Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86391 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aji Said Muhammad Iqbal Fajri
"

Di akhir abad ke-20, Uni Eropa mulai menyusun kerangka kerja sama energi terbarukan guna menjawab masalah kolektif terkait suplai energi dan perubahan iklim. Berbagai literatur kemudian muncul beriringan dengan perkembangan kerja sama energi terbarukan di Uni Eropa tersebut. Tulisan ini bertujuan untuk meninjau perkembangan literatur kerja sama energi terbarukan di Uni Eropa dengan menggunakan 83 literatur yang terakreditasi secara internasional. Dengan menggunakan metode taksonomi, literatur-literatur tersebut dibagi ke dalam empat tema umum, yakni (1) konseptualisasi kerja sama energi terbarukan di Uni Eropa, (2) ragam kepentingan kerja sama energi terbarukan di Uni Eropa, (3) aktor berpengaruh dalam kerja sama energi terbarukan di Uni Eropa, dan (4) persepsi aktor eksternal terkait kerja sama energi terbarukan di Uni Eropa. Tinjauan pustaka ini berupaya untuk menganalisis konsensus, perdebatan, dan kesenjangan literatur dari literatur-literatur yang dibahas. Tulisan ini menyingkap fakta bahwa kerja sama energi terbarukan di Uni Eropa menggambarkan kuatnya preskripsi intergovernmentalism dalam proses integrasi Eropa karena masih sentralnya peran negara dalam membentuk dan melaksanakan kerja sama energi terbarukan. Oleh sebab itu, kerja sama energi terbarukan akan memberikan tantangan bagi integrasi Eropa untuk dapat menyeimbangkan kepentingan negara anggota Uni Eropa dan solusi teknokratik terkait masalah suplai energi dan perubahan iklim.


At the end of the 20th century, the European Union has begun to develop frameworks for renewable energy cooperation to address collective problems related to energy supply and climate change. Various literatures then emerged along with the development of renewable energy cooperation in the European Union. This paper aims to review literature development regarding the renewable energy cooperation in the European Union by using 83 international accredited literatures. Using taxonomy method, the literatures are divided into four general themes, which are (1) conceptualization of renewable energy cooperation in the European Union, (2) variety of interests of renewable energy cooperation in the European Union, (3) influential actors within renewable energy cooperation in the European Union, and (4) the perception of external actors regarding renewable energy cooperation in the European Union. This literature review seeks to analyze the consensus, debates, and literature gap from the literatures that are being reviewed. This paper found that renewable energy cooperation in the European Union illustrates the strength of intergovernmental prescriptions in the European integration process because of state’s centrality in creating and implementing renewable energy cooperation. Accordingly, renewable energy cooperation will present a challenge for European integration in order to balance the interests of European Union’s member states and technocratic solutions related to the problem of energy supply and climate change.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Auzan Shadiq
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi politik dan dampak ekonomi yang muncul akibat pengenaan sanksi oleh Uni Eropa kepada Rusia pada kerja sama energi nuklir Uni Eropa-Rusia (2013-2018). Pada tahun 2014 Krimea menyatakan mengintegrasikan diri ke Federasi Rusia, dan menyatakan memisahkan diri dari Ukraina. Rusia menerima Krimea, meskipun Rusia dan Ukraina telah menandatangani Budapest Memorandum tahun 1994 tentang jaminan atas pengakuan wilayah Ukraina. Tindakan politik tersebut mendapat respons dari aliansi negara-negara Barat yang terdiri dari Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, Australia dan Jepang dengan cara mengenakan sanksi terhadap Rusia. Pemberian sanksi diplomatik dan sanksi ekonomi tersebut tampaknya tidak berlaku untuk sektor-sektor lainnya, diantaranya dalam bidang kerjasama energi nuklir.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan dukungan data primer dan sekunder. Dalam penelitian ini dipertanyakan mengapa sanksi Uni Eropa terhadap Rusia secara politik berimplikasi pada kebijakan kerja sama di bidang energi nuklir pada tahun 2014, serta bagaimana dampak ekonomi yang ditimbulkan dalam bidang kerja sama energi nuklir di Rusia setelah tindakan pembatasan oleh EU pada tahun 2014.
