Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209930 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Farhan Dwi Yulianto
"

Abstrak

Stroke merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia. Sekumpulan faktor risiko yang dapat berinteraksi bersama terdiri dari obesitas sentral, kadar trigliserida tinggi, kadar kolesterol HDL rendah, kadar GDP tinggi, dan hipertensi dikenal dengan istilah sindrom metabolik (IDF, 2006). Seseorang yang mengalami sindrom metabolik mempunyai peluang 3 kali untuk mengalami serangan jantung dan stroke (IDF, 2006). Sementara, menurut IDF (2006)diestimasi bahwa 20-25% penduduk dewasa di dunia mengalami sindrom metabolik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sindrom metabolik dengan kejadian stroke pada penduduk berusia ≥ 15 tahun di Indonesia setelah dikontrol oleh variabel kovariat. Desain studi penelitian yaitu potong lintang (cross sectional) dengan menggunakan data Riskesdas 2018. Sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diperoleh sebesar 24.451 responden. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh proporsi stroke berdasarkan diagnosis dokter sebesar 1,2%. Proporsi sindrom metabolik diperoleh sebesar 24,4%. Hasil analisis multivariat diperoleh hubungan yang signifikan antara sindrom metabolik dengan kejadian stroke (nilai p = 0,000) dengan aPOR sebesar 2,415 (95% CI: 1,883-3,099) dan diperoleh adanya variabel confounding yaitu variabel jenis kelamin dan usia. Sindrom metabolik dapat menjadi faktor yang penting untuk diperhatikan dalam upaya pencegahan dan pengendalian stroke di Indonesia.

Kata Kunci: Sindrom Metabolik; Stroke; Riskesdas 2018

 


Abstract

Stroke is a non-communicable disease that becomes one of public health problems in the world, including in Indonesia. A group of risk factors that can be interacted together including central obesity, high triglyceride levels, low HDL levels, high GDP levels, and hypertension are known as metabolic metabolism (IDF, 2006). The person who has metabolic syndrome has a chance 3 times to have heart attacks and strokes (IDF, 2006). Meanwhile, according to IDF (2006) it is estimated that 20-25% of the adult population in the world having metabolic syndrome. This research aims to study the relationship between metabolic syndrome and stroke event in population aged ≥ 15 years old in Indonesia after being controlled by covariate variables. The design study of this research is cross sectional using data from Riskesdas 2018. The sample of this research that met the inclusion and exclusion criteria was 24,451 respondents. Based on the result of the analysis, the proportion of strokes based on the doctor's diagnosis is 1.2%. The proportion of metabolic syndrome obtained is 24.4%. The results of multivariate analysis obtained a significant relationship between metabolic syndrome and stroke event (p = 0,000) with aPOR of 2,415 (95% CI: 1,883-3,099) and obtained confounding variables such as gender and age. Metabolic syndrome can be an important factor to consider in efforts to prevent and control stroke event in Indonesia.

Keywords: Metabolic Syndrome; Stroke; Riskesdas 2018

 

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rahmah Utami
"Sindrom metabolik merupakan kumpulan faktor risiko penyakit kardiovaskular yang ditandai oleh obesitas sentral, kadar gula darah tinggi, kadar kolesterol HDL rendah, tingginya kadar trigliserida, dan tekanan darah tinggi. Prevalensi sindrom metabolik di Indonesia tergolong tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom metabolik pada penduduk Indonesia usia >15 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan data Riskesdas 2018. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat, analisis bivariat menggunakan chi square, dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 30.563 subjek, 32% memiliki sindrom metabolik. Analisis bivariat juga menunjukkan hasil yang signifikan antara jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tempat tinggal, status pekerjaan, konsumsi alkohol, riwayat merokok (0,000), konsumsi makanan berisiko (makanan dan minuman manis, makanan asin), konsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik, kondisi mental emosional, dan status gizi dengan sindrom metabolik (p value = 0,05). Analisis multivariat menunjukkan bahwa usia lansia merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan sindrom metabolik (p value = 0,000; OR 8,94 ; 95% CI : 5,98 – 13,36)

