Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170028 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vega Mylanda
"Tingginya konsentrasi LDL dalam darah merupakan salah satu penyebab utama penyakit kardiovaskular. Beberapa tahun terakhir, fokus utama pengembangan obat penurun kolesterol adalah obat golongan inhibitor PCSK9 karena hasil terapinya dinilai efektif. Hingga kini, pencarian terhadap inhibitor PCSK9 berupa small molecule masih terus dilakukan agar obat tersebut dapat diadministrasikan secara oral. Saat ini terdapat beberapa small molecule hasil penelitian yang berpotensi sebagai inhibitor PCSK9. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat aktivitas inhibisi Polydatin, THSG, dan Resveratrol terhadap PCSK9 dan pengaruhnya terhadap bagian PCSK9 yang merupakan interface dengan LDLR menggunakan Pep2-8 sebagai model. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penambatan molekuler menggunakan AutoDock dan simulasi dinamika molekuler menggunakan AMBER. Hasil penambatan dan simulasi molekuler menunjukkan ketiga ligan uji membentuk beberapa ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik dengan PCSK9 dengan nilai ΔG, MMGBSA, dan okupansi ikatan hidrogen tertinggi dimiliki oleh Polydatin (-10,11 kkal/mol; -48,8742 kkal/mol; 97,90%), diikuti oleh THSG (-9,64 kkal.mol; -45,3654 kkal/mol; 88,50%), dan Resveratrol (-7,98 kkal/mol; -25,2802 kkal/mol; 62,40%). Analisis simulasi dinamika molekuler Pep2-8 dengan PCSK9 menunjukkan nilai MMGBSA -25,0085 kkal/mol dan okupansi ikatan hidrogen tertinggi 78,30% sementara dengan adanya Polydatin (-35,7223 kkal/mol; 81,70%), dengan adanya THSG (-36,1594 kkal/mol; 69,70%), dan dengan adanya Resveratrol (-41,8656 kkal/mol; 84,50%). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan terjadi perubahan energi ikatan dan ikatan hidrogen dari PCSK9-Pep2-8 dengan dan tanpa adanya ligan uji sehingga ligan uji mampu menghasilkan perubahan di bagian interface PCSK9 dengan LDLR."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aimee Detria Arianto
"Penggunaan antibodi monoklonal, seperti alirocumab dan evolocumab sebagai inhibitor PCSK9 telah disetujui oleh U.S. FDA dan European Medicines Agency karena mampu menurunkan kadar LDL. Tetapi, kedua obat ini hanya dapat diadministrasikan secara parenteral sehingga para peneliti masih mencari alternatif lain untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Pada penelitian ini, senyawa dari golongan tetrahidroisoquinolin, fenilpiperazin, fenilalanin, dan benzofuran digunakan sebagai training set untuk mendapatkan model farmakofor yang berpotensi sebagai inhibitor PCSK9. Tahapan seperti pembuatan model farmakofor, validasi, optimasi, serta penapisan virtual dilakukan melalui LigandScout. Model farmakofor yang terbangkitkan memiliki skor 0,7031 dengan empat fitur farmakofor, yaitu satu AR, satu H, satu HBA, dan satu HBD. Model farmakofor kemudian dioptimasi menggunakan active set dari ligan terpilih dan decoy set dari DUD-E. Optimasi dengan penambahan feature weight sebesar 0,1 terhadap keempat fitur tersebut memberikan hasil validasi terbaik yang ditunjukkan dengan nilai AUC100%, EF1%, EF5%, sensitivitas, dan spesifisitas berturut-turut sebesar 0,93; 34,0%; 6,0%; 1,00; dan 0,79. Hasil penapisan virtual menggunakan model farmakofor tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan kaidah Lipinski’s Rule of Five dengan KNIME. Sebelas senyawa bahan alam dari HerbalDB yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi terapi anti-PCSK9 dalam bentuk sediaan peroral, antara lain morindone, gentisin, mesuaxanthone A, beta-phenethylamine, brazilin, pterofuran, n-cis- feruloyltyramine, bethanidine, 6-methoxykaempferol, gartanin, dan alizarin.