Analisis pembahasan tentang permasalahan tersebut akan dilakukan dengan menggunakan Organization Process Paradigm, International Sanction Theory, dan Regional Security Complex Theory. Penelitian ini menemukan bahwa implikasi politik yang ada pada pengenaan tindakan pembatasan atau sanksi Uni Eropa terhadap Rusia ialah karena adanya sifat ketergantungan yang besar terhadap bahan bakar nuklir Rusia oleh Uni Eropa, sedangkan dampak ekonomi yang muncul ialah menurunnya angka neraca perdagangan energi nuklir Rusia terhadap Uni Eropa akibat proyek diversifikasi nuklir Eropa (ESSANUF).

The objective of this research is to analyzed the political implications and the economic impact that appears as a result of imposed sanctions by the European Union toward Russia on the nuclear energy cooperation between European Union and Russia (2013-2018). In 2014 Crimea stated themselves to integrate with the Russian Federation, and seceded from Ukraine. Russia accept Crimea, even though Russia and Ukraine had signed the Budapest Memorandum in 1994 regarding the assurance of the Ukraine territory recognition. The political action got the respond from the Western Alliance which consist of the United States of America, Canada, European Union, Australia and Japan by imposed sanctions toward Russia. Those diplomatic and economic sanctions are likely not applicable to the other sectors, for instance in the field of nuclear energy cooperation.
This research used a qualitative method which supported by primary and secondary data. This research questioned why did the European Union's economic sanctions toward Russia politically implicated with the nuclear energy cooperation policy in 2014, and how did the economic impact which inflicted in the field of nuclear energy cooperation in Russia after the restrictive measures taken by European Union in 2014.
The discussion part of this research will be conducted with the Organization Process Paradigm, International Sanction Theory, and the Regional Security Complex Theory. This research found that the political implications which exist in the European Unions's restrictive measures or sanctions is because of the large dependency nature of the European Union toward the Russian nuclear fuel, at the same time the economic impact which appear is the decline of the Russian nuclear energy trade balance toward European Union as a result of the European Supply of Safe Nuclear Fuel project (ESSANUF).
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T54119
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vitri Mayastuti
"Tesis ini berupaya mengetahui mengapa AS dan Uni Eropa mengalami kesulitan untuk melakukan kerja sama di bidang kontra-teror. Tesis ini kemudian berusaha melihat bagaimana suatu aktor keamanan menyusun strategi kontra-terornya melalui kacamata budaya strategis dan bagaimana budaya strategis yang tidak kompatibel di antara dua aktor keamanan ini akan menyulitkan mereka untuk bekerja sama. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini adalah hanya ketika kedua aktor keamanan sama-sama merasa terancam identitasnya atau ketika kedua aktor keamanan sama-sama tak terancam identitasnya, maka mereka baru bisa melakukan kerja sama kontra-teror dengan lebih mulus.

