Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163568 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Kurniawan
"Kebijakan energi terbarukan saat ini berperan dalam terhambatnya pengembangan dan pencapaian target bauran energi terbarukan yang telah ditetapkan. Permasalahan tersebut yaitu terkait regulasi sektoral yang inkonsisten, penetapan prioritas pemerintah dalam kebijakan energi, skema kerja sama, serta penetapan harga jual beli tenaga listrik. Penulis menggunakan desain penelitian yuridis-normatif. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Data tersebut disusun kualitatif, melalui uraian teks dan dianalisis dengan teknik analisis deskriptif dan kritis. Kesimpulan, pertama, regulasi pemanfaatan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik yang mengatur klausul-klausul kunci PJBL sangat dinamis mengalami perubahan dalam waktu yang singkat. Kedua, dalam penyusunan KEN, RUEN, dan RUPTL pemerintah masih memberikan prioritas utama untuk pemanfaatan energi fossil dibandingkan energi terbarukan.
Beberapa hal yang menghambat investasi diantaranya: a) biaya investasi EBT yang tinggi; b) prioritas pengembangan PLTU Mulut Tambang; c) perubahan penentuan biaya pokok produksi; d) terbitnya Permen ESDM 10/2017 mengakibatkan minimnya kesempatan investor untuk Business-to-business dalam PJBL; e) inkonsistensi penerapan pola kerja sama; f) hambatan dalam penyediaan lahan dan hutan. Ketiga, upaya pemerintah dalam mendukung penyediaan energi terbarukan yaitu melalui skema penugasan, kerja sama antara pemerintah dan badan usaha, serta melalui pemberian jaminan kelayakan usaha kepada pengembang. Selain itu untuk memaksimalkan pengembangan energi terbarukan Pemerintah harus mampu mewujudkan: 1) Kepastian Hukum dari Segi Pengaturan Pemanfaatan energi Baru dan Terbarukan; 2) Optimalisasi Kesempatan Ekonomi (economic opportunity) Indonesia dalam Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan; 3) Mengubah Paradigma Pemangku Kebijakan yang menganggap batubara sebagai sumber energi murah; dan 4) Mewujudkan Kebijakan Energi Baru dan Terbarukan yang Berkeadilan (fairness).

New and renewable energy utilization is one of the pillars for reaching national energy independence and security by maximizing the usage of renewable energy by considering the economic level. The current renewable energy policy inhibits the development and achievement of the established renewable energy mix target. This is due to inconsistent sectoral regulations, government priority in energy policy, cooperation scheme, and electricity buying and selling price setting. The author used judicial-normative research design. The present study used secondary data, which consisted of primary, secondary and tertiary legal materials. The data was prepared qualitatively through text description and analyzed using descriptive and critical analysis technique. The conclusions are, first, renewable energy utilization regulations for electricity supply that regulate the key clauses of PJBL are very dynamic and change within a brief period of time. Second, when preparing KEN, RUEN, and RUPTL, the government still prioritizes fossil energy utilization over renewable energy.
Some obstacles for investment are: a) high cost of EBT investment; b) priority of PLTU Mulut Tambang development; c) change of cost of production setting; d) the issuance of the Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources 10/2017 that reduces investor's chance for Business-to-business in PJBL; e) inconsistency of cooperation pattern implementation; f) obstacle in land and forest provision. Third, government efforts to support renewable energy provision through assignment scheme, government cooperation with businesses, and provision of business viability guarantee for developer. Moreover, to maximize renewable energy development, the government must: 1) Create Legal Certainty in Terms of New and Renewable Energy Utilization Regulation; 2) Optimize Indonesia's Economic Opportunity in New and Renewable Energy Development; 3) Change the Paradigm of Policy Maker who think of coal as cheap source of energy; and 4) Create Fair New and Renewable Energy Policy (fairness).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzura Nurul Sukma
"Penelitian ini bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan energi terbarukan pada sistem kelistrikan Pulau Sumba untuk mendukung program Sumba Iconic Island, dengan target elektrifikasi 100% melalui sumber energi berkelanjutan. Dengan memanfaatkan potensi energi surya, angin, mikrohidro, dan biomassa yang melimpah, penelitian ini mengevaluasi tiga skenario—Business as Usual (BAU) serta optimasi energi terbarukan sebesar 70%, 80%, dan 100%—untuk periode 2024–2033.

