Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209751 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitra Sistia
"ABSTRAK
Praktik pemberian makan bayi dan anak (PMBA) yang tidak tepat yang dikombinasikan dengan penyebab lain, seperti infeksi dan kekurangan makanan berdampak pada sepertiga masalah malnutrisi. Indikator PMBA yang berupa minimum diet diversity (MDD), minimum meal frequency (MMF), dan minimum acceptable diet (MAD) lebih terkait dengan pemberian makanan pendamping ASI yang memadai. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain studi cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan capaian minimum acceptable diet (MAD) pada anak usia 6-23 Bulan di Indonesia berdasarkan analisis data SDKI 2017. Hasil penelitian ini didapatkan dari data skunder SDKI 2017 dengan jumlah sampel sebanyak 1592 responden yang diambil menggunakan teknik simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa capaian minimum acceptable diet pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia sebesar 32,8%. Pada hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square ditemukan bahwa terdapat faktor-faktor yang berhubungan dengan capaian MAD yaitu usia anak, pendidikan ibu, pendidikan ayah, kuintil kekayaan, kunjungan ANC, kunjungan PNC, tempat persalinan, dan keterpaparan media massa. Hasil analisis multivariat dengan menggunakan analisis regresi logistik ganda menemukan juga usia anak menjadi faktor dominan dari capaian MAD pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia setelah dikontrol oleh variabel status ibu bekerja, pendidikan ibu, pendidikan ayah, kunjungan ANC dan tempat persalinan. Saran bagi Kementerian Kesehatan beserta jajarannya adalah dengan meningkatkan upaya konseling untuk ibu mengenai pentingnya praktik pemberian makan bayi dan anak yang lebih menyasar pada anak yang belum MP-ASI dan baru memulai MP-ASI. Saran untuk peneliti lain adalah penelitian perlu dilanjutkan dengan metode kuantitatif agar dapat menggali informasi yang lebih dalam terkait penyebab tercapaianya MAD maupun tidak tercapainya MAD.

ABSTRACT
Inappropriate infant and young child feeding practices combined with other causes, such as infection and lack of food, make up a third of malnutrition problems. IYCF indicators in the form of minimum diet diversity (MDD), minimum meal frequency (MMF), and minimum acceptable diet (MAD) are more related to the provision of adequate complementary feeding. This study was conducted using a cross sectional study design that aims to find out the description and the factors associated with achieving a minimum acceptable diet (MAD) in children aged 6-23 months in Indonesia based on analysis of the 2017 IDHS data. The results of this study were obtained from the 2017 IDHS secondary data with 1592 respondents were taken using simple random sampling technique. The results showed that the minimum acceptable diet achievement in children aged 6-23 months in Indonesia was 32.8%. In the results of bivariate analysis using the chi-square test it was found that there were factors related to MAD achievements, namely age of the child, mothers education, fathers education, wealth quintile, ANC visit, PNC visit, place of delivery, and mass media exposure. The results of multivariate analysis using multiple logistic regression analysis found that child age was the dominant factor of MAD achievement in children aged 6-23 months in Indonesia after being controlled by variables of working mother status, mothers education, father's education, ANC visit and place of delivery. Suggestions for the Ministry of Health and its staff are to increase counseling efforts for mothers regarding the importance of infant and child feeding practices that are more targeted at children who are not yet complementary feeding and have only started complementary feeding. Suggestions for other researchers is that research needs to proceed with quantitative methods in order to dig deeper information related to the causes of achieving MAD or not achieving MAD."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Madinar
"ABSTRAK
Stunting adalah kondisi terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak yang merupakan dampak dari asupan anak yang tidak adekuat secara kronik, riwayat penyakit infeksi berulang atau keduanya sebagai hasil dari pola asuh anak yang tidak optimal. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan. Penelitian ini menggunakan data primer dengan total jumlah sampel 231 anak yang diambil dengan teknik multistage random sampling dari 13 posyandu pada 6 kelurahan dari 3 kecamatan terpilih di Jakarta Pusat tahun 2019. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengukuran panjang badan anak dan melakukan wawancara dengan responden yang dilakukan oleh enumerator yang telah terlatih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Jakarta Pusat pada anak usia 6-23 bulan adalah 26%, sedangkan proporsi MAD hanya 31,6% dari total anak. Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square menemukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat adalah riwayat PBLR (OR=2,176; 95% CI 1,155-4,098) dan tingkat pendapatan keluarga (OR= 0,388; 95% CI 0,201-0,749). Hasil analisis multivariat dengan analisis regresi logistik ganda menemukan bahwa capaian MAD merupakan faktor dominan dari kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat tahun 2019 setelah dikontrol oleh variabel (capaian MDD, capaian MMF, riwayat PBLR dan tingkat pendapatan keluarga) (OR= 3,29; 95% CI 1,171-9,241). Berdasarkan hasil penelitian, saran untuk Pihak Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat adalah perlu dilakukan intervensi rutin terkait PMBA, monitoring dan evaluasi program TTD pada bumil dan remaja putri untuk menurunkan prevalensi PBLR yang merupakan salah satu faktor risiko stunting di kehidupan selanjutnya, memperbanyak distribusi infantometer pada posyandu dan pelatihan kader terkait pengukuran panjang badan anak sesuai prosedur disertai pemantauan rutin status gizi PB/U anak 3-4 bulan sekali. Dikarenakan peran praktik pemberian makanan pada anak yang penting, kami menyarankan penelitian yang sejenis dengan skala yang lebih besar (jumlah sampel dan cakupan wilayah penelitian) untuk mencari tahu penyebab tidak tercapainya MAD.