The purpose of this thesis is to explain why the US and European Union have difficulties to build cooperation in counter-terrorism. This thesis then tries to comprehend how a security actor builds its counter-terrorism strategy using strategic culture's point of view and how strategic culture incompatibility would complicate these two security actors for cooperating in counter-terrorism. This research is using qualitative method and suggests that only when both security actors perceive their identity is under threat or only when both security actors don't perceive their identity is under threat, then they can cooperate in counterterrorism more easily."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30444
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Khusnul Laili Marwansyah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan di balik kerja sama Turki dan Uni Eropa dalam mengatasi pengungsi Suriah. Selain beberapa alasan yang mendasari terjadinya kerja sama antar keduanya, penelitian ini juga memaparkan mengenai bentuk-bentuk kerja sama yang dilakukan oleh Turki dan Uni Eropa untuk menanggulangi permasalahan pengungsi Suriah tersebut. Berdasarkan data UNHCR tahun 2018, Turki menjadi negara yang menerima pengungsi Suriah paling banyak dibandingkan negara tetangga Suriah lainnya. Akibat penerapan kebijakan pintu terbuka (Open Door Policy) yang dilakukan Turki, jumlah pengungsi Suriah semakin bertambah setiap tahun hingga akhirnya masuk ke negara-negara di kawasan Uni Eropa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Turki menjalin kerja sama bilateral dengan Uni Eropa salah satunya dengan cara meminta bantuan luar negeri kepada Uni Eropa. Kesediaan Uni Eropa memberikan bantuan kepada Turki disertai dengan beberapa motif demi menguntungkan pihak Uni Eropa. Penjabaran mengenai alasan dan bentuk kerja sama antara Turki dan Uni Eropa dianalisis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis. Untuk mengetahui apa saja bentuk bantuan yang diberikan sebagai upaya kerja sama antara Turki dan Uni Eropa, maka digunakan teori kerja sama internasional (international cooperation). Sementara untuk mengetahui alasan di balik kerja sama tersebut digunakan konsep pendekatan berupa motif (motives). Data diperoleh melalui literatur yang sudah tersedia karena termasuk dalam penelitian kepustakaan. Penelitian ini menemukan hasil bahwa bentuk kerja sama Turki dan Uni Eropa dalam upaya mengatasi pengungsi Suriah meliputi dikeluarkannya kebijakan untuk mengontrol laju arus pengungsi Suriah yang masuk ke wilayah Turki dan Uni Eropa. Selain itu, bentuk kerja sama lainnya ialah pemberian bantuan luar negeri oleh Uni Eropa kepada Turki untuk para pengungsi Suriah. Sementara alasan dilakukannya kerja sama di antara keduanya ialah mencakup enam kategori motif: kemanusiaan, ekonomi, stratejik, identitas, ideologi, dan kondisi lingkungan.

The aim of this study is to find out the motives behind Turkey and European Union cooperation in dealing with Syrian refugees. In addition, this study also explained the forms of cooperation carried out by Turkey and European Union in dealing with the problems of Syrian refugees. Based on UNHCR data in 2018, Turkey was the country that hosted Syrian refugees the most, compared to other neighboring Syrian countries. As a result of the implementation of the Open Door Policy carried out by Turkey, the number Syrian refugees continued to increase every year as they finally reached some other countries in the European Union. To overcome this problem, Turkey has made a bilateral cooperation with the European Union one of which is by requesting foreign aid to the European Union. The willingness of the European Union to provide assistance to Turkey is accompanied by several motives to benefit the European Union. The description of the reasons and forms of cooperation between Turkey and the European Union is analyzed using qualitative research methods with a descriptive analysis approach. To find out what forms of assistance are provided as collaborative efforts between Turkey and the European Union, the theory of international cooperation is used. While to find out the reasons behind this cooperation, the concept of approach is used in the form of motives. Data is obtained through literature that is already available because it is included in library research. This study found results that form the cooperation of Turkey and the European Union in an effort to overcome Syrian refugees including the issuance of policies to control the flow of Syrian refugees entering the territory of Turkey and the European Union. In addition, another form of cooperation is the provision of foreign aid by the European Union to Turkey for Syrian refugees. While the reason for the cooperation between both of them contained six categories of motives: humanitarian, economical, strategic, ideology, identity, and environment."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basudewo Jati Kusumo
