Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126784 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Humam Syauqi Dawa
"Kegagalan utang luar negeri yang berasal dari Thailand pada tahun 1997 berakhir dengan reformasi ekonomi besar di negara-negara Asia, bersama dengan guncangan traumatis setelah itu. Satu dekade setelah krisis keuangan Asia, krisis lain pada tingkat yang lebih besar menghantam ekonomi dunia, sebagai akibat dari pinjaman kredit yang berlebihan untuk pasar perumahan di AS, yang mengarah ke penurunan ekonomi di negara-negara besar. Kedua fenomena ini menunjukkan bahwa sistem keuangan kita saling terkait bahwa runtuhnya satu negara memengaruhi negara lain secara berurutan. Tujuan dari makalah ini ada dua. Yang pertama adalah untuk memvisualisasikan keterkaitan pasar keuangan terpilih tepat sebelum dan selama periode krisis, dan yang kedua, sebagai pelengkap, adalah untuk menganalisis fenomena dengan menggunakan analisis jaringan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk mengidentifikasi negara mana dan negara tetangga yang memiliki risiko tertinggi karena keterkaitan sistem keuangan global. Dengan mengeksploitasi data pasar ekuitas untuk kedua episode krisis dan menggunakan statistik jarak dalam analisis jaringan, dengan indeks eksentrisitas khususnya, makalah ini memiliki dua temuan utama: pertama, ada dua gelombang penularan keuangan selama krisis keuangan Asia, Thailand dan Korea Selatan di periode yang berbeda; dan kedua, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa AS adalah pendorong utama penularan.

The foreign debt default originating from Thailand in 1997 ended with great economic reforms in Asian countries, along with the traumatic shocks that result. One decade after the Asian financial crisis, another crisis at a greater extent hit the world economies, as a result of excessive credit lending for housing market in the US, leading to economic downturns in major economies. Both phenomena suggest that our financial system is interconnected that a collapse of one country affects others sequentially. The aim of this paper is twofold. The first is to visualise the interconnectedness of selected financial markets right before and during crisis periods, and the second one, as a complement, is to analyse the phenomenon by using network analysis. This research is motivated by the need to identify which countries and their neighbours share the highest risk on account of the interconnectedness of global financial system. By exploiting equity market data for both crisis episodes and employing distance statistics in network analysis, with eccentricity index in particular, this paper has two main findings: first, there are two waves of financial contagion during the Asian financial crisis, Thailand and South Korea in different periods; and second, there is no evidence suggesting that the USA is the main driver of contagion.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jazeed Parama Abidin
"ABSTRAK
Krisis Keuangan Asia (AFC) 1997-98 dan Krisis Keuangan Global (GFC) 2008 telah mendorong turbulensi ekonomi dan mata uang negara-negara ASEAN-5. Fenomena ini meningkatkan kerentanan fundamental ekonomi makro dan memicu peneliti untuk membangun Indikator Peringatan Dini (EWI) sebagai alat untuk mencegah terjadinya krisis mata uang. Skripsi ini akan membandingkan 9 perilaku indikator ekonomi makro dari sektor domestik, eksternal, dan kerentanan moneter dan keuangan di negara-negara ASEAN-5 yang meningkatkan kemungkinan krisis mata uang terjadi, menggunakan matriks ERPD dan regresi logit biner pada periode AFC dan GFC. Hasil penelitian menunjukkan variabel sektor eksternal signifikan dalam meningkatkan kemungkinan krisis mata uang terjadi di negara-negara ASEAN-5 selama periode AFC dan GFC. Rasio impor terhadap cadangan devisa adalah indikator yang paling signifikan dan memiliki dampak positif pada kemungkinan terjadinya krisis. Semakin besar impor ke cadangan meningkatkan tekanan nilai tukar dan meningkatkan kemungkinan krisis mata uang terjadi.

