Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85675 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Kemalasari Assiffa Salim
"Tulisan ini menganalisis perubahan arah kebijakan luar negeri China dalam menjalankan sanksi ekonomi berdasarkan Resolusi DK PBB terhadap Korea Utara yang dikeluarkan pada tahun 2017. Beberapa kajian terdahulu yang membahas topik ini memberikan gambaran bahwa komitmen negara anggota DK PBB serta antusiasme dari Korea Utara sangat berpengaruh terhadap keberhasilan sanksi ini. Namun, dalam konteks sanksi ekonomi yang dikeluarkan DK PBB pada tahun 2017, kajian-kajian terdahulu tersebut belum menjelaskan bagaimana implementasi oleh China terkait sanksi tersebut. Hal ini mengingat China sebagai negara anggota tetap DK PBB yang seharusnya menjadi penjuru dalam penegakkan Resolusi DK PBB terbukti menjadi salah satu negara yang justru rendah komitmennya dalam menegakkan sanksi ekonomi DK PBB terhadap Korea Utara. Dengan menggunakan konsep Restrukturisasi Perubahan Kebijakan Luar Negeri (Hermann, 1990) dan Kebijakan Luar Negeri (Holsti, 2016), temuan dalam studi ini menunjukkan bahwa perubahan sikap China atas sanksi DK PBB terhadap Korea Utara dipengaruhi oleh persepsi Xi Jinping terhadap Korea Utara, pertimbangan potensi ancaman non-militer serta kepentingan strategis China di Kawasan yang juga berkaitan dengan pengaruh Amerika Serikat di Semenanjung Korea.

This research analyzes changes in the direction of China's foreign policy in carrying out economic sanctions based on the UNSC Resolution on North Korea in 2017. Previous studies on this topic illustrate that the commitment of UN Security Council member states and the enthusiasm of North Korea greatly influence the success of the sanctions. However, in the context of economic sanctions issued by the UNSC in 2017, previous studies have not yet explained how China implements these sanctions. As a permanent member of the United Nations Security Council (UNSC), China should be the cornerstone in enforcing the UN Resolutions. China proved to be one of the major countries classified as not having a strong commitment in enforcing the UNSC economic sanctions against North Korea. By using the concept of Foreign Policy Restructuring (Hermann, 1990) and Foreign Policy Change (Holsti, 2016), the findings in this study indicate that the change in China's attitude towards UNSC sanctions on North Korea is influenced by Xi Jinping's perception of North Korea, potential non-military threats as well as China's strategic interests in the Region which are also related to the influence of the United States on the Korean Peninsula."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Milka Setyani Wijanarti
"Tesis ini menjabarkan mengenai alasan Korea Selatan dalam memberikan sanksi ekonomi terhadap Iran pada tahun 2010. Penelitian ini menggunakan faktor pengkondisian suatu negara oleh Richard Barnet dan Ronald Muller dalam menganalisis pengambilan strategi politik luar negeri Korea Selatan. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dan kualitatif. Terdapat tiga alasan utama yang menjadi pertimbangan Korea Selatan dalam memberikan sanksi ekonomi terhadap Iran pada tahun 2010. Pertama adalah untuk menjaga konsistensi sikap non-proliferasi Korea Selatan. Kedua adalah untuk menjaga aliansi Korea Selatan dengan Amerika Serikat. Ketiga adalah pertimbangan ekonomi yaitu adanya ketakutan akan terjadi balasan dari Amerika Serikat jika Korea Selatan tidak memberlakukan sanksi.

