Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78102 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Destinia Natalira Arisandi
"Pendidikan merupakan hak setiap orang, termasuk anak-anak keturunan Tionghoa. Namun, pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda di Indonesia, orang Tionghoa yang saat itu berstatus sebagai Middlemen minority harus memperjuangkan pendidikannya. Ketika politik etis diberlakukan, pendidikan berfokus pada pribumi. Berangkat dari permasalahan tersebut, dirumuskan tiga pertanyaan, yaitu 1.Jenis sekolah apa saja yang diikuti oleh anak-anak Tionghoa pada zaman kolonialisme Belanda di Indonesia? 2. Mata pelajaran apa saja dengan bahasa pengantar apa yang digunakan di sekolah-sekolah tersebut? 3. Anak-anak keturunan Tionghoa golongan apa saja yang dapat mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah tersebut? Penelitian metode kualitatif dengan sumber data berupa buku dan artikel, baik luring maupun daring. Dalam penelitian ini didapati bahwa pendidikan anak-anak Tionghoa pada zaman pemerintah kolonial di Hindia Belanda dapat dibagi menjadi dua, yaitu sekolah yang diselenggarakan rakyat seperti sekolah THHK dan sekolah yang diselenggarakan pemerintah kolonial Hindia Belanda seperti ELS, HIS, dan HCS. Setiap sekolah memiliki kurikulum dan syarat masuk yang berbeda. Hal ini mempengaruhi pemilihan sekolah Tionghoa Totok dan Peranakan
Kata kunci: pendidikan; Tionghoa;Indonesia; pemerintah Kolonial Hindia Belanda

Everyone has the right of to education. Chinese descent children whose status were Middlemen minority had to fight for their education during Dutch East Indies era. The education in ethical policy was only focused on the indigenous people. Through the particular problem, there are three questions formulated, 1. What kind of school did the Chinese children attend during Dutch East Indies era? 2. What kind of subject and what language used in those particular schools? 3. What kind of group of Chinese descent children who could attend those particular schools? This research uses qualitative method. The data resources are obtained from both online or offline sources, such as books and articles. The result of this research shows Chinese children during Dutch East Indies era were divided into two categories: the school run by the society, such as THHK school and the schools run by Dutch East Indies government, such as ELS, HIS and HCS. Every school has different curriculum and requirements. The differences affect Totok Chinese and Peranakan Chinese’s preference on education.
Keywords: education; Chinese; Indonesia; Dutch East Indies era
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fachri Nur Ikhsan Gunawan
"Penelitian ini membahas pandangan dari surat kabar Hindia Belanda mengenai penerapan Wilde Scholen Ordonantie (1932). Penerapan Wilde Scholen Ordonantie (1932) di Hindia Belanda merupakan peristiwa penting untuk dunia pendidikan di Hindia Belanda.Data yang digunakan adalah artikel-artikel surat kabar di Hindia Belanda yaitu Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië, De Indische Courant, De Locomotief, Soerabaijasch handelsblad, Bataviaasch Nieuwsblaad, Het Nieuws van de dag voor Nederlands Indië yang terbit pada bulan Oktober-Desember 1932. Penelitian ini menggunakan metode sejarah terdiri dari menentukan topik, pengumpulan data (heuristik), verifikasi data, interpretasi, dan historiografi. Model framing Entman (1993) digunakan untuk menginterpretasi data penelitian. Dalam artikel-artikel surat kabar yang dianalisis ditemukan topik penolakan terhadap Wilde Scholen Ordonantie, lijdelijk verzet, dukungan pergerakan nasional untuk menentang ordonansi , dan perlawanan terhadap ordonansi. Dalam topik-topik tersebut ditemukan empat model Entman  dalam mendefinisikan berita mengenai Wilde Scholen Ordonantie yaitu define problem, diagnoses cause, make moral judgement, dan treatment recommendation. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa surat kabar di Hindia Belanda banyak berpihak kepada masyarakat pribumi dan menentang pemberlakuan Wilde Scholen Ordonantie.