ABSTRACT
Asian Financial Crisis (AFC) 1997-98 and Global Financial Crisis (GFC) 2008 had driven economic and currency turbulence of ASEAN-5 countries. This phenomenon increases vulnerabilities of macroeconomic fundamentals and triggers the researcher to build an Early Warning Indicator (EWI) as a tool to mitigate the occurrence of a crisis. This research will compare 9 macroeconomic indicators behavior from real domestic, external, and monetary and financial vulnerabilities sector in ASEAN-5 countries that increase the possibility of currency crisis using the ERPD matrix and binary logit regression during the AFC and GFC period. The results show the external sector variables are significant in increasing the probability of currency crisis in ASEAN-5 countries during the AFC and GFC period. Import to reserves ratio is the most significant indicator and has a positive impact on the probability of crisis occurrence. The greater import to reserves increasing the exchange rate pressure and increase the probability of currency crisis to occur"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marvin Charlie Chan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris akan pengaruh kepemilikan pemerintah terhadap kualitas laba perusahaan selama periode krisis keuangan global 2008. Pada dasarnya, kepemilikan pemerintah terhadap perusahaan dipercaya dapat mempengaruhi insentif pelaporan keuangan, sehingga kualitas laba dari kedua jenis perusahaan, BUMN dan perusahaan non-BUMN, dapat berbeda. Proksi yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui kualitas laba adalah discretionary accruals. Penelitian ini menemukan bahwa perusahaan milik pemerintah memiliki kualitas laba yang lebih buruk dibandingkan dengan perusahaan non-BUMN. Penelitian ini berbeda dengan penelitian lainnya karena menggunakan kualitas laba sebagai proksi untuk mengetahui pengaruh dari kepemilikan pemerintah, bukan performa perusahaan

ABSTRACT
This research aims to examine the effect of government ownership on earnings quality during global financial crisis 2008 In Indonesia. In particular, state-ownership of companies is believed to influence reporting incentives, which may differ the earnings quality between state-owned enterprises and non-state-owned enterprises. This research uses discretionary accruals as the proxy of earnings quality. This research finds that the earnings quality of state-owned enterprises in Indonesia is lower than their counterparts?non-state-owned enterprises?even during global financial crisis 2008. While many studies test the effect of government ownership during global financial crisis by using performance as a proxy, this research uses earnings quality of companies as the main proxy.;
"
2016
S64873
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahira
"Krisis keuangan global yang terjadi sejak pertengahan tahun 2008 telah menekan pertumbuhan ekonomi global dan menyebabkan banyak negara termasuk Indonesia mengalami kontraksi ekonomi. Untuk mengantisipasi dampak krisis, pemerintah dan Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan fiskal dan moneter ekspansif. Berbagai program stimulus fiskal yang diikuti dengan penurunan suku bunga selama krisis keuangan global terbukti mampu menstabilkan kembali perekonomian, namun tidak demikian halnya dengan angka ketimpangan pendapatan yang terus meningkat dari tahun ke tahun pasca krisis. Untuk itulah, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak kebijakan fiskal dan moneter ekspansif yang diambil selama krisis keuangan global terhadap ketimpangan pendapatan rumah tangga di Indonesia. Untuk menggambarkan transmisi kebijakan terhadap distribusi pendapatan rumah tangga, digunakan pendekatan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Finansial (SNSEF). Sedangkan untuk mengetahui besarnya ketimpangan pendapatan rumah tangga, digunakan analisis Indeks Theil. Melalui update SNSEF Indonesia 2008, diketahui adanya perlambatan ekonomi selama krisis terutama disebabkan oleh anjloknya kinerja ekspor dan merosotnya investasi. Untuk melakukan investasi selama krisis, rumah tangga menggunakan lebih banyak tabungan. Sedangkan guna menutupi pengeluaran untuk konsumsi, rumah tangga miskin membutuhkan transfer pendapatan yang cukup tinggi dari pemerintah dan anggota keluarga mereka yang berada di luar negeri. Selain itu, terjadi peningkatan kredit konsumsi yang cukup tinggi terutama dilakukan oleh rumah tangga kota tidak miskin. Dengan menggunakan angka multiplier SNSEF, diketahui bahwa kebijakan fiskal ekspansif yang dipadu dengan kebijakan moneter ekspansif yang diambil selama tahun 2009 mampu secara signifikan meningkatkan pendapatan rumah tangga, meskipun dampak yang diberikan melalui pelonggaran moneter tidak cukup besar. Dari sisi fiskal, berdasarkan angka Indeks Theil, diketahui bahwa kebijakan pemberian subsidi kepada sektor usaha dan transfer pendapatan kepada rumah tangga selain meningkatkan pendapatan juga mampu menurunkan ketimpangan pendapatan antar rumah tangga dibandingkan dengan kebijakan penurunan pajak.