This thesis explains South Korea rsquo s reason on giving economic sanctions against Iran in 2010. This thesis uses state rsquo s conditioning factors by Richard Barnet and Ronald Muller to analyze South Korea foreign policy strategy. This research is descriptive and qualitative research. There are three main reasons which become South Korea rsquo s consideration on giving economic sanctions against Iran in 2010. First is to maintain South Korea rsquo s consistency with its non proliferation ideology. Second is to maintain the alliance between South Korea and United States. Third is the economic consideration, there is fear that United States will retaliate if South Korea did not give sanctions against Iran."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joshua Vincent
"Hingga kini, Korea Utara telah melakukan pelanggaran terhadap hukum internasional yang mencakup tindakan terorisme, pelanggaran HAM, dan pengembangan senjata nuklir. Berbagai metode penyelesaian sengketa secara damai telah dilakukan, termasuk berbagai bentuk dialog antar negara, namun upaya-upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Beberapa negara kemudian memutuskan untuk menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Korea Utara secara unilateral, dan selanjutnya menjatuhkan sanksi yang dikoordinasikan oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB dengan dasar Pasal 41 Piagam PBB. Skripsi ini akan membahas metode-metode yang digunakan dalam penyelesaian konflik antar negara, praktik-praktik penggunaan sanksi ekonomi dalam penyelesaian konflik antar negara, dan implementasi kedua hal tersebut dalam penyelesaian konflik Korea Utara.

Until now, North Korea has been reported on several international law violations, including terrorism, human rights violation and nuclear proliferation. While a considerable amount of peaceful methods had been taken, including various negotiations, they are to no avail. Several countries then decided to impose economic sanctions unilaterally, and some has been coordinated by United Nations Security Council Resolutions collectively with the basis of United Nations Charter Article 41. Ideally, with this much amount of sanctions that have been done perpetually and ubiquitously, it should have given some significant effects to the ending process of this conflict. This thesis will analyze the legal methods of settling conflicts between states, the practices of economic sanctions to resolute conflicts between states, and the implementation of those methods and precedent cases to the North Korea conflict."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S59974
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Jaelani
"Sepanjang tahun 2006 hingga 2010 Iran didera dengan lima sanksi dari Dewan Keamanan PBB yang disponsori oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Hal ini diakibatkan dari sikap Iran yang terus mengembangkan program nuklirnya tanpa mematuhi resolusi DK PBB dan mengabaikan arahan badan atom internasional (IAEA). Dengan kebijakan luar negerinya, Iran berusaha menjelaskan bahwa program nuklirnya adalah untuk tujuan damai dan sesuai dengan ketentuan Traktak Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Menariknya, di tengah deraan sanksi tersebut, dukungan dunia internasional semakin meningkat. Salah satunya terlihat dari penurunan dukungan negara-negara anggota DK-PBB terhadap sanksi Iran. Dengan demikian muncul permasalahan bagaimana kebijakan luar negeri Iran terhadap AS dan pengaruhnya terhadap resolusi DK PBB.
Dengan pendekatan kualitatif dan mengadopsi penelitian model studi kasus, penulis menemukan bahwa kebijakan luar negeri Iran secara umum terhadap AS bersifat konfrontatif dan responsif. Iran selalu menentang kebijakan luar negeri AS yang dominatif terhadap kestabilan dalam negeri dan kawasan. Sedangkan secara khusus, Iran memfokuskan diri untuk mengedepankan negoisasi dan diplomasi dalam rangka kerjasama mengembangkan program nuklir ke berbagai negara anggota DK PBB maupun ke negara-negara kawasan.
Kebijakan luar negeri Iran ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kepentingan pengembangan energi listrik sebagai antisipasi keterbatasan sumber daya alam lainnya (minyak dan gas), posisi geopolitik dan geostrategis Iran di jantung dunia, ideologi revolusi Islam para penguasanya yang selalu dijaga dan dilestarikan, dominasi ulama dan kelompok konservatif di dalam struktur pemerintahan, dan dukungan mayoritas masyarakat Iran terhadap kebijakan pemerintahan Ahmadinejad yang pro rakyat miskin.
Dikarenakan kebijakan luar negeri ini, Iran mendapatkan sanksi secara berturut. Sanksi melalui resolusi DK PBB yang semakin berat. Tercatat dari resolusi dengan sanksi yang hanya sebatas penundaan (no. 1696), pembekuan aset (no. 1737), larangan bantuan keuangan dari negara lain (no. 1747), pembatasan hubungan negara lain terhadap Iran (no. 1803) dan embargo ekonomi dan senjata (no. 1929). Akan tetapi hingga saat ini Iran tetap bertahan untuk terus melakukan pengembangan program nuklirnya.