The implementation of the Wilde Scholen Ordonantie (1932) in the Dutch East Indies was an important event for the world of education in the Dutch East Indies. This study discusses the views of Dutch East Indies newspapers regarding the implementation of the Wilde Scholen Ordonantie (1932). The data used were newspaper articles in the Dutch East Indies, namely Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië, De Indische Courant, De Locomotief, Soerabaijasch handelsblad, Bataviaasch Nieuwsblaad, Het Nieuws van de dag voor Nederlands Indië which were published in October-December 1932. This study uses the historical method which consists of determining the topic, data collection (heuristics), data verification, interpretation, and historiography. Entman's (1993) framing model was used to interpret the research data. In the analyzed newspaper articles found topics of rejection of the Wilde Scholen Ordonantie, lijdelijk verzet, support for the national movement to oppose the ordinance, and resistance to the ordinance. In these topics, four Entman models were found in defining news about the Wilde Scholen Ordonantie, namely define problem, diagnose cause, make moral judgment, and treatment recommendation. The results of the study concluded that many newspapers in the Dutch East Indies sided with the indigenous people and opposed the implementation of the Wilde Scholen Ordonantie."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadila Irwan
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang pengaruh Vrijmetselarij atau yang biasa kita kenal dengan
Freemasonry pada masa Hindia Belanda dalam bidang prasarana pendidikan, tepatnya di
Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan pengaruh Vrijmetselarij dalam
pengembangan prasarana pendidikan di Jawa Tengah pada masa Hindia Belanda. Metode
yang digunakan dalam menganalisis penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan
pendekatan sejarah. Sumber primer yang dipakai penulis untuk membahas penelitian ini
adalah sebuah buku karya Dr. Th. Stevens yang berjudul Vrijmetselarij en Samenleving in
Nederlands-Indie en Indonesie 1764-1962. Hasil dari penelitian ini ialah Vrijmetselarij
mempunyai andil atau pengaruh dalam bidang prasarana pendidikan di Jawa Tengah pada
masa Hindia Belanda.

ABSTRACT
This research discusses the influence of Vrijmetselarij or what we usually know with
Freemasonry in the Dutch East Indies in the field of education, precisely in Central Java. This
study aims to describe the influence of Vrijmetselarij in the development of educational
infrastructure. The method used in analyzing his research is descriptive analysis with a
historical approach. The primary source used to discuss this journal is a book by Dr. Th.
Stevens entitled Vrijmetselarij en Samenleving in Nederlands-Indie en Indonesie 1764-
1962. The results of this research are that Vrijmetselarij or Freemasonry supports education
in Central Java during the Dutch Indies by building infrastructure to support education in the
area to make it better."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Lindayanti
"ABSTRAK
Sektor pertanian pada waktu ini masih memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Jambi. Selain pertanian rakyat, perkebunan juga merupakan usaha yang penting, khususnya perkebunan rakyat: kopi, lada, cengkeh, karet, kelapa, tebu, tembakau, dan teh. Pada waktu ini di antara berbagai tananan keras ini, yang terbanyak dihasilkan oleh Jambi adalah karet.
Luas perkebunan karet rakyat di Jambi pada tahun 1990 adalah 476.859 Ha dengan produksi sebanyak 209.447 ton. Menurut Sensus Pertanian tahun 1983 jumlah petani karet di Jambi adalah 84.495 orang, sedangkan jumlah seluruh petani di Indonesia adalah 881.908 orang.
Selain di Jambi terdapat perkebunan karet rakyat juga di beberapa daerah lain, seperti Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
Pada waktu ini karet masih merupakan produk ekspor yang penting bagi propinsi Jambi. Tulisan ini akan mengka,ji proses masuknya karet ke Jambi, sampai men jadi tanaman. rakyat, dan proses perkembangan perkebunan karet rakyat di Jambi selama masa kolonial Belanda.
Perkebunan karet pada dasarnya dapat digolongkan dalam dua kategori, yang dibedakan menurut modal yang ditanamkan, sistem pembayaran kepada penyadap dan pelaksanaan administrasi perkebunan, yaitu perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Di Jambi semasa jaman kolonial Belanda hanya terdapat tiga perkebunan besar, yaitu Batanghari, Pondok Meja dan Sungei Bluru, sedangkan jumlah perkebunan rakyat adalah besar sekali.
