Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171431 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adinda Normala Putri
"Studi ini menganalisis tindakan Turki yang tidak menunjukkan komitmen kuat dalam aliansinya dengan NATO melalui kebijakan pembelian sistem pertahanan udara dan rudal S-400 dari Rusia pada tahun 2016. Studi ini mengaplikasikan teori dilema aliansi dari Glenn Snyder untuk menganalisis dilema keamanan negara terhadap aliansinya yang mempengaruhi perilaku negara sehingga mempengaruhi komitmen negara dalam aliansi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelusuran causal-process tracing (CPT) dengan pengambilan data melalui studi kepustakaan. Analisis memberikan hasil bahwa komitmen Turki yang melemah terhadap NATO dipengaruhi oleh dilema aliansi yang dialami Turki. Faktor penentu dilema aliansi oleh Snyder secara garis besar dibagi menjadi dua kategori yaitu ketergantungan langsung dan tidak langsung. Ketergantungan langsung adalah tingkat ketergantungan yang mencakup empat hal, yaitu, pertama perbandingan kapabilitas militer Turki dengan negara ancaman, yakni Suriah; kedua, kemampuan militer NATO dalam memberikan bantuan; ketiga, tingkat tensi dan konflik Turki dengan Suriah; dan keempat, pilihan Turki untuk melakukan re-aliansi. Sedangkan, ketergantungan tidak langsung meliputi kepentingan strategis antara Turki dan NATO. Analisis penelitian menunjukkan bahwa Turki memiliki ketergantungan langsung dan tidak langsung rendah, sehingga Turki lebih takut akan risiko ditinggalkan (abandonment) di dalam aliansinya dengan NATO. Untuk menghindari hal tersebut Turki memilih strategi membelot (defect) dengan cara memperlemah komitmen atau mencari aliansi baru melalui pembelian sistem pertahanan udara dan rudal S-400 dari Rusia.

This study analyzes Turkey's behavior which indicates wavering commitment towards its alliance with NATO, as seen through its purchase of S-400 air defense missile system from Russia in 2016. The alliance dilemma theory by Glenn Snyder is applied to analyze the state's security dilemma of its alliance that influences state behavior, which in turn will affect the state commitment towards its alliance. This research is a qualitative study using causal-process tracing (CPT) method by collecting data through literature study. The analysis denotes Turkey's weakened commitment is influenced by the dilemma of alliance undergone by Turkey. The five determinants of the alliance dilemma by Snyder are divided into two categories: direct and indirect dependence. Direct dependence includes four points; first, the comparison of Turkey's military capabilities with the country considered as a threat, Syria; second, NATO's military capability in providing assistance; third, the level of tension and conflict between Turkey and Syria; and fourth, Turkey's option to re-alliance. Indirect dependency covers the strategic interests between Turkey and NATO. The research analysis shows that Turkey has low direct and indirect dependence to NATO, which as a result Turkey is more apprehensive of abandonment risk in its alliance with NATO. To avoid this outcome, Turkey chose the strategy to defect by weakening commitment or seeking new alliance through the purchase of S-400 air defense missile system from Russia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meidy Amanda
"ABSTRAK
Studi ini menganalisis tindakan Amerika Serikat yang tidak menunjukkan komitmen yang kuat dalam aliansinya dengan Jepang. Studi ini menggunakan teori dilema aliansi yang dapat mempengaruhi perilaku negara sehingga mempengaruhi komitmen negara dalam aliansi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelusuran causal-process tracing (CPT) dengan pengambilan data melalui studi kepustakaan. Analisis tersebut memberikan hasil bahwa komitmen Amerika Serikat yang samar dipengaruhi oleh dilema aliansi yang dialami Amerika Serikat. Lima faktor penentu dilema aliansi oleh Snyder secara garis besar dibagi menjadi dua kategori yaitu ketergantungan langsung dan tidak langsung. Ketergantungan langsung adalah tingkat ketergantungan yang meliputi empat hal. Pertama, ketergantungan militer Amerika Serikat yang rendah terhadap Jepang; kedua kemampuan Jepang dalam memberikan bantuan; ketiga tingkat ketegangan dan konflik dengan musuh; dan keempat alternatif yang dimiliki Amerika Serikat untuk beraliansi kembali. Sedangkan ketergantungan tidak langsung yaitu, kepentingan strategis Amerika Serikat, tingkat kejelasan dalam perjanjian, perbedaan kepentingan aliansi dalam konflik, dan perilaku aliansi (behavioral record) Jepang. Analisis tersebut menunjukan Amerika Serikat memiliki ketergantungan langsung dan tidak langsung yang rendah. Akibatnya, Amerika Serikat lebih takut terjebak (entrapped) dalam aliansinya dengan Jepang. Untuk menghindari hal tersebut Amerika Serikat memberikan komitmen yang lemah (defect) dengan cara mendorong peningkatan kapabilitas militer Jepang.