ABSTRACT
Stunting is a condition of retardation growth and development of children as the result of chronis inadequate childrens intake, recurrent infectious disease or both as the results of non-optimal child care. This research used cross-sectional study to determine the factors related with stunting occurence among children aged 6-23. This research used primary data of 231 children taken with a multistage random sampling technique from 13 Posyandu on 6 administrative villages of 3 sub-districts of Central Jakarta region in 2019. Data collection was done by measuring childrens length and interviews with respondents conducted by trained data collector. The results showed that the prevalence of stunting was 26%, while the MAD was only reached by 31,6% of children. The Chi-Square analysis refealed that short birth length (OR=2,176; 95% CI 1,155-4,098) and family income level have a significant association with stunting (OR= 0,388; 95% CI 0,201-0,749). Binomial regression shows that fulfillment of minimum acceptable diet as the dominant factor of stunting occurence among children aged 6-23 months in Central Jakarta region in 2019 after controlled by other variables (fulfillment of minimum dietary diversity, fulfillment of minimum meal frequency, short birth length and family income level) (OR= 3,29; 95% CI 1,171-9,241). Based on this research, the recommendations for Suku Dinas Kesehatan in Central Jakarta are to conduct a routine intervention on child feeding, monitor and evaluate TTD program in pregnants and girl adolescents to reduce the short birth length prevalence which is also a risk factor for stunting in later age, increase infantometer distribution to Posyandu, plan a training for kader Posyandu about measuring childrens lenght according to the procedure and monitor nutritional status of children regularly (once every 3-4 months). Because the role of complementary feeding is important, we recommend that to further conduct similar research on a larger scale (both in number of samples and research location) to find the reasons for unfilfulled MAD.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reihan Zulkarnaen
"Indikator Konsumsi Telur, Ikan, atau Daging (TID) adalah salah satu indikator Pemberian Makanan Bayi dan Anak (Infants and Young Child Feeding) WHO dan UNICEF sebagai salah satu cara untuk mencegah dan menanggulangi permasalahan gizi anak, seperti stunting Indikator tersebut mulai digunakan sejak 2021. Penelitian ini dijalankan untuk mengetahui persentase ketercapaian indikator TID dan faktor-faktor yang memengaruhi konsumsi TID pada anak usia 6-23 bulan. Studi ini menganalisis data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Studi menggunakan desain potong lintang (cross-sectional) dengan analisis univariat dan bivariat. Pada SDKI, informasi konsumsi diperoleh  melalui frekuensi makan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase anak usia 6-23 bulan yang memenuhi konsumsi TID sebesar 71,7%. Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara usia anak 6-11 bulan (Prevalence Ratio (PR) = 3,34; 95% CI: 2,96-3,75), akses ibu terhadap internet (PR = 1,19; 95%CI: 1,06-1,34), kepemilikan buku KIA (PR = 0,74; 95% CI: 0,59-0,95), ibu berpendidikan rendah (PR = 1,65; 95% CI: 1,29-2,13) dan menengah (PR =  1,36; 95%CI: 1,09-1,70), ayah berpendidikan rendah (PR = 1,65; 95% CI: 1,27-2,13) dan menengah (PR = 1,28; 95% CI: 1,01-1,619), status bekerja ibu (PR = 1,32; 95%CI: 1,16-1,45), rumah tangga paling miskin (PR=1,86; 95%CI: 1,40-2,47), rumah tangga miskin (PR = 1,74; 95%CI: 1,32-2,31), rumah tangga menengah (PR = 1,67; 95%CI: 1,26-2,22), rumah tangga kaya (PR = 1,39; 95%CI: 1,05-1,83), dan tidak memiliki kulkas (PR = 1,28; 95% CI: 1,14-1,44) terhadap ketidaktercapaian konsumsi TID. Informasi mengenai faktor-faktor yang memengaruhi konsumsi TID ini dapat menjadi dasar informasi terkini mengenai indikator konsumsi TID.