Metabolic syndrome refers to the presence of a cluster of risk factors specific for cardiovascular disease. The cluster of metabolic factors includes central obesity, impaired fasting blood glucose, low HDL cholesterol, high triglyceride levels, and high blood pressure. This study aims to identify the dominant factor and related factors associated with metabolic syndrome in the Indonesian population aged 15 and over years old. This research is a quantitative research with cross-sectional study design and the data was obtained from the Indonesia Basic Health Research (RISKESDAS) 2018. The association between risk factors and metabolic syndrome were measured through chi-square bivariate analysis and binary logistic regression. Multivariate analysis was done using multiple logistic regression. The prevalence of metabolic syndrome was 32%. The results demonstrates that age, sex, level of education, residence type, occupation status, smoking habit, alcohol consumption, fruits and vegetable intake, sweet food intake, sugar sweetened beverages intake, physical activity, mental and emotional disturbance, and nutritional status were significantly associated with metabolic syndrome (p value <0,05). Elderly was the most dominant risk factor for metabolic syndrome (p value = 0,000; OR 8,94 ; 95% CI : 5,98 – 13.36)"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Areta Trustha
"Sindrom metabolik atau sindrom X merupakan kondisi yang berpotensi meningkatkan risiko seseorang mengalami penyakit tidak menular. Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi sindrom metabolik di Indonesia mencapai 39% dan lebih banyak terjadi pada wanita. Gaya hidup berpotensi mempengaruhi terjadinya sindrom metabolik. Namun, penelitian terdahulu tentang hubungan gaya hidup yang meliputi aktivitas fisik, pola makan dan merokok terhadap sindrom metabolik menunjukkan hasil yang beragam. Selain itu, belum ada penelitian tentang sindrom metabolik spesifik pada populasi wanita di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gaya hidup dengan kejadian sindrom metabolik pada wanita usia ≥15 tahun di Indonesia. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dengan sumber data dari Riskesdas 2018.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi sindrom metabolik pada wanita usia ≥15 tahun di Indonesia sebesar 37,6%. Umur berhubungan signifikan dengan kejadian sindrom metabolik pada wanita (PR=1,711; 95% CI=1,640-1,785; nilai P=0,001). Dalam penelitian ini, aktivitas fisik, merokok, konsumsi makanan manis, minuman manis, makanan berlemak, soft drink, buah, dan sayur tidak terbukti berhubungan secara statistik dengan sindrom metabolik. Karena tingginya prevalensi sindrom metabolik pada wanita di Indonesia, perlu untuk meningkatkan program skrining, seperti pengukuran lingkar perut, tekanan darah, dan gula darah secara rutin. Selain itu, perlu untuk menerapkan gaya hidup sehat bagi wanita untuk mencegah terjadinya sindrom metabolik.