ABSTRACT
This study analyzes the actions of the United States which show a vague commitment in its alliance with Japan. Using alliance dilemma theory which can influence the behavior of the state, particularly the commitment of the state in the alliance. This research is a qualitative study using a causal-process tracing (CPT) method by collecting data through literature studies.. The analysis shows that the United States' commitment is vaguely influenced by the dilemma of alliance experienced by the United States. The five determinants of the alliance dilemma by Snyder are broadly divided into two categories: direct and indirect dependence. Direct dependence is the level of dependency which includes four things. First, the US military's low dependence on Japan; second Japanese ability to provide assistance; third level of tension and conflict with the enemy; and fourth, an alternative owned by the United States to realignment. Indirect dependence are; the strategic interests of the alliance, the degree of explicitness in the alliance agreement, the degree to which the allies' interests that are in conflic, and behavior record of alliances. The analysis shows that the United States has a low direct and indirect dependence to Japan. As a result, the United States is more afraid of being trapped in its alliance. To avoid this, the United States has a strategy of defect by encouraging an increase in Japanese military capabilities."
2019
T54148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Fauziah
"ABSTRAK
Fokus dari penelitian ini adalah dilema yang tengah dihadapi oleh Rusia atas program sistem pertahanan anti rudal AS dan sekutunya di Eropa. Sebagai upaya terbaik untuk melindungi diri dari ancaman rudal yang siap mengintai AS kapan saja, AS mengajak NATO untuk membangun pertahanan rudal yang terintegrasi, Akan tetapi, hal ini dipandang sebagai bentuk ancaman secara halus kepada Rusia, karena posisi penempatan pangkalan rudal tersebut mengunci kekuatan rusia. hadirnya dilema keamanan di pihak Rusia memaksa Rusia untuk mengambil jalur negosiasi yang panjang dengan NATO, Dikarenakan kasus ini masih berlangsung, penelitian akan dibatasi dengan rentan waktu dari Januari 2010 hingga Mei 2011, Dengan data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa isu ini merupakan salah satu isu yang perlu dipertanyakan lebih dalam serta dipahami kembali tentang segala bentuk konsekkuensi yang berpotensi dari pengembangan sistem pertahanan rudal dimasa depan, karena rencana tersbut berpotensi ketidakseimbangan keamanan yang akan mendorong negara negara lain untuk mengikuti dengan mengembangkan persenjataan mereka, penelitian ini juga berusaha untuk memprediksi strategi seperti apa yang paling tepat untuk Rusia dimasa depan jika pemasangan rudal tersebut sampai terpasang dan siap beroperasi persenjataan mereka"
2011
T28583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candini Candanila
"Shanghai Cooperation Organisation (SCO) merupakan suatu kerjasama keamanan yang melibatkan Cina, Rusia, Kazakstan, Kirgistan, Tajikistan, dan Uzbekistan. Kerjasama keamanan regional yang terbentuk pada tahun 2001 ini merupakan transformasi dari kerjasama The Shanghai Five yang terbentuk pada tahun 1996 dan beranggotakan seluruh anggota SCO kecuali Uzbekistan. Kerjasama SCO berfokus untuk memberantas terorisme, ekstremisme, dan separatisme yang kerap mengancam keamanan Cina, Rusia, beserta negara-negara Asia Tengah. Namun di balik isu keamanan non-tradisional yang diusung, ternyata Cina dan Rusia sebagai great power dalam kerjasama SCO memiliki kepentingan energi terhadap negara- negara Asia Tengah yang juga tergabung di dalamnya. Kepentingan energi Rusia dan Cina beserta kapabilitas nasional yang besar dari kedua negara great power tersebut tentunya memainkan peranan penting dalam pembentukan SCO maupun masa depan dari kerjasama keamanan tersebut. Usaha perluasan pengaruh di Asia Tengah maupun usaha untuk mengimbangi pengaruh Amerika Serikat di Asia Tengah merupakan faktor-faktor dominan yang menentukan interaksi Cina, Rusia, dan negara-negara Asia Tengah dalam kerjasama SCO.

