Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159718 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iskandar Hamonangan
"Tesis ini membahas relasi antara Pemerintah Prancis sebagai aktor negara dan organisasi non-pemerintah sebagai aktor non-negara, dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri Prancis terhadap isu perubahan iklim global pasca Protokol Kyoto. Penulis menggunakan teori kebijakan luar negeri melalui pendekatan sosial untuk menjelaskan peran organisasi non-pemerintah di dalam dinamika struktrur domestik mengenai kebijakan iklim Prancis. Hasil kajian tesis ini menunjukkan bahwa di dalam sistem yang demokratis, organisasi non-pemerintah memiliki ruang untuk mempengaruhi pemerintah Prancis terkait kebijakannya terhadap perubahan iklim. Dalam konteks isu perubahan iklim di Prancis, organisasi non-pemerintah memiliki sebagai penyedia informasi dan kelompok lobi. Selain itu, organisasi non-pemerintah juga berupaya membuat perubahan normatif dengan membangun jejaring sesama organisasi non-pemerintah dan dengan pemerintah di tingkat lokal. Organisasi non-pemerintah juga menikmati hubungan kerjasama secara langsung bersama Pemerintah Prancis. Hal tersebut ditujukan guna menciptakan keselarasan antara tindakan negara dan masyarakat sipil di tingkat domestik Prancis dan juga kebijakan di tingkat internasionalnya. Penulis berpendapat bahwa kebijakan luar negeri Prancis dalam merespon isu perubahan iklim pasca Protokol Kyoto merupakan hasil pertemuan dari upaya pengambilan posisi kepemimpinan dalam negosiasi iklim internasional dan tujuan nasionalnya, di mana organisasi non-pemerintah memiliki peran sebagai aktor non-negara yang mendesak negara untuk dapat bertindak lebih maju dan selaras sesuai dengan kebijakan luar negeri yang responsif terhadap isu perubahan iklim, namun juga dengan tetap memperhatikan keadilan sosial dan keadilan ekonomi bagi masyarakat Prancis.

This thesis analyzes the relationship between French Government as a state actor and non-governmental organizations as non-state actors, in the process foreign policy making process on the issue of global climate change after the Kyoto Protocol. The author uses foreign policy theory through a social approach to explain the role of non-governmental organizations in the dynamics of domestic structures regarding French climate policy. The results of this thesis study show that in a democratic system, non-governmental organizations have room to influence the French government regarding their policies on climate change. In the context of climate change issues in France, non-governmental organizations have information providers and lobby groups. In addition, non-governmental organizations also try to make normative changes by building relationships between networks of non-governmental organizations and the government at the local level. Non-governmental organizations also enjoy direct cooperative relations with French government. It is intended to create harmony between the actions of the state and civil society at the French domestic level and also at the international level. The author argues that France's foreign policy in responding to the issue of climate change after the Kyoto Protocol is the result of a meeting of the interplay between taking leadership positions in international climate negotiations and its national goals, in which non-governmental organizations have a role as non-state actors who urge countries to act more advanced and aligned in accordance with foreign policies that are responsive to the issue of climate change, while continuing to pay attention to social and economic justice for the French citizen."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Hadianto
"Tujuan penelitian ini untuk menganalisis isi kebijakan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan implementasinya di Kota Tegal dan Kabupaten Tegal serta untuk merumuskan arah kebijakan jangka panjangnya. Penelitian ini menggunakan post-positivistme dan metode kualitatif. Pendekatan model implementasi Grindle dipandang tepat untuk digunakan karena mampu memotret secara komprehensif proses implementasi yang ada. Hasil penelitian menunjukkan telah terjadi disharmoni antar peraturan perundangan dan inkonsistensi kebijakan karena ketidaktegasan pembuat kebijakan aktor kebijakan dan isi kebijakan. Terkait implementasi kebijakan dari aspek content of policy, belum efektifnya implementasi disebabkan belum adanya komitmen dari aktor yang terlibat karena benturan kepentingan confict of interest untuk kepentingan politik. Manfaat dari SPIP belum dirasakan secara optimal yaitu dari opini atas laporan hasil audit BPK terhadap laporan keuangan daerah dan masih banyaknya temuan hasil audit BPK atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Aspek perubahan yang diharapkan dari SPIP yaitu terwujudnya internal control culture masih jauh dari kenyataan. Faktor kepemimpinan yang kondusif belum terwujud. Faktor yang terakhir dari content of policy adalah lemahnya komitmen dari pimpinan dan seluruh pegawai karena rendahnya translation ability dan asumsi bahwa SPIP hanya tugas dari aparat pengawasan serta keterbatasan wewenang dan kapasitas BPKP serta perlunya restrukturasi BPKP dalam pembinaan SPIP. Dari aspek context of policy kekuasaan yang besar dari kepala daerah mengamankan kepentingan politis dengan melemahkan pengendalian, adanya pola hubungan patron dan klien antara pejabat politik dengan birokrasi yang mempengaruhi program dan kegiatan, belum adanya mekanisme penegakan aturan dalam penyelenggaraan SPIP, belum ada sistem yang dapat mendorong pelaksana kebijakan tergerak untuk mengimplementasikan SPIP serta belum adanya program yang dapat menciptakan internal control culture sebagai syarat terwujudnya lingkungan pengendalian yang baik.