Since 2006 until 2010 Iran has been the subject of five UN sanctions sponsored by the United States and its allies. These sanctions resulted from the Iranian policy to continue their nuclear program despite of UN Security Council?s resolution and international atom agency (IAEA)?s advice. Iran continues to state that their nuclear program is for peace keeping purposes and is in accordance with Nuclear Non-Proliferation Treaty.
Interestingly, in this unfortunate blow of sanctions, international support increases. One of them is the decreasing support of member countries of UN Security Council toward the sanctions; this lead to the question on US foreign policy against Iran and their implications on the Security Council resolutions.
By using qualitative approach and by adopting case study model of research, the writer assumes that Iranian foreign policy is generally confrontative and responsive. Iran is always against US foreign policy which is dominative to domestic and regional stability. On the other hand, Iran focuses on negotiation and diplomacy to promote cooperation to develop nuclear program with the members of UN Security Council and with neighboring countries in the region.
There are several key elements that give shape to Iranian foreign policy; development of electricity alternative energy, in an anticipation of the depletion of other natural resources (oil and gas), Iranian geopolitics and geocenties in the world, preserved Iranian Islamic Revolution ideology, ulama and conservative domination in the administration, and Iranian people?s support of Ahmadinejad administration policy which is in favor of the poor.
Iranian foreign policy has led to multiple sanctions. UN Security council releases tougher resolutions day to day. The sanctions range from suspension (no. 1696), freezing of the assets (no. 1737), prohibition on foreign aid (no. 1803), to economic and weaponry embargo (no. 1929). However, Iran survives them and continues to develop its nuclear program."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Michael Eklesia
"Hanya dengan suatu bentuk organisasi publik antar negara dapat tercapai suatu sistem keamanan kolektif yang dapat melindungi masyarakat internasional dari bencana perang. Perserikatan Bangsa Bangsa merupakan organisasi internasional yang dirasa perlu dalam melaksanakan sistem keamanan kolektif untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Dalam menjalankan tugas tersebut kemudian dibentuklah DK-PBB sebagai organ PBB yang secara khusus bertugas untuk menjaga keamanan dan perdamaian dunia. DK-PBB dalam hal memelihara perdamaian dan keamanan dunia dari ancaman, pelanggaran maupun agresi dapat memberikan sanksi terhadap suatu negara maupun terhadap aktor nonnegara. Pada praktiknya tidak sedikit negara melanggar ketentuanr esolusi sanksi yang diberikan oleh DK-PBB. Salah satu negara yang secara konsisten melanggar ketentuan Resolusi DK-PBB adalah Korea Utara. Korea Utara sudah diberikan sejumlah sebelas resolusi di mana tujuan diberikannya rezim sanksi tersebut untuk menghentikan praktik uji coba nuklir Korea Utara. Uji coba nuklir Korea Utara tersebut melanggar ketentuan yang terdapat di dalam NPT. Korea Utara sendiri awalnya merupakan negara pihak dalam NPT yang kemudian mengundurkan diri pada tahun 2003 diikuti dengan menyatakan kepemilikannya atas senjata nuklir dan dilaksanakannya uji coba senjata nuklir. Penelitian ini kemudian menilai bentuk implementasi dan kepatuhan terhadap resolusi sanksi yang diberikan oleh DK-PBB. Penelitian ini kemudian menyarankan tindakan yang dapat dilaksanakan agar sanksi yang diberikan oleh DK-PBB dapat terimplementasikan dan tujuan diberikannya sanksi dapat tercapai khususnya dalam kasus rezim sanksi DK-PBB atas uji coba nuklir Korea Utara.