Hasil analisis menunjukkan bahwa skenario 100% EBT menghasilkan pengurangan emisi CO2 paling signifikan, mencapai 69% pada 2033, namun disertai lonjakan BPP akibat kebutuhan investasi besar. Skenario 85% EBT menawarkan keseimbangan terbaik antara pengurangan emisi dan efisiensi biaya, menjadikannya pilihan yang realistis untuk transisi energi bersih. Skenario 70% EBT lebih terjangkau namun kurang optimal dalam pengurangan emisi, sedangkan skenario BAU menunjukkan penurunan emisi yang paling lambat. Investasi pada teknologi penyimpanan energi menjadi faktor kunci dalam mendukung penetrasi energi terbarukan yang tinggi, terutama pada skenario 85% dan 100% EBT. 


This study aims to optimize renewable energy utilization in Sumba Island's electricity system to support the Sumba Iconic Island program, targeting 100% electrification through sustainable energy sources. Leveraging the island's abundant solar, wind, micro-hydro, and biomass potential, the research evaluates three scenarios—Business as Usual (BAU), and renewable energy optimization at 40%, 60%, and 80%—over the 2024–2033 period. The analysis results indicate that the 100% renewable energy scenario achieves the most significant CO2 emissions reduction, reaching 69% by 2033, but is accompanied by a spike in production costs due to substantial investment needs. The 85% renewable energy scenario offers the best balance between emission reduction and cost efficiency, making it a realistic choice for clean energy transition. The 70% renewable energy scenario is more affordable but less optimal in reducing emissions, while the BAU scenario demonstrates the slowest emission reduction. Investment in energy storage technology becomes a key factor in supporting high renewable energy penetration, especially in the 85% and 100% renewable energy scenarios. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faqih Mualim
"Ibukota Nusantara (IKN), merupakan kota dengan prinsip sebagai kota cerdas (smart city) adalah suatu kawasan yang menerapkan penggunaan sumber energi terbarukan sebagai penopang kebutuhan energi listrik bagi masyarakat yang tinggal di dalamnya. Pada penelitian kali ini, akan dilakukan 1) studi terkait pemilihan konfigurasi pembangkit listrik berbasis energi terbarukan di IKN yang optimum, 2) pengembangan konseptual desain sistem energi berbasis smart grid, 3) analisis siklus hidup ekonomi dari sistem energi terbarukan di IKN, serta 4) analisis pengelolaan tenaga listrik di wilayah IKN. Hasil optimisasi konfigurasi EBT dengan menggunakan HOMER Pro menghasilkan konfigurasi berupa penggunaan PLTS sebesar 12,80 GW; PLTA 800 MW, baterai sebesar 12.008 modul, dan konverter sebesar 4.832 MW. Perancngan desain konseptual smart grid dilakukan dengan membuat konsep desain dari penggunaan smart grid untuk penggunaan listrik berbasis energi terbarukan. Komponen di dalam smart grid terdiri dari komponen pembangkit, kompoenen transmisi dan substation, dan komponen sistem distribusi. Analisis keekonomian didapatkan nilai dari Net Present Cost (NPC) sebesar USD 66,203,478,323, dan nilai LCOE (Levelized cost of Energy) adalah sebesar 0,34 USD/kWh. Untuk mencapai nilai Internal Rate of Return acuan sebesar 8.75%, maka nilai tarif listrik keekonomian yang perlu dikenakan adalah 0,63 USD/kWh, dengan payback period 14 tahun. Analisis skema pengelolaan tenaga listrik dilakukan terhadap skema pengelolaan tenaga listrik dengan opsi pemegang wilayah usaha (wilus) dimiliki oleh Badan Usaha Otorita (BUO) IKN, dan PT. PLN. Dari analisis kedua skema ini, didapatkan skema pemilik wilus oleh BUO IKN memiliki strategi yang lebih baik, karena menghasilkan nilai strategi pencapaian komponen SO (Strength Opportunities) yang lebih besar jika dibandingkan dengan nilai strategi untuk menghilangkan kelemahan dan ancaman, WT (weakness threats). Untuk analisis skema pemilik wilus oleh PLN akan menghasilkan nilai strategi pencapaian komponen SO (Strength Opportunities) yang lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai strategi untuk menghilangkan WT (weakness threats) sehingga akan membutuhkan usaha yang lebih besar.