The use of alirocumab and evolocumab as PCSK9 inhibitors has been approved by U.S. FDA and European Medicines Agency because of their ability to reduce LDL levels. However, these monoclonal antibodies must be administered parenterally, so researchers are devising alternative strategies to overcome its limitation. In this study, tetrahydroisoquinoline, phenylpiperazine, phenylalanine, and benzofuran compound groups were used as training sets to obtain a pharmacophore model. The process of making a pharmacophore model, validation, optimization, and virtual screening were done using LigandScout. The generated pharmacophore model scored 0.7031 with four pharmacophore features, namely one AR, one H, one HBA, and one HBD. The model was then optimized using the active and decoy set from DUD-E. Optimization by increasing the feature weight by 0,1 to the four features gave the best validation result as indicated by the values of AUC100%, EF1%, EF5%, sensitivity, and specificity are 0.93; 34.0%; 6.0%; 1.00; 0.79 respectively. The virtual screening results using the optimized model were evaluated based on Lipinski’s Rule of Five with KNIME. Eleven natural compounds from HerbalDB that may be developed into anti-PCSK9 therapy in oral dosage form were obtained, including morindone, gentisin, mesuaxanthone A, beta-phenethylamine, brazilin, pterofuran, n-cis-feruloyltyramine, bethanidine, 6-methoxykaempferol, gartanin, and alizarin."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farissa Luthfia
"

Pendahuluan. Diabetes melitus tipe 2 merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular dengan peningkatan low density lipoprotein sebagai mekanisme utama terjadinya aterosklerosis. PCSK9 adalah regulator reseptor LDL utama sehingga kaitannya dengan aterosklerosis saat ini sedang banyak diteliti. Beberapa studi mengenai hubungan kadar PCSK9 dengan aterosklerosis pada penyandang DM tipe 2 telah tersedia namun bersifat inkonsisten.

Metode. Penelitian ini berbentuk telaah sistematis yang telah didaftarkan di PROSPERO. Penelusuran pustaka sesuai panduan PRISMA dilakukan pada tanggal 18 Juli – 02 September 2020. Setelah dilakukan penilaian risiko bias dengan Newcastle Ottawa Scale kemudian dilakukan telaah naratif pada pustaka yang didapatkan oleh dua penilai independen.

Hasil. Didapatkan 4 studi yang relevan dengan total subjek 430. Tiga studi memiliki kategori kualitas tinggi sementara satu studi dengan kualitas sedang. Hubungan antara kadar PCSK9 dengan aterosklerosis pada penyandang DM tipe 2 didapatkan pada studi oleh Guo dkk. dengan nilai OR: 1,12 (IK 95% 1,041 – 1,204), p: 0,002 dan studi oleh Ma, dkk. dengan p: <0,05. Sementara dua studi lainnya melaporkan tidak ada hubungan antara kadar PCSK9 dengan aterosklerosis pada penyandang DM tipe 2, Cheng, dkk. Melaporkan nilai β: 1,08 (IK 95% -0,59 -2,75) dan Xie, dkk melaporkan nilai p: 0,334 (IK 95% -18 – 10).

Simpulan. Belum ada bukti yang cukup untuk menjelaskan hubungan antara PCSK9 dengan aterosklerosis pada pasien DM tipe 2 sehingga penelitian primer yang bersifat longitudinal dibutuhkan.

 


Introduction. Type 2 diabetes melitus is the leading cause of cardiovascular event with high level of low density lipoprotein as the main predictor marker of atherosclerosis. PCSK9 is playing a role in LDL-receptor regulation, its association with atherosclerosis had been investigated but the result is inconsistent. The aim of this study is to see an association of PCSK9 level with atherosclerosis in people with type 2 diabetes.

Methods. Literature searching was done in July 18 – September 02, 2020 and registered in PROSPERO. Risk of bias of each study was analyzed with Newcastle Ottawa Scale tools. The studies that involved in this study then narratively analyzed by two independent reviewers.

