Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95625 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nada Dinda Rynaldi
"Perubahan iklim diyakini akan memperburuk kondisi ketidaksetaraan gender yang sudah ada, dan sebaliknya ketidaksetaraan gender dianggap dapat menghambat proses adaptasi terhadap perubahan iklim. Namun, narasi ini pada umumnya masih didasarkan hanya kepada generalisasi keterkaitan kemiskinan dan gender, diiringi dengan pembuktian secara empiris yang masih terbatas. Dengan menggunakan data Indonesian Family Life Survey gelombang 4 dan 5, penelitian ini menggunakan metode Difference-in-Difference dengan treatment berupa bencana alam (proksi perubahan iklim) terhadap konsumsi per kapita rumah tangga (proksi kerentanan) yang dikelompokan berdasarkan jenis kelamin kepala rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah tangga yang dikepalai oleh wanita  (FHH) adalah yang paling rentan terhadap perubahan iklim, dibandingkan dengan rumah tangga yang dikepalai oleh laki-laki (MHH) dan rumah tangga yang dikepalai oleh pasangan laki-laki dan perempuan. Dapat disimpulkan bahwa perempuan merupakan kelompok masyarakat yang layak menjadi salah satu prioritas dalam penyusunan kebijakan terkait rencana adaptasi nasional dalam menghadapi perubahan iklim.

The existing conditions of gender inequality will be exacerbated by climate change, and conversely, gender inequality is thought to hamper the process of adaptation to climate change. However, the narratives, in general, are still based on generalizations of gender-poverty linkages accompanied by limited empirical evidence. Using data from the Indonesian Family Life Survey waves 4 and 5, this study uses the Difference-in-Difference method with treatment in the form of natural disasters (proxy for climate change) on per capita household consumption (proxy for vulnerability) which is grouped based on the sex of the head of the household. The results showed that female-headed households were the most vulnerable to climate change, compared to male-headed households and dual-headed households. It is undeniable that female-headed household is one of the priorities in the formulation of policies related to national adaptation plans in dealing with climate change."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arwin Soelaksono
"Studi ini dimaksudkan untuk memformulasi strategi yang dapat menjadi sumbangsih bagi usaha-usaha mitigasi perubahan iklim. Pada akhir 2012 Kyoto Protocol tahap satu telah berakhir dan hasil dari COP 18 membuat keberadaan CDM menjadi penuh tantangan. Sehingga pelaksanaan CDM pasca 2012 atau mekanisme yang sejenis harus diperkuat. Sasaran dari riset ini adalah memformulasikan kombinasi dari kebijakan pemerintah Indonesia dan perjanjian perdagangan internasional untuk meperkuat pelaksanaan CDM di masa mendatang atau mekanisme baru berdasarkan pasar.
Riset ini dilakukan melalui tinjauan literatur dan pengumpulan respons survey yang respondennya telah dipilih dengan cermat supaya dapat mewakili seluruh pemangku kepentingan. Para responden yang dicari berasal dari para ahli nasional maupun asing yang memiliki pengalaman dibidang ini. Untuk menjamin bahwa mereka memberikan respons yang sahih, para responden juga dipilih berdasarkan pencapaian pendidikan dan pengalaman kerja yang relevan. Data yang terkumpul pada tahap pertama diolah dengan analisa SWOT yang kemudian difinalisasi menggunakan AHP.
Namun riset yang berdasarkan perspektif CDM ini memberikan hasil yang berbeda. Strategi yang terbaik adalah dengan mengkaitkan mekanisme ini dengan perjanjian pedagangan internasional. Sehingga kesadaran akan perubahan iklim perlu dibangun secara regional ataupun dengan mitra perdagangan lainnya. Hasil dari usaha ini adalah pembagian tanggung jawab dalam mitigasi perubahan iklim. Lebih lanjut seyogyanya usaha ini tidak berhenti pada tingkatan antar pemerintah semata, namun harus dapat diimplementasikan antar lembaga-lembaga usaha swasta. Dengan demikian mekanisme bisnis ke bisnis yang cocok dengan CDM ataupun mekanisme yang sejenis dapat berfungsi efektif.