Shanghai Cooperation Organisation (SCO) is a security cooperation that involves China, Russia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, and Uzbekistan. The regional security cooperation that was established in 2001 is a transformation of The Shanghai Five, a cooperation that was established in 1996 and involved all of the current member states of SCO, except Uzbekistan. SCO focuses on eliminating terrorism, extremism, and separatism, the most prominent threats for China, Russia, and the Central Asian states. Non-traditional threats are undeniably the main focus of SCO, however the involvement of China and Russia in this institution are driven by their interests in Central Asia related to energy security. China and Russia?s energy interest, as well as their national capability, play important roles regarding the establishment of SCO and the future of this security cooperation. The attempts to spread influence and to balance US? influence in Central Asia are the dominant factors that determine the interaction between China, Russia, and Central Asian states in the SCO.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S45089
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fiqhi Fadli
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis integrasi Krimea ke Rusia pada tahun 2014 dan respon Rusia dalam menghadapi sanksi-sanksi Aliansi Barat. Fokus Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah proses rekonstruksi kebijakan Rusia menerima Krimea bergabung dengan Rusia. Isu yang kedua adalah diplomasi publik Rusia respon dalam menghadapi sanksi-sanksi yang diberikan oleh Aliansi Barat. Adapun fokus dari aktor-aktor yang memberikan sanksi hanya terbatas pada sanksi yang diberikan oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat. Periodisasi yang difokuskan dalam penelitian ini adalah pada tahun 2014-2015. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode penelitian kualitatif. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada pidato resmi dan wawancara dengan Presiden Rusia, Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Kepentingan Nasional Jutta Weldes. Teori ini diharapkan mampu memberikan penjelasan tentang alasan tindakan Rusia menerima Krimea bergabung dengan Rusia sebagai bentuk perluasan wilayah Rusia. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep diplomasi publik. Konsep ini digunakan untuk menganalisis sikap Rusia dalam menghadapi sanksi-sanksi yang diberikan oleh UE dan AS sebagai bentuk diplomasi publik Rusia. Dalam tesis ini terdapat beberapa hasil. Yang pertama adalah peneliti berasumsi bahwa kebijakan Rusia di Krimea direkonstruksi melalui dua proses yaitu artikulasi dan interpelasi. Artikulasi Rusia terhadap peristiwa yang terjadi di Ukraina adalah bahwa Euromai dan merupakan kudeta. Perluasan keanggotaan NATO dan Uni Eropa merupakan bentuk agresif dari negara-negara Barat untuk menyebarkan pengaruh mereka. Posisi Rusia dalam krisis Ukraina adalah sebagai subjek sentral yang memiliki identitas sebagai negara yang melindungi kepentingan tanpa melakukan intervensi. Sedangkan, Aliansi Barat menempati posisi sebagai negara agresor yang selalu menggunakan senjata untuk campur tangan dalam urusan negara lain. Hasil dari dua proses tersebut dapat dipahami sebagai konstruksi kepentingan nasional Rusia. Yang kedua adalah respon Rusia dalam menghadapi sanksi-sanksi Aliansi Barat adalah dengan menggunakan diplomasi publik. terdapat dua tujuan dari diplomasi publik Rusia. Tujuan yang pertama adalah nation branding yaitu mempromosikan Rusia kepada audien asing. Tujuan yang kedua adalah untuk konter persepsi publik.