Only with a form of public organization between countries can a collective security system be achieved that can protect the international community from the disaster of war. The United Nations is an international organization that is deemed necessary in implementing a collective security system to maintain international peace and security. In carrying out this task, the UN Security Council was formed as a UN organ specifically tasked with maintaining world security and peace. The UN Security Council in terms of maintaining world peace and security from threats, violations and aggression can impose sanctions on a country as well as against non-state actors. In practice, not a few countries violate the provisions on the resolution of sanctions provided by the UN Security Council. One of the countries that consistently violates the provisions of the UNSC Resolution is North Korea. North Korea has been given a number of eleven resolutions in which the aim of the sanctions regime is to stop North Korea's nuclear test practices. The North Korean nuclear test violated the provisions contained in the NPT. North Korea itself was originally a party to the NPT which later withdrew in 2003 followed by declaring its ownership of nuclear weapons and carrying out nuclear weapons tests. This study then assesses the form of implementation and compliance with the sanctions resolution given by the UN Security Council. This study then suggests actions that can be taken so that the sanctions imposed by the UN Security Council can be implemented and the objectives of the sanctions can be achieved, especially in the case of the UN Security Council sanctions regime for North Korea's nuclear tests."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendi Rosadi
"Tesis ini membahas mengenai penerapan dari Resolusi Dewan Keamanan PBB, kemudian dikaitkan dengan apabila terjadi pelanggaran terhadap Resolusi tersebut. Setelah itu dilihat mengenai tindaklanjut yang dilakukan oleh Dewan Keamanan terkait pelanggaran tersebut, akankah Negara yang melanggar Resolusi Dewan Keamanan tersebut diberikan sanksi atau tidak. Dimulai dengan mempertanyakan teori hukum yang mengatur mengenai kekuatan mengikat Resolusi Dewan Keamanan dan sanksi bagi pelanggaran terhadapnya. Dilanjutkan dengan pembahasan mengenai proses pembuatan Resolusi Dewan Keamanan yang Resolusi yang dihasilkan. Kemudian pembahasan praktek yang telah terjadi mengenai pemberian sanksi oleh Dewan Keamanan terhadap Negara yang melanggar Resolusinya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil dari penelitian ini adalah ditemukan teori-teori yang mendukung bahwa Resolusi Dewan Keamanan mengikat secara hukum kepada anggota-anggota PBB. Oleh sebab itu pelanggaran terhadap Resolusi Dewan Keamanan haruslah dikenakanĀ sanksiĀ sesuai dengan pasal 34, 39, 41, dan 42 Piagam PBB. Akan tetapi pada prakteknya Negara-negara tidak bisa serta merta menerapkan Resolusi Dewan Keamanan PBB secara langsung ke dalam hukum nasionalnya. Seperti halnya Negara Indonesia yang tidak secara ekplisit mengatur ketentuan penerapan hukum internasional ke dalam hukum nasional dalam konstitusinya, meskipun dalam prakteknya penerapan hukum internasioanal tersebut sangat dipengaruhi oleh kepentingan nasionalnya.

This thesis discusses the application of UN Security Council Resolutions, then is related to if there is a violation of the Resolution. After it was seen regarding the follow-up carried out by the Security Council regarding the violation, would the State violating the Security Council Resolution be sanctioned or not. It starts with questioning the legal theory that regulates the power of binding Security Council Resolutions and sanctions for violations against them. Followed by a discussion about the process of making the Security Council Resolution which Resolution was produced. Then discuss the practices that have occurred regarding the provision of sanctions by the Security Council against States that violate their Resolutions. This research is a qualitative research with descriptive design.