Metabolic syndrome or syndrome X is a condition that can increase a person's risk of developing non-communicable diseases. Based on Riskesdas 2013 data, the prevalence of metabolic syndrome in Indonesia reaches 39% and is more prevalent in women. Lifestyle has the potential to influence the incidence of metabolic syndrome. However, previous research on the relationship between lifestyle including physical activity, diet and smoking on metabolic syndrome has shown mixed results. In addition, there has been no research on specific metabolic syndrome in women in Indonesia. This study aims to determine the relationship between lifestyle and the incidence of metabolic syndrome in women aged ≥15 years in Indonesia. The study design used was cross-sectional with data sources from Riskesdas 2018.
The results showed that the prevalence of metabolic syndrome in women aged ≥15 years in Indonesia was 37.6%. Age is significantly associated with the incidence of metabolic syndrome in women (PR=1.711; 95% CI=1.640-1.785; P=0.001). In this study, physical activity, smoking, consumption of sweet foods, sweet drinks, fatty foods, soft drinks, fruit and vegetables were not statistically proven to be associated with metabolic syndrome. Due to the high prevalence of metabolic syndrome among women in Indonesia, it is necessary to improve screening programs, such as routine measurements of abdominal circumference, blood pressure and blood sugar. In addition, it is necessary to adopt a healthy lifestyle for women to prevent metabolic syndrome.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Vika Azzahra
"Menurut Riskesdas 2013, di Indonesia prevalensi stroke pada penduduk usia ≥ 15 tahun sebesar 7 permil dan mengalami kenaikan dari tahun 2007 yang sebesar 6 permil. DIY menjadi provinsi dengan prevalensi stroke tertinggi kedua di Indonesia dan prevalensinya melebihi angka nasional yakni sebesar 10,3 permil pada tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian stroke pada penduduk usia ≥15 tahun di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan data Riskesdas 2018 Provinsi DIY sebanyak 6695 responden. Uji statistik pada penelitian ini adalah uji chi square dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stroke pada penduduk usia ≥ 15 tahun di Provinsi DIY tahun 2018 yaitu sebesar 1,7%. Uji statistik yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian stroke antara lain usia (POR = 3,23 ; 95%CI = 2,03-5,13), aktivitas fisik (POR = 2,86 ; 95%CI = 1,90-4,31), hipertensi (POR = 5,69 ; 95%CI = 3,68-8,79), penyakit jantung (POR = 2,57 ; 95%CI = 1,47-4,48), dan diabetes melitus (POR = 2,44 ; 95%CI = 1,49-3,40). Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara usia, aktivitas fisik, hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes melitus dengan kejadian stroke pada penduduk usia ≥ 15 tahun di Provinsi DIY. 

According to Riskesdas 2013, the prevalence of stroke in Indonesia in the population aged ≥15 years is 7 per mil and increased from 2007 which was 6 per mil. Special Region of Yogyakarta (DIY) is the province with the second highest prevalence of stroke in Indonesia and the prevalence exceeds the national figure of 10.3 per mil in 2013. This research aimed to determine the factors that can cause stroke in the population aged ≥15 years in DIY Province. Design of this research was cross-sectional and used Riskesdas 2018 data from DIY Province with 6695 respondents. Chi-square statistical test and multiple logistic regression used in this study. The results showed that the prevalence of stroke in the population aged ≥15 years in DIY Province in 2018 was 1.7%. Statistical tests that has a significant relationship with the incidence of stroke included, age ((POR = 3.23 ; 95%CI = 2.03-5.13)), physical activity fisik (POR = 2.86 ; 95%CI = 1.90-4.31), hypertension (POR = 5.69 ; 95%CI = 3.68-8.79), heart disease (POR = 2.57 ; 95%CI = 1.47-4.48), and diabetes mellitus (POR = 2.44 ; 95%CI = 1.49-3.40). The conclusion of this study is there is a relationship between age, physical activity, hypertension, heart disease, and diabetes mellitus with the incidence of stroke in the population aged ≥15 years in DIY Province."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baiq Diken Safitri
"Asma telah dibuktikan oleh penelitian-penelitian sebagai faktor risiko baru dari stroke. Meskipun begitu, kesimpulan dan mekanisme hubungan antara kedua penyakit ini masih belum diketahui pasti. Salah satu dugaan mengenai mekanisme hubungan ini adalah karena adanya asosiasi asma dengan faktor risiko stroke, termasuk faktor demografi dan perilaku. Hasil Riskesdas 2007 hingga 2018 juga mendukung dugaan hubungan ini dengan adanya kesamaan tren prevalensi stroke dan asma dari tahun ke tahun. Namun, belum ada penelitian dengan jumlah sampel besar di Indonesia yang mempelajari hubungan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan asma dan stroke beserta interaksi asma dengan faktor risiko demografi (usia, jenis kelamin, wilayah tinggal) dan perilaku (perilaku merokok, konsumsi makanan berserat, aktivitas fisik, konsumsi alkohol) terhadap kejadian stroke pada penduduk usia ≥15 tahun di Indonesia tahun 2018. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang dengan data sekunder Riskesdas 2018. Populasi penelitian direstriksi pada penduduk usia ≥15 tahun di Indonesia yang sedang tidak hamil dan tidak memiliki kondisi: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, IMT berlebih, lingkar perut berlebih, dan dislipidemia. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan kasar yang signifikan (p<0,05) antara asma dan stroke dengan POR sebesar 1,627 (95% CI: 1,120 – 2,364) pada penduduk sesuai kriteria penelitian. Namun, setelah dikontrol oleh usia tidak ditemukan hubungan yang signifikan (p>0,05) antara asma dan stroke (POR=1,419; 95% CI: 0,976 – 2,064). Adapun, tidak ditemukan interaksi (p uji homogeneitas>0,05) antara asma dengan satupun faktor demografi atau perilaku yang terbukti sebagai faktor risiko stroke dalam penelitian ini (usia, jenis kelamin, wilayah tinggal, perilaku merokok, aktivitas fisik). Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk studi di masa yang akan datang dalam menginvestigasi hubungan kedua penyakit ini lebih lanjut.

