transactions in the sale and purchase of land rights. These requirements exist born of legislation that exist and some are arising as agreed by the parties that will make buying and selling land rights. In Sale and Purchase Agreement usually authorizes the seller to the buyer, to the provision of power here only covers acts of management course, so that means here is not justified authorization may result in the holder of the power to run all actions and acts of management ownership. Authorization is usually used if the seller can not be present at the signing of the Sale and Purchase Agreements so that the buyer acts as well as the seller to sign the Sale and Purchase Agreements. In granting this authority authorizes many sellers found that none were revocable or so-called absolute power. Giving the absolute power to cause problems in practice land disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Asina Rohani
"Akta otentik merupakan salah satu bukti yang kuat apabila dipergunakan dimuka pengadilan tanpa menggunakan alat bukti lainnya. Akta otentik dibuat Pejabat Pembuat Akta. Peranan Notaris dan PPAT sebagai Pejabat umum sangat penting dalam kehidupan masyarakat, karena masyarakat semakin membutuhkan suatu bukti tertulis berupa akta otentik agar dapat dijadikan kepastian hukum. Dalam membuat sebuah akta otentik Notaris dan PPAT sebagai pejabat umum diharapkan untuk mentaati syarat sahnya perjanjian dan syarat sahnya sebuah akta otentik agar diantara para pihak tidak terjadi permasalahan dikemudian hari.

Deed authentic is one the strong evidence when used in court without using any other proof. The role of notary and PPAT is very important in public use. Authentic deed compiled in front of official public deed maker. The role of notary and PPAT is very important, because the needed of authentic proof for a law warranty. When compiled and make a authentic deed, notary and PPAT have to obey the terms of agreement and the terms of in making authentic deeds so in order to avoid the problem in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28820
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ardila Fitri
"Tesis ini membahas kajian mengenai penyalahgunaan keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) yang menjadi dasar dalam pembuatan suatu akta autentik di hadapan Notaris berupa akta perjanjian pengikatan jual beli dan akta pengosongan. Pembuatan akta dihadapan Notaris haruslah dilakukan dengan itikad yang baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu hal yang dapat menyebabkan dibatalkannya suatu akta Notaris adalah cacat kehendak. Ajaran baru mengenai cacat kehendak yang sudah mulai diterapkan dalam sistem peradilan Indonesia namun belum diatur dalam hukum positif Indonesia adalah penyalahgunaan keadaan. Keadaan lemah ekonomi salah satu pihak dalam perkara ini menjadi hal yang penting karena mempengaruhi kebebasan berkehendak dalam menyatakan sepakat pada saat pembuatan akta autentik di hadapan Notaris, sehingga menyebabkan terganggunya bergaining position atau posisi seimbang antara para pihak dan adanya cacat kehendak. Penulisan ini membahas mengenai keabsahan akta dan peranan serta tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta yang didasari oleh adanya penyalahgunaan keadaan.
Metode penelitian yang dipakai adalah penelitian yuridis normatif, dan tipologi penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian deskriptif analitis. Dari hasil penelitian ini, meskipun dalam memutus perkara Hakim tidak menyatakan adanya penyalahgunaan keadaan, namun fakta-fakta hukum di persidangan telah menggambarkan adanya penyalahgunaan keadaan ekonomi oleh tergugat I terhadap para penggugat. Akta pengikatan jual beli dan akta pengosongan tersebut dapat dimintakan pembatalan akibat adanya cacat kehendak. Notaris memiliki peranan pada saat pembuatan akta untuk selalu tunduk pada ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris diantaranya memegang prinsip kehati-hatian dan tidak berpihak dalam pembuatan akta. Terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran, dalam hal ini tidak hati-hati dalam menilai itikad pembuatan akta juga dapat dimintakan tanggung jawab secara perdata berupa ganti kerugian, dan tanggung jawab secara administrasi berupa pemberian teguran lisan maupun tulisan.