Egg and/or Flesh Food Consumption is one of WHO and UNICEF's Infants and Young Child Feeding indicators as a way to prevent and overcome child nutrition problems, such as stunting. The indicator was recently used, since 2021. This research was carried out to determine the coverage of EFF and factors that influence EFF consumption in children aged 6-23 months. The 2017 IDHS secondary data was utilized in this research. The study used a cross-sectional design with univariate and bivariate analysis. The research results showed that the percentage of children aged 6-23 months who met EFF consumption was 71.7%. There is a statistically significant relationship between child aged 6-11 months (PR = 3.34; 95% CI: 2.96-3.75), mother's access to the internet (PR = 1.19; 95% CI: 1, 06-1.34), ownership of KIA book (PR = 0.74; 95% CI: 0.59-0.95), mother with low (PR = 1.65; 95% CI: 1.29-2, 13) and middle (PR = 1.36; 95%CI: 1.09-1.70) education, low (PR = 1.65; 95%CI: 1.27-2.13) and middle (PR = 1.28; 95% CI: 1.01-1.619) education, mother's working status (PR = 1.32; 95% CI: 1.16-1.45), poorest household (PR = 1.86; 95%CI: 1.40-2.47), poor households (PR = 1.74; 95%CI: 1.32-2.31), middle class households (PR = 1.67; 95%CI: 1.26-2.22), rich households (PR = 1.39; 95%CI: 1.05-1.83), and not having refrigerator (PR = 1.28; 95%CI: 1.14- 1.44) towards non-achievement of EFF consumption. Information regarding factors that influence EFF consumption can be the basis for current information regarding EFF consumption indicators."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indinesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Aniza Rizky Aprilya
"Praktik MP-ASI yang buruk dapat menyebabkan kekurangan gizi pada anak-anak. Minimum dietary diversity (MDD) merupakan salah satu penentu status gizi anak dan telah ditemukan dapat memprediksi terjadinya stunting. Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan capaian MDD pada anak yang diberi ASI usia 6-23 bulan berdasarkan data SDKI tahun 2017. Penelitian ini menggunakan uji Chi-square dan uji regresi logistik ganda untuk menganalisis 2.976 sampel WUS. Terdapat 52,8% anak yang diberi ASI usia 6-23 bulan di Indonesia tahun 2017 telah mengonsumsi setidaknya lima dari delapan kelompok makanan. Namun, masih terdapat 47,2% anak yang belum memenuhi capaian MDD tersebut. Usia anak, pendidikan ibu, status bekerja ibu, akses ibu terhadap media, kekayaan rumah tangga, dan pendidikan ayah, peran ayah, kunjungan ANC, penolong persalinan, tempat persalinan, dan wilayah tempat tinggal ditemukan memiliki hubungan yang bermakna dengan capaian MDD anak. Namun, hanya usia anak, tingkat pendidikan ibu, status bekerja ibu, kekayaan rumah tangga, peran ayah, penolong persalinan, dan wilayah tempat tinggal yang lolos ke pemodelan multivariat akhir. Faktor dominan yang mempengaruhi capaian MDD anak adalah usia anak 6-11 bulan. Anak yang berusia 18-23 bulan berpeluang mengonsumsi lima atau lebih kelompok makanan sebesar 5,8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang berusia di bawah 6-11 bulan. Masih terdapat separuh anak Indonesia belum memenuhi capaian MDD. Perlu adanya intervensi di masa mendatang yang menargetkan ibu yang memiliki bayi dan anak kecil melalui program peningkatan kesadaran untuk mendorong pertumbuhan anak dengan memberikan diet yang lebih beragam sejak awal diperkenalkan makanan

Poor complementary feeding practices can lead to malnutrition in infants and young children. Minimum dietary diversity (MDD) is one of the determinants of childs nutritional status and has been found to predict stunting. This study discusses about factors associated with achieving MDD among breastfed children aged 6-23 months based on Indonesias Demographic and Health Survey in 2017. This study used chi-square and multiple logistic regression to analyze 2.976 women samples. There were 52.8% breastfed children aged 6-23 months in Indonesia who were consuming at least five of the eight food groups. However, there were still 47.2% breastfed children aged 6-23 months who had not met the MDD. Childs age, mother's education, mothers working status, mothers access to media, wealth index, fathers education, fathers role, ANC visit, delivery assistance, place of delivery, and area of residence were found to have significant association with MDD. However, only childs age, mother's education, mothers working status, wealth index, father's role, childbirth assistance, and area of residence qualified for the final multivariate modeling. The dominant factor determine a childs MDD is childs age 6-11 months. Children aged 18-23 months have the opportunity to consume five or more food groups by 5.8 times higher than children aged 6-11 months. There are still half of Indonesian children who have not met MDD. Future interventions are needed to target mothers with infant and young children through awareness raising programs to encourage the growth of children by providing a more diverse diet since food is first introduced at aged 6."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Milannisa Widia Alam