The purpose of this research is analyzing the content of Government Internal Control System Policy and its implementation at the City and Regency of Tegal and formulating its long term policy direction. The research is using the post positivism and qualitative method. Grindle implementation model is appropriate because it can depict responsively the implementation. There has been a disharmony between regulatuions and a policy inconsistency due to indecisiveness policymakers and the obscurity of policy content. From the content of policy aspect, the ineffectiveness of the implementation is caused by the absence of commitment from the involved actor because of a conflict of interest for political interests. The benefit of SPIP has not been felt optimally from the opinion of BPK to the regional financial report and there are still many findings of the compliance BPK results to legislative regulation. The expected changing from SPIP is far from a reality. The leadership conducive factor has not been realized yet. The last is the weak commitment from the leader and all employees by the poor translation ability and the assumption that SPIP is only a job from inspectorate and the limited authority and BPKP capacity as well as the needs for restructuring in the SPIP supervision. From a context aspect of policy there is the great power of the regional heads secures political interests by weakening control, the existence of patterns of patron and client relationships between political officials and bureaucracies that affect programs and activities, the absence of rules enforcement mechanism in the SPIP implementation, there is no system that could lead the executor policy to implement the SPIP and also there is no program to create the internal control culture as the conditions of a good environmental control."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2409
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Jaya Adnyana Widhita
"Berangkat dari Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Kementerian Agama menindaklanjutinya dengan Peraturan Menteri Agama PMA Nomor 24 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan SPIP di lingkungan Kementerian Agama dan Keputusan Menteri Agama KMA Nomor 216 Tahun 2011 tentang Pembentukan Satgas Penyelenggaraan SPIP Kementerian Agama Pusat. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin menganalisis implementasi kebijakan dari Sistem Pengendalian Intern Pemerintah SPIP yang telah diterapkan di lingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama serta faktor-faktor yang mempengaruhi dari implementasi kebijakan SPIP tersebut. Hasil penelitian ini yaitu menemukan bahwa Implementasi kebijakan SPIP di lingkungan Ditjen Bimas Hindu masih belum cukup baik, hal ini dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut: penegakan integritas dan etika yang masih belum maksimal; identifikasi resiko sampai pengelolaan resiko yang belum dilakukan di semua level eselon II; penggunaan otorisasi yang masih banyak terjadi miss koordinasi; sistem informasi dan data yang masih terkendala aplikasi yang masih belum berjalan; dan, tindak lanjut temuan yang belum baik. Faktorfaktor yang mempengaruhi yaitu diantaranya komunikasi, sumber daya, disposisi, dan birokrasi. Faktor yang paling mempengaruhi yaitu komunikasi dan sumber daya.