The making of a deed in the presence of Notary must be done based on good faith in accordance with the laws and regulations. One reason that may cause the annulment of the Notary Deed is defective will. The New doctrine of defective will that have been adopted in Indonesia Judicial system but not yet regulated in Indonesia's law are the abuse of circumstances. The weak economic condition of one party in this case becomes important because it may gives an affect to the freedom of speech in declaring a will and gives affect to the bergaining position in the making of a deed. This tesis discuss about validity of a deed and the role and the legal liability of Notary in the making of a deed based on abuse of circumstances.
The research method used is normative juridical research, and the typology of the research used in this writing is analytical descriptive research. From these result, although in this case the judges did not declare about abuse of circumstances, but the legal facts in the trial have described the abuse of circumstances in economic condition. The deed of sale and purchase binding can be requested to be canceled due to the detective will. Notary has a role in the making of the deed by always do their job based on law and regulation. Against a Notary, in this case who not careful in judging the faith of the deed can also be asked for civil responsibilities in the form of amends, and the administrative responsibilities such as verbal reprimand or written reprimand."
Depok: Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Samuel S.
"Tesis ini membahas tentang kekuatan pembuktian akta jual beli PPAT, terhadap kepemilikan hak atas tanah. Jual beli tanah merupakan perbuatan hukum untuk mengalihkan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli. Akta jual beli PPAT mempunyai fungsi sebagai alat pembuktian mengenai benar telah dilakukannya perbuatan hukum jual beli tanah. Setelah Akta Jual Beli PPAT dibuat, kemudian Pembeli mendaftarkan peralihan hak atas tanah tersebut ke Kantor Pertanahan setempat. Namun dalam prakteknya masih terdapat hambatan-hambatan untuk melaksanakan pendaftaran tanah tersebut. Pada tahun 1988, Tuan Wagianto membeli sebidang tanah Sertipikat Hak Milik, dari Tuan Anwar Manaf dan Nyonya Moechisina berdasarkan Akta Jual Beli PPAT. Tuan Wagianto tidak dapat mendaftarkan peralihan hak atas tanah tersebut di BPN, karena Yayasan UMS menguasai fisik dari tanah tersebut dan mengklaim tanah tersebut adalah miliknya. Tahun 1998 Tuan Wagianto meninggal dunia, dan Akta Jual Beli tersebut masih belum didaftarkan ke BPN. Dengan meninggalnya Tuan Wagianto, demi hukum hak atas tanah tersebut jatuh kepada ahli waris. Kemudian pada tahun 2002, para ahli waris menggugat yayasan UMS melalui Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui bagaimana suatu akta jual beli PPAT mempunyai kekuatan pembuktian terhadap kepemilikan hak atas tanah. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan, dengan data sekunder sebagai datanya. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian ini, maka penulis mendapati bahwa akta jual beli PPAT tersebut telah memenuhi syarat formil dan syarat materiil dari jual beli tanah. Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa Akta Jual Beli PPAT tersebut memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.

This thesis focuses on the probative force of the deed of sale and purchase by PPAT towards the ownership of land right. Sale and Purchase of land is a legal act to transfer land rights from the seller to the buyer. The Deed of Sale and Purchase by PPAT has a function as a tool to prove the truth of the legal act of sale and purchase of land. After making Deed of Sale and Purchase by PPAT, then registered to the local Land Office. However, in practice there are still obstacles to implementing land registration. In 1988, Mr. Wagianto buy a plot of land with Freehold Title, from Mr. Anwar Manaf and Mrs. Moechisina by Deed Of Sale And Purchase by PPAT. But Mr. Wagianto can’t register his rights at BPN, because UMS Foundation physical controls of the land and claimed the land was his. In 1998 Mr Wagianto died, and The Deed of Sale and Purchase are still not registered to BPN. With the death of Mr. Wagianto, by law the land rights fall to the heirs. Then in 2002, the heirs sued UMS Foundation through the West Jakarta District Court. The purpose of this Thesis is to find out how The Deed of Sale and Purchase by PPAT has probative force toward the ownership of land rights. Writing of this thesis uses library research methods, the data required is secondary data. Based on data obtained from this research, the Authors found that The Deed of Sale and Purchase by PPAT has met the terms of the formal and material of sale and purchase land. The Authors conclude that Deed of Sale and Purchase by PPAT has perfect probative force.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42072
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqy Hidayat
"Globalisasi ekonomi menjadi kenyataan yang tidak terhindarkan pada kehidupan nyata sekarang ini. Dengan banyaknya investor asing yang masuk dan menanamkan modal dalam dunia usaha Indonesia menjadikan profesi notaris sebagai pembuat akta otentik harus lebih berhati-hati dalam membuat akta dikarenakan ada kemungkinan bagi akta yang dibuat tidak dalam bahasa Indonesia berakibat batal demi hukum. Dari latar belakang tersebut, penulis mengambil rumusan masalah bagaimanakah kedudukan hukum dan akibat hukum dari akta yang tidak berbahasa Indonesia. Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian analitis deskriptif. Data yang dipergunakan adalah data sekunder, yaitu data yang berupa studi kepustakaan dan studi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 451/PDT.G/2012/PN.JKT.BAR. Penelitian ini dilakukan untuk dengan menganalisis peritimbangan hukum majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan dikaitkan dengan ketentuan dan doktrin hukum yang ada sekarang ini.
Dari hasil penelitian ini penulis mengambil kesimpulan setelah melakukan perbandingan antara Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, bahwa walaupun diwajibkan di peraturan perundangundangan tersebut, tidak ada satu ketentuanpun yang mengatur secara jelas akibat hukum yang akan diterima jika ketentuan tersebut dilanggar. Hal ini menimbulkan masih adanya ketidakjelasan kedudukan akta yang tidak berbahasa Indonesia. Adapun sanksi yang dapat diterima oleh perbuatan tersebut adalah sanksi non existent atau tidak pernah lahir karena tidak memenuhi formalitas causa yang ditetapkan undang-undang, namun pada kenyataannya tetap harus diputuskan melalui putusan hakim, yang setelah berkekuatan hukum tetap, dapat dijadikan acuan bagi hakim untuk memutus perkara serupa walaupun kedudukannya tidak mengikat hakim.