"Di era kontemporer seperti sekarang, sumber energi merupakan salah satu aspek penting dalam kebijakan luar negeri serta kebijakan keamanan nasional. Negara melihat keamanan energi sama pentingnya seperti keamanan militer dan ekonomi. Kebijakan energi telah menjadi tidak terpisahkan dari kebijakan luar negeri dan kebijakan keamanan. Dalam melihat dinamika politik luar dan dalam negeri Rusia kita perlu memahami krusialnya peran energi. Rusia merupakan sebuah contoh dari negara yang dinamika ekonomi politiknya bergantung terhadap ekspor energi karena merupakan salah satu penghasil komoditas energi terbesar di dunia.Rusia bergantung terhadap pendapatan dari penjualan gas untuk menyokong perekonomiannya, walaupun begitu penjualan gas Rusia bergantung terhadap pasar Uni Eropa. Di sisi lain Uni Eropa terhadap pasokan gas dari Rusia untuk memenuhi kebutuhan energinya yang menjadikan Uni Eropa rentan terhadap senjata energi Rusia. Tulisan ini bertujuan untuk memahami mengapa entitas sebesar Uni Eropa yang memiliki kekuatan agregat yang lebih besar tetap rentan terhadap senjata energi Rusia. Dengan melakukan tinjauan terhadap empat puluh satu literatur melalui metode taksonomi, ditemukan bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan kerentanan energi Uni Eropa teerhadap Rusia, faktor pertama yaitu dominasi energi Rusia di Eropa, lalu faktor yang kedua adalah tidak adanya satu suara di Uni Eropa. Tulisan ini berargumen bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap kerentanan energi Uni Eropa adalah faktor politik luar negeri Rusia di era Putin. Terlihat bahwa Rusia berusaha untuk menggunakan berbagai cara termasuk kekuatan cadangan energinya menjadi 39;instrumen 39; kebijakan luar negeri, dan dengan melihat contoh-contoh penggunaan energi sebagai instrumen kebijakan luar negerinya menjadikan dalam sejarahnya Rusia tidak segan-segan untuk menggunakan senjata energi melalui penaikan harga gas secara mendadak, dan gangguan pasokan gas kepada negara-negara konsumennya. Hal ini menjadikan Uni Eropa rentan terhadap serangan senjata energi Rusia karena Rusia memiliki political will untuk menggunakan keunggulan dalam bidang energinya untuk mencapai kebijakan luar negeri dan mengamankan kepentingan nasionalnya. Dengan tidak takutnya Rusia untuk menggunakan senjata energi meskipun dengan resiko kehilangan pendapatan energi dari penjualan energi dan rusaknya citra Rusia sebagai pemasok gas yang terpercaya maka tidak menutup kemungkinan Rusia akan menggunakan senjata energinya.

In today's contemporary era, energy sources are an important aspect of foreign policy and national security policy. Countries see energy security as important as military and economic security. Energy policy has become inseparable from foreign policy and security policy. In looking at the dynamics of Russia's external and internal politics we need to understand the crucial role of energy. Russia is an example of a country whose dynamics of its political economy depend on energy exports because it is one of the world's largest producers of energy commodities. Russia is dependent on revenue from gas sales to support its economy. Russia's gas sales, however, depend on the European Union (EU) market. On the other side of the EU's gas supply from Russia to meet its energy needs that make the EU vulnerable to Russian energy weapons. This paper aims to understand why EU, who have larger aggregate powers remain vulnerable to Russian energy weapons. By reviewing forty-one literatures through taxonomic methods, it was found that there are two factors that caused the EU's energy vulnerability to Russia, the first factor is Russian energy dominance in Europe, and the second factor is the the split in the EU. This paper argues that the most influential factor on EU energy vulnerability is Russia's foreign policy factor in the Putin era. We can see Russia trying to use various means including the power of its energy reserves to 'instruments' foreign policy, and by looking at examples of energy use as its foreign policy instrument made history in Russia not to hesitate to use energy weapons through gas price increase abrupt, and disruption of gas supply to its consumer countries. This makes the EU vulnerable to Russian energy weapons attacks because Russia has the political will to use its energy advantage to achieve foreign policy and secure its national interests. With no fear of Russia to use energy weapons despite the risks of losing energy income from energy sales and damaging Russia's image as a reliable gas supplier, it is not impossible for Russia to use its energy weapons."