Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nabila Gita Andani
"ABSTRAK
Salah satu dampak prominen yang sering dijumpai pada penyintas kekerasan seksual di masa kecil adalah permasalahan citra tubuh. Meskipun begitu, pengalaman negatif yang diakibatkan peristiwa traumatis sendiri tidak selalu menetap; penyintas dapat mengalami pertumbuhan positif dari pengalamannya tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh posttraumatic growth terhadap citra tubuh, secara spesifik pada perempuan dewasa muda penyintas kekerasan seksual di masa kecil. Adapun hubungan antara pelaku dengan korban, frekuensi terjadinya kekerasan, dan BMI juga diidentifikasi dapat berperan sebagai kovariat dalam hubungan di antara kedua variabel. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian dengan topik serupa oleh Kotin (2019), tetapi lebih berfokus kepada pengaruh dari posttraumatic growth dibandingkan sekadar hubungan di antara kedua variabel. Sebanyak 121 partisipan diperoleh melalui kuesioner daring. Melalui analisis regresi linear, ditemukan model regresi yang signifikan, F(1, 119) = 87.818, p = 0.000, dengan effect size besar. Secara spesifik, posttraumatic growth menjelaskan sebesar 42.5% varians citra tubuh. Dalam kata lain, posttraumatic growth berpengaruh terhadap citra tubuh. Terdapat implikasi bahwa hubungan posttraumatic growth dengan citra tubuh dapat digeneralisasi ke dalam populasi lain, dengan tetap mempertimbangkan faktor kontekstual.

ABSTRACT"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khoyrunnisaa Annabiilah Amila Fiartri
"Meski secara teoretis diduga sebagai hambatan utama pencapaian pertumbuhan pascatrauma, peran disregulasi emosi terhadap pertumbuhan pascatrauma jarang sekali diteliti secara empiris. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah benar terdapat hubungan negatif signifikan antara disregulasi emosi dan pertumbuhan pascatrauma; dan jika iya, apakah penggunaan regulasi emosi interpersonal merupakan moderator signifikan. Partisipan merupakan 388 dewasa muda Indonesia 87,1% wanita; Musia = 21,06, SD = 2,12) yang pernah mengalami kekerasan dan/atau penelantaran di masa kecil. Disregulasi emosi diukur menggunakan Difficulties in Emotion Regulation Short Form DERS SF, regulasi emosi interpersonal diukur menggunakan Interpersonal Emotion Regulation Questionnaire IER-Q, dan pertumbuhan pascatrauma diukur menggunakan Posttraumatic Growth Inventory (PTGI). Melalui analisis moderasi ditemukan bahwa disregulasi emosi memprediksi pertumbuhan pascatrauma secara signifikan (b = -0,3683, t(384) = -6,235, p < 0,001) dan penggunaan regulasi emosi interpersonal bukan merupakan moderator signifikan (b = 0,0027, t(384) = 0,850, p > 0,001). Bukti empiris ini menekankan betapa penting teregulasi dengan baiknya emosi negatif dan perasaan distres untuk mencapai pertumbuhan pascatrauma."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Yunita Suryaputri
"Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh citra tubuh terhadap kepuasan perkawinan Wanita dan pria dewasa lnuda yang dimediasi oleh frekuensi hubungan seksual dan kepuasan seksual. Penulis memprediksi citra tubuh akan meningkatkan frekuensi seksual yang kemudian meningkatkan kepuasan seksual lalu kepuasan perkawinan. Namun karena perbedaan peran gender, penelitian ini memprediksi citra tubuh akan berpengaruh terhadap kepuasan perkawinan Wanita melalui peningkatan frekuensi hubungan seksual lalu kepuasan seksualnya, sedangkan pada pria, citra tubuh diprediksi berpengaruh terhadap kepuasan perkawinan tidak melalui meningkatnya frekuensi hubungan seksual hanya melalui kepuasan seksualnya. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif dengan metode kroseksional. Jumlah partisipan dalam penelitian ini ialah 98 partisipan Wanita dan 50 partisipan pria yang bukan merupakan pasangan.
Hasil yang didapat diketahui bahwa variabel citra tubuh, sexual attractiveness, weight concern, Serta physical condition,berpengaruh terhadap kepuasan perkawinan Wanita sebesar 23,3% (R2= O,233), sedangkan pada pria, diketahui bahwa variabel citra tubuh, upper body strenght, physical attractiveness, dan physical condition berpengaruh terhadap kepuasan perkawinannya sebesar 14,4% (R2= O,144). Berbeda dengan prediksi, pada Wanita, citra tubuh berpengaruh terhadap kepuasan perkawinan, tidak melalui frekuensi hubungan seksual namun hanya melalui kepuasan seksual. Sedangkan pada pria, citra tubuh tubuh tidak berpengaruh pada kepuasan perkawinan, baik melalui peningkatan frekuensi hubungan seksual maupun kepuasan seksualnya. Kesirnpulan penelitian ini ialah pada Wanita, citra tubuh berpengaruh pada kepuasan perkawinannya melalui kepuasan seksual sedangkan pada pria citra tubuh tidak berpengaruh terhadap kepuasan perkawinan.