Globalization in economy world is one of the undisputed things that this country must face, with numerous foreign investor who invest their money in Indonesia, made Notary as Public Officer specialized in make authentic deed should be more careful and selective in doing their job. Based on above background, I formulate the research question as in how is the legal position and legal implication on deed not made in Indonesian language. In this research, Juridis Normative method is taken, with descriptive analysis type with secondary data which collected by doing library research. Data used in this research is no other than West Jakarta District Court Verdict Nomor 451/PDT.G/2012/PN.JKT.BAR. The aim of this research is to identify and analyze the legal position and implication of deed not made in Indonesian Language by analyzing the judge ratio when they made the verdict and combined with legal and law doctrine analysis.
The findings showed that after comparatively analyze the law in Act No 2 Year 2014 and Act No 24 Year 2009, there is not a single law which governs legal implication for deed not made in Indonesian language, in detail manner. This could be interpreted as legal vacuum. From law doctrine, the implication which should be received by this action is no other than to be declared as nonexistent because it never satisfies formality causa which stipulated in the Act No 24 Year 2009. However in reality, court verdict is still deemed necessary, which after legally binding after the enforcement from the Supreme Court, could become one of the ratio for the next judge who rule the case, although it will not bind them."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48342
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Graceilla Ribka Berliana Tuelah
"Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam menjalankan tugas jabatannya harus mengikuti kaidah tertulis, Peraturan tertulis Notaris ada pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, sedangkan PPAT ada pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2018. Notaris dianggap lalai dalam segala perbuatan melawan hukum, sedangkan lalai diartikan sebagai ketidaksengajaan, padahal tidak semua kasus hukum yang terjadi pada notaris merupakan ketidaksengajaan. Perbuatan melawan hukum juga bisa dikarenakan adanya unsur kesengajaan, namun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak menjelaksan perbedaan terkait ketidaksengajaan dan kesengajaan, sehingga sanksi hukumnya tidak memiliki perbedaan diantara keduanya. Menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian doktrinal. Penelitian berfokus pada norma hukum positif berdasarkan bahan sekunder. Tipologi penelitian bersifat eksplanatoris. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu tindakan Notaris X dan PPAT Y tidak bisa dikatakan lalai, melainkan kesengajaan. Pada kasus terkait Notaris X tidak melaksanakan tugas jabatannya, seharusnya dibuat akta hutang piutang, namun pada akhirnya Notaris X membuat akta PPJB. PPAT Y, dalam membuat AJB tanpa sepengetahuan salah satu pihak. Akibat dari kelalaian Notaris X dan PPAT Y dapat dikenakan sanksi dari segi administrasi ketentuan tertulis, sanksi perdata terbukti memenuhi unsur PMH, dan pidana sebagai pembantu dari tindakan PMH.

Notaries and Land Deed Officials are obligated to follow established principles in their official duties, guided by written regulations such as the Notary Job Law, Notary Code of Ethics, Government Regulation Number 24 of 2016, and Ministerial Regulation Number 2 of 2018. Notaries are often accused of negligence, interpreted as unintentional, but not all cases involve unintentional actions; intentional elements can lead to wrongful acts. The lack of differentiation in legal sanctions between unintentionality and intentionality is due to the Civil Code. To address this issue, a doctrinal research method was employed, focusing on positive legal norms from secondary sources. Findings suggest that the actions of Notary X and PPAT Y are intentional rather than negligent. Notary X's failure to fulfill duties resulted in the non-creation of a debt agreement, opting for a PPJB deed. PPAT Y intentionally created an AJB without one party's knowledge. Consequences of their actions may lead to administrative, civil, and criminal sanctions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gustito Agung Diaussie
"ABSTRAK
Pada era globalisasi, masyarakat Indonesia sudah mulai mengenal perbuatan hukum yang akan menimbulkan akibat hukum. Untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum tersebut, biasanya masyarakat menggunakan alat bukti tertulis sebagai tanda terikatnya para pihak. Guna menjamin kepemilikan seseorang terhadap hak-hak yang diperolehnya, baik melalui jual beli, hibah, maupun sewa menyewa biasanya orang tersebut akan membuat fotokopi terhadap alat bukti tertulis yang dimilikinya. Fotokopi alat bukti tertulis tersebut dibuat dengan keyakinan apabila terjadi kehilangan pada alat bukti tertulis yang asli, maka seseorang tersebut masih dapat menunjukkan bukti kepemilikannya melalui sebuah fotokopi akta. Dalam hal demikian, bagaimanakah kedudukan fotokopi terhadap pembuktian akta otentik dalam perkara perdata? Serta bagaimanakah kedudukan alat bukti lain sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari fotokopi akta otentik berdasarkan Putusan Pengadilan? Untuk itu, Penulis melakukan penelitian hukum dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan alat pengumpulan data melalui studi dokumen. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder sebagai penunjang, kemudian dianalisis dengan metode analisis kualitatif serta pada akhirnya ditarik kesimpulan, dari keseluruhan hasil pembahasan dan hasil analisis permasalahan tersebut dilaporkan dalam bentuk evaluatif analitis. Melalui analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 235/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Tim. disimpulkan bahwa bukti fotokopi akta otentik dapat diterima jika bersesuaian atau dikuatkan dengan alat bukti lain berupa: pengakuan, saksi, dan/atau sumpah. Selanjutnya bukti fotokopi akta otentik tersebut memiliki kekuatan pembuktian bebas atau penilaiannya diserahkan kepada hakim.