Based on the Government Policy No.60 Year 2008 Subject About Government rsquo s Internal Control System, which was followed up by Ministry of Religious Affairs by issuing Minister of Religious Affairs Policy PMA No.24 Year 2011 Subject About Implementation of SPIP in the Ministry of Religious Affairs, andDecree of the Minister of Religious Affairs KMA no.216 year 2011 subject about the Establishment of Task Force of SPIP Implementation in Ministry of Religious Affairs. Purpose of this research is to analyze theSPIPpolicy implementation that had been applied in the Directorate of Hinduism Community Guidance at Ministry of Religious Affairs and also to analyze the factors thatinfluenced the implementation. Through this research we found that the SPIP policy implementation in Directorate of Hinduism Community Guidance at Ministry of Religious AffairsHindu are not good enough, it can be seen through following indicators the enforcement of integrity and ethics that still not good identification of disasters that have not been done at all levels the lesscoordination in using an authorizations the information systems and data that still constrained due to an applications that are still not running last, follow up findings that have not been good. Several factors that affects the implementationare communication, resources, disposition, and bureaucracy. Factors that most influence are communication and resources. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T48003
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriati
"Republik Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial yang menggabungkan fungsi kepala negara dan kepala pemerintahan sekaligus kepada presiden dan wakil presiden. Karena dwi fungsi ini menyebabkan presiden dan wakil presiden tidak terlibat terlalu mendetail dalam urusan-urusan operasional pemerintahan sehari-hari. Bahkan untuk kepentingan koordinasi terbukti masih diperlukan Menteri Koordinator. Penelitian ini membahas mengenai kedudukan dan kewenangan Kementerian Koordinator dalam sistem pemerintahan. metode penulisan dalam penelitian ini adalah normatif dengan menggunakan pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan Menteri Koordinator yang ada di Singapura, Republik Demokratik Timor Leste, dan Ekuador yang memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda. Afrika Selatan tidak memiliki Menteri Koordinator tetapi dalam konstitusinya disebutkan bahwa pemerintahan diselenggarakan dengan prinsip cooperative government. Kedudukan dan kewenangan Kementerian Koordinator dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia akan berbeda bila dilihat dari UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, dan Inpres No. 7 Tahun 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintah. Hasil tesis ini menyarankan agar kedudukan dan kewenangan Kementerian Koordinator perlu diperkuat mengingat berdasarkan faktor sejarah Kementerian Koordinator sudah ada sejak Tahun 1948 dengan nama Menteri Koordinator Keamanan Dalam Negeri bahkan dalam faktor Kebutuhan Nasional sejak tahun 1962 Kementerian Koordinator tidak pernah dihapuskan.