The results of this study are found theories that support that Security Council Resolutions are legally binding on UN members. Therefore violations of the Security Council Resolution must be subject to sanctions in accordance with articles 34, 39, 41 and 42 of the United Nations Charter. However, in practice countries cannot immediately apply the UN Security Council Resolution directly into their national law. Just as the Indonesian state does not explicitly regulate the provisions of the application of international law into national law in its constitution, although in practice the application of international law is strongly influenced by its national interests.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Rania
"Tugas akhir ini menganalisis tentang tanggapan Korea Utara terhadap kebijakan yang dibuat oleh Korea Selatan dalam upaya reunifikasi yaitu kebijakan Sunshine Policy. Kebijakan tersebut dibuat oleh Kim Dae Jung, presiden Korea Selatan yang menjabat dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2003. Pada masa kepemimpinan Kim Dae Jung, beliau merumuskan Sunshine Policy, yaitu sebuah bentuk diplomasi Korea Selatan kepada Korea Utara di bidang ekonomi dan kemanusiaan sebagai upaya reunifikasi. Disisi lain, Korea Utara juga menginginkan reunifikasi berdasarkan pidato Kim Jong Il berjudul "Let Us Carry Out The Great Leader Comrade Kim Il Sung's Instructions for National Reunification". Korea Selatan dan Korea Utara baru menghasilkan sebuah kesepakatan dalam Inter-Korean Summit pada tanggal 15 Juni 2000, dua tahun setelah diumumkannya Sunshine Policy. Melalui penulisan ini, penulis menganalisis wujud konkrit terkait respon Korea Utara terhadap kebijakan Sunshine Policy dari awal Sunshine Policy diperkenalkan hingga sebelum Inter-Korean Summit. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif eksplorasi menggunakan pendekatan diakronis dengan menganalisis media massa berupa koran. Melalui analisis yang dilakukan secara kualitatif maka hasil penulisan ini menunjukkan bahwa terdapat perspektif spesifik dari pihak Korea Utara yang berpengaruh pada wujud respon Korea Utara terhadap kebijakan Sunshine Policy, yaitu merespon dengan kecaman, tidak memiliki rasa kepercayaan terhadap Sunshine Policy dan menganggap Sunshine Policy sebagai konfrontasi.

This final project analyzes North Korea's response to policies made by South Korea in reunification efforts, Sunshine Policy. The policy was made by Kim Dae Jung, the president of South Korea who served from 1998 to 2003. During Kim Dae Jung's leadership, he formulated the Sunshine Policy, a form of South Korea's diplomatic towards North Korea in the field of economy and humanity as an effort for reunification. On the other side, North Korea also want reunification based on Kim Jong Il's speech about "Let Us Carry Out The Great Leader Comrade Kim Il Sung's Instructions for National Reunification". South Korea and North Korea produced an agreement at the Inter-Korean Summit on June 15, 2000. Through this writing, the author analyzes the concrete manifestations of North Korea's response to Sunshine policy starting from when the Sunshine Policy was first introduced until before the Inter-Korean Summit was held. The method used is a qualitative exploratory method with a diachronic approach by analyzing mass media in the form of newspapers. Through a qualitative analysis, the results of this paper indicate that there is a specific perspective on the part of North Korea that influences the concrete manifestation of North Korea's response to the Sunshine Policy namely responding with criticism, not having a sense of trust in the Sunshine Policy and regard the Sunshine Policy as a confrontation

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Hosianna Rugun Anggreni
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai kebijakan luar negeri yang diambil Indonesia terkait isu nuklir Iran. Indonesia yang bergabung menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada tahun 2007 turut mendukung resolusi nomor 1747 tahun 2007 tentang penjatuhan sanksi terhadap Iran untuk pengembangan nuklir Iran. Kebijakan luar negeri Indonesia ini mengundang perhatian di dalam negeri terutama dari pihak DPR RI yang berujung pada pengajuan hak interpelasi. Dalam Resolusi DK PBB nomor 1803 tahun 2008, Indonesia memilih untuk abstain.
Penelitian ini ingin melihat apakah dan bagaimanakah sikap DPR turut menjadi faktor domestik yang menjadi pertimbangan Pemerintah Indonesia dalam memilih kebijakan luar negerinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DPR RI pasca reformasi memiliki wewenang untuk turut mempengaruhi kebijakan luar negeri dan hubungan luar negeri Indonesia. Dalam kasus kebijakan luar negeri Indonesia mengenai isu nuklir Iran, DPR telah menunjukkan perannya untuk terlibat di dalam proses yang turut mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia (KLNI) pada tahap tertentu, namun demikian faktor diplomasi bilateral yang dilakukan antara pemerintah Indonesia- Iran tetap menjadi faktor kunci.