This study is intended to formulate strategy that can contribute the climate change mitigation measures. By the end of 2012 first phase Kyoto Protocol has ended and the result of COP 18 brought CDM existence in considerable challenge. Therefore CDM post 2012 or similar mechanism implementation has to be strengthened. The research goal is to formulate combination of Government of Indonesia policies and international trade agreement to reinforce future CDM or new market based mechanism.
This research conducted through literature review and collecting survey responses which the respondents were carefully selected to cover all stakeholders. The respondents were sought from national and foreign expert or people who have experiences in this field. The respondents also selected based on education attainment and relevant working experience to ensure they will give valid responses. The first stage data collected was processed using SWOT analysis and then finalized using AHP.
However this research based on CDM perspective, gave different result. The best strategy is to work through linking the mechanism to the international trade agreement. Therefore climate change awareness should be built regionally or with other trading partners. The outcome of this measures is sharing responsibility on climate change mitigation. Moreover it should not stop only at governments? level, but it should be implemented among the private sectors. Then business to business mechanism which is suitable to CDM or its similar mechanism will be functioned effectively.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T41592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subhan Maulana Syifa
"Hingga saat ini terjadinya perubahan iklim beserta dampaknya sudah mulai dirasakan hampir di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. Perubahan iklim memiliki dampak yang penting dalam produksi tanaman teh. Tanaman teh sangat bergantung pada distribusi curah hujan dan suhu udara yang baik. Perubahan iklim akan menyebabkan kerentanan pada perkebunan teh sehingga perlu untuk memetakan kerentanan perkebunan teh terhadap perubahan iklim di wilayah Puncak Gunung Gede Pangrango. Penilaian kerentanan dilihat dari tiga aspek yaitu keterpaparan, sensitivitas dan kapasitas adaptasi.
Pemetaan kerentanan dilakukan menggunakan analisis spasial dengan teknik skoring yang dipadukan dengan metode AHP dan weighted sum, sehingga diperoleh hasil yang menunjukan bahwa sebagian besar (sekitar 80 persen) area perkebunan teh di wilayah Puncak memiliki kerentanan wilayah terhadap perubahan iklim dalam kategori sedang. Perkebunan teh yang paling rentan (kerentanan tinggi) adalah perkebunan teh Gunung Mas yang disebabkan oleh tingginya dampak potensial dan rendahnya kapasitas adaptasi yang dimiliki, sebagian besar lahan perkebunan teh yang sangat rentan terhadap perubahan iklim berada di sebelah utara puncak Gunung Gede Pangrango.

Until now, climate change and its impacts are already being felt almost all over the world, including in Indonesia. Climate change has a significant impact in the production of tea plants. Plants are highly dependent on the distribution of rainfall and air temperature. Climate change will lead to vulnerabilities in the tea plantation so it is necessary to map the vulnerability to climate change of tea plantations in the Peak region. Vulnerability assessment viewed from three aspects: exposure, sensitivity and adaptive capacity.
Vulnerability mapping using spatial analysis by scoring technique combined with the AHP and the weighted sum method, so that the obtained results show that the majority (approximately 80 percent) in the tea plantation area of the Peak has areas of vulnerability to climate change in the medium category. Tea plantations are most vulnerable (high vulnerability) is Gunung Mas tea plantation is due to high potential impact and low adaptive capacity owned, tea plantations mostly highly vulnerable to climate change are in the north peak of Gede Pangrango Mountain.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55666
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Kementrian Negara Lingkungan Hidup Indonesia, 2009
551.6 BUK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nurul Qamilah
"Pemanasan global telah menganggu sistem iklim global dan menyebabkan meningkatnya frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim. Hujan ekstrim merupakan salah satu indikasi terjadinya kejadian iklim ekstrim. Dampak akibat terjadinya hujan ekstrim di sebagian wilayah Indonesia menimbulkan bencana alam, salah satunya bencana longsor. Indonesia yang sebagian wilayahnya berupa daerah perbukitan dan pegunungan, menyebabkan sebagian wilayah tersebut menjadi daerah yang rawan kejadian longsor. Kebumen merupakan salah satu wilayah yang dinyatakan termasuk wilayah dengan kejadian longsor tinggi. Berdasarkan banyaknya titik kejadian longsor membuktikan bahwa wilayah Kabupaten Kebumen merupakan salah satu wilayah yang tergolong rentan terhadap kejadian longsor. Melalui pendekatan Modeling GIS melalui Tools SINMAP diperoleh bahwa wilayah Kabupaten Kebumen yang berpotensi longsor terluas terdapat di Kecamatan Rowokele dengan luas 60% dari total wilayah yang berpotensi tinggi.