The Republic of Indonesia adheres to a presidential government system that combines the functions of the head of state and head of government as well as the president and vice president. Because this dual function has caused the president and vice president not to be too involved in the operational matters of daily government. Even for coordination purposes it is proven that a Coordinating Minister is still needed. This study discusses the position and authority of the Coordinating Ministry in the government system. the method of writing in this study is normative using an approach to legislation and a comparative approach of the Coordinating Ministers in Singapore, the Democratic Republic of East Timor, and Ecuador who have different government systems. South Africa does not have a Coordinating Minister, but in its constitution it is stated that governance is carried out with the principle of cooperative government. The position and authority of the Coordinating Ministry in the government system of the Republic of Indonesia will be different if seen from the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, Law No. 39 of 2008 concerning the State Ministry, and Presidential Instruction No. 7 of 2017 concerning Taking, Supervision and Control of Policy Implementation at the Level of State Ministries and Government Agencies. The results of this thesis suggest that the position and authority of the Coordinating Ministry need to be strengthened considering that based on historical factors the Coordinating Ministry has existed since 1948 with the name of the Coordinating Minister for Homeland Security even in the National Needs factor since 1962 The Coordinating Ministry was never abolished."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53947
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Freddy Aktif Era
"Kajian ini memberikan bukti empiris mengenai pengaruh akuntabilitas pemerintah sebagai asas good governance terhadap pembangunan daerah pada 446 kabupaten/kota di Indonesia kurun waktu 2015-2019. Hasil estimasi regresi data panel dengan Fixed Effect Model (FEM) menunjukkan bahwa akuntabilitas kinerja pemerintah memiliki pengaruh signifikan terhadap pembangunan daerah pada kabupaten/kota secara nasional, wilayah Kawasan Barat Indonesia (KBI), dan wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI). Sementara itu, akuntabilitas keuangan pemerintah memiliki pengaruh signifikan terhadap pembangunan daerah pada kabupaten/kota secara nasional dan wilayah KBI, namun berpengaruh tidak signifikan di wilayah KTI. Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus terhadap pelaksanaan aktivitas monitoring tindak lanjut rekomendasi hasil temuan pengawasan atas akuntabilitas keuangan pemerintah, hal ini karena dampak akuntabilitas keuangan pemerintah terhadap pembangunan daerah turut serta dipengaruhi oleh tingkat kepatuhan pemerintah itu sendiri dalam menyelesaikan seluruh tindak lanjut rekomendasi hasil temuan pengawasan atas akuntabilitas keuangan pemerintah. Kemudian, mengingat Visi Indonesia Emas 2045 yang menargetkan Indonesia sebagai negara pendapatan tinggi dan salah satu PDB terbesar dunia, memerlukan target kaku berupa pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7%. Namun, melihat kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir kurang dari target tersebut, yakni hanya 4% per tahun selama 2015-2022, maka perbaikan akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja pemerintah sebagai asas good governance dapat menjadi bagian penting dari pencapaian tersebut."
Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2023
330 JPP 6:1 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Tamara
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi e-SAKIP terhadap perbaikan nilai SAKIP pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPKP . Peneliti menganalisis data yang diperoleh dari 30 responden. Responden dalam penelitian ini adalah pegawai BPKP Pusat menggunakan e-SAKIP dalam kesehariannya. Lebih lanjut, data primer yang diperoleh melalui kuesioner diolah dengan model persamaan struktural atau biasa dikenal dengan Structural Equation Modeling SEM dengan menggunakan aplikasi SmartPLS. Penelitian ini menggunakan penggabungan antara teori kesuksesan sistem informasi DeLone McLean dan Technology Acceptance Model TAM . Hasil penelitian ini ialah dari dua belas hipotesis yang diajukan, tiga hipotesis dinyatakan diterima dan sembilan hipotesis dinyatakan ditolak. Hasil temuan studi menunjukkan bahwa variabel yang dapat faktor-faktor yang mempengaruhi e-SAKIP terhadap perbaikan nilai SAKIP BPKP adalah system quality berpengaruh signifikan terhadap perceived ease of use, perceived ease of use berpengaruh signifikan terhadap user satisfaction, dan user satisfaction berpengaruh signifikan terhadap net benefit.

ABSTRACT
This study aims to determine the factors affecting E SAKIP in enhancing the value of The Government Performance Accountability System SAKIP at The Financial and Development Supervisory Board BPKP . The researcher analyzes the data which is obtained from 30 respondents. The respondents are employees of BPKP who use e SAKIP in their daily work. Further, the primary data which is obtained through questionnaires are processed by Structural Equation Modeling SEM with SmartPLS application. The theoretical base of this study is DeLone and McLean rsquo s D M information systems IS success model and Technology Acceptance Model TAM . The results of this study indicate that from twelve hypotheses proposed, three of them are accepted, and nine of them are rejected. The result finds that the variables that influence the impact of e SAKIP on the improvement of SAKIP BPKP value are system quality have significant effect to perceived ease of use, perceived ease of use has significant effect to user satisfaction, and user satisfaction has a significant effect on net benefit. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Imam Nashshar
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan belanja modal sebagai variabel mediasi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 497 kabupaten/kota di seluruh Indonesia selama kurun waktu 2015 sampai dengan 2019. Metode penelitian yang digunakan adalah regresi data panel dengan Random Effect Model(REM) dan analisis jalur. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa: (1) DAK berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal; (2) belanja modal berpengaruh signifikan positif terhadap IPM; (3) DAK berpengaruh signifikan negatif terhadap IPM; dan (4) DAK berpengaruh tidak langsung secara signifikan positif terhadap IPM melalui belanja modal."
Jakarta: Direktorat Jenderal Pembendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2022
336 ITR 7:3 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nuurul Fajari Fadhillah
"