Ibu Kota Nusantara (IKN), envisioned as a smart city, is a region that implements the use of renewable energy resources to support the electricity needs of its residents. In this study, will conduct 1) a study on the selection of the optimum renewable energy-based power plant configuration in IKN, 2) the development of a conceptual design for a smart grid-based energy system, 3) an economic life cycle analysis of the renewable energy system in IKN, and 4) an analysis of electricity management in the IKN region. The optimization of the renewable energy configuration resulted in a configuration that includes the use of a 12.80 GW solar power plant (PLTS), 800 MW hydropower plant (PLTA), 12,008 battery modules, and a 4,832 MW converter. The conceptual design of the smart grid involves creating a design concept for the use of a smart grid for renewable energy-based electricity usage. The components within the smart grid include generation components, transmission and substation components, and distribution system components. The economic analysis yielded a Net Present Cost (NPC) of USD 66,203,478,323, and a Levelized Cost of Energy (LCOE) of USD 0.34/kWh. To achieve the target Internal Rate of Return (IRR) of 8.75%, the required economic electricity tariff is USD 0.63/kWh, with a payback period of 14 years. The electricity management scheme analysis was conducted on the management schemes with the option of the business area holder (wilayah usaha/wilus) being owned by the Badan Usaha Otorita IKN (BUO) and PT. PLN. From the analysis of these two schemes, it was found that the scheme with BUO IKN as the wilus owner would result in a higher value of the SO (Strength Opportunities) strategy development compared to the value of the WT (Weakness Threats) strategy elimination. For the scheme with PLN as the wilus owner, it would result in a lower value of the SO (Strength Opportunities) strategy component development compared to the value of the WT (Weakness Threats) strategy eliminiation, thus requiring greater effort."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faizatul Hasanah Z. Day
"Salah satu strategi untuk mencapai target NDC Indonesia pada tahun 2030 adalah melalui pengembangan pembangkit listrik energi terbarukan, dan transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Penggunaan pembangkit listrik tenaga diesel, khususnya di Pulau Buru sebagai satu-satunya penyedia listrik, berkontribusi terhadap produksi emisi, dan meningkatkan Cost of Energy (CoE) sistem utilitas. Di sisi lain, Pulau Buru kaya akan potensi energi terbarukan, seperti panas bumi, tenaga air, bioenergi, dan energi surya. Penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem pembangkit listrik yang optimal di Pulau Buru dengan mempertimbangkan bauran energi terbarukan, kelayakan finansial, pengurangan CoE sistem kelistrikan lokal, pengurangan emisi CO2, dan potensi pertumbuhan beban industri lokal yaitu industri perikanan. sektor. Penelitian ini memanfaatkan software HOMER untuk mendapatkan skenario pembangkit listrik yang dapat menyuplai beban dengan penetrasi energi terbarukan paling optimal, Levelized CoE (LCOE) terendah, dan emisi CO2 terendah. Tujuh sistem kelistrikan di Pulau Buru diimplementasikan sehingga membentuk 4 sistem, yaitu sistem terintegrasi dari 4 sistem terdistribusi sebelumnya, dan 3 sistem terdistribusi lainnya. Hasil penelitian ini memberikan konfigurasi pembangkit listrik berbasis energi terbarukan hybrid atau lengkap yang paling optimal untuk masing-masing sistem. Konfigurasi tersebut dapat mengurangi CoE hingga 20,17 cUSD/kWh, dan emisi CO2 hingga nol.