Results. There are 430 subjects involved from 4 studies. Guo, et al. reported that there is a significant association between PCSK9 level with atherosclerosis in type 2 diabetes melitus (OR: 1,12 (CI 95% 1.041 – 1.204), p: 0.002), those association was also reported by Ma et al. with p value <0,05. While a different result came from Xie et al. (p: 0,334 (CI 95% -18 – 10)

And Cheng, et al. (𝛽: 1,08 (IK 95% -0,59 -2,75).

Conclusions. There is still insufficient evidence that show the association between PCSK9 level and atherosclerosis in type 2 DM. Longitudinal primary research is needed to see the association.

Keywords: Atherosclerosis, PCKS9, Type 2 diabetes mellitus

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farissa Luthfia
"Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian tersering diseluruh dunia dengan diabetes mellitus tipe 2 sebagai penyebab tersering, mekanisme yang mendasari adalah adanya peningkatan kolesterol LDL pada keadaan diabetes melitus tipe 2 sehingga menyebabkan terjadinya aterosklerosis. PCSK9 adalah regulator reseptor LDL utama dan prediktor kuat aterosklerosis. Studi mengenai hubungan kadar PCSK9 dengan aterosklerosis pada pasien DM tipe 2 telah tersedia namun bersifat inkonsisten sehingga perlu dilakukan sebuah telaah sistematis. Penelusuran literatur dilakukan melalui Pubmed, Scopus, CINAHL, Proquest, Global index mediscus, perpustakaan Universitas Indonesia dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, studi tambahan didapatkan melalui penulusuran daftar pustaka pada studi yang tersaring. Telaah sistematis dilakukan oleh dua penilai secara independen pada studi observasional dengan terminologi pencarian: PCSK9, type 2 diabetes mellitus. Didapatkan 4 studi yang memenuhi kriteria. Berdasarkan penilaian risiko bias, 3 studi memiliki kualitas tinggi sementara 1 studi memiliki kualitas sedang. Dari 4 studi yang digunakan, didapatkan 1 studi dengan desain kohort dan 3 studi dengan desain potong lintang. Dilakukan telaah naratif pada ke-empat studi tersebut. Dua studi menunjukan adanya hubungan antara PCSK9 dengan aterosklerosis pada DM tipe 2, dengan nilai OR: 1,12 (IK 95% 1,041-1,204), p: 0,002 pada penelitian oleh Guo, dkk serta p <0,05 oleh penelitian dari Ma, dkk. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan PCSK9 dengan aterosklerosis namun pada pasien DM tipe 2 berdasarkan penilaian subanalisa tidak ditemukan hubungan. Berdasarkan telaah sistematis ini, belum didapatkan adanya bukti yang kuat untuk menggambarkan hubungan antara PCSK9 dengan aterosklerosis pada DM tipe 2.

Type 2 diabetes melitus is one of the leading causes of cardiovascular event with high level of low density lipoprotein as the main predictor marker of atherosclerosis. PCSK9 is playing a role in LDL-receptor regulation, its association with atherosclerosis in type 2 DM had been investigated but the result is inconsistent. The aim of this study is to see an association of PCSK9 level with atherosclerosis in Type 2 diabetes patient. Literature searching was made through Pubmed, Scopus, CINAHL, Proquest, Global index mediscus, Universitas Indonesia library and national library of Republic of Indonesia, and several national digital libraries with search terms: PCSK9 and Type 2 Diabetes Mellitus. There are 3 cross-sectional studies and 1 cohort study found through literature searching. According to risk of bias assessment that reviewed by two reviewers independently, 3 of the studies found were classified as a high quality study while 1 study was classified as a moderate study. All the studies narratively reviewed. Two studies showed that there is an association between PCSK9 and atherosclerosis in Type 2 DM with OR: 1.12 (IK 95% 1,041-1,204), p: 0,002 (Guo, et al) and p < 0,05 (Ma, et al), while two others showed that PCSK9 is associated with atherosclerosis but not in type 2 DM by subanalytic analysis. There’s still insufficient evidence that show the association between PCSK9 level and atherosclerosis in type 2 DM."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abhirama Nofandra Putra
"ABSTRAK