Global financial crisis started in mid 2008 had depressed global economic growth. It also had triggered contraction for the economy in many countries, including Indonesia. Meanwhile, in order to anticipate this impact, the government and the Central Bank imposed expansionary fiscal and monetary policies. Various fiscal stimulus programs followed by lowering interest rates during global financial crisis have re-stabilized the economy. However, there still remained a problem, where income inequality continues to rise year by year in the post-crisis period. Therefore, this research is conducted with an aim to investigate the impacts of expansionary fiscal and monetary policies imposed during global financial crisis on household’s income inequality in Indonesia. To describe policy transmission towards household’s income distribution, this research employs Financial Social Accounting Matrix (FSAM) approach. Whereas, the Theil Index is used to examine the degree of income inequality of household. Through assessing the 2008 updated Indonesian FSAM, it can be seen that there is an economic deterioration during crisis which is mainly caused by the decline in export perfomance and by the fall in investment. During the crisis, the main source of households’ investment was from their savings. Meanwhile, the poor households required higher income transfer from the government and their family which were working abroad to pay for their consumption expenditure. As well, there was a significant increase in consumption credit, in particular by non poor urban households. Applying the FSAM multiplier, it can be known that the combination of expansionary fiscal and monetary policies imposed in 2009 were significantly able to increase household income. But, the impact of monetary policy was not significantly big. From the fiscal side, using the Theil Index, it can be known that the subsidy policy given to business sector and the transfer delivered to households are not only able to increase income, but they are also able to reduce income inequality between households if these are compared to cutting tax policy."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Calfin Murrin Yp
"ABSTRAK
Efek dari krisis ekonomi semakin lama semakin meluas. Krisis Asia 1997-1998 dan Krisis Global 2008 adalah contoh nyata penyebaran krisis ekonomi. Melalui metode komparasi, tinjauan literatur ini melihat bagaimana perkembangan kanal penyebaran krisis saat Asia 1997- 1998 dan Krisis Global 2008. Terlihat adanya perbedaan signifikansi kanal antara Krisis Asia dan Krisis Global. Signifikansi kanal fundamental dan makroekonomi dipertanyakan oleh para akademisi karena sulit ditemukan bukti empiris bahwa krisis dapat menyebar melalui kanal tersebut. Pada kanal hubungan finansial, tren menunjukkan bahwa kanal hubungan finansial semakin dipercayai sebagai kanal yang sangat signifikan dalam penyebaran krisis, terbukti dari perkembangan tulisan ilmiah yang lebih banyak membahas tentang kanal tersebut. Untuk kanal hubungan perdagangan, signifikansinya dirasakan menurun dari Krisis Asia ke Krisis Global walaupun masih tetap penting untuk sebagian negara berkembang yang menggantungkan perekonomiannya kepada pasar luar negeri. Sedangkan kanal perilaku investor semakin disoroti oleh para akademisi mengingat hubungannya yang dekat dengan kanal hubungan finansial sehingga potensi penyebaran krisisnya juga semakin besar.