One of the strategies to achieve Indonesia's NDC target in 2030 is through the development of renewable energy power plants, and the transition from fossil fuels to renewable energy. The use of diesel power plants, especially with the case on Buru Island as the only electricity supply, contributes to the production of emissions, and increases the Cost of Energy (CoE) of the utility system. On the other hand, Buru Island is rich in renewable energy potential, such as geothermal, hydropower, bioenergy, and solar energy. This study aims to design an optimal power generation system on Buru Island by considering the renewable energy mix, financial feasibility, reduction in the CoE of local electricity system, reduction in CO2 emissions, and the potential load growth of the local industry, i.e. fisheries industry sector. This study utilizes HOMER software to obtain a power generation scenario that can supply the load with the most optimal renewable energy penetration, the lowest Levelized CoE (LCOE), and the lowest CO2 emissions. Seven electrical systems on Buru Island were implemented to form 4 systems, namely an integrated system of 4 previously distributed systems, and 3 other distributed systems. The result of this research gives out the most optimum configuration of hybrid or complete renewable energy-based power plant configuration for each system. The configurations can reduce the CoE up to 20.17 cUSD/kWh, and up to zero CO2 emission."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraeni Respitawulan
"

Kebijakan pengembangan energi terbarukan sebagai upaya mewujudkan ketahanan energi bertujuan untuk mencapai target 23% energi terbarukan pada tahun 2025. Lambatnya laju peningkatan bauran dan pembangunan infrastruktur berbasis energi terbarukan ditengarai karena tidak terakomodirnya kepentingan pelaku usaha dalam kebijakan. Kepentingan politis menjadi penyebab belum adanya undang-undang energi terbarukan. Keraguan akan komitmen pemerintah terlihat dari alokasi sumber daya yang dialokasikan pada Direktorat Jenderal ini untuk melaksanakan kebijakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pengembangan energi terbarukan pada Direktorat Jenderal EBTKE menggunakan teori Knoepfel et al (2007) dan Mallon (2006) melalui pendekatan post positivisme dengan metode kualitatif. Data primer diperoleh dari wawancara mendalam terhadap narasumber kompeten, sedangkan data sekunder diambil dari studi literatur. Panalitian ini dilakukan pada kurun waktu Desember 2018 – Agustus 2019. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pengembangan energi terbarukan belum berjalan baik dilihat dari variabel rencana aksi yang dinilai belum mencerminkan kepentingan pengembang dengan dalam kebijakan dan keterbatasan kompetensi sumber daya pendukung. Untuk variabel proses terdapat keterbatasan situasi dengan belum adanya konsensus pada konsep keadilan energi. Sedangkan untuk variabel aturan implementasi terkait pelayanan publik sudah menunjukkan arah perbaikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan adalah belum adanya tujuan yang jelas dan terukur, belum terpenuhinya kecukupan investasi, kebijakan yang tidak stabil dengan seringnya revisi regulasi serta kerangka kontekstual dalam hal belum adanya regulasi undang-undang yang mengatur dan ketidakselarasan regulasi pada tataran peraturan teknis.

Kata Kunci :

Kebijakan energi terbarukan, implementasi kebijakan, faktor pengaruh kebijakan


Renewable energy development policy is an effort to reach energy security aims to achieve the target of 23% renewable energy by 2025 The slow pace of increasing the mix and development of renewable energy is indicated that stakeholders interest are not accommodated in policies. Political interests makes the absence of renewable energy laws. Doubts about the government's commitment can be seen from the allocation of resources to this Directorate General. This study aims to analyze the implementation and factors that influence the implementation of renewable energy development policies at the Directorate General NREE using the theory of Knoepfel et al (2007) and Mallon (2006) through post positivism approach with qualitative methods. Primary data were derived from in-depth interviews, secondary data were taken from literature studies. This research was conducted in December 2018 - August 2019. The results of this study indicate that the implementation of the renewable energy development policy has not gone well as seen from the action plan variables which are considered not to reflect the interests of the developer with regard to policies and limited competency of supporting resources. For the process variable there are limitations to the situation with the lack of consensus on the concept of energy equity. As for the variable implementation rules related to public services have shown the direction of improvement. Factors influencing the implementation of policies are the absence of clear and measurable objectives, insufficient investment fulfillment, unstable policies with frequent revisions of regulations and contextual frameworks in the absence of regulatory regulations that govern and non-alignment of regulations at the level of technical regulations.