ABSTRACT
This thesis discusses Indonesian foreign policy on Iranian nuclear issue. Indonesia who was a non-permanent member of the United Nations Security Council in 2007 voted in favor for resolution number 1747 year 2007, imposing sanctions against Iran for its nuclear development. This has in turn triggered criticism, particularly from the Indonesian House of Representative (DPR RI) that resulted in interpellation. In the United Nations Security Council Resolution number 1803 year 2008, Indonesia decided to abstain.
This research looks into whether and how the Parliament is constituting the so called domestic factors for the Government of Indonesia in determining its foreign policy. The research shows that the DPR RI post-reform era holds the power to influence Indonesian foreign policy and its international relations. In the case of Indonesian foregin policy on Iranian nuclear issue, DPR RI has shown its ever expanding role to be involved in the process of influencing Indonesian foreign policy to a certain extent. Nevertheles, bilateral diplomacy between the Government of Indonesia and Iran plays pivotal role."
2009
T26672
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Arsita Waskitarini
"Tesis ini membahas mengenai kebijakan luar negeri Jepang terhadap isu nuklir Korea Utara. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kebijakan luar negeri yang dijalankan Jepang dalam menghadapi isu nuklir Korea Utara untuk mencapai kepentingan strategis jangka pendek dan jangka panjangnya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif dan menggunakan teknik pengumpulan data studi kepustakaan. Kebijakan-kebijakan luar negeri Jepang terhadap Korea Utara dideskripsikan kemudian dianalisa dengan metode deskriptif, yaitu mendeskripsikan data secara sistematis dan akurat sehingga menghasilkan kesimpulan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi Jepang dalam menciptakan dan menjalankan kebijakan luar negeri terhadap Korea Utara, serta kepentingan nasional apa yang mendasari kebijakan luar negeri Jepang. Teori yang mendasari penelitian ini adalah teori diplomasi, kebijakan luar negeri, dan keamanan (security). Keamanan dilakukan karena adanya ancaman. Persepi akan ancaman menimbulkan perasaan tidak aman (insecurity). Menurut Daniel S Pap persepi dibangun dan komponen nilai, keyakinan, dan pengamatan.
Setelah dilakukan analisis metode deskriptif diketahui bahwa Jepang menjalankan diplomasi dialog, tekanan, dan diplomasi ekonomi terhadap isu nuklir Korea Utara. Diplomasi dialog dijalankan dengan dialog bilateral dan multilateral yang saling melengkapi, diplomasi tekanan dengan pemberian sanksi, dan diplomasi ekonomi dengan pemberian bantuan luar negeri kepada Korea Utara.
Motivasi Jepang dalam menjalankan kebijakan luar negeri tersebut adalah karena merasa keamanannya terancam, agar dapat melakukan dialog dengan Korea Utara mengcnai isu nuklir; yang merupakan kepentingan strategis jangka pendek, dan dapat mengusahakan normalisasi hubungannya dengan Korea Utara; yang merupakan kepentingan strategis jangka panjang.
Kepentingan nasional yang ingin dicapai Jepang adalah tercapainya resolusi isu penculikan dan terbebas dari ancaman nuklir. Implikasi kebijakan luar negeri yang dijalankan Jepang dinilai kurang efektif karena Jepang rnenuntut pembahasan isu penculikan dan Korea Utara tetap bertahan dengan sikap tidak konsisten serta tidak terpengaruh tekanan dari Jepang.

The focus in this thesis is Japan?s foreign policies toward North Korea nuclear issue. Problems discussed hereby are foreign policies applied by Japan in facing North Korea`s nuclear issue to gain both strategic short and long term interests. This research is in a qualitative form with descriptive design and library-study data-collecting technique. Japan's foreign policies toward North Korea are described and then analyzed with descriptive method; which describes data systematic and accurately to result in conclusion.