PCSK9 telah diketahui sebagai molekul yang berperan dalam regulasi kadar kolesterol LDL darah. Belakangan ini, PCSK9 diketahui memiliki mekanisme kerja lain yang melibatkan proses inflamasi, peningkatan Lp(a), aktivasi jaras protrombotik dan platelet, metabolisme triglyceride-rich lipoprotein, serta modifikasi plak yang juga dapat berperan dalam patogenesis berbagai spektrum penyakit aterosklerotik, termasuk IMA-EST. Kemajuan dalam strategi penatalaksanaan IMA-EST telah berhasil meningkatkan kesintasan, akan tetapi sekelompok pasien masih mengalami luaran klinis buruk meski telah mendapatkan tatalaksana optimal. PCSK9 dipikirkan dapat memiliki peranan dalam risiko residual pasien-pasien tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara konsentrasi PCSK9 saat admisi pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dengan luaran kardioserebrovaskular mayor. Sebanyak 239 pasien dengan IMA-EST yang menjalani IKPP diperiksakan konsentrasi PCSK9 pada saat admisi. Data luaran kardioserebrovaskular mayor dan data penunjang lain didapatkan dari rekam medik dan follow-up telepon. Terdapat 28 (11,7%) subjek penelitian yang mengalami luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 30 hari. Akan tetapi, analisis kesintasan tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara konsentrasi plasma PCSK9 dengan luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 30 hari. Saat dibandingkan antara tertil 3 dengan tertil 2 konsentrasi PCSK9 didapatkan hazard ratio 1,466 (95%IK 0,579-3,714) serta antara tertil 1 dengan tertil 2 didapatkan hazard ratio 1,257 (0,496-3,185). Dari penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara konsentrasi plasma PCSK9 saat admisi dengan luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 30 hari pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP.

PCSK9 telah diketahui sebagai molekul yang berperan dalam regulasi kadar kolesterol LDL darah. Belakangan ini, PCSK9 diketahui memiliki mekanisme kerja lain yang melibatkan proses inflamasi, peningkatan Lp(a), aktivasi jaras protrombotik dan platelet, metabolisme triglyceride-rich lipoprotein, serta modifikasi plak yang juga dapat berperan dalam patogenesis berbagai spektrum penyakit aterosklerotik, termasuk IMA-EST. Kemajuan dalam strategi penatalaksanaan IMA-EST telah berhasil meningkatkan kesintasan, akan tetapi sekelompok pasien masih mengalami luaran klinis buruk meski telah mendapatkan tatalaksana optimal. PCSK9 dipikirkan dapat memiliki peranan dalam risiko residual pasien-pasien tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara konsentrasi PCSK9 saat admisi pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dengan luaran kardioserebrovaskular mayor. Sebanyak 239 pasien dengan IMA-EST yang menjalani IKPP diperiksakan konsentrasi PCSK9 pada saat admisi. Data luaran kardioserebrovaskular mayor dan data penunjang lain didapatkan dari rekam medik dan follow-up telepon. Terdapat 28 (11,7%) subjek penelitian yang mengalami luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 30 hari. Akan tetapi, analisis kesintasan tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara konsentrasi plasma PCSK9 dengan luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 30 hari. Saat dibandingkan antara tertil 3 dengan tertil 2 konsentrasi PCSK9 didapatkan hazard ratio 1,466 (95%IK 0,579-3,714) serta antara tertil 1 dengan tertil 2 didapatkan hazard ratio 1,257 (0,496-3,185). Dari penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara konsentrasi plasma PCSK9 saat admisi dengan luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 30 hari pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP.