"Buruknya pemberian MP-ASI dalam hal kuantitas dan kualitas berdampak buruk pada kesehatan dan pertumbuhan anak-anak dan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada anak usia 6-23 bulan yang tidak sesuai tidak mencapai keragaman diet minimum (MDD), frekuensi makanan minimum (MMF), dan diet minimum yang dapat diterima (MAD). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain studi cross sectional yang bertujuan untuk menentukan faktor-faktor penentu yang terkait dengan pencapaian diet minimum yang dapat diterima untuk anak-anak berusia 6-23 tahun di Jakarta Pusat pada tahun 2019. Penelitian ini menghasilkan data primer dengan jumlah sampel 260 anak. diperlukan menggunakan teknik multistage random sampling dari 13 posyandu di 6 kelurahan dari 3 kecamatan di Jakarta Pusat. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dengan responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian diet minimum yang dapat diterima pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat adalah sebesar 38,1%. Dalam hasil analisis bivariat menggunakan uji chi-square ditemukan bahwa hanya satu faktor yang terkait dengan pencapaian MAD, yaitu sikap ibu tentang praktik pemberian MP-ASI (OR = 1.912; 90% CI 1.142-3.292 ). Hasil analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik ganda juga menemukan sikap ibu tentang praktik pemberian MP-ASI yang merupakan faktor penentu pencapaian MAD pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat pada tahun 2019 setelah dikendalikan oleh variabel pengetahuan ibu. tentang praktik pemberian MP-ASI, perawatan antenatal, paparan ibu ke media, tingkat pendidikan ibu, tingkat pendapatan keluarga, dan ukuran keluarga. Saran untuk Sudinkes Jakarta Pusat untuk menemukan alat adalah dengan kebijakan yang disetujui dan program yang disetujui oleh MP-ASI sedini mungkin, serta menyediakan fasilitas pendidikan bagi ibu untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap mereka terkait dengan praktik pemberian MP -ASI. Saran untuk peneliti lain adalah bahwa penelitian perlu dilakukan pada skala yang lebih besar, dan penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan validasi potongan MDD, MMF dan MAD dan berapa banyak makanan yang dapat dikategorikan terpenuhi dan dibantu dalam penarikan makanan setidaknya 2 kali dapat dibandingkan dengan asupan makanan anak-anak dengan AKG anak untuk tercermin dalam pola praktik MP-ASI.

Giving a poor provision of MP-ASI in terms of quantity and quality has a bad effect on the health and growth of children and increases the risk of morbidity and mortality. Breastfeeding complementary foods (MP-ASI) in children aged 6-23 months that are not appropriate do not achieve minimum dietary diversity (MDD), minimum food frequency (MMF), and minimum acceptable diet (MAD). This study was conducted using a cross sectional study design that aims to determine the determinants associated with the minimum acceptable dietary attainment for children aged 6-23 years in Central Jakarta in 2019. This study produced primary data with a total sample of 260 children. required using multistage random sampling techniques from 13 posyandu in 6 kelurahan from 3 sub-districts in Central Jakarta. Data collection is done by conducting interviews with respondents. The results showed that the minimum acceptable dietary achievements in children aged 6-23 months in Central Jakarta amounted to 38.1%. In the results of bivariate analysis using the chi-square test it was found that only one factor was related to the achievement of MAD, namely the mother's attitude about the practice of giving MP-ASI (OR = 1,912; 90% CI 1,142-3,292). The results of multivariate analysis using multiple logistic regression analysis also found maternal attitudes about the practice of giving MP-ASI which were the deciding factors of MAD achievement in children aged 6-23 months in Central Jakarta in 2019 after being controlled by the mother's knowledge variable about the practice of giving MP-ASI, antenatal care, maternal exposure to the media, mother's education level, family income level, and family size. Suggestions for Central Jakarta Sudinkes to find the tools are with policies that are approved and programs that are approved by MP-ASI as early as possible, as well as providing educational facilities for mothers to improve their knowledge and attitudes related to the practice of giving MP-ASI. Suggestions for other researchers are that research is needed to be carried out on a larger scale, and further research needs to be done with validation of MDD, MMF and MAD cut-offs and how many foods that can be categorized are fulfilled and assisted in withdrawing food at least 2 times can be compared to food intake children to the child's RDA to be reflected in the MP-ASI practice patterns."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athiya Fadlina
"Praktik pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat perlu dipertahankan selama situasi pandemi COVID-19 untuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Tindakan pengendalian pandemi COVID-19 seperti pembatasan sosial skala besar dapat berdampak pada faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik pemberian MP-ASI. Namun, studi yang menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik pemberian MP-ASI selama pandemi COVID-19 masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan pola pangan minimum yang dapat diterima (MAD) anak usia 6-11 bulan pada pandemi COVID-19 di Indonesia.