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Yudhistira Henuhili
"Selama beberapa dekade terakhir, terjadi peningkatan perdebatan mengenai kedaulatan dalam kajian Ilmu Hubungan Internasional. Salah satu titik krusial yang mendorong perdebatan ini adalah terbentuknya Uni Eropa melalui Maastricht Treaty pada tahun 1992. Setelah itu, terdapat beragam literatur yang membahas mengenai kedaulatan di Uni Eropa, sehingga diperlukan sebuah kajian kepustakaan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, studi ini memetakan perkembangan literatur mengenai kedaulatan di Uni Eropa pasca Maastricht Treaty. Dari tiga puluh artikel jurnal/buku/chapter edited volume yang dikaji, terdapat empat tema besar yaitu (1) karakteristik kedaulatan di Uni Eropa; (2) dinamika kedaulatan dalam kebijakan di Uni Eropa: antara intergovernmentalisme dan supranasionalisme (3) faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap perubahan bentuk kedaulatan di Uni Eropa dan (4) kritik terhadap penerapan kedaulatan di Uni Eropa. Setelah melakukan pemetaan dan analisis literatur, kajian kepustakaan ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, karakter kedaulatan di Uni Eropa memiliki penafsiran yang berbeda-beda, mulai dari kedaulatan dipandang disatukan (pooled sovereignty), dibagi (shared sovereignty), hingga dianggap masih berada di negara. Kedua, penerapan kedaulatan dalam tatanan praktis dalam level kebijakan di Uni Eropa dapat bertahan maupun berubah, menyesuaikan preferensi negara-negara anggotanya. Ketiga, penerimaan negara terhadap beragam bentuk kedaulatan di Uni Eropa dipengaruhi oleh faktor ekonomi, faktor interdependensi, dan faktor keamanan. Keempat, dinamika serta cara pandang terhadap kedaulatan di Uni Eropa tampaknya dipengaruhi oleh fenomena-fenomena empirik atau perkembangan yang terjadi di Uni Eropa. Terakhir, dari keseluruhan literatur, studi ini mengindentifikasi celah literatur yang terdapat dalam sedikitnya analisis mengenai kedaulatan dalam kebijakan di Uni Eropa, serta kurangnya studi komparatif yang membandingkan kedaulatan di Uni Eropa dengan kedaulatan dalam entitas politik lainnya.

Over the last few decades, the topic of Sovereignty has been increasingly discussed in International Relations. One of the crucial factors leading to the debate was the establishment of the European Union through the enactment of Maastricht Treaty in 1992. As an effect, various literature discussing sovereignty in the European Union emerged and subsequently neccessitates a literature review on it. This study mapped various literature on sovereignty in the European Union after Maastricht Treaty. By taking into account thirty journal articles/books/chapters of edited volume, this study found four major themes in the literature: (1) the characteristics of sovereignty in the European Union; (2) the dynamics of sovereignty in the European Union policies: between intergovernmentalism and supranationalism; (3) the factors influencing the acceptance of the changing form of sovereignty in the European Union; and (4) the critiques on the implementation of sovereignty in the European Union. After mapping and analyzing the literature, this study found several important points. First, the characters of sovereignty in the European Union result in various interpretations such as pooled sovereignty, shared sovereignty, and sovereignty that are embedded within member states. Second, the implementation of sovereignty in the European Union policies could both be static or dynamic, depending on the member states' preferences. Third, member states’ acceptance of various sovereignty forms in the European Union are influenced by economic, interdependence, and security factors. Fourth, the dynamics of the sovereignty in the European Union are perceived to be influenced by events happening in the European Union. Lastly, this study identifies several literature gaps on the lack of literature analyzing sovereignty aspect of European Union’s policies and the minimum amount of comparative studies between sovereignty in the European Union and sovereignty in other political entities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Safira