"
2019
T55141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Subekti
"Mengingat semakin bertambahnya penduduk, maka semakin banyak pula energi listrik yang dibutuhkan. Di sisi lain sumber daya energi yang dipakai untuk kelistrikan kebanyakan berasal dari batu bara. Karena saat ini sedang digencarkan pemakaian energi terbarukan, maka PT. Cahaya Mas Cemerlang sendiri saat ini sedang melakukan ekspansi bisnisnya dalam produk solar cell. Solar cell adalah suatu komponen yang dapat digunakan untuk mengubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik dengan menggunakan prinsip yang disebut efek photovoltaic. Ekspansi bisnis yang dilakukan oleh PT. Cahaya Mas Cemerlang dalam produk solar cell juga harus memperhatikan segi kelayakan investasinya, agar investasi bisa menghasilkan tingkat pengembalian yang diharapkan di masa mendatang. Analisis kelayakan investasi yang dilakukan menggunakan metode Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR). Nilai investasi yang dilakukan adalah sebesar Rp 56.361.259.591,66. Dengan metode NPV, perhitungan investasi pada tahun kelima sudah menghasilkan nilai positif sebesar Rp 4.600.016.488.63, hal ini menunjukan bahwa dalam jangka waktu 5 tahun investasi yang dilakukan sudah balik modal, sedangkan dengan menggunakan metode IRR berdasarkan variable discount rate sebesar 10%, di tahun kelima nilai IRR nya adalah 13,72%. Hal ini menunjukkan di tahun tersebut nilai IRR lebih besar dari discount rate. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa investasi ini sudah layak.

Given the increasing population, the more electricity is needed. On the other hand, the energy resources used for electricity mostly come from coal. Because currently the use of renewable energy is being intensified, PT. Cahaya Mas Cemerlang itself is currently expanding its business in solar cell products. Solar cell is a component that can be used to convert sunlight energy into electrical energy using a principle called the photovoltaic effect. The business expansion carried out by PT. Cahaya Mas Cemerlang in solar cell products must also pay attention to the feasibility of the investment, so that the investment can produce the expected rate of return in the future. The investment feasibility analysis was carried out using the Net Present Value (NPV) and Internal Rate of Return (IRR) methods. The value of the investment made is Rp. 56,361,259,591.66. With the NPV method, the investment calculation in the fifth year has produced a positive value of Rp. 4,600,016,488.63, this shows that within a period of 5 years the investment made has returned, while using the IRR method based on a variable discount rate of 10%, in the fifth year the IRR value is 13.72%. This shows that in that year the IRR value was greater than the discount rate. Therefore, it can be said that this investment is feasible."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Firmansyah
"Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki tujuh wilayah besar dengan karakteristik yang berbeda dalam system kelistrikan, perkembangan kebijakan kelistrikan di Indonesia dimulai pada abad ke-19 dan mulai berkembang dengan adanya pemberian hak konsesi oleh Pemerintah kolonial Hindia Belanda kepada swasta di beberapa daerah, kemudian ketika Jepang menguasai Indonesia, sektor kelistrikan berubah fungsi sebagai alat pertahanan dalam peperangan. Indonesia memperoleh kemerdekaan pada tahun 1945 dibarengi dengan proses nasionalisasi aset-aset yang dimiliki oleh Hindia-Belanda dan Jepang, kemudian sektor kelistrikan dikuasai sepenuhnya oleh Negara yang diamanahkan melalui Badan Usaha Milik Negara yaitu PLN. Pada tahun 1966, sektor ketenagalistrikan merupakan bagian dari proses pembangunan yang digaungkan dalam RPLT (Rencana Pembangunan Lima Tahun), di era tahun 1998 terjadilah pergolakan reformasi, yang berdampak pada kebijakan ketenagalistrikan, dimana porsi swasta/Independent Power Producer (IPP) meningkat signifikan menjadi 3.169 MW pada tahun 2003, rentan waktu era reformasi kebijakan sektor ketenagalistrikan mengalami 2 kali perubahan, konsepnya masih sama yaitu demonopolisasi, namun ada beberapa konsep yang diluruskan oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga sektor ketenagalistrikan tetap menjadi bagian dari kontrol negara. Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement, dimana konsep perencanaan kelistrikan akan berbasis pada energi baru terbarukan, berbagai skenario telah dipersiapkan pemerintah namun baru bersifat pemenuhan kebutuhan supply-demand dengan mengoptimalkan pemanfataan energi terbarukan untuk kebutuhan pembangkit listrik, belum ada kebijakan yang mengatur terkait agregasi energi terbarukan sehingga diperlukan proyeksi kebutuhan energi dengan alat bantu perangkat lunak Powersim dan Arena untuk menghitung kebutuhan energi secara skenario BAU (Business As Usual) dan skenario penambahan supply dari 20% dari PLTS Atap dan variabel lainnya dari PLT Energi Terbarukan sebesar 10 s.d 15 TWh dan penambahan demand dari adanya peningkatan penggunaan electric vehicle, kompor induksi dan ekspor listrik ke Singapura dan Timor Leste.