This study aims to analyze the integration of Crimea into Russia in 2014 and Russia's response to the sanctions of the Western Alliance. The focus of the problem to be discussed in this study is the process of policy reconstruction Russia accepts Crimea joining Russia. The second issue is the Russian public diplomacy response in the face of sanctions provided by the Western Alliance. The focus of the actors who provide sanctions is only limited to sanctions provided by the European Union and the United States. The methodology focused in this study was in 2014-2015. The research method used in this thesis is a qualitative research method. The data used in this study are in official speeches and interviews with Russian Presidents, Prime Ministers and Foreign Ministers. The theory used in this study is the Jutta Weldes National Interest Theory. This theory is expected to be able to provide an explanation of the reasons for Russia's acceptance of Crimea to join Russia as a form of expansion of Russia's territory. The concept used in this research is the concept of public diplomacy. This concept is used to analyze Russia's attitude in facing sanctions imposed by the EU and the US as a form of Russian public diplomacy. In this thesis there are several results. The first is that researchers assume that Russian policies in Crimea are reconstructed through two processes, namely articulation and interpellation. Russia's articulation of events that took place in Ukraine was that Euromaidan was a coup. The expansion of NATO and European Union membership is an aggressive form of Western countries to spread their influence. Russia's position in the Ukraine crisis was as a central subject that had an identity as a state that protected interests without intervening. Meanwhile, the Western Alliance occupies the position of an aggressor who always uses weapons to intervene in the affairs of other countries. The results of the two processes can be understood as the construction of Russian national interests. The second is Russia's response to the sanctions of the Western Alliance is to use public diplomacy. There are two objectives of Russian public diplomacy. The first goal is nation branding, which is to promote Russia to a foreign audience. The second objective is to counter public perception."
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2019
T52410
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Alvin Christopher
"Kajian ini menganalisis sikap dan kebijakan yang diambil Turki dalam berelasi dengan sekutu NATO-nya terkait permasalahan pasukan Kurdi Suriah. Tidak puas dengan sikap NATO yang mendukung pasukan Kurdi Suriah, pemerintahan Erdogan memutuskan untuk bertindak secara sepihak dan melancarkan tiga operasi militer di Suriah demi menghancurkan pasukan Kurdi Suriah. Unit Perlindungan Rakyat (YPG) dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) merupakan kelompok milisi Kurdi di Suriah yang dianggap sebagai ancaman terorisme bagi Turki tetapi tidak bagi NATO. Kajian ini menganalisis relasi Turki-NATO melalui persepsi ancaman terhadap YPG/SDF akibat minimnya literatur yang membahas topik tersebut. Dengan menggunakan kerangka kerja analisis Oposisi Intra Aliansi dari Oya Dursun Ozkanca dan Dilema Keamanan Aliansi dari Glenn Snyder, serta metode penelitian causal-process tracing, kajian ini menemukan bahwa penyebab dari sikap oposisi Turki terhadap NATO adalah karena tidak terpenuhinya indikator komitmen dari variabel fear of entrapment. Penulis berargumen bahwa tidak terpenuhinya komitmen dari NATO/Amerika Serikat dalam menyediakan dukungan baik fisik maupun retorik, sepanjang tiga operasi militer Turki, menyebabkan fear of abandonment Turki.

This study analyzes the attitudes and policies taken by Turkey in dealing with its NATO allies regarding the issue of the Syrian Kurdish forces. Not satisfied with NATO's stance in favor of Syrian Kurdish forces, Erdogan‘s government decided to act unilaterally and launch three military operations in Syria to destroy Syrian Kurdish forces. The People's Protection Unit (YPG) and the Syrian Democratic Forces (SDF) are Kurdish militia groups in Syria that are considered a terrorist threat to Turkey but not to NATO. This study analyzes Turkey-NATO relations through the perceived threat to the YPG/SDF due to the lack of literature discussing this topic. By using the analytical framework of Oya Dursun Ozkanca's Intra-Alliance Opposition and Glenn Snyder's Alliance Security Dilemma, as well as the causal-process tracing research method, this study finds that the cause of Turkey's opposition towards NATO is due to the non-fulfillment of the commitment indicator from the fear of entrapment variable. The author argues that the non-fulfillment of commitments from NATO/USA in providing both physical and rhetorical support, throughout Turkey's three military operations, caused Turkey's fear of abandonment."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Meutia
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S8151
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Patrick Demario
"Sebagai negara kepulauan dengan dua pertiga wilayah adalah laut, sistem pertahanan maritim sangat diperlukan untuk menjaga kedaulatan dan aset strategis nasional. Luasnya wilayah laut ini membuat aspek spasial yang berkaitan dengan maritim perlu mendapatkan perhatian agar dapat memperhitungkan aset pertahanan yang diperlukan dalam mendeteksi dan mengatasi berbagai ancaman. Fokus penelitian ini adalah Sistem Pertahanan Maritim dalam perspektif spasial yang bertujuan untuk melihat cara kerja sistem pertahanan maritim Indonesia dan pola ancaman yang ada di Laut Natuna Utara. Dengan memahami pola ancaman yang ada di Laut Natuna Utara, maka kemampuan yang diperlukan untuk mendeteksi dan merespons ancaman di wilayah tersebut dapat lebih dipetakan dengan baik. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasial tematik deskriptif untuk zonasi laut. Hasil dari penelitian ini adalah perbandingan tematik antara berbagai zonasi laut, pola ancaman yang ada, serta rekomendasi untuk mencocokkan sistem pertahanan di wilayah Laut Natuna Utara dengan kebutuhan aset pertahanannya.