Penelitian ini merupakan bagian dari "COVID-19 Mom-Infant Study" dan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dengan menggunakan survei online. Uji regresi logistik ganda dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor dominan MAD dengan tingkat signifikan yang ditetapkan pada p <0,05. Sebanyak 262 data dikumpulkan dengan sekitar 74,0%, memenuhi MAD yang terdiri dari 94,3% memenuhi frekuensi makan minimum, dan 77,1% memenuhi keragaman makanan minimum.
Berdasarkan analisis multivariat ketahanan pangan rumah tangga (aOR=2.479; 95%CI [1.196 - 5.136]), suasana hati ibu (aOR=3.448; 95%CI [1.286 - 9.378]), jumlah anak di rumah tangga (aOR=2.493; 95%CI [1.131 - 5.495]), dukungan suami (aOR=4.365; 95%CI [1.450 - 13.083]), dan dukungan kelompok pendukung makanan (aOR=2.446; 95%CI [1.186 - 5.043]), ditemukan sebagai faktor dominan dari MAD. Hasil studi ini menunjukkan bahwa sepertiga anak tidak memenuhi pola pangan minimum yang dapat diterima. Peningkatan edukasi gizi dan aksesibilitas pangan dibutuhkan terutama untuk rumah tangga yang rawan pangan dan memiliki 3 atau lebih anak di dalamnya selama pandemi COVID-19. Peningkatan kesadaran suami tentang pentingnya dukungan pemberian makan anak bagi ibu baru, menjaga suasana hati ibu, dan menggunakan media online atau kelompok pendukung makan bayi untuk menyampaikan pesan gizi sebagai strategi untuk mempertahankan kualitas diet anak selama pandemi COVID-19.

Appropriate complementary feeding practices are needed to achieve optimal growth, development, and health that needs to be sustained during coronavirus disease 19 (COVID-19) pandemic situation. COVID-19 pandemic control measures such as large-scale social restriction and physical distancing can have an impact on factors that are associated with complementary feeding practice. However, study that assessing factors associated with complementary feeding practices during COVID-19 was still limited. Therefore, this study aims to identify dominant factors of minimum acceptable diet (MAD) of 6-11 months old children during COVID-19 pandemic in Indonesia.
This study was part of the "COVID-19 Mom-Infant Study" and conducted in all regions of Indonesia using an online survey. Multiple logistic regression test was run to identify dominant factors of MAD with a significant level set at p <0.05. A total of 262 data were collected with around 74.0% meeting MAD that consist of 94.3% were meeting minimum meal frequency, and 77.1% meeting minimum dietary diversity.