Recent researches have shown evidence that asthma is a novel risk factor for stroke. However, the conclusion and mechanism of the relationship remain uncertain. One of the potential mechanisms that could explain this relationship is the association between asthma and risk factors of stroke, including demographic and behavioral factors. Results from Indonesia Basic Health Research that show similar trends of asthma and stroke prevalence from 2007 to 2018 in Indonesia further support the association present between asthma and stroke. Yet, to the best of our knowledge, there hasn't been any study with a large sample size in Indonesia to analyze this association. This study aims to investigate the relationship between asthma and stroke, as well as the interactions between asthma and each of demographic (age, sex, residential area) and behavioral (smoking, fibrous food consumption, physical activity, alcohol consumption) factors in the said relationship between both diseases on adults aged 15 years and older in 2018. This study uses a cross-sectional design and utilizes data from Indonesia Basic Health Research 2018. The population is restricted to adults in Indonesia aged 15 years onwards who are not pregnant and don't have any of the conditions: hypertension, diabetes mellitus, heart disease, high BMI, high abdominal circumference, and dyslipidemia. Results show that there is a significant (p<0.05) crude association between asthma and stroke with POR of 1.627 (95%CI: 1.120 – 2.364). However, after controlling for age, no significant (p>0.05) association is found between both diseases (POR=1.419; 95%CI: 0.976 – 2.064). As for the interaction, there is no interaction (p test of homogeneity>0.05) found between asthma and any of the significant risk factors for stroke investigated in this study from either demographic (age, sex, residential area) or behavioral (smoking, physical activity) factors. This study can be used as a reference for future studies that will further investigate the relationship between asthma and stroke."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahwa Elae Azzahra
"Stroke menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Menurut riskesdas 2018 bahwa prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter sebesar 1,09%. Provinsi Bangka Belitung menjadi salah satu provinsi dengan prevalensi stroke yang melebihi angka nasional dan urutan ketujuh tertinggi dari hasil Riskesdas pada tahun 2018. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor kondisi kesehatan dan perilaku terhadap kejadian stroke pada penduduk usia ≥ 15 tahun di Provinsi Bangka Belitung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain studi cross sectional dengan analisis univariat dan bivariat. Sumber data yang digunakan dari Riskesdas 2018. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stroke pada penduduk usia ≥ 15 tahun di Provinsi Bangka Belitung sebesar 1,6%. Uji statistik yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian stroke antara lain diabetes melitus (PR = 6.11; 95% CI = 3.65-10,22), hipertensi (PR = 9,09; 95%CI = 5,91-13,98), obesitas (PR = 2,12; 95%CI = 1,38-3,25), dan aktivitas fisik (PR = 3,44; 95%CI = 2,25-5,26). Menerapkan perilaku hidup sehat dan cek rutin kesehatan terutama yang memilki risiko seperti diabetes melitus, hipertensi, dan obesitas.