This study is about the role of body image on marital satisfaction in young adult Women and men mediated by sexual frequency and sexual satisfaction. We predict that body image will increase sexual frequency thus sexual satisfaction and marital satisfaction. But, because of gender role differences between men and Women, We predict body image Will affect marital satisfaction through increasing sexual frequency and sexual satisfaction in Women but in men, We predict body image will affect marital satisfaction through sexual satisfaction not sexual frequency. This research is quantitative with cross sectional method. Participants in this research are 98 Women and 50 men, and they were not couple.
The results show, body image variable, sexual attractiveness, Weight concern, and physical condition affected to marital satisfaction in Women about 23,3% (R2= 0,233), in men, body image variable, upper body strenght, physical attractiveness, and physical condition affected to marital satisfaction about l4,4% (R2= O,l44). ln Women, body image components affect marital satisfaction through sexual satisfaction only not sexual frequency. In men, body image components do not affect marital satisfaction through sexual frequency or sexual satisfaction. The summary of this study are in Women, body image affect marital satisfaction through sexual satisfaction, but in men body image do not affect marital satisfaction.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wilya Dhestina
"Meskipun individu yang mengalami pengalaman sulit di masa kecil mendapatkan
beragam dampak negatif, individu juga mungkin mengalami perubahan positif yaitu
pertumbuhan pascatrauma. Individu perlu melewati proses yang dipengaruhi berbagai
faktor untuk dapat mengalami pertumbuhan pascatrauma. Peneliti melakukan analisis
pada 396 data partisipan dewasa muda yang tinggal di berbagai wilayah di Indonesia,
dengan tujuan untuk memeriksa hubungan ruminasi disengaja dan harapan dalam
memprediksi pertumbuhan pascatrauma pada populasi individu dengan pengalaman sulit
sebelum berusia 18 tahun. Partisipan mengisi kuesioner daring berupa Adverse Childhood
Experience Questionnaire untuk mengukur kejadian sulit masa kecil, Event Related
Rumination Inventory mengukur ruminasi disengaja yang dulu dilakukan, Adult State
Hope Scale mengukur keadaan harapan saat ini, dan Posttraumatic Growth Inventory
mengukur besaran pertumbuhan pascatrauma. Hasil analisis regresi linear berganda
menunjukkan bahwa ruminasi disengaja dan harapan dapat memprediksi tingkat
pertumbuhan pascatrauma secara positif dan signifikan. Berdasarkan temuan ini, harapan
dan ruminasi disengaja dapat ditumbuhkan dan diajarkan dalam program intervensi.

Despite survivors of adverse childhood experiences (ACE) have to face a variety of
negative effects, they also have the opportunity to experience positive changes known as
posttraumatic growth (PTG). Survivors of ACE have to pass through a long process
influenced by various factors. Analysis of 396 data on young adult participants living
across Indonesia were performed, with the aim to examine the effect of deliberate
rumination and hope in predicting PTG on a population of individuals experienced
adverse childhood before the age 18. Participants completed an online questionnaire
consisting of Adverse Childhood Experience Questionnaire measuring ACE’s score,
Event Related Rumination Inventory measuring past deliberate rumination’s level, Adult
State Hope Scale measuring the current hope’s level, and Posttraumatic Growth Inventory
measuring the degree of PTG. Multiple linear regression analysis indicated that deliberate
rumination and hope significantly predict the degree of PTG. Intervention strategies using
hope and deliberate rumination are further discussed.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Azura
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dua tipe ruminasi (intrusive dan deliberate) terhadap posttraumatic growth pada remaja yang mengalami pengalaman buruk. Ruminasi merupakan pemikiran yang berulang-ulang mengenai suatu pengalaman, sementara posttraumatic growth merupakan perubahan psikologis positif sebagai hasil perjuangan menghadapi situasi hidup yang amat menantang. Dalam penelitian ini digunakan tiga instrumen: Ceklis Pengalaman Buruk, Event Related Rumination Inventory (ERRI), dan Posttraumatic Growth Inventory Revised for Children and Adolescents (PTGI-R-C). Sebanyak 276 remaja usia 13-19 tahun berpartisipasi dalam penelitian ini. Ditemukan bahwa kedua tipe ruminasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap posttraumatic growth. Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa pengaruh intrusive rumination terhadap posttraumatic growth dimediasi oleh deliberate rumination.