"

Skripsi ini membahas bentuk diskriminasi yang dilakukan oleh Uni Eropa melalui kebijakan Renewable Energy Directive (RED) terhadap komoditi sawit yang berdampak pada negara produsen sawit diantaranya Indonesia dan Malaysia. Uni Eropa melakukan bentuk diskriminasi melalui skema Indirect Land Use Change (ILUC) dan sertifikasi sebagai syarat diberlakukannya RED. Skema ILUC memberikan hambatan non-tarif dan  hambatan tarif. Komoditi sawit dikategorikan sebagai komoditi High Risk karena memiliki nilai ILUC yang tinggi, hal ini bedampak pada penurunan nilai jual sawit di Uni Eropa. Selain skema ILUC, sertifikasi Certification of Sustainable Palm Oil (CSPO) RED juga memberikan hambatan non-tarif yang membatasi masuknya komoditi sawit ke pasar Uni Eropa, hal ini dikarenakan sertifikasi CSPO-RED bersifat wajib bagi komoditi yang akan masuk kedalam pasar Uni Eropa. Kedua hambatan tersebut merugikan Malaysia dan Indonesia sebagai eksportir terbesar sawit ke Uni Eropa. Indonesia dan Malaysia dirugikan karena terkena dampak tarif biaya dari skema ILUC sehingga menurunkan harga jual minyak sawit, selain itu Malaysia dan Indonesia juga dirugikan dengan tidak diakuinya sertifikasi lokal MSPO dan ISPO yang tidak berbeda jauh dari CSPO-RED. Diskriminasi yang dilakukan oleh RED Uni Eropa dalam skripsi ini penulis jelaskan menggunakan analisis teori proteksionisme oleh Levy dan mengaitkannya langsung dengan prinsip Non-diskriminasi World Trade Organization (WTO). Bentuk proteksionisme RED Uni Eropa dianalisa berdasarkan tingkat transparansinya (Intentional), Incidental, dan Instrumental Protectionism.



This thesis discusses the forms of discrimination carried out by the European Union through the Renewable Energy Directive (RED) policy on palm oil commodities that have an impact on palm producing countries including Indonesia and Malaysia. The European Union carries out forms of discrimination through the Indirect Land Use Change (ILUC) scheme and certification as a condition for the enactment of RED. The ILUC scheme provides non-tariff barriers and tariff barriers. The palm oil commodity is categorized as a High Risk commodity because it has a high ILUC value, this affects the decline in the value of palm oil sales in the European Union. In addition to the ILUC certification scheme, the Certification of Sustainable Palm Oil (CSPO) RED also provides non-tariff barriers that limit the entry of palm oil commodities into the European Union market, this is because CSPO-RED certification is mandatory for commodities that will enter the EU market. Both of these obstacles harm Malaysia and Indonesia as the largest exporters of palm oil to the European Union. Indonesia and Malaysia were disadvantaged because they were affected by the cost tariffs of the ILUC scheme, thereby reducing the selling price of palm oil, besides that Malaysia and Indonesia were also disadvantaged by the non-recognition of MSPO and ISPO local certification that did not differ greatly from CSPO-RED. Discrimination conducted by RED of the European Union in this thesis the author explains using the analysis of protectionist theory by Levy and relates it directly to the principle of Non-discrimination World Trade Organization (WTO). The forms of protectionism of the EU RED are analyzed based on the level of transparency (Incentional), Incidental, and Instrumental Protectionism.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Luthfi Mahendra
"Crude Palm Oil (CPO) merupakan komoditas ekspor andalan Indonesia sehingga berhasil menempatkan Indonesia sebagai negara eksportir CPO terbesar di dunia, di mana salah satu tujuan utamanya adalah Uni Eropa. Namun demikian, Uni Eropa justru menerapkan Kebijakan Renewable Energy Directive (RED) I pada tahun 2009 dan dilanjutkan dengan RED II pada tahun 2018 yang berisikan tentang peralihan konsumsi dari energi fosil menjadi energi terbarukan, di mana energi tersebut harus diproduksi dan diolah secara berkelanjutan. Dampaknya, Uni Eropa mulai mengurangi impor CPO dari berbagai negara, termasuk Indonesia, sehingga Kebijakan RED I dan II berpotensi dapat memengaruhi ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa.