The unitary state of the Republic of Indonesia has seven large regions with different characteristics in the electricity system, the development of electricity policy in Indonesia began in the 19th century and began to develop with the granting of concession rights by the Dutch East Indies colonial government to the private sector in some areas, then when Japan controlled Indonesia, the electricity sector changed its function as a means of defense in warfare. Indonesia gained independence in 1945 coupled with the process of nationalization of assets owned by the Dutch East Indies and Japan, then the electricity sector was fully controlled by the State mandated through state-owned enterprises, namely PLN. In 1966, the electricity sector was part of the development process echoed in the RPLT (Five-Year Development Plan), in the era of 1998 there was a reform upheaval, which had an impact on electricity policy, where the portion of private / Independent Power Producer (IPP) increased significantly to 3,169 MW in 2003, vulnerable when the era of electricity sector policy reform experienced 2 changes,  The concept is still the same as demonopolisation, but there are several concepts straightened out by the Constitutional Court, so that the electricity sector remains part of state control. Indonesia has ratified the Paris Agreement, where the concept of electricity planning will be based on new renewable energy, various scenarios have been prepared by the government but only meet the needs of supply-demand by optimizing the utilization of renewable energy for electricity generation needs, there is no policy that regulates the aggregation of renewable energy so that it requires the projection of energy needs with Powersim and Arena software tools for electricity generation.  Calculate the energy needs in the BAU (Business As Usual) scenario and the scenario of increasing supply from 20% of roofing power plants and other variables of renewable energy power plants of 10 to 15 TWh and the addition of demand from the increased use of electric vehicles, induction stoves and electricity exports to Singapore and Timor Leste."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhel Muhammad
"Energi di Indonesia merupakan sektor yang sangat vital, semakin bertambah tahun kebutuhan energi semakin meningkat. Hal ini juga dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Kondisi di dunia saat ini bahwa persediaan energi renewable semakin menipis, memicu pengembangan energi renewable. Indonesia menargetkan pengembangan energi renewable padaa tahun 2025 sebesar 23 bauran energi nasional. Penelitian ini memberikan alternatif proporsi bauran dan pemilihan lokasi EBT yang bertujuan untuk meminimumkan biaya total energi bauran. Hasil yang diperoleh dari metode MINLP yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan energi air dan panas bumi yang memiliki porsi pengembangan terbesar.