Dalam suatu proses yang panjang perkembangan perkebunan karet rakyat dari tahun 1906 sampai berakhimya kekuasaan pernerintah Belanda pada tahun 1942, karet merupakan satu faktor yang berhasil meningkatkan ekonomi masyarakat Jambi. Oleh karena itu masa karet dikenal oleh penduduk setempat sebagai masa hujan emas (istilah hujan emas juga dikenal di daerah Palembang). Permasalahan yang dikaji dalam tulisan ini adalah bagaimana pengaruh perkebunan karet rakyat terhadap perekonornian masyarakat Jambi.
Tulisan mengenai perkebunan karat rakyat di Jambi sebenarnya sudah pernah dilakukan bersama dengan pembahasan kebun karet rakyat di Palembang oleh A.H.P. Clemens dalam skripsinya 'De Bevolkingsrubbercultuur in Djambi en Palembang Tijdens het Interbellum' (Perkebunan Karet Rakyat.di. Jambi dan Palembang Di Antara Dua Perang Dunia). Clemens membandingkan perkebunan karet rakyat di Jambi dan Palembang dengan perkebunan karet milik orang Eropa dan juga mengkaji bagaimana produsen karet pribumi menanggapai perkembangan harga karet di pasaran dunia dan terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda mengenai masalah yang berkenaan dengan karet rakyat.
"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Effendi Wahyono
"Disertasi ini membahas ttg Desentralisasi yg merupakan modernisasi birokrsi yang dilakukan oleh Pemerintah Hidia Belanda. Kebijakan desentralisasi dikeluarkan karena adanya tuntutan perlunya partisipasi masyarakat dalan\m pengolaan negara. Landasan desentralisasi pertama undang2 desentralisasi tahun 1903, yg kemudian diperbaharui melalui undang2 pembahruan Pemerintah, tahun 1922."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
D1563
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Risa Junita Sari
"Penelitian ini menganalisis tentang kesetaraan jender di Hindia Belanda pada awal abad 20, khususnya di lingkungan masyarakat Tionghoa Peranakan sebagaimana tercermin dalam karya-karya sastra Tionghoa Peranakan yang terbit di surat kabar Doenia Baroe. Pada awal abad 20 Politik Etis dalam bidang pendidikan membawa perubahan besar terhadap pola pikir generasi muda di Hindia Belanda. Perubahan ke arah modernitas yang mengedepankan kesetaraan dirasakan oleh semua kalangan, termasuk perempuan. Masalah kesetaraan jender yang menuntut persamaan hak laki-laki dan perempuan semakin mengemuka, tak terkecuali di lingkungan perempuan Tionghoa Peranakan. Karya-karya sastra Tionghoa Peranakan yang terbit dalam surat kabar Doedia Baroe di Padang pada tahun 1930 didominasi oleh tema tentang kesetaraan jender. Mengapa terjadi dominasi tema tersebut dan sejauh mana pengaruh atau peran karya-karya itu terhadap perjuangan kesetaraan jender khususnya di lingkungan masyarakat Tionghoa Peranakan, itulah yang menjadi pokok bahasan penelitian ini. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode sejarah dan teori jender sebagai landasan konseptual.  Dari penelitian dan analisis yang dilakukan ditemukan bahwa, kesetaraan jender yang ingin dicapai oleh perempuan Tionghoa Peranakan khususnya, adalah perlakuan yang sama antara laki-laki dan perempuan yang di dalamnya mencakup pendidikan, pergaulan, dan kebebasan memilih pasangan hidup.