Crude Palm Oil (CPO) is Indonesia's main export commodity, which has led Indonesia to become the world's largest CPO exporter, where one of its main destinations is the European Union. However, the European Union implemented the Renewable Energy Directive (RED) I in 2009 and followed with RED II in 2018. These directives aim to transition consumption from fossil fuels to renewable energy sources, requiring sustainable production and processing. As a result, the European Union has started reducing CPO imports from various countries, including Indonesia. Consequently, RED I and II Policies could potentially affect Indonesia's CPO exports to the European Union."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armintaetania
"Meskipun Uni Eropa telah secara eksplisit menyatakan ambisinya untuk mencapai kedaulatan digital pada tahun 2020, pemahaman terhadap istilah tersebut masih minim dan belum familiar. Kajian literatur ini bertujuan untuk memahami perkembangan literatur tentang kedaulatan digital di Uni Eropa dan mengidenfikasi celah yang terdapat dalam berbagai literatur tersebut. Metode pengikutsertaan (inclusion) dan pengecualian (exclusion) digunakan untuk menelusuri literatur yang akan digunakan dalam kajian literatur ini, sedangkan metode taksonomi digunakan untuk mengorganisasikan literatur-literatur yang ditemukan dengan melakukan klasifikasi sesuai dengan tema-tema dominan. Dengan menggunakan 43 literatur, kajian literatur ini menunjukkan bahwa perkembangan literatur tentang kedaulatan digital di Uni Eropa berada dalam tiga kategori bahasan utama, yaitu: (1) konseptualisasi kedaulatan digital di Uni Eropa; (2) strategi kedaulatan digital di Uni Eropa; dan (3) aktor dalam kedaulatan digital di Uni Eropa. Setelah mengkaji berbagai literatur tersebut, kajian literatur ini menemukan bahwa kedaulatan digital merupakan manifestasi dari keinginan Uni Eropa untuk mengatur ruang siber agar selaras dengan nilai-nilai Uni Eropa di tengah persaingan geopolitik antara Amerika Serikat dan Tiongkok, serta dominasi kedua negara tersebut dalam ranah digital. Temuan tersebut menunjukkan bahwa kajian tentang strategi konkret Uni Eropa untuk mencapai kedaulatan digital masih berhubungan erat dengan ranah keamanan dan pertahanan. Perkembangan literatur turut mengidentifikasi bahwa dalam konteks kedaulatan digital di Uni Eropa, kajian tentang hubungan Uni Eropa dengan aktor negara lain masih didominasi oleh hubungannya dengan Amerika Serikat dan Tiongkok. Fenomena tersebut menyingkap celah yang ditemukan dalam berbagai literatur tersebut, seperti minimnya literatur yang membahas tentang strategi konkret Uni Eropa untuk mencapai kedaulatan digital dalam ranah ekonomi, hubungan Uni Eropa dengan negara-negara lain selain Amerika Serikat dan Tiongkok, peran aktor non-negara lain selain perusahaan swasta, hingga siapa sesungguhnya yang berwenang untuk mengatur kedaulatan digital di Uni Eropa. Akhir kata, kajian literatur ini diharapkan dapat berkontribusi dalam memperkaya pemahaman terhadap kedaulatan digital di Uni Eropa sekaligus memberikan rekomendasi praktis terhadap pengimplementasian kedaulatan digital di Uni Eropa.