ABSTRACT
PCSK9 is a molecule that regulates blood LDL cholesterol level. Recent evidences suggest that PCSK9 may also have other independent mechanisms, such as inflammation, increased Lp(a), triglyceride-rich lipoprotein metabolism, activation of prothrombotic pathways and platelets, and modification of atherosclerotic plaque, which all may play a role in the pathogenesis of atherosclerotic diseases, including STEMI. Previous advances in the management of STEMI had succeed in increasing survival. However, some STEMI patients still experienced adverse outcomes eventhough they already received optimal management in accordance with the guidelines. PCSK9 may have a role in the residual risk that those patients have. However, our knowledge regarding this association between plasma PCSK9 level and MACCE in STEMI is still limited. The aim of this study is to evaluate the association between plasma PCSK9 level during admission with MACCE in STEMI patients who underwent primary PCI. In total, 239 patients with STEMI who were treated with primary PCI had their plasma sample drawn during admission and evaluated for PCSK9 level. PCSK9 level was measured with ELISA.  MACCE and other supportive data were taken from the medical records and telephone follow-up. There were 28 study participants who experienced MACCE in 30 days. However, survival analysis did not show a significant association between plasma PCSK9 level and MACCE in 30 days. The hazard ratio for MACCE between the third tertile and the second tertile of plasma PCSK9 level was 1.466 (95%CI 0.579-3.714) and between the first tertile and the second tertile was 1.257 (95%CI 0.496-3.185). There was no significant association between plasma PCSK9 level during admission and 30 days MACCE in STEMI patients treated with primary PCI.

"
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Hendra
"ABSTRAK
Latar belakang: PCSK9 merupakan protein yang berperan dalam regulasi kadar kolesterol LDL darah. PCSK9 diketahui memiliki mekanisme kerja lain yang melibatkan proses inflamasi, peningkatan Lp(a), aktivasi jaras protrombotik dan platelet, metabolisme triglyceride-rich lipoprotein, serta modifikasi plak yang juga dapat berperan dalam patogenesis berbagai spektrum penyakit aterosklerotik, termasuk IMA-EST. Kemajuan dalam strategi penatalaksanaan IMA-EST telah berhasil meningkatkan kesintasan. Polimorfisme R46L gen PCSK9 diketahui memiliki efek proteksi terhadap risiko kardiovaskular. Pada pasien infark miokard, prevalensi pembawa karier mutan R46L sebesar 2,14%. Dalam observasi pasien infark miokard akut didapatkan proporsi pasien yang memiliki kesintasan yang panjang. Polimorfisme R46L gen PCSK9 dipikirkan dapat memiliki peranan dalam mempertahankan kesintasan pasien-pasien tersebut. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara polimorfisme R46L gen PCSK9 pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dengan luaran kardioserebrovaskular mayor. Metode: Sebanyak 601 pasien dengan IMA-EST yang menjalani IKPP diperiksakan polimorfisme R46L gen PCSK9 pada saat admisi. Data luaran kardioserebrovaskular mayor dan data penunjang lain didapatkan dari rekam medik dan follow-up melalui telepon. Hasil: Tidak ditemukan varian mutan (GT dan TT) polimorfisme R46L gen PCSK9 pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP sehingga analisa hubungan polimorfisme R46L gen PCSK9 terhadap luaran kardioserebrovaskular mayor tidak dapat dilakukan. Kesimpulan: Pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP di RS Jantung Harapan Kita, tidak ditemukan varian mutan R46L gen PCSK9. Analisa hubungan polimorfisme R46L gen PCSK9 terhadap luaran kardioserebrovaskular mayor tidak dapat dilakukan.