Energy in Indonesia is an important sector that electricity demand always increasing every year. This condition is also influenced by economic and population growth. In fact, non renewable energy is declining and will be vanished in several decades. This condition triggers development of renewable energy to replace it. Indonesia have made a development target of renewable energy become 23 of all energy mix. This paper give an alternative plan of development and site selection to reach minimum cost of all renewable energy mix in Indonesia. The result is hydro and geothermal are dominant in this energy mix.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T47598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfie Ahmaddani
"Pertumbuhan ekonomi indonesia yang cukup besar akan mempengaruhi angka konsumsi energi secara global. Ada banyak alasan dengan penggunaan energi terbarukan diantaranya adalah relatif tidak mahal, bersifat netral karbon, dan semakin mendapatkan dukungan dari lapisan masyarakat untuk menggantikan solusi energi tidak terbarukan berbasis bahan bakar minyak. Pembangkit listrik dari energi terbarukan, terutama energi angin dan matahari sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca, sehingga daya yang dihasilkannya menjadi tidak stabil, sehingga peran dari energy storage akan menjadi semakin signifikan. Media penyimpanan baterai yang sekarang umum dilakukan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai keekonomian melalui perhitungan teknis dari penggunaan udara bertekanan sebagai media penyimpanan energi (Energy Storage) sebagai media penyimpanan alternatif. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan bahwa biaya capital cost per kWh atau biasa disebut CAPEX/kWh dari CAES 77% lebih murah dibandingkan dengan baterai. Sedangkan untuk biaya total per kWh per cycle atau biasa disebut Levelized Cost of Storage (LCOS) dari CAES 66% lebih murah dibandingkan dengan baterai.

Indonesian economic growth large enough to affect global energy consumption figures. There are many reasons to use renewable energy which are relatively inexpensive, carbon neutral, and increasingly gaining the support of society to replace non-renewable energy solutions based on fossil fuel. Power generation from renewable energy, particularly wind and solar energy is strongly influenced by weather conditions, so the power it produces becomes unstable, so that the role of energy storage will become increasingly significant. Batteries as Energy Storage that are now common used in Indonesia. This study aims to gain economic value through technical calculation of the use of pressurized air as an energy storage medium (energy storage) as an alternative storage medium. Based on the analysis that the capital cost per kWh or so-called CAPEX / kWh of CAES 77% cheaper than the batteries. While the total cost per kWh per cycle or socalled Levelized Cost of Storage (LCOS) of CAES 66% cheaper than the batteries.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T45686
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Rahmat
"Makalah ini menyajikan analisis mengenai efektivitas kebijakan energi terbarukan dan praktek kebijakannya di Indonesia, dengan mengacu kepada praktek kebijakan energi terbarukan di Uni Eropa, negara-negara anggota OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) dan negara-negara BRICS (Brazil, Russia, India, China dan South Africa). Tulisan ini membahas factor-faktor kunci penentu keberhasilan kebijakan pengembangan energi terbarukan dalam konteks Indonesia. Secara keseluruhan, makalah ini memberikan kontribusi untuk memahami kebijakan RE secara umum dan faktorfaktor yang mendorong keberhasilan pelaksanaan RE di Indonesia pada khususnya. Penelitian ini mengungkapkan bahwa meskipun berbagai kebijakan dan program pengembangkan energi terbarukan telah dibuat oleh Pemerintah Indonesia, namun realisasinya masih di bawah target yang ditetapkan, sehingga hal ini membawa implikasi serius terhadap keamanan energi nasional. Berdasarkan identifikasi, faktor utama yang menghambat program pengembangan energi terbarukan di Indonesia adalah hambatan non-ekonomi.

This paper presents an analysis of the effectiveness of RE policy and policy practice in Indonesia. It is based on RE policy practices in European Union, OECD and BRICS countries. Discussing key important factors of RE policy in Indonesian context, the study reveals that despite various policies and programs which the Government of Indonesia has made, the realization of RE deployment is still under the stated target, which can have implication for the national energy security. This might be attributed to non-economic barriers. Overall, this paper contributes to the understanding of RE policies in general and factors encouraging successful implementation of RE in particular.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T43201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>