Implementasi e-procurement memiliki tujuan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam proses pengadaan barang/jasa. Untuk menunjang upaya ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dilihat memberikan perluasan peran bagi pemangku kepentingan untuk terlibat dalam proses pengadaan barang/jasa. Salah satu kota yang mengimplementasikan kebijakan ini adalah Kota Depok. Melalui penelitian ini, penulis bermaksud mengalisis implementasi e-procurement di Kota Depok dan faktor-faktor yang mempengaruhinya berdasarkan model five-stream framework dari Howlett (2018) yang memberikan penekanan pada pentingnya peran pemangku kepentingan di tahap implementasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivism dengan metode penelitian kualitatif melalui wawancara semi-terstruktur dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi e-procurement di Kota Depok sudah sesuai dengan tahapan-tahapan yang ditentukan pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Namun demikian, masih ditemui beberapa kekurangan dalam pelaksanaannya. Sehingga, pelaksanannya belum sepenuhnya optimal. Dari keempat faktor yang dianalisis, faktor rendahnya komitmen manajerial, dukungan manajer di level atas, dan kecakapan pegawai menjadi penyebabnya. Oleh karenanya, perbaikan pada ketiga faktor tersebut diperlukan agar selanjutnya dapat mendukung optimalisasi proses implementasi e-procurement yang dilakukan.

 

 


E-Procurement implementation aims to improve transparency, accountability, and efficiency in the procurement process of goods/services. To support this effort, the government issued Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 on Public Procurement of Goods/Services which is seen to provide an expansion of stakeholders to engage in the procurement process of goods/services. One of the cities implementing the policy is Depok. Through this research, the authors intend to analyze the e-procurement implementation in Depok and the factors that influence it based on the five-stream framework model of Howlett (2018) which emphasizes the importance of stakeholder role in the implementation stage. The study used a post-positivism approach with qualitative research methods through semi-structured interviews and literature studies. The results showed that the implementation of e-procurement in Depok is following the steps specified in Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 on Public Procurement of Goods/Services. Nevertheless, there are some shortcomings in the implementation. Therefore, the implementation is not fully optimized. Of the four factors analyzed, managerial commitment, support of managers on the top level, and employee proficiency is the cause. Therefore, improvements to these three factors are necessary to further support the optimisation of the e-procurement implementation process.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimly Asshiddiqie, 1956-
Malang: Setara Press , 2015
342.025 98 JIM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Ninchy Octa Viarni
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi whistleblowing system di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Konsep yang digunakan dalam penelitian adalah terkait dengan good governance yang berfokus pada akuntabilitas dan partisipasi, serta konsep whistleblowing system. Penelitian kualitatif ini melakukan pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan studi dokumen. Hasil penelitian ini menemukan bahwa implementasi whistleblowing system di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilakukan melalui Sistem Pengaduan Masyarakat. Akuntabilitas dan partisipasi mempengaruhi penerapan whistleblowing system. Whistleblowing system di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai masih mengalami beberapa hambatan yang dihadapi dalam penerapan. Hambatan tersebut diakibatkan oleh tidak adanya panduan yang jelas dalam menindaklanjuti pengaduan, kurangnya sosialisasi, serta belum adanya evaluasi secara menyeluruh yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

This qualitative study describes the implementation of whistleblowing system in Directorate General of Customs and Excise. Concepts used in the study is related to concept of good governance that focuses on accountability and participation, as well as the concept of whistleblowing system. Data have been collected from in-depth interviews and studying related published document. This research finds that the implementation of whistleblowing system in Directorate General of Customs and Excise is conducted by Society Complain System. Accountability and participation affect the application of the whistleblowing system. Whistleblowing system at the Directorate General of Customs and Excise are still experiencing some barrier encountered in the implementation. Although the implementation of whistleblowing system is considered to have been effective when viewed from the achievement of the goal, but there are still some barriers faced. The barriers caused by the absence of clear guidance to follow up complaints, lack of socialization, as well as the lack of a thorough evaluation conducted by the Directorate General of Customs and Excise."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>