ABSTRACT
Background: PCSK9 is a protein molecule that regulates serum LDL cholesterol level. Recent data suggest that PCSK9 activity may also work through other mechanisms, such as inflammation, increased Lp(a), triglyceride-rich lipoprotein metabolism, activation of prothrombotic pathways and platelets, and modification of atherosclerotic plaque, which may contribute to the pathogenesis of atherosclerotic diseases, including STEMI. Advances in the management of STEMI have succeeded in increasing survival. Polymorphism R46L of PCSK9 gene has been known to have protective effect on cardiovascular risks. In patients with myocardial infarction, the prevalence of R46L mutation carriers was 2.14%. In the longterm observation of acute coronary syndrome patients, a proportion of patients experienced longer survival. Polymorphism R46L of PCSK9 gene may play a role in longterm survival. Objective: The aim of this study is to evaluate the association between plasma polymorphism R46L of PCSK9 gene with MACCE in STEMI patients who underwent primary PCI. Methods: In total, 601 patients with STEMI who were treated with primary PCI had their plasma sample drawn during admission and evaluated for polymorphism R46L of PCSK9 gene. MACCE and other supportive data were taken from the medical records and telephone follow-up. Results: In this study, no polymorphism R46L of PCSK9 gene was detected. Therefore, its association with MACCE could not be further analysed. Conclusion: There was no polymorphism R46L of PCSK9 gene detected in STEMI patients treated with primary PCI. The analysis of its association with MACCE could not be conducted."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58658
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianto
"Latar belakang: PCSK9 telah diketahui sebagai molekul yang berperan dalam regulasi kadar kolesterol LDL darah. Dua dekade ini, PCSK9 diketahui memiliki mekanisme kerja lain yang melibatkan proses inflamasi, peningkatan Lp(a), aktivasi jaras protrombotik dan platelet, metabolisme triglyceride-rich lipoprotein, serta modifikasi plak yang juga dapat berperan dalam patogenesis berbagai spektrum penyakit aterosklerotik, termasuk IMA-EST. Kemajuan dalam strategi penatalaksanaan IMA-EST telah berhasil meningkatkan kesintasan, akan tetapi sekelompok pasien masih mengalami luaran klinis buruk meski telah mendapatkan tatalaksana optimal. Adanya polimorfisme gain of function E670G PCSK9 dipikirkan dapat memiliki peranan dalam risiko residual pasien-pasien tersebut Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara polimorfisme PCSK9 pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dengan luaran kardioserebrovaskular mayor. Metode: Sebanyak 423 pasien dengan IMA-EST yang menjalani IKPP diperiksakan polimorfisme PCSK9 pada saat admisi. Pemeriksaan polimorfisme PCSK9 didapatkan dengan menggunakan Real Time PCR. Data luaran kardioserebrovaskular mayor dan data penunjang lain didapatkan dari rekam medik dan follow-up telepon. Hasil: Terdapat 2,1 % polimorfisme berupa alel mutan (AG). Terdapat 65 (15,4%) subjek penelitian yang mengalami luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 180 hari. Didapatkan analisis kesintasan menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara polimorfisme E670G PCSK9 dengan luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 180 hari (HR 7,486; IK95% 3.57-15.697; P=0,0000). Kesimpulan: Pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP, terdapat hubungan yang bermakna antara polimorfisme E670G PCSK9 dengan luaran kardioserebrovaskular mayor dalam 180 hari.

Background: PCSK9 is a molecule that regulates blood LDL cholesterol level. Recent evidences suggest that PCSK9 may also have other mechanisms, such as inflammation, increased Lp(a), triglyceride-rich lipoprotein metabolism, activation of prothrombotic pathways and platelets, and modification of atherosclerotic plaque, which all may play a role in the pathogenesis of atherosclerotic diseases, including STEMI. Previous advances in the management of STEMI had succeed in increasing survival. However, some STEMI patients still experienced adverse outcomes eventhough they already received optimal management in accordance with the guidelines. Polimorphysm gain of function PCSK9 may have a role in the residual risk that those patients have. However, our knowledge regarding this association between polymorphism gain of function E670G PCSK9 and MACCE in STEMI is still unknown. Objective: The aim of this study is to evaluate the association between polymorphism Gain of Function E670G PCSK9 with MACCE in STEMI patients who underwent primary PCI. Methods: In total, 423 patients with STEMI who were treated with primary PCI had their plasma sample drawn during admission and evaluated for Polymorphism PCSK9. PCSK9 Polymophism was measured with PCR RT. MACCE and other supportive data were taken from the medical records and telephone follow-up. Results: The prevalence of Poymorphisme E670G PCSK9 in STEMI patient who underwent PPCI is 2,1 %. There were 65 (15,4%) study participants who experienced MACCE in 180 days. Survival analysis shows a significant association between Polymorphsm Gain of Function E670G PCSK9 and MACCE in 180 days. (HR 7,486; IK95% 3.57-15.697; P=0,0000). Conclusion: There was significant association between Polymorphsm gain of function E670G PCSK9 and 180 days MACCE in STEMI patients treated with primary PCI."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Dwiputra
"Latar