Based on multivariate analysis, household food security (aOR=2.479; 95%CI [1.196 - 5.136]), mother’s mood (aOR=3.448; 95%CI [1.286 - 9.378]), number of children in the household, (aOR=2.493; 95%CI [1.131 - 5.495]), support from husband (aOR=4.365; 95%CI [1.450 - 13.083]), and support from support group and online support (aOR=2.446; 95%CI [1.186 - 5.043]) were found to be dominant factors of MAD. These findings showed that one third of the children did not fulfill the MAD. Increased nutrition education and accessibility of food needed especially in the food insecure household with more than 3 children in it during this COVID-19 pandemic. Mother’s mood needs to be maintained as it was related to child feeding practices. Raising awareness of father about the importance of feeding support for new mothers and using online group or support groups to deliver nutrition messages as the coping strategy of many closure of health post during COVID-19 pandemic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Reno Monalisa
"Pemberian MP-ASI yang berkualitas merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah stunting. Pemberian MP-ASI yang tidak berkualitas, memiliki efek buruk pada kesehatan dan pertumbuhan anak serta meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. MAD merupakan salah satu indikator penilaian MP-ASI, namun pada kenyataannya masih banyak anak dengan MAD tercapai yang dengan stunting. Tujuan Penelitian ini untuk mendapatkan gambaran kualitas pemberian MP-ASI pada anak stunting usia 6-23 bulan dengan Minimum Acceptable Diet (MAD) tercapai. Metode penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus, pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan observasi, informan utama adalah 6 ibu yang memiliki anak balita stunting usia 6-23 bulan yang MAD tercapai, serta 17 orang informan penting yang terdiri dari anggota keluarga lain, kader Posyandu, penjual bubur MP-ASI/makanan matang dan petugas gizi Puskesmas. Penelitian dilakukan di 4 Kelurahan Jakarta Pusat pada bulan Februari-Maret 2020. Hasil penelitian yaitu MP-ASI dengan indikator MAD tercapai namun kualitasnya belum baik karena tidak memenuhi AKG anak, pengetahuan ibu terkait MP-ASI cukup baik, tidak ada kepercayaan makanan tabu, sebagian besar ibu membeli bubur MP-ASI dan makanan matang untuk MP-ASI anak, sumber rujukan utama ibu dalam praktek pemberian MP-ASI adalah buku KIA, tidak ada hambatan trasnpostasi dalam mendapatkan bahan makanan, penghasilan suami yang tidak tetap menjadi hambatan dalam membeli MP-ASI. Disarankan agar Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat: melakukan Inovasi pembuatan aplikasi mobile, meningkatkan kegiatan penyegaran (refreshing) dan inovasi kegiatan sosialisasi MP-ASI, melakukan kegiatan inovasi dengan membentuk kelompok pendukung MP-ASI berkualitas, melakukan pembinaan, pemantauan, penilaian dan menerbitkan sertifikat laik hygiene sanitasi jasaboga pada penjual bubur MPASI dan makanan matang.

Quality of complementary feeding practices is an effort to overcome the problem of stunting. Giving a poor quality complementary feeding ptactices, have a bad effect on child‟s health and growth and also increasing morbidity and mortality rate. Minimum Acceptable Diet (MAD) is one of the indicators of complementary feeding assessment, but in reality there are still many children with MAD who have achieved is stunting.The purpose of this study was to represent the relationship between complementary feeding practices with stunting using MAD requirements. Qualitative research is conduct with case studies methods, data collection by in-depth interviews, and observations. Six mothers who had stunting toddlers aged 6-23 months are the main respondent with good MAD requirements. Seventeen respondents support qualitative information of the main respondent. Support respondents are consisting of other family members, community healthcare vanguard, the seller of complementary feeding/cooked food, and nutritionist in the Health community center (PUSKESMAS). The study was conducted in 4 Central Jakarta Sub-districts in February-March 2020. The results of the study are complementary feeding practices with poor quality of MAD requirements proven not to comply with the RDA. Maternal knowledge related to complementary feeding practices is quite good, there is no belief in taboo foods, most of the mother buy breastfeeding complementary food such as porridge and cooked food for children. The basic references for mothers in the practice of giving complementary feeding practices are "mother and children healthcare handbook (KIA handbook)". From the results, there are no obstacles to get the food; the husband's income does not an resistance in buying complementary feeding. Recommendation: for Central Jakarta, Health Office initiative for innovating the creation of mobile mother and children healthcare applications; innovate activities in complementary feeding food socialization; conduct innovation activities by forming quality
complementary feeding food support groups; conducting and coaching, monitoring, and evaluating and issuing sanitation hygiene-concern certificates for complementary feeding catering services (MP-ASI Sellers).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jill Ayu Dewanti
"ABSTRAK
Tujuan dari studi potong lintang dengan sampel 241 anak usia 6-23 bulan ini adalah menilai kesepakatan antara diet minimum yang dapat diterima dan kecukupan zat gizi. Purposive sampling dilakukan di Puskesmas Aren Jaya dan Jati Bening. Kemudian, pengambilan sampel secara acak dilakukan untuk menganalisa kesepakatan. Hasil menunjukkan bahwa lebih dari setengah dari populasi telah diperkenalkan makanan padat, semi-padat atau makanan lembut, tetap diberikan ASI setelah 1 tahun (78,5%), mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi/yang diperkaya zat besi ( 63,4%), mengkonsumsi beranekaragam makanan (66,6%) dan memenuhi frekuensi makan (98,4%). Namun, hanya 47,7% dari anak-anak tersebut memenuhi diet minimum yang dapat diterima. Masih terdapat banyak anak yang tidak memenuhi asupan zat besi, kalsium dan seng. Sementara itu di tingkat populasi, masih banyak anak yang tidak memenuhi EAR untuk mikronutrien kecuali vitamin A. Hal ini diduga bahwa jumlah zat besi, kalsium dan seng yang dikonsumsi pada anak-anak tersebut tidak memenuhi rekomendasi. Kesepakatan dengan level moderat (Se 0.7) didapat dari diet minimum yang dapat diterima dalam memperkirakan ketidakcukupan energi, protein dan asupan lemak pada anak-anak usia 18-23 bulan dengan PPV ≥ 0.8. Penelitian ini mengkonfirmasi bahwa metode diet minimum yang dapat diterima dalam memperkirakan ketidakcukupan asupan energi, protein dan lemak pada anak-anak berusia 18-23 bulan dapat diterapkan di level individu dan populasi.