The objective of the present study was to investigate the effect of two types of rumination (intrusive and deliberate) on posttraumatic growth among adolescents who experienced negative events. Three instruments were used in this study: Negative Experience Checklist, Event Related Rumination Inventory (ERRI), and Posttraumatic Growth Inventory Revised for Children and Adolescents (PTGI-R-C). 276 adolescents age of 13-19 years old participated in this study. The result of this study showed that both types of rumination positively and significantly affect posttraumatic growth. Mediation analysis revealed that the effect of intrusive rumination to posttraumatic growth is mediated by deliberate rumination."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59004
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Aulia Rifianti
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai dinamika antara disclosure, reaksi sosial, dan posttraumatic growth pada mahasiswi penyintas kekerasan seksual. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan partisipan mahasiswi sebanyak 42 orang. Posttraumatic growth diukur menggunakan Posttraumatic Growth Inventory (PTGI; Tedeschi & Calhoun, 1996) dan reaksi sosial diukur menggunakan Social Reactions Questionnaire-Shortened (SRQ-S; Ullman et al., 2017). Disclosure diukur berdasarkan jumlah penerima disclosure yang dilakukan penyintas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa disclosure tidak memiliki hubungan dengan posttraumatic growth. Masing-masing jenis reaksi sosial memiliki hubungan yang unik dengan posttraumatic growth, dimana reaksi sosial positif dan unsupportive acknowledgment memiliki hubungan positif yang signifikan dengan posttraumatic growth, dan reaksi sosial turning against tidak memiliki hubungan negatif dengan posttraumatic growth. Terakhir, penelitian menemukan bahwa reaksi sosial positif dapat memprediksi posttraumatic growth pada mahasiswi penyintas kekerasan seksual.

The purpose of this study is to examine the relationship between disclosure, social reactions, and posttraumatic growth among female college student survivors of sexual assault. This study uses quantitative approach, involving 42 female college students as participants. Posttraumatic growth was measured using Posttraumatic Growth Inventory (PTGI; Tedeschi & Calhoun, 1996) and social reactions was measured using Social Reactions Questionnaire-Shortened (SRQ-S; Ullman et al., 2017). Disclosure was measured based on the number of disclosure recipients. The result shows that there is no significant relationship between disclosure and posttraumatic growth. Each type of social reactions shows different relationship to posttraumatic growth, positive social reactions and unsupportive acknowledgment social reactions have significant positive relationships with posttraumatic growth, and turning against social reactions shows no significant relationship with posttraumatic growth. Finally, positive social reactions also predict posttraumatic growth among female college student survivors of sexual assault.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farrahdilla
"Kekerasan seksual terhadap perempuan di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan merupakan isu yang jarang didiskusikan dalam lingkup publik dan akademik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengisi kekosongan tersebut dengan menyelidiki aspek-aspek yang relevan, seperti faktor penyebab, respons penyintas, hingga respons organisasi kemanusiaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kriminologi feminis-kualitatif dalam bentuk studi kasus. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan semi-terstruktur dengan dua perempuan penyintas. Penelitian ini menggunakan teori feminis radikal untuk menjelaskan bagaimana kekerasan seksual terhadap perempuan tidak terlepas dari peran sistem patriarki dalam mewujudkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur patriarki di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan muncul dalam bentuk dominasi laki-laki dan sistem seks/gender yang kemudian melanggengkan kekuasaan laki-laki atas perempuan. Hal tersebut melemahkan perempuan dan menyebabkan berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan, seperti seksisme dan misogini yang kemudian menghasilkan rape culture. Penelitian ini menemukan bahwa rape culture merupakan penyebab utama kekerasan seksual di lingkungan kerja aktivis kemanusiaan. Salah satu bentuk rape culture terlembaga yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pembungkaman terhadap perempuan penyintas kekerasan seksual. Pembungkaman yang ditemukan dalam penelitian ini dilakukan oleh organisasi kemanusiaan dalam berbagai strategi dan bentuk. Hal ini kemudian mendorong para perempuan penyintas kekerasan seksual untuk melakukan resistensi terhadap rape culture yang terlembaga sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap ketidakadilan.