This study analyzes gender equality in the Dutch East Indies at the beginning of the 20th century, especially in the Tionghoa Peranakan community as reflected in the Tionghoa Peranakan literary works published in the Doenia Baroe newspaper. At the beginning of the 20th century the Politik Etis in the field of education brought major changes to the mindset of the younger generation in the Dutch East Indies. Changes towards modernity which put forward equality are felt by all groups, including women. The issue of gender equality which demands equal rights for men and women has increasingly surfaced, including the Tionghoa Peranakan women. The works of Tionghoa Peranakan literature that were published in the Doedia Baroe newspaper in Padang in 1930 were dominated by the theme of gender equality. Why the domination of this theme occurs and to what extent the influence or role of these works on the struggle for gender equality, especially in the Tionghoa Peranakan environment, is the subject of this study. The research was conducted using historical methods and gender theory as a conceptual basis. From the research and analysis conducted, it was found that the gender equality to be achieved by Tionghoa Peranakan women in particular is equal treatment between men and women which includes education, association, and the freedom to choose a life partner."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tawalinuddin Haris
"ABSTRAK
Dalam penelitian ini diungkapkan berbagai aspek berkenaan dengan situasi dan kondisi Jakarta (Batavia) masa Hindia Belanda, baik sebagai wilayah administratif maupun sebagai kota pusat pemerintahan kolonial selama kurun waktu sekitar satu seperempat abad. Selama itu telah terjadi perubahan dan perkembangan, baik dibidang
politik, pemerintahan, penataan wilayah, ekonomi dan sosial budaya. Namun karena luas Serta kompleksnya permasalahan, maka penelitian ini memfokuskan diri pada perkembangan wilayah dan penduduk Jakarta ( Batavia ) dalam sistim pemenintahan kolonial, sebab perubahan sistim pemerintahan dan berkembangnya fungsi Serta kedudukan Jakarta ( Batavia ) dalam sitim pemerintahan kolouial menjadi Salah satu
alasan dalam penataan wilayah administratif dan berkembangnya jumlah penduduk. Sejauh mana perubahan-porubahan yang dimaksud telah berlangsung Serta keterkaitannya satu sama lain menjadi permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini. Dengan demikian tujuan panelitian ini membermkan informasi berkenaan dengan perkembangan wilayah dan penduduk Jakarta ( Batavia ) pada kurun waktu tertentu sebagai sumbangan data dalam penu1isan sejarah Jakarta pada umumnya.
Untuk menjawab permasalahan penelitian, selain penelitian kearsipan sebagai data utama, dilakukan telaah pustaka terutama terhadap buku-buku atau artikel-artikel yang memiliki relevandi dengan obyek yang dikaji. Dari penelitian ini diperoleh gwnbaran bahwa perkembangan wilayah dan penduduk Jakarta ( Batavia ) selama pemerintahan Hindia Belanda, selain dipengaruhi oleh sistim, pemerintahan yang ada, juga karena diintrodusirnya birokrasi mouern ( kolonial )diberlakukannya Sistim Tanam Paksa dan politik Etis."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Illahi Ramadhan
"Max Havelaar: of de koffieveilingen der Nederlandsche handelsmaatschappij (1976) merupakan film hasil karya sutradara asal Belanda, Fons Rademakers, sekaligus film hasil adaptasi novel karya Multatuli dengan judul serupa yang terbit pada tahun 1860. Pada awalnya peluncuran film ini sempat menimbulkan kontroversi dari kalangan masyarakat Indonesia karena kesan yang muncul saat menonton bukanlah seperti menonton film anti-kolonialisme, melainkan sekadar kisah tentang seorang pejabat pemerintah Belanda yang baik dan konfliknya dengan Belanda. Seakan-akan hanya memperlihatkan orang Belanda yang digambarkan sebagai orang baik dan orang Indonesia sebagai penjahat. Kontroversi ini menimbulkan permasalahan bagaimana sebenarnya kolonialisme serta rasisme direpresentasikan pada film Max Havelaar. Penelitian ini ditujukan agar dapat mengetahui adanya nilai-nilai rasisme dalam film Max Havelaar yang merepresentasikan budaya kolonialisme pada masa Hindia Belanda. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik dokumentasi-observasi, dengan teori semiotika oleh Roland Barthes untuk menganalisis pemaknaan tanda rasisme melalui sistem pemaknaan denotatif (denotation), konotatif (connotation) dan meta-bahasa (metalanguage) atau mitos. Hasil dari penelitian ini berupa tiga fakta rasisme dalam film Max Havelaar yaitu; (1) perbudakan serta eksploitasi terhadap bangsa pribumi, (2) prasangka buruk antar bangsa Belanda dan pribumi, dan (3) diskriminasi terhadap bangsa pribumi.