The purpose of this research is to find out Japan's motivation in creating and applying foreign policies toward North Korea, and also other national interests which base those of Japan?s foreign policies. This research is based upon diplomacy, foreign policy and security theories. Security is applied because of existing threat, whilst the perception of threat causes insecurity feeling. According to Daniel S. Pap; perception is built from components of values, beliefs, and cognition.
After conducting the analysis with descriptive method, it is discovered that Japan has been running all three kinds of dialogue, pressure and economic diplomacies towards North Korea?s nuclear issue. Dialogue diplomacy is done with both completing bilateral and multilateral dialogues, pressure diplomacy is done by giving sanctions, and economic diplomacy is carried out with foreign aid grants to North Korea.
Japan's motivation in conducting such foreign policy is based on the nature of its alerted sectuity threat, as to be able to open the dialogue with North Korea about the nuclear issue; which was Japan?s strategic short term interest. Such motivation also provides a probable step to the effort of Japan-North Korea's relations non-nalization; which is Japan?s long term interest.
Japan's national interest in this scheme is to obtain a resolution of abduction issues and to be freed of nuclear threat. There is a nuisance of ineffectiveness in Japan?s foreign policy implications; because the country strongly demands to discuss thoroughly on abduction issues while North Korea remains in its inconsistency as if North Korea has never been afflicted by any pressure put by Japan.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2009
T33071
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rifdah Lathifah
"Tesis ini disusun menggunakan perspektif feminisme poskolonial untuk menganalisa dokumen Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1325. Penulis melihat bahwa Resolusi 1325 merupakan solusi yang tidak tepat dalam menangani dampak dari konflik bersenjata terhadap perempuan. Resolusi 1325 diadopsi pada tahun 2000 dan dilihat sebagai suatu perangkat yang lebih mengakomodasi Barat dan perempuan kulit putih untuk berpartisipasi dalam pembangunan perdamaian dibandingkan untuk mengikutsertakan semua perempuan dari berbagai macam latar belakang dan identitas dalam pembangunan perdamaian pasca konflik. Terdapat 1,322 kata dalam dokumen ini, namun tidak ada satu katapun yang menggambarkan nuansa ras etnisitas, agama, maupun latar belakang sejarah.
Konflik bersenjata memberikan dampak yang berbeda terhadap perempuan dan laki-laki. Perbedaan dampak ini yang kemudian akan menghasilkan diskriminasi terhadap perempuan. Resolusi 1325 hanya melihat diskiriminasi seksual sebagai bentuk diskriminasi yang paling buruk yang didapatkan perempuan saat konflik. Banyaknya bentuk diskriminasi yang didapatkan perempuan pasca konflik bersenjata menjadikan Resolusi 1325 menjadi alat yang kontraproduktif dalam mendorong perempuan untuk mendapatkan haknya pasca konflik. Hilangnya unsur interseksionalitas dalam Resolusi 1325 ini juga menjadikan Resolusi ini sebagai sesuatu yang hanya bersifat solutif sehingga akan memungkinkan kembali terjadinya konflik dan diskriminasi terhadap perempuan, terutama perempuan negara Dunia Ketiga dimana konflik rentan terjadi.

This Graduate Thesis is developed using a postcolonial feminist perspective to conduct an interpretative document analysis on the United Nations Security Council Resolution UNSCR 1325. The author argues that Resolution 1325 is not an appropriate solution to address the impacts of armed conflicts on women and girls. This Graduate Thesis finds that Resolution 1325 accommodates the Western and white women perspective to participate in peace building table. Therefore, it fails to include all women in peace building. There are 1,322 words contained in this document, not even one of them reflected the nuances of race, ethnicity, religion, and or historical background.
Armed conflicts give different impacts to women and men. These differences result in the discrimination against women. Resolution 1325 acknowledged that sexual discrimination is the worst form of discrimination against women. However, many other forms of discrimination against women are missing from the narrative of Resolution 1325, making it counter productive in achieving women's rights in the aftermath of armed conflicts. The lack of intersectionality renders Resolution 1325 as a solution but not a prevention to armed conflict and discrimination against women, especially women in Third World countries where conflicts are prone to happen.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>