ABSTRAK
The objective of this cross sectional study with an eligible sample around 241 children aged 6-23 months was to assess the agreement between minimum acceptable diet and the adequacy of macro and selected micronutrients. Purposive sampling was done in Aren Jaya and Jati Bening Primary Health Care. Meanwhile, simple random sampling was conducted to obtain the eligible sample to analyze the agreement. Over than a half of the respective population was introduced by solid, semi-solid or soft food, continued breastfed after 1 year (78.5%), consumed iron rich or iron fortified food (63.4%), met the minimum dietary diversity (66.6%) and met the minimum meals frequency (98.4%). However, only 47.7% of children met the minimum acceptable diet. More than a half of children with in adequate intake of iron, calcium and zinc while as well as in the population level, the proportion below EAR was high for micronutrients except vitamin A. It was presumed that the quantity intake of iron, calcium and zinc among children was inappropriate. Moderate agreement (Se 0.7) was found in the minimum acceptable diet in estimating energy, protein and fat intake inadequacy among 18-23 months of age both breastfed and non-breastfed children with PPV ≥ 0.8. This study confirmed that the minimum acceptable diet could be an alternative method in estimating energy, protein and fat intake inadequacy among 18-23 months of age in both individual and population setting"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chita Yumina Karissima
"Dua tahun pertama kehidupan adalah adalah periode kritis yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak. Kekurangan gizi selama periode ini dapat menyebabkan perkembangan kognitif yang terhambat, pencapaian pendidikan yang rendah, dan menurunkan produktivitas ekonomi. WHO merekomendasikan bayi diberikan MPASI kaya zat besi untuk menutupi kesenjangan kenaikkan kebutuhan zat besi. Banyak faktor yang telah diyakini mempengaruhi pemberian MPASI, namun masih sangat sedikit penelitian yang mengeksploarasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian MPASI kaya zat besi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemberian MPASI ASI kaya zat besi dan faktor determinannya yang berhubungan dengan pemberian MPASI kaya zat besi pada bayi usia 6-23 bulan di Indonesia tahun 2017. Desain penelitian yang digunakan ialah cross-sectional dengan besar sampel sebanyak 2400 ibu yang memiliki bayi berusia 6-23 bulan di Indonesia. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (random sampling) untuk memilih sampel yang diperlukan. Analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 25. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 73,7% bayi berusia 6–23 bulan menerima MPASI kaya zat besi. Tingkat pendidikan ibu [OR = 1,38; 95% CI: 1,035-1,831], akses media digital [OR = 1,44; 95% CI: 1,079-1,922], usia anak [OR = 1,76; 95% CI: 1,453-2,132], tingkat kesejahteraan keluarga [OR = 1,80; 95% CI: 1,409-2,310], dan postnatal care (PNC) [OR = 1,37; 95% CI: 1,117- 1,679] berpengaruh signifikan terhadap pemberian MPASI kaya zat besi. Tingkat kesejahteraan keluarga merupakan prediktor terkuat dalam memberikan MPASI kaya zat besi. Kementerian Kesehatan terus mengoptimalkan program intervensi gizi, khususnya pemberian MPASI kaya zat besi. Kementerian Pertanian disarankan menggalakkan program Rumah Pangan Lestari untuk menjamin ketersediaan makanan kaya zat besi. Fasilitas pelayanan kesehatan disarankan memberikan pelayanan edukasi gizi dan membuat media informasi digital terkait praktik pemberian makan bayi dan anak yang mudah diakses, dipahami, dan menarik untuk dibaca oleh ibu. Ibu sebagai pengasuh utama bayi disarankan untuk meningkatkan pemahaman tentang MPASI kaya zat besi melalui media digital ataupun berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.