Hasil pemodelan SINMAP kemudian dilakukan validasi berdasarkan titik kejadian longsor yang ada dan selanjutnya wilayah yang potensi dianalisis dengan Analytical Hierarchy Process (AHP), sehingga diperoleh bahwa wilayah yang dinyatakan rentan tersebar pada 149 desa, dengan desa yang memiliki rentan tinggi tersebar di 6 desa yaitu Desa Kebakalan, Desa Kajoran, Desa Kalirejo, Desa Clapar, Desa Logandu, dan Desa Wadasmalang atau 4,02% dari total wilayah yang dinyatakan rentan terhadap longsor. Terkait dengan perubahan iklim, maka kerentanan wilayah terhadap longsor sehubungan dengan perubahan Iklim terbagi atas sebaran kerentanan longsor berdasarkan rerata frekuensi hujan ekstrim yang terus meningkat sepanjang tahun dengan intensitas hujan ekstrim >20 kejadian tersebar di Desa Sawangan. Untuk sebaran kerentanan longsor berdasarkan tren hujan ekstrim dengan tingkat rentan tinggi dan nlai tren mengalami kenaikan dengan r > 0,4 terdapat di Kecamatan Sempor.

Global warming disturbing the global climate system and causing increased frequency and intensity of extreme climate events. Extreme of rain is an indication the occurrence of extreme climate events. Impacts due to the occurrence extreme rainfall in some parts of Indonesia caused natural disasters, one of the landslides. Indonesia that partly in the form of hilly and mountainous regions, causing most of the territory into areas prone to landslide. Kebumen is one of the areas declared to including areas with a high incidence of landslides. Based on the number of points landslide prove that Kebumen district is one of the region that are vulnerable to landslide. Through the GIS Modeling approach of through Tools SINMAP obtained that the district of Kebumen potentially there are the largest landslide in the district with an area Rowokele 60% of the total area of high potential.
The modeling results SINMAP then validated by a point landslide existing and further areas of potential analyzed with Analytical Hierarchy Process (AHP), to obtain that areas declared to vulnerable scattered in 149 villages, the village has a vulnerable high spread in 6 villages namely Kebakalan, Kajoran Village, Village Kalirejo, Clapar Village, Village Logandu and Wadasmalang village with a total area 5.71% of the total areas declared to vulnerable landslides. Related climate change, the vulnerability of the region to landslides in connection with climate change consists of the distribution of landslide vulnerability based on the average frequency of extreme rainfall that is continued to increase throughout the year with extreme rainfall intensity> 20 events spread in the District Sawangan. For the distribution of landslide vulnerability by extreme rainfall trends with high levels of vulnerable and value of trend has increased with r> 0.4 there are in the district Sempor.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T45111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardiyanto Aryoseno
"Adaptasi perubahan iklim tidak akan memperoleh hasil yang efektif jika tidak diperhitungan mengenai seberapa besar perkiraan dampak yang ditimbul kan, dan tidak tahu perbedaan tingkat kerentanan dampak di masing-masing wilayah. Untuk itu, diperlukan suatu penilaian yang memberikan informasi kerentanan wilayah terhadap dampak perubahan iklim yang akan terjadi di masa mendatang. Penilaian kerentanan perubahan iklim adalah pengukuran yang perlu dilakukan disetiap daerah. Setiap daerah memiliki karekteristik fisik dan lingkungan yang berbeda, kondisi topografi, hidrologi, geologi dan klimatologi yang berbeda membuat setiap daerah terpapar dampak perubahan iklim yang berbeda pula. Kota Bekasi yag terletak bersebelahan dengan ibukota negara ini tentunya diharapkan sebagai pendukung dan penyeimbang ibukota. Dengan berbagai permasalahan yang dihadapi wilayah perkotaan pada umumnya di negara berkembang ditambah tekanan ancaman perubahan iklim Kota Bekasi diperlukan pernilaian kerentanan, satu tahapan utama proses pengarusutamaan kebijakan strategi adaptasi kedalam perencanaan pembangunan adalah penilaian kerentanan atau vulnerability assessment (VA) yang merupakan masukan utama untuk menjadi panduan bagi para pengambil keputusan agar tidak terjadi proses mal adaptation. Penelitian ini dilakukan dengan metode Kualitatif menggunaka data yang ada kemudian dilakukan analisis kerentanan merupakan fungsi dari tingkat keterpaparan (E), sensitivitas (S), dan kemampuan adaptasi (AC) dari suatu sistem, yang berarti tingkat kerentanan sangat dipengaruhi besarnya oleh komponen E, S, dan AC dari suatu sistem. Semakin tinggi tingkat keterpaparan atau tingkat sensitivitas maka akan semakin besar kerentanan, sedangkan; semakin