ABSTRACT
In the era of globalization, the people of Indonesia have started to recognize legal actions that will cause legal consequences. To perform such legal acts, people usually use written evidence as a sign of bonding parties. In order to guarantee an ownership rights, whether through sale or purchase, grant or lease, many person usually photocopy their written evidence. They belief that event they loss the original written evidence, the photocopy of that is acceptable, then they still prove the ownership through the photocopy. In such case, how about the position of photocopy of authentication deed in civil cases And how about the position of other evidences as an integral part of copy of authentic deeds based on Court Decisions Therefore, the author conducted legal research using normative juridical research methods with data collection tools through document studies. The kind of data is secondary data, then analyzed by qualitative method and in the end get then conclusion, the result reported by evaluative analysis. The analysis of Jakarta Timur District Court Verdict Number 235 Pdt.G 2014 PN.Jkt.Tim. concluded that evidence of copy of authentic deed is acceptable if it is compatible or corroborated with other evidence in the form of acknowledgment, witness, and or oath. Further evidence of copy of the authentic deed has free evidentiary power or its judgment is submitted to the judge. "
2017
T48838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Maria Prima Nahak
"Seringkali Notaris menyalahgunakan kewenangan yang ada pada dirinya pada saat melaksanakan jabatannya, salah satunya dengan melakukan tindak pidana penipuan dalam Pasal 378 KUHP, sehingga menyebabkan Notaris dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pidana. Dari Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 174/Pid.B/2018/PN Dps diangkat tiga permasalahan yaitu, keabsahan akta kuasa menjual yang objeknya telah terlebih dahulu dibuatkan perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual oleh Notaris, akibat hukum terhadap perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dibawah tangan dengan diketahui oleh Notaris terhadap akta perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual yang dibuat kemudian dengan objek perjanjian yang sama, dan bentuk pertanggung jawaban Notaris terhadap akta-akta yang diketahui dan dibuat dihadapannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif, yang menitikberatkan pada penggunaan data sekunder dan bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa keabsahan akta kuasa menjual yang objeknya telah terlebih dahulu dibuatkan perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual oleh Notaris menjadi batal demi hukum. Mengenai perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dibawah tangan dengan diketahui oleh Notaris memiliki akibat hukum terhadap akta perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual yang dibuat kemudian dengan objek perjanjian yang sama. Untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya, NKAA selaku Notaris di Kota Denpasar dijatuhi hukuman pidana penjara selama dua tahun.

Notary often misuses the authority by committing fraudulent crime in Article 378 of the Criminal Code, so that the Notary can be held criminal liability. From the District Court Verdict Number 174/Pid.B./2018/PN. Dps, three issues were raised, namely the validity of the deed of authority to sell whose object was made in the provisional sale agreement deed and the deed of authority to sell by the Notary, the legal consequences of the underhanded deed of sale and purchase agreement known by the Notary to the sale and purchase agreement deed and the deed of authority to sell made later with the same object of the agreement, and the form of notary responsibility for the deeds known and made before her. The research method used in the writing of this thesis is normative juridical research, which focused on the use of secondary data and the form of research is descriptive analytic research. From the analysis it can be concluded that the validity of the selling deed whose object has been made before the sale and purchase agreement and the deed of sale by the Notary become null and void. Regarding the sale and purchase binding agreement made underhanded, it is known by the Notary that it can have legal consequences for the sale and purchase agreement deed and the power deed of sale made later with the same agreement object. To account for her mistakes, NKAA as a Notary in Denpasar City was sentenced to prison for two years."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>