"Max Havelaar: of de koffieveilingen der Nederlandsche handelsmaatschappij" (1976) is a film by Dutch director, Fons Rademakers, as well as a film adaptation of Multatuli's novel with the same title which was published in 1860. At first the release of this film caused controversy among Indonesian people because the impression that emerged when watching it was not like watching an anti-colonialism film, but simply a story about a good Dutch government official and his conflict with the Dutch. It's as if it only shows Dutch people as good people and Indonesians as criminals. This controversy raises the problem of how colonialism and racism are actually represented in Max Havelaar film. This research is aimed at finding out the existence of racist values in the Max Havelaar film which represents the culture of colonialism during the Dutch East Indies. The research method used is qualitative with documentation-observation techniques, with semiotic theory by Roland Barthes to analyze the meaning of signs of racism through denotative, connotative and metalanguage or myth systems. The results of this research are three facts about racism in the Max Havelaar film, namely; (1) slavery and exploitation of native peoples, (2) prejudice between Dutch and native peoples, and (3) discrimination against native peoples."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arga Patria Dranie Putra
"Awal abad ke 20 dapat dikatakan sebagai sebuah titik yang mengawali pergeseran budaya dan keterbangunan di Indonesia menuju modernitas. Sedikit banyak perubahan ini hadir bersama perubahan paradigma kolonialisasi Belanda yang berusaha mendahulukan kepentingan masyarakat Hindia. Hadir tokoh-tokoh berkebangsaan Belanda yang dieluhkan telah berempati dan lebih memihak kepada penduduk Hindia-Belanda. Dengan begitu, ada kemungkinan bahwa empati bangsa Belanda terhadap masyarakat Hindia memiliki andil dalam implementasi politik etis maupun keterbangunan yang terjadi di awal abad ke-20.
Peran arsitek seperti Karsten dan Schoemaker dapat menggambarkan bagaimana subjektifitas dan hubungannya dengan manusia dapat mempengaruhi keputusan terhadap karakter arsitektur yang dapat mewakili Hindia Belanda. Dengan mengacu kepada teori empati yang telah di elaborasi, tesis ini mengkaji pembangunan dan keterbangunan yang terjadi selama awal abad ke-20 di Hindia Belanda. Penelusuran dan pemahaman akan berfokus terhadap individu-individu yang terlibat dalam praktek politik etis, dan memberikan perhatian terhadap subjektifitas dan tindakan yang dilakukan pihak Belanda.
Riset akan dilakukan melalui studi presedenm, wawancara, serta observasi. Melalui kerangka yang telah di elaborasi, kemudian dapat dipahami apakah kehadiran empati terhadap masyarakat Hindia benar-benar hadir dan memberikan pengaruh terhadap bentuk baru kolonialisasi Belanda di Hindia Pada Awal Abad Ke-20.

The beginning of the 20th century can be regarded as a point where cultural shift and development towards modernity in Indonesia began. More or less this change was present along with the paradigm shift of the colonialization of the Dutch who tried to prioritize the interests of the Indies community. Ethical Policy Present figures of Dutch who were complained for their empathy towards the population of the Dutch East Indies. Thus, there is a possibility that Dutches empathy towards Indies community has contributed to the implementation of ethical politics and the development in Dutch Indies that occurred in the early 20th century.
The role of architects such as Karsten and Schoemaker can illustrate how subjectivity and its relationship with humans can influence decisions regarding architectural characters that can represent the Dutch Indies. By referring to the elaborated theory of empathy, this thesis examines the development that occurred during the early 20th century in the Dutch Indies. Research and Understanding will be focused on individuals who was involved in ethical political practices, attention also given to subjectivity and actions that were taken by the Dutch.
The investigation will be done through precedent studies, Interviews & Observation. Through the elaborated framework, it can later be understood whether the presence of empathy for the Indies was truly present and had an influence on the new form of Dutch colonialism in the Indies in the Early 20th Century.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T53209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>