tinggi kemampuan adaptasi maka akan semakin kecil kerentanan. Dari hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk peta dengan analisa yang dilakukan per kelurahan ancaman bencana iklim di Kota Bekasi adalah Banjir, Kekeringan, Longsor dan Angin Putting Beliung, sedangkan ancaman bencana tak langsung adalah Diare, ISPA dan DBD berdasarakan data kejadian penyakit tersebut muncul karena kejadian bencana. Hasil penelitian yang dilakukan di tingkat kelurahan, beberapa tindakan yang dilakukan oleh masyarakat ketika terjadi bencana antara lain mengambil inisiatif penanggulangan secara swadaya. Hal ini dikarenakan bencana yang terjadi di Kota Bekasi masih tergolong rendah dan sedang, sehingga masyarakat korban masih mampu mengatasinya. Kondisi ini dapat menunjukkan tingkat kapasitas masyarakat dalam upaya adaptasi terhadap bencana dan dampak perubahan iklim. Meningkatkan dan penguatan kapasitas masyarakat di Kota Bekasi agar perduli dan tanggap terhadap ancaman bahaya yang ada di sekitar lingkungannya

Adaptation to climate change will not obtain effective results if not taken as to how big the estimated impact, and do not know the difference in the level of the impact of the vulnerability in each regions. Therefore, required an assessment that provides vulnerability regions to the impact of climate change will be happen in the future. The value of vulnerability climate change is the measurements need to be done in each area. In every area having the different of environment and physical characteristics, the different condition such as topography, hydrology, geology and climatology makes every area exposed to the impact of climate change differently. City of Bekasi in located near to the capital of this county would be expected to support and balance with the capital city. Vulnerability assessment needed by developing countries in urban areas to faces the threat of climate change, Vulnerabilty assessment is one of the main stages in the policy of adaptation strategies into development planning and also serve as a guide for decision makers in order to avoid mal adaption. This research is using qualitative method, then the data do analysis assessement as function of the level of exposure (E), sensitivity (S), and the adaptive capacity (AC) of a system, which means that the vulnerabilty is highly influenced by the compoments E, E and AC from a system. Therefore, the higher the level of exposure will be the greater vulnerability, while the higher capabilty adaptation will be smaller vulnerability. The result of the research from the maps with analysis which do each village the threat of disaster will be happen in Bekasi City is Flood, Dought, Avalance and Tornado, while indirect the treat of disaster is Diare, ISPA and DBD based on the data this disease always happen because the disaster. The result of the research conducted village level, some of the actions taken by the community in times of disaster prevention, like take the initiative independently. This is due to the disaster in the city of Bekasi is still relatively low and moderate, so that affected people could still handle. This condition can indicate the level capacity of communities in an effort to disasters and climate change. Improving and strengthening the capacity of communities in the city of Bekasi to care and response to hazards that exist around the environment."
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Martua Matthew
"Sebagai salah satu kontributor utama gas emisi yang mengakibatkan perubahan iklim, industri energi semakin didorong untuk beralih ke penggunaan energi terbarukan. Di Indonesia, PLTS atap rumah tangga diharapkan pemerintah untuk menjadi penopang utama upaya transisi industri energi bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan. Sayangnya, upaya tersebut menemui beberapa hambatan, utamanya dari kondisi sosial dan kondisi PLN, BUMN yang mengendalikan industri kelistrikan di Indonesia. Maka dari itu, dilakukan analisis skenario dengan basis model sistem dinamis untuk mengkaji dampak penetrasi PLTS atap rumah tangga dalam beberapa kondisi terhadap PLN dan bagaimana Pemerintah dapat mencapai target bauran energi dan juga lingkungan yang ditetapkan. Analisis pada penelitian menunjukkan bahwa resiliensi PLN terhadap adopsi PLTS atap rumah tangga jauh lebih tinggi dari prakiraan, sedangkan target bauran energi dengan PLTS atap rumah tangga sama sekali tidak tercapai. Hal ini menimbulkan sebuah gagasan rekomendasi akan bagaimana Pemerintah Indonesia harus merancang kebijakan pada kedepannya untuk mengejar target Indikator adopsi PLTS atap rumah tangga dan target indikator lingkungan sembari tetap menjaga keberlanjutan PLN.