Sexual violence against women in the work environment of humanitarian activists is an issue that is rarely discussed in public and academic spheres. Therefore, this study aims to fill this gap by investigating relevant aspects, such as the contributive factors, survivors' responses, and humanitarian organizations’ responses. The method used in this research is feminist-qualitative criminology in the form of a case study. The data was collected through in-depth and semi-structured interviews with two women survivors. This research utilized radical feminist theory to explain how sexual violence against women is inseparable from the patriarchal system’s role in perpetuating inequality between men and women. The results of this research show that the patriarchal structure in the work environment of humanitarian activists manifests in the form of male dominance and the sex/gender system, which then perpetuates men’s power over women. This weakens women and leads to various forms of discrimination against women in the work environment of humanitarian activists, such as sexism and misogyny, which then caused rape culture. This research reveals that rape culture is the main cause of sexual violence in the work environment of humanitarian activists. One form of institutionalized rape culture found in this study is the silencing against women survivors. The silencing found in this study is carried out by humanitarian organizations through various strategies and forms. This subsequently encourages women survivors of sexual violence to resist the institutionalized rape culture as a way to fight against injustice."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Novitasari
"

Masalah citra tubuh menjadi hal penting bagi remaja ketika berjuang mencari jati diri sesuai tugas perkembangannya. Body shaming atau ejekan orang lain merupakan bagian dari faktor sosiokultural yang sedang popular di kalangan remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran citra tubuh, self-efficacy,dan strategi koping serta mengetahui hubungan antara citra tubuh, self-efficacy, dan strategi koping pada remaja korban body shaming. Penelitian dengan metode kuantitatif jenis deskriptif-korelasi dengan menggunakan pendekatan cross-sectional ini melibatkan 168 siswa yang dipilih melalui screening body shaming, dengan teknik pusposive sampling. Alat ukur pada penelitian ini yaitu Body Shape Questionnaire-16 (BSQ-16), General Self-Efficacy, dan The Ways of Coping yang sudah diuji validitas dan reliabilitas. Hasil analisis bivariat menggunakan uji Chi Square menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara citra tubuh dengan self-efficacy (p value: 0.000). Selain itu, terdapat hubungan yang bermakna antara self-efficacy dengan strategi koping (p value: 0.001). Namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara citra tubuh dengan strategi koping  (p value: 0.124). Implikasi penelitian terhadap pelayanan keperawatan ialah pentingnya mengefektifkan peran bimbingan konseling untuk memperhatikan perkembangan remaja. Penelitian ini merekomendasikan pada institusi pendidikan, institusi kesehatan, dan orang tua untuk memberikan edukasi secara tatap muka mengenai citra tubuh dan pengenalan terkait perubahan yang dialami remaja.

 


Problem concerning body image is crucial for teenagers during their stage of developmental to search their identity. Body shaming is part of sociocultural factors affecting adolescent’s body image. This study aims to analyze the relationship between body image, self-efficacy, and coping strategies in adolescent victims of body shaming. The research used descriptive-correlation quantitative method with a cross-sectional approach involving 168 high school students, which was obtained through screening body shaming, with a purposive sampling technique. Measuring instruments in this study are Body Shape Questionnaire-16 (BSQ-16), General Self-Efficacy, and The Ways of Coping that have been tested for validity and reliability. The results of bivariate analysis using the Chi Square test revealed that there were a significant relationship between body image and self-efficacy (p value: 0.000). In addition, there is a significant relationship between self-efficacy and coping strategies (p value: 0.001). The results of the research analysis also showed that there was no significant relationship between body image and coping strategies (p value: 0.124). The implication of this study is the importance of streamlining the role of counseling to pay attention to adolescent development. It’s recommended to provide face-to-face education about body image and introduction to change experienced by adolescents.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Ariyanto
"Pada saat remaja, seorang individu mengalami berbagai perubahan yang menyangkut aspek fisik, kognitif, serta psikososial. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara citra tubuh dengan perilaku seksual dalam berpacaran. Rice (1999) menjelaskan bahwa pada tahap remaja individu lebih memperhatikan tubuhnya dibandingkan tahap perkembangan lain. Seiring dengan perubahan pada tubuhnya tersebut, kebutuhan emosional remaja juga beralih dari orang tua kepada peer, sehingga muncul pengalaman jatuh cinta melalui proses berpacaran. Berpacaran sendiri menyediakan kesempatan besar kepada individu untuk melakukan perilaku seksual. Jenis perilaku seksual yang dilakukan menurut Duvall dan Miller (1985) adalah: touching, kissing, petting, dan sexual intercourse.
Dalam memilih pasangan untuk berpacaran, faktor citra tubuh memegang peranan penting. Menurut Scharlot dan Christ (dalam Thompson, 1996) individu yang memiliki penampilan menarik akan menerima ajakan berpacaran lebih banyak dibandingkan individu yang berpenampilan tidak menarik. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pacaran menyediakan kesempatan besar untuk melakukan perilaku seksual. Menurut Garner (1997), perilaku seksual dan citra tubuh saling mempengaruhi. Ackard, Kearney-Cooke dan Peterson (2000) menjelaskan bahwa wanita yang merasa senang dengan bentuk tubuhnya lebih sering melakukan hubungan seksual, mencapai orgasme, lebih sedikit berpura-pura orgasme, merasa lebih nyaman mencoba aktivitas seksual yang baru, serta merasa lebih yakin dalam kemampuan mereka dalam memuaskan pasangan.
Meskipun demikian, penelitian ini tidak menunjukkan hasil yang sama. Dengan mengambil sampel 138 mahasiswi UI dari 12 fakultas dengan rentang usia 18-22 tahun hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara citra tubuh dengan perilaku seksual dalam berpacaran. Meskipun demikian, jumlah berapa kali partisipan berpacaran serta lama berpacaran menunjukkan hubungan yang signifikan dengan perilaku seksual dalam berpacaran. Dengan kata lain, semakin banyak jumlah pengalaman berpacaran individu, atau semakin lama hubungan pacaran tersebut berlangsung, maka akan semakin banyak pula jenis perilaku seksual dalam berpacaran yang dilakukan.