ABSTRACT
The financial crisis effects so many countries in the world. Asian Financial Crisis 1997- 1998 and Global Financial Crisis 2008 are the living examples of the contagion effect. By using contrasting method this literature review sees the evolution of the contagion channels from Asian Financial Crisis 1997-1998 to Global Financial Crisis 2008. There are some differences in the significance of the contagion channels between the Asian Financial Crisis and the Global Financial Crisis. The significancy of macroeconomic fundamentals channels are questioned by scholars because there is no empirical evidance that crisis can spread through that channels. Financial relationships channels are increasingly believed to be a more significance channels, proven by more academic research towards that channels. For trade relations channels, the significance are perceived to be declining although it is still important for some developing countries who have economic dependency towards foreign market. Investor behavior channels are increasingly highlighted by scholars considering its close relations with the financial relations channels.
"
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nuning Trihadmini
"Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis komparasi krisis Asia dengan krisis keuangan global dalam aspek pola penularan (contagion, interdependence) dan spillover, baik secara intra dan inter asset price serta analisis respons kebijakan moneter. Pola penularan diestimasi dengan menggunakan model DCC-GARCH dari data harian, sedangkan analisis spillover dan respons kebijakan dimodelkan dengan menggunakan Global VAR (GVAR) dengan data bulanan. Periode analisis dari Januari 1995 sampai dengan Maret 2018. Hasil penelitian menunjukkan terdapat persamaan dan perbedaan pola penularan antara krisis Asia dengan krisis keuangan global.
Beberapa persamaannya adalah; (i) perambatan shock intra asset price lebih besar dibandingkan inter asset price, (ii) terjadi common cycle yaitu penularan krisis cenderung terjadi dalam periode yang pendek dan berulang, (iii) terjadi interdependence pada nilai tukar, serta (iv) dari dua periode krisis, nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi paling tajam diantara mata uang negara ASEAN. Adapun perbedaan dari kedua krisis adalah; (i) pada krisis Asia, terjadi interdependence intra asset price pada suku bunga O/N, nilai tukar, serta interdependence terbatas pada indeks saham, kemudian terjadi juga interdependence semua asset price intra ASEAN. Pada nilai tukar, terjadi common trend intra ASEAN yaitu mengalami pergerakan searah dalam jangka panjang, kecuali dengan SGD tidak terjadi. (ii) Pada krisis keuangan global terjadi asimetri interdependence pada nilai tukar, dimana Interdependence negative yang terjadi sebelum GFC (mata uang ASEAN menguat dalam tahun 2005-2007) lebih kecil dibandingkan dengan interdependence positif yang terjadi saat krisis keuangan global, (mata uang ASEAN mengalami depresiasi). (iii) Pada krisis Asia, suku bunga O/N memiliki degree of co-movement paling besar baik intra dan inter asset price, juga intra ASEAN. Sementara pada krisis keuangan global nilai tukar menunjukan co-movement paling besar. Terdapat pertalian yang kuat antara nilai tukar dengan indeks saham, namun shock nilai tukar mempunyai efek yang lebih besar dan bertahan dalam jangka panjang. (iv) Diantara variabel riel, inflasi menerima efek limpahan paling besar pada kedua krisis, namun pada krisis Asia efeknya lebih eksplosif. Penurunan GDP saat krisis Asia lebih banyak disebabkan efek limpahan dari public debt, sementara pada krisis keuangan global oleh nilai tukar. (v) Respons kebijakan moneter Tight Money Policy pada krisis Asia lebih efektif dalam jangka panjang (1-2 tahun), sementara itu respons kebijakan stabilisasi pada krisis keuangan global lebih efektif dalam jangka pendek.