As an archipelagic country with the sea as two-thirds of its territory, a maritime defense system is indispensable for safeguarding national sovereignty and strategic assets. The vast sea area makes spatial aspects related to maritime affairs need more attention to take into account defense assets capable of detecting and overcoming various threats. This research focuses on the Maritime Defense System in the North Natuna Sea from a spatial perspective to see the Indonesian maritime defense system and the existing threat patterns in the North Natuna Sea. By understanding the pattern of threats in the North Natuna Sea, the capabilities needed to deter and respond to threats in the region can be better mapped. The methodology used in this research is a descriptive thematic spatial analysis for marine zoning. The result of this research is a thematic comparison between various marine zoning, existing threat patterns, and recommendations to match the defense system in the North Natuna Sea area with the needs of its defense assets."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ushwatul Jannah
"Tulisan ini menjelaskan tentang mengapa suatu negara tetap mempertahankan kerangka aliansi dengan negara lain, terlepas dari perlakuan negara tersebut yang cenderung menjatuhkan negara aliansinya. Analisis dalam tesis ini menggunakan teori dilema keamanan aliansi dari Snyder untuk menjelaskan alasan mengapa Korea Selatan memilih untuk menggunakan strategi cooperate dalam menghadapi dilema aliansi dengan Amerika Serikat dibawah masa pemerintahan Presiden Donald Trump tahun 2017 – 2021. Hasil dari penelitian yang menggunakan kualitatif-deskriptif ini menunjukkan bahwa pilihan Korea Selatan menggunakan strategi cooperate tersebut adalah untuk menghindari konsekuensi diabaikan (abandonment) oleh Amerika Serikat, sekutunya yang merupakan negara patron (pelindung). Penggunaan strategi cooperate ini selanjutnya di jelaskan dalam tesis ini karena dipengaruhi oleh 2 faktor penentu yaitu faktor possible of consequences dan faktor determinant of choices. Berdasarkan kedua sudut pandang faktor tersebut, Korea Selatan mempertahankan aliansi dengan Amerika Serikat selain karena takut akan risiko ditinggalkan, yaitu faktor kergantungan, kepentingan strategis, kejelasan kesepakatan dalam aliansi, serta tingkat kepentingan sekutu juga merupakan alasan Korea Selatan untuk mempertahankan aliansi dengan Amerika Serikat.

The present study explains why a country maintains an alliance framework with other countries, regardless of the country's treatment which likely brings down its allies. The analysis applied an alliance security dilemma theory by Snyder to clarify the reasons why South Korea preferred to use a cooperative strategy in dealing with the dilemma of alliance with the United States under the President Donald Trump administration of 2017-2021. The results of the present qualitative - descriptive study showed that South Korea’s preference to use the cooperative strategy aimed at avoiding a consequence of being neglected (abandonment) by the United States that is the patron ally (protector). The use of the cooperative strategy was later emphasized in this study as it was influenced by two determinants, namely the possible of consequences and the determinant of choices. Based on perspectives of these two factors, South Korea maintains an alliance with the United States apart from being apprehensive to be left, which is a dependency factor, strategic interests, clarity of the deal in the alliance and the ally’s level of interest are also the South Korea’s reasons to maintain an alliance with the United States."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>