The first two years of life are critical periods that determine the growth and development of the child. Malnutrition during this period can lead to impairment of cognitive development, lower educational attainment, and decreased economic productivity. WHO recommends infants should be given iron-rich complementary foods to cover the gap in iron demand. Many factors have been believed to influence the practice of complementary feeding, but there are still very few studies that explore factors related to the practice of iron-rich complementary foods. The purpose of this study is to know the proportion of iron-rich complementary foods and its determinant factors related to the practice of iron-rich complementary foods in infants aged 6-23 months in Indonesia in 2017. The research design used is cross-sectional with a sample size of 2400 mothers who have infants aged 6-23 months in Indonesia. Sampling techniques are done with random sampling to select the necessary samples. Data analysis is performed using SPSS version 25. Based on the results of the study, as many as 73.7% of infants aged 6-23 months received iron-rich complementary foods. Maternal education [OR = 1,38;95% CI: 1,035-1,831], digital media access [OR = 1,44; 95% CI: 1,079-1,922] child age [OR = 1,76; 95% CI: 1,453-2,132], family welfare rate [OR = 1,80; 95% CI: 1,409-2,310], and postnatal care (PNC) [OR = 1,37; 95% CI: 1,117-1,679] significantly affect the administration of iron-rich complementary foods. The level of family welfare is the strongest predictor in providing iron-rich complementary foods. The Ministry of Health continues to optimize nutrition intervention programs, especially the provision of iron-rich complementary foods. The Ministry of Agriculture suggests promoting the Sustainable Food House program to ensure the availability of iron-rich foods. Health care facilities are recommended to provide nutrition education services and create digital information media related to infant and child feeding practices that are easily accessible, understood, and interesting to read by mothers. Mothers as the baby's primary caregivers are advised to improve their understanding of iron-rich complementary foods through digital media or consult with a health professional."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Putri Pertiwi
"Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang memiliki berbagai fungsi biologis, termasuk dalam mengurangi kemungkinan infeksi dan mengatur pertumbuhan. Kondisi kekurangan vitamin A pada balita dapat berakibat pada meningkatnya angka kesakitan, perburukan status gizi, bahkan kematian. Oleh karena itu, dibutuhkan suplementasi vitamin A sebagai upaya melindungi kelompok rentan dari dampak kekurangan vitamin A. Sayangnya, pemberian suplementasi vitamin A belum memberikan hasil yang optimal hingga saat ini. Penelitian ini ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pemberian suplemen vitamin A pada balita usia 6-59 bulan di Indonesia berdasarkan analisis data SDKI 2017. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-sectional yang melibatkan 1.728 balita usia 6-59 bulan di Indonesia. Hasil penelitian membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu, usia balita, riwayat imunisasi balita, kunjungan Antenatal Care (ANC), kunjungan Postanatal Care (PNC), tempat persalinan, dan keterpaparan media televisi dengan kepatuhan pemberian suplemen vitamin A. Riwayat imunisasi adalah faktor yang paling dominan berhubungan dengan kepatuhan pemberian suplemen vitamin A pada balita. Dengan demikian, penelitian ini menyarankan agar penguatan program imunisasi pada balita, edukasi kesehatan, kualitas kunjungan ANC dan PNC, serta pemanfaatan fasilitas kesehatan dan media terus ditingkatkan guna mencapai cakupan suplementasi vitamin A pada balita yang lebih baik.

Vitamin A is a fat-soluble vitamin that has a variety of biological functions, including reducing the infection and growth regulators. Vitamin A deficiency in child under five can result in increased morbidity, poor nutritional status, and even death. Therefore, vitamin A supplementation is needed as an effort to protect vulnerable groups, especially children from the impact of vitamin A deficiency. Unfortunately, vitamin A supplementation has not shown optimal results. This study wanted to determine the factors associated with compliance of vitamin A supplementation in child aged 6-59 months in Indonesia based on the 2017 IDHS data analysis. This is a quantitative research with cross-sectional design involving 1,728 child aged 6-59 months in Indonesia. The results prove a significant association between maternal education, child’s age, history of child’s immunization, Antenatal Care (ANC) and Postanatal Care (PNC) visits, place of delivery, and television media exposure with compliance to vitamin A supplementation. Child’s immunization history is the most dominant factor associated with compliance of vitamin A supplementation in child. Thus, this study suggests that child’s immunization program, health education, the quality of ANC and PNC, the utilization of health facilities and media should be improved to achieve better coverage of vitamin A supplementation."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>