Stroke is a health problem in the world including in Indonesia. According to Riskesdas 2018, the prevalence of stroke in Indonesia based on a doctor's diagnosis is 1,09%. Bangka Belitung Province is one of the provinces with a prevalence of stroke that exceeds the national rate and ranks seventh highest from the results of Riskesdas 2018. This study aims to determine the relationship between health conditions and behavioral factors with stroke in populations aged ≥ 15 years in Bangka Belitung Province. The method used in this study was a cross-sectional study design with univariate and bivariate analysis. The data in this study are secondary data from Riskesdas 2018. The results showed that the prevalence of stroke in populations aged ≥ 15 years in Bangka Belitung Province was 1.6%. Statistical tests that have a significant relationship with stroke include diabetes mellitus (PR = 6.11; 95% CI = 3.65-10,22), hypertension (PR = 9,09; 95%CI = 5,91-13,98), obesity (PR = 2,12; 95%CI = 1,38-3,25), and physical activity (PR = 3,44; 95%CI = 2,25-5,26). Healthy lifestyle behaviors and regular health checks, especially for those who have risks such as diabetes mellitus, hypertension, and obesity."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Magfiroh
"Depresi menempati posisi ke-empat sebagai penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, Indonesia memiliki prevalensi depresi sebesar 6,1% atau setara dengan 706.689 penduduk. Prevalensi tuberkulosis berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan di Indonesia pada tahun 2018 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu dari 0,4% menjadi 0,42%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tuberkulosis dengan kejadian depresi di Indonesia. Penelitian ini merupakan analisis lanjut Indonesia Family Life Survey 5 dengan desain studi cross-sectional. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Indonesia usia ≥ 15 tahun yaitu sebanyak 30.993 responden. Hasil penelitian menemukan bahwa responden yang menderita tuberkulosis memiliki risiko 1,9 kali lebih besar untuk menderita depresi dibandingkan yang tidak menderita tuberkulosis setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin, status pernikahan, status merokok, kapan terdiagnosis TB dan riwayat penyakit kronis.

Depression is in the fourth position as a disease that threatens public health worldwide. Based on the results of the 2018 Basic Health Research (Riskesdas), Indonesia has a prevalence of depression of 6.1% or the equivalent of 706,689 people. The prevalence of tuberculosis based on medical diagnosis in Indonesia in 2018 was 0.42%. This study aims to determine the relationship between tuberculosis and depression in Indonesia. This research is a further analysis of the Indonesia Family Life Survey 5with a cross-sectional study design. Respondents in this study were all population in Indonesia aged ≥ 15 years, as many as 30,993 respondents. The results of the study found that respondents who suffered from tuberculosis had a 1.9 times greater risk of suffering from depression than those who did not suffer from tuberculosis after being controlled by variables of gender, marital status, smoking status, when diagnosed with tuberculosis and a history of chronic disease."
Depok: Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Meutia
"Permasalahan disabilitas terus meningkat seiring dengan bertambahnya beban penyakit. Peningkatan jumlah penduduk yang mengalami disabilitas telah menyebabkan kekhawatiran terhadap beban sosial dan ekonomi, yang diakibatkan karena menurunnya kualitas kesehatan masyarakat yang disebabkan karena penyakit. Secara global, pada tahun 2017 terdapat sekitar 2,4 milyar penduduk di dunia yang mengalami disabilitas. Peningkatan disabilitas tersebut, 80% disebabkan penyakit tidak menular. Sindrom metabolik menjadi salah satu fokus dalam berbagai penelitian tentang faktor risiko disabilitas. Hal ini disebabkan karena sindrom metabolik merupakan sekelompok kelainan metabolik dan vaskular yang menjadi sinyal dini terhadap peningkatan potensi terjadi disabilitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara sindrom metabolik dengan kejadian disabilitas pada penduduk usia produktif (18-59) tahun di Indonesia. Penelitian cross sectional ini dilakukan terhadap 19250 responden yang telah diwawancara dalam Riskesdas 2018, dan dianalisis dengan metode kompleks survey. Responden dalam penelitian ini mayoritas berusia dewasa antara 26-59 tahun, dengan responden berjenis kelamin wanita lebih banyak dibandingkan pria. Responden terbanyak adalah responden yang bekerja, dan jarang mengkomsumsi makanan berisiko. Hasil analisis menunjukkan bahwa prevalensi disabilitas adalah 25% dan prevalensi sindrom metabolik 27,3%. Prevalensi sindrom metabolik yang mengalami disabilitas adalah 27,4%. Selanjutnya diketahui bahwa sindrom metabolik berhubungan signifikan dengan kejadian disabilitas tanpa ada variabel kovariat yang dapat mengganggu efek tersebut. Untuk mencegah terjadinya disabilitas, berbagai upaya pencegahan dan pengendalian timbulnya berbagai komponen sindrom metabolik pada usia produktif perlu lebih diperhatikan, sehingga dapat ditingkatkan kualitas penduduk usia produktif yang menjadi harapan bahkan tulang punggung baik bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarganya. Permasalahan disabilitas terus meningkat seiring dengan bertambahnya beban penyakit. Peningkatan jumlah penduduk yang mengalami disabilitas telah menyebabkan kekhawatiran terhadap beban sosial dan ekonomi, yang diakibatkan karena menurunnya kualitas kesehatan masyarakat yang disebabkan karena penyakit. Secara global, pada tahun 2017 terdapat sekitar 2,4 milyar penduduk di dunia yang mengalami disabilitas. Peningkatan disabilitas tersebut, 80% disebabkan penyakit tidak menular. Sindrom metabolik menjadi salah satu fokus dalam berbagai penelitian tentang faktor risiko disabilitas. Hal ini disebabkan karena sindrom metabolik merupakan sekelompok kelainan metabolik dan vaskular yang menjadi sinyal dini terhadap peningkatan potensi terjadi disabilitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara sindrom metabolik dengan kejadian disabilitas pada penduduk usia produktif (18-59) tahun di Indonesia. Penelitian cross sectional ini dilakukan terhadap 19250 responden yang telah diwawancara dalam Riskesdas 2018, dan dianalisis dengan metode kompleks survey. Responden dalam penelitian ini mayoritas berusia dewasa antara 26-59 tahun, dengan responden berjenis kelamin wanita lebih banyak dibandingkan pria. Responden terbanyak adalah responden yang bekerja, dan jarang mengkomsumsi makanan berisiko. Hasil analisis menunjukkan bahwa prevalensi disabilitas adalah 25% dan prevalensi sindrom metabolik 27,3%. Prevalensi sindrom metabolik yang mengalami disabilitas adalah 27,4%. Selanjutnya diketahui bahwa sindrom metabolik berhubungan signifikan dengan kejadian disabilitas tanpa ada variabel kovariat yang dapat mengganggu efek tersebut. Untuk mencegah terjadinya disabilitas, berbagai upaya pencegahan dan pengendalian timbulnya berbagai komponen sindrom metabolik pada usia produktif perlu lebih diperhatikan, sehingga dapat ditingkatkan kualitas penduduk usia produktif yang menjadi harapan bahkan tulang punggung baik bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarganya.

Disability problems continuing to increase along with the increasing burden of disease. The increase in the number of people with disabilities has caused concern about the social and economic burden, which is caused by the decline in the quality of public health caused by disease. Globally, in 2017 there are around 2.4 billion people in the world who experience disabilities. 80% of the increase in disability is due to non-communicable diseases. Metabolic syndrome has become one of the focuses in various studies on risk factors for disability. This is because the metabolic syndrome is a group of metabolic and vascular disorders which are an early signal of an increased potential for disability. The purpose of this study was to see the relationship between metabolic syndrome and the incidence of disability among the productive age population (18-59) years in Indonesia. This cross-sectional study was conducted on 19,250 respondents who had been interviewed in the 2018 Riskesdas, and analyzed using the complex survey method. The majority of respondents in this study were adults aged between 26-59 years, with more female than male respondents. Most respondents are work, and rarely consume risky foods. The results of the analysis show that the prevalence of disability is 25% and the prevalence of metabolic syndrome is 27.3%. The prevalence of metabolic syndrome with disabilities is 27.4%. Furthermore, it is known that metabolic syndrome is significantly related to the incidence of disability without any covariate variables that can interfere with this effect. To prevent the occurrence of disability, various efforts to prevent and control the occurrence of various components of the metabolic syndrome at productive age need to be given more attention, so that the quality of the productive age population can be improved, which is even the backbone of both themselves and their families."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Irbah Ramadhani
"Kardiovaskular merupakan penyakit yang menyumbang angka tertinggi kematian di dunia dan di Indonesia. Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular dengan angka kematian tertinggi dalam kategori penyakit kardiovaskular. Obesitas sebagai faktor risiko dominan dalam terjadinya hipertensi, terus mengalami peningkatan prevalensi dari tahun ke tahun di Provinsi Sulawesi Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan obesitas dengan kejadian hipertensi pada penduduk usia 19-64 tahun di Provinsi Sulawesi Utara. Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif dengan desain studi cross sectional menggunakan data sekunder Riskesdas tahun 2018 yang diperoleh melalui Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. Populasi penelitian ini merupakan seluruh anggota rumah tangga berusia 19-64 tahun di Provinsi Sulawesi Utara. Terdapat sebanyak 10.870 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Sulawesi Utara tahun 2018 adalah sebesar 26,1% dan prevalensi obesitas adalah sebesar 28,8%. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi dengan nilai Prevalence Ratio (PR) sebesar 2,126 (95% CI 1,865-2,424) setelah di kontrol oleh variabel usia (PR= 2,144; 95% CI 1,935-2,376) dan interaksi obesitas*usia (PR= 0,687; 95% CI 0,585-0,806). Perlu dilakukannya promosi kesehatan yang mengedukasi masyarakat terkait obesitas dan hipertensi serta hubungan antara keduanya guna meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya penyakit tersebut.

Cardiovascular is a disease that contributes to the highest number of deaths in the world and in Indonesia. Hypertension is one of the cardiovascular disease with the highest number of deaths among other cardiovasculars. Obesity as a major risk factor of hypertension continues to increase in prevalence from year to year in North Sulawesi Province. This study aimed to determine the association between obesity and hypertension in populastion aged 19-64 years old in North Sulawesi Province. This study used quantitative method with an analytic cross sectional study design with secondary data sorce obtained from Basic Health Resource (Riskesdas) 2018, National Institute of Health Research and Development, Ministry of Health RI. The population of this study is all household member in North Sulawesi Province with the aged of 19-64 years old. Meanwhile, there were 10.870 samples that matched the inclusion and exclusion criteria of the study. Based on this study showed that the prevalence of hypertension in North Sulawesi Province year 2018 was 26,1% and the prevalence of obesity was 28,8%. Analystic result showed there was an association between obesity and hypertension with prevalence ratio (PR) of 2,126 (95% CI 1,865-2,424) after being adjusted by age (PR= 2,144; 95% CI 1,935-2,376) and interaction between obesity and age (PR= 0,687; 95% CI 0,585-0,806). It is necessary to do health promotion to educate people about obesity and hypertension, also the association between both, to increase public awareness about the danger of those diseases."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>