A financial crisis that occurs in one country can easily spread to other countries and become a global financial disaster in a short time. This study aims to conduct a comparative analysis of the Asian crisis with the global financial crisis in terms of contagion, interdependence and spillover effect, both intra and inter asset prices, as well as an analysis of monetary policy responses. The pattern of contagion was estimated using the DCC-GARCH model from daily data, while the spillover analysis and policy response were modeled using Global VAR (GVAR) with monthly data. The analysis period is from January 1995 to March 2018. The results show that there are similarities and differences in transmission patterns between the Asian crisis and the global financial crisis.
Some of the similarities are; (i) intra-asset price shock propagation is greater than inter-asset price, (ii) common cycle occurrence, i.e. crisis transmission tends to occur in short and repeated periods, (iii) exchange rate interdependence, and (iv) from two crisis periods , the Rupiah experienced the sharpest depreciation among ASEAN currencies. The differences between the two crises are; (i) in the Asian crisis, there was interdependence of intra asset prices on O/N interest rates, exchange rates, and limited interdependence on stock indices, then there was also interdependence of all intra ASEAN asset prices. In the exchange rate, there is a common intra-ASEAN trend that is experiencing the same direction of movement in the long term, except that SGD does not occur. (ii) In the global financial crisis, interdependence asymmetry occurred in exchange rates, where the negative interdependence that occurred before the GFC (the ASEAN currency strengthened in 2005-2007) was smaller than the positive interdependence that occurred during the global financial crisis, (the ASEAN currency experienced a depreciation. ii) During the Asian crisis, the O/N interest rate had the highest degree of co-movement, both intra and inter asset prices, as well as intra ASEAN. Meanwhile, during the global financial crisis, the exchange rate showed the largest co-movement. There is a strong relationship between the exchange rate and stock indices, but exchange rate shocks have a larger effect and persist in the long term. (iv) Among real variables, inflation received the largest spillover effect in the two crises, but in the Asian crisis the effect was more explosive. The decline in GDP during the Asian crisis was mostly due to spillover effects from public debt, while in the global financial crisis it was caused by the exchange rate. (v) The monetary policy response of the Tight Money Policy to the Asian crisis was more effective in the long term (1-2 years), while the stabilization policy response to the global financial crisis was more effective in the short term.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anjar Sumarjati
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk menganalisis dampak krisis keuangan tahun 2008 terhadap perilaku BUMN di Indonesia berdasarkan data keuangan periode tahun 2006 – 2010. Dampak krisis keuangan tahun 2008 dianalisis dengan menggunakan Wilcoxon Signed-Rank Test berdasarkan indikator-indikator rasio marjin laba operasi, rasio marjin laba bersih, total aset turnover, rasio pengembalian investasi, rasio pengembalian modal, tingkat pengembalian total aktiva, total utang terhadap ekuitas, dan rasio total hutang terhadap aset. Tesis ini juga menganalisis total factor productivity untuk BUMN di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa BUMN di Indonesia memiliki kinerja yang lebih baik daripada sebelum ataupun setelah krisis keuangan tahun 2008, serta hampir semua BUMN memiliki pertumbuhan total factor productivity yang positif pada periode analisis.

ABSTRACT
This study aims to determine the effects of the financial crisis in 2008 on the behavior of Indonesia’s SOEs using panel data for the period 2006-2010. the study evaluates the differences in financial indicators before and after the financial crisis in 2008 using the Wilcoxon Signed-Rank Test. The indicators used in the study are operating profit margin ratio, net profit margin ratio, total assets turnover, return on investment ratio, return on equity ratio, rate of return on total assets, total debt to equity ratio, and total debt to assets ratio. In addition, the total factor productivity is estimated for each of the Indonesian SOEs during the financial crisis. This study showed that the Indonesian SOEs actually achieved better performance in 2008 when Indonesia suffered from the financial crises and almost all SOEs achieved a positive total factor productivity growth during the period of analysis."
[Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, ], 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Nanda Sawitri
"Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008, berdampak pada industri perbankan syariah di Indonesia. yang terjadi dibelahan dunia termasuk di Indonesia, telah mengakibatkan berbagai lembaga keuangan global mengalami kerugian dan kebangkrutan. Salah satu sistem perbankan yang teruji dapat bertahan pada saat terjadinya krisis adalah perbankan syariah. Akan tetapi, dilihat dari pertumbuhan industri perbankan syariah pada indikator keuangan dan rasio keuangan cenderung melambat pada tahun 2014-2015. Dengan melambatnya perkembangan industri perbankan syariah maka penelitian ini akan melihat dampak assesment terhadap efisiensi perbankan syariah di Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat efisiensi perbankan syariah di Indonesia ketika krisis keuangan global dan sesudah krisis keuangan global bersifat fluktuatif. Bank Umum Syariah ketika krisis keuangan global lebih efisien dibanding sesudah krisis keuangan global. Penyebab inefisiensi yang harus diperbaiki fokus bisnisnya akibat terjadinya kekurangan dan kelebihan pada variabel input Dana Pihak Ketiga, Aset Tetap, dan Modal serta variabel output Pembiayaan dan Pendapatan operasional.

Global financial crisis happened in 2008 had an effect on Islamic banking industry in Indonesia. The crisis had made different financial institutions suffered global losses and bankruptcy. One of the banking system that was tested and survived on that crisis was Islamic banking. However, judging from its development, the Islamic banking industry tended to slow down in the years 2014 2015. Based on this slow development of Islamic banking industry, this study will look at the impact of assessment on the efficiency of Islamic banking in Indonesia.The method used in measuring the efficiency of the method is non parametric Data Envelopment Analysis DEA.
The results of this study indicates that the overall level of efficiency of Islamic banking in Indonesia in and after the global financial crisis is fluctuating. Islamic Banks in the global financial crisis were more efficient than after the global financial crisis. The cause of inefficiency that had to be fixed due to the advantages and disadvantages of the input variables Deposits, Fixed Assets, and Capital and output variables Financing and Operating Income.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gerald Wiratmo Suliman Adli Ariff
"This dissertation in the format of a single case, qualitative study, investigates how the listed entities of one prominent Indonesian business group, survived through two economic and political turbulent environmental shocks, during 1997 to 1999 Asian Financial Crisis (AFC) and 2007 to 2009 Global Financial Crisis (GFC), analysing 7 (seven) listed affiliates of the group. The research attempts to deductively review, test and extend several existing theories on business group: the Principal-Principal Theory, Dynamic Capabilities Theory, Institution Based View, to see whether how far do they apply or relate to the group’s survival in two economic crises of AFC and GFC.
The group survived the two crises using two extremely contrasting strategies behaving as paragons or red barons-like in the AFC (being very prudent, nursing its affiliates back to healthy financial status and gaining improved reputational capital); whilst subsequently transforming itself into parasites or robber barons-like in the GFC (taking highly aggressive debt based growth strategy, incurring significant debt burden to the point of technical bankruptcy, as well as losing market trust) (Khanna & Yafeh, 2007; Perotti & Stanislav, 2001).
The contribution of this dissertation to the advancement of strategic management are: (1) a new extension of the theories by combining several theories; (2) the practical implementation of the findings of this research in the management of a portfolio of firms; (3) the first time application of such integrated model in Indonesia, and (4) the opportunity to generalize the application of the extension in theories, leading to a possible new concept to be called the “Quasi Governance”, and further practical implications, the result of which would provide meaningful contribution to the improvement in the quality of corporate strategy development in conglomerate and non-conglomerate holding companies.