As one of the main contributors of gas emissions that cause climate change, the energy industry is increasingly being encouraged to switch to the use of renewable energy. In Indonesia, the government expects household rooftop PVs to become the main support for the transition of fossil fuel energy industry to renewable energy. Unfortunately, these efforts encountered several obstacles, mainly from social barriers and PLN, the state-owned enterprise that controls Indonesia’s electricity industry. Therefore, a scenario analysis was carried out on the basis of a system dynamics model to examine the impact of household rooftop PV – under several conditions – on PLN and how the Government can achieve its energy mix and environmental targets. The analysis in the study shows that the resilience of PLN is much higher than forecasted, while the energy mix target with household rooftop PV is not achieved at all. This gave rise to a recommendation on how Indonesia’s government should design policies in the future to pursue the target of household rooftop PV adoption indicators and environmental indicators targets while maintaining the sustainability of PLN."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erik Faripasha S.
"Tesis ini membahas mengenai kebijakan luar negeri Indonesia terhadap isu perubahan iklim global era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Perubahan iklim yang semakin nyata mengancam kehidupan manusia di muka bumi mendorong negara-negara untuk mengantisipasinya. Persoalan perubahan iklim tidak dapat ditangani oleh satu negara, namun dibutuhkan kerja sama negaranegara untuk melakukan tindakan bersama dalam rangka mencegah dan memeranginya. Kerja sama antara negara maju dan negara berkembang tampaknya tidak mudah dilakukan mengingat adanya perbedaan kepentingan di antara keduanya. Negara berkembang menuntut negara maju untuk bertanggung jawab atas emisi gas rumah kaca yang telah dihasilkan selama pembangunan industrinya hingga membawa kesuksesan ekonomi seperti yang tampak sekarang ini. Sementara negara maju menghimbau negara berkembang agar ikut berpartisipasi dalam melakukan tindakan-tindakan nyata mengantisipasi perubahan iklim karena tingkat emisinya yang terus meningkat. Kebijakan luar negeri Indonesia harus adaptif sesuai dengan kebutuhan bagi kepentingan nasionalnya. Indonesia senantiasa menunjukkan komitmennya sebagai negara yang mendukung terhadap isu perubahan iklim global dengan memelopori pertemuan-pertemuan internasional dalam rangka mengurangi emisi sebagaimana diwajibkan dalam Protokol Kyoto , salah satunya UNFCCC. Kebijakan luar negeri Indonesia dalam menangani isu perubahan iklim global banyak dipengaruhi oleh kondisi politik di lingkungan domestik dan lingkungan eksternal. Pemerintah Republik Indonesia berperan dalam mengelola dinamika politik yang terjadi untuk dapat dirumuskan menjadi sebuah kebijakan luar negeri mengenai perubahan iklim global.

This thesis is focusing on the Indonesian Foreign Policy in responding to global climate change issues era Susilo Bambang Yudhoyono during 2004-2008. Climate change has increasingly threatened the life people in this world. This problem has urged many countries to take actions. The climate change problem cannot be resolved by individual country, but it needs the cooperation among all countries in this world. However, the cooperation between developed and developing countries seems uneasy because of the differences of economics interests among them. In this issues, developing countries invoke developed countries to take responsibility for greenhouse gas emissions that have been generated during the development of their industries. Meanwhile, developed countries also call for developing countries to participate in this action as nowadays most developing countries also emit greenhouse gases more than developed countries. Indonesian Foreign policy have to adaptive for its national interest. Indonesia shows the commitment by supporting international meetings to decrease the emission as of Kyoto Protocol mandate, one of them is UNFCCC. Indonesian foreign policy in responding to global climate change more influences by domestic and external political conditions. The Indonesian government has central role in managing the dynamic domestic politic that can be formulated in foreign policy on global climate change."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26745
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>