Although the European Union explicitly declared its ambition to achieve digital sovereignty in 2020, the understanding of this term is still limited and unfamiliar. This literature review aims to understand the development of literature on digital sovereignty in the European Union and identify gaps in the existing literatures. The inclusion and exclusion methods are employed to select relevant literatures for this review, while the taxonomy method is used to organize the identified literatures by classifying them according to dominant themes. Based on the analysis of 43 literature sources, this literature review reveals that the literatures on digital sovereignty in the European Union fall into three main categories of discussion: (1) the conceptualization of digital sovereignty in the European Union; (2) the digital sovereignty strategies in the European Union; and (3) actors in digital sovereignty in the European Union. After examining various literatures, this literature review argues that digital sovereignty is a manifestation of the European Union’s desire to regulate cyberspace in line with European values amidst the geopolitical competition between the United States and China, as well as the dominance of these two countries in the digital realm. These findings highlight the close relationship between concrete strategies for achieving digital sovereignty in the European Union and the domains of security and defense. The literature development also identifies that in the context of digital sovereignty in the European Union, studies on the European Union's relations with other countries are still dominated by its relationship with the United States and China. These occurrences reveal several gaps in these literatures, such as a limited number of literatures have addressed concrete strategies of the European Union to achieve digital sovereignty in the economic domain, the European Union’s relations with countries other than the United States and China, the role of non-state actors besides private enterprises, and the authority responsible for regulating digital sovereignty in the European Union. In conclusion, this literature review is expected to contribute to a better understanding of digital sovereignty in the European Union and provide practical recommendations for the implementation of digital sovereignty in the European Union."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Muzahid
"Uni Eropa memberlakukan kebijakan RED yang berkaitan dengan penerapan keberlanjutan terhadap sumber energi terbarukan dalam. Dalam kajian sebelum RED II menempatkan produk sawit sebagai salah satu penghasil emisi akibat penggunaan Indirect  Land Use Change (ILUC). Hal ini tidak hanya menimbulkan permasalahan pada kuantitas ekpor minyak sawit Indonesia, akan tetapi preseden yang ditimbulkan dari Kebijakan oleh UE tersebut terhadap minyak sawit Indonesia di pasar global. Tujuan penelitian untuk mengetahui apa saja motivasi UE dalam menerapkan kebijakan RED dari sisi sosial, politik dan lingkungan, serta strategi perdagangan Indonesia dengan menggunakan pendekatan intelijen kompetitif. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan melakukan pengumpulan data melalui wawancara dan studi pustaka. Analisis menggunakan pendekatan intelijen kompetitif, Teori Berlian dari Porter, PESTLE dan selanjutnya dilakukan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukan bahwa motif kebijakan RED tidak hanya akibat faktor lingkungan, namun juga terkait dengan politik dan ekonomi. Dalam menghadapi RED Strategi perdagangan Internasional sawit Indonesia dapat dilakukan dengan mengembangkan jalur hilirisasi sawit dalam negeri, mengembangkan SDM, meningkatkan pengawasan dalam implementasi regulasi terkait industri sawit, selanjutnya mengedapankan industri sawit berkelanjutan sebagai counter terhadap kampanye negatif dan kebijakan RED, dengan mengusung dampak sosial yang ditimbulkan dari kebijakan RED jika ekspor sawit ke UE dihentikan, sebagai bagian dari standarisasi berkelanjutan yang memenuhi unsur ekonomi, lingkungan dan sosial. Selain itu, juga dipertimbangkan untuk mengoptimalkan pasar baru, terutama negara-negara yang mengalami peningkatan kebutuhan minyak nabati khususnya sawit, seperti India, Pakistan dan China.

The European Union has implemented the Renewable Energy Directive (RED) policy, which relates to the application of sustainability towards renewable energy sources. In a study prior to RED II, palm oil products were identified as one of the contributors to emissions due to the use of Indirect Land Use Change (ILUC). This not only poses problems for the quantity of Indonesian palm oil exports but also sets a precedent for the Indonesian palm oil industry in the global market due to the policy imposed by the EU. This research aims to identify the motivations of the EU in implementing the RED policy from social, political, and environmental perspectives, as well as to explore Indonesia's trading strategy using a competitive intelligence approach. This research was conducted qualitatively through data collection via interviews and literature review. The analysis utilized the competitive intelligence approach, Porter's Diamond Theory, PESTLE analysis, and SWOT analysis. The research findings indicate that the RED policy is motivated not only by environmental factors but also by political and economic considerations. In facing the RED policy, Indonesia's international palm oil trading strategy can be carried out by advancing the domestic palm oil industries, enhancing human resources, strengthening oversight in implementing regulations related to the palm oil industry, and promoting sustainable palm oil industry as a counter to negative campaigns and the RED policy. This includes highlighting the social impacts that would arise if palm oil exports to the EU were to be stopped as part of sustainable standards that fulfill economic, environmental, and social aspects. Additionally, optimizing new markets, particularly countries with increasing demand for vegetable oils, especially palm oil, such as India, Pakistan, and China need to be considered."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>