Disertasi dalam format studi kasus tunggal dan kualitatif ini menyelidiki bagaimana perusahaan-perusahaan terdaftar dari salah satu Konglomerat terkemuka di Indonesia, bertahan melalui dua guncangan lingkungan ekonomi dan politik yang bergejolak, selama Krisis Keuangan Asia (Asian Financial Crisis - AFC) 1997 hingga 1999 dan Krisis Keuangan Global (Global Financial Crisis – GFC) 2007 hingga 2009, menganalisa 7 (tujuh) afiliasi grup yang terdaftar di bursa efek Indonesia. Penelitian ini mencoba mengkaji secara deduktif, menguji dan memperluas beberapa teori yang ada mengenai Konglomerat: Teori Prinsipal-Prinsipal, Teori Kapabilitas Dinamis, Pandangan Berbasis Institusi, untuk melihat sejauh mana teori tersebut dapat diterapkan atau berhubungan dengan keberlangsungan Konglomerat dalam dua krisis ekonomi yang terjadi di masa AFC dan GFC.
Konglomerat ini berhasil bertahan melalui kedua krisis tersebut dengan menggunakan dua strategi yang sangat kontras, yaitu berperilaku seperti teladan atau Red Baron di AFC (sangat berhati-hati, menjaga afiliasinya kembali ke status keuangan yang sehat dan mendapatkan modal reputasi yang lebih baik); dan kemudian berubah menjadi parasit atau seperti Robber Baron di GFC (mengambil strategi pertumbuhan berbasis utang yang sangat agresif, menimbulkan beban utang yang signifikan hingga ke titik kebangkrutan teknis, serta kehilangan kepercayaan pasar) (Khanna & Yafeh, 2007; Perotti & Stanislav, 2001).
Kontribusi disertasi ini terhadap kemajuan manajemen strategis adalah: (1) perluasan teori baru dengan menggabungkan beberapa teori; (2) implementasi praktis dari temuan penelitian ini dalam pengelolaan portofolio perusahaan; (3) penerapan model terintegrasi yang pertama kali di Indonesia, dan (4) peluang untuk menggeneralisasi penerapan perluasan teori, yang mengarah pada kemungkinan konsep baru yang disebut Tata Kelola Kuasi (“Quasi Governance”), dan implikasi praktis lebih lanjut yang hasilnya akan memberikan kontribusi berarti terhadap peningkatan kualitas pengembangan strategi korporasi pada perusahaan induk konglomerat dan non konglomerat.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedict Johannes Yappy
"Krisis ekonomi menjadi kejadian yang sering terjadi dalam ekonomi banyak negara, termasuk negara-negara maju, dengan akibat yang semakin parah. Membatasi keparahan dari krisis finansial dengan berbagai cara yang ada menjadi salah satu hal yang vital untuk dilakukan dalam rangka mencegah keterpurukan ekonomi sebagai akibat krisis. Dengan mengetahui indikator yang dapat menjelaskan keparahan krisis, maka pengawasan dan pengambilan kebijakan dapat dilakukan dengan lebih dini dan lebih baik untuk menghindari krisis yang berakibat parah pada perekonomian.
Dalam studi ini, digunakan sumber data baru dari Dana Keuangan Internasional (International Monetary Fund IMF), yaitu Indikator Kestabilan Keuangan (Financial Stability Indicators FSIs). Ditemukan bahwa tiga variabel berpengaruh terhadap keparahan krisis keuangan, yaitu perbandingan piutang tak tertagih terhadap bunga, piutang tak tertagih terhadap total piutang, dan posisi terbuka netto dalam pasar valuta asing terhadap modal.

Economic crises has become a frequent event in a lot of economies, including those of developed countries with increasingly severe effect. Limiting the severity of financial crises with various techniques are one of the vital task in order to prevent economic damage caused by financial crises. By using indicators that can predict severity of financial crises, supervising and policy-making can be enhanced and in time to prevent large crisis with damaging effects on the economy.
In this study, a new database from the International Monetary Fund (IMF) is deployed, which is the Financial Stability Indicators (FSIs). Three variables are found to affect the severity of financial crises: Nonperforming loans net of provisions to capital, nonperforming loans to total gross loans, and net open position in foreign exchange to capital.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S59919
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>