During adolescent period, a person would face many changes, include changes in physical, cognitive, and psychosocial aspects. This research tried to see the correlation between body image and sexual behavior in dating among adolescent. Rice (1999) explained that during adolescent, a person pays more attention to his or her body than other period in life. Along with those body changes, adolescent emotional need shift from their parents to their peers. With their peers, adolescent would face experience with love throughout dating that provides opportunity for adolescent to engage in sexual behavior. There are four types of sexual behavior according to Duvall and Miller (1985): touching, kissing, petting, and sexual intercourse.
In choosing their partner for dating, body image plays an important role. Scharlot and Christ (in Thompson, 1996) explained that person who look better would receive more dating offer than those who look less. Earlier has been said that dating provide opportunity for engaging in sexual behavior. Garner (1997) explained that body image and sexuality influence each other. According to Ackard, Kearney-Cooke and Peterson (2000) a person who feel that they have positive body image would engage in more sexual intercourse, reach orgasm more often, less faking, more comfortable in engaging new sexual experience, and more confident in satisfying their partner. This research however, show a different results. Subjects are 138 students from 12 faculties in Universitas Indonesia with age ranging from 18 to 22 years old.
The result indicates that there is no significant correlation between body image and sexual dating behavior. But other result indicates that the number of dating participants had been through and participants dating period have significant correlations with sexual dating behavior. In other words, more often the person had been dating and the longer their period of dating, there would be more type of sexual behavior they?re engaging."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
155.2 ARI h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaili Oktaviani Faozan
"Tulisan ini membahas komodifikasi nilai religiusitas pada tubuh perempuan berhijab sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan ditinjau dari perspektif kriminologi dan feminisme radikal. Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana kritis Norman Fairclough untuk melihat unsur kekerasan terhadap perempuan dalam teks. Dengan penelitian ini, peneliti berupaya menunjukkan bahwa budaya populer merupakan arena terjadinya media misogini yang lekat dengan kekerasan terhadap perempuan. Annisa Magazine menghadirkan komodifikasi nilai religiusitas yang dilekatkan dengan komodifikasi tubuh perempuan sebagai bentuk objektifikasi, komodifikasi, dan pemenuhan unsur male gaze pada tubuh perempuan. Mitos kecantikan juga dibentuk untuk melanggengkan kekuasaan patriarki dalam segala aspek. Hal ini merupakan kekerasan terhadap perempuan dan bagian dari objek studi kriminologi yang membahas mengenai korban.

This thesis discusses the commodification of religiosity value on the body of women who wear hijab as a form of violence against women in criminological and a radical feminism perspective. This study uses the critical discourse analysis method by Norman Fairclough to see the elements of violence against women in text. Within this study, the researcher attempted to show that the popular culture is the arena of media mysogyny that is inherently related with violence against women. Annisa Magazine presents the commodification of women’s body as a form of objectification, commodification and compliance of male gaze’s elements on the women’s body. Beauty myth is also set up to preserve the power of patriarchy in all aspects. It is violence against women and a part of the object of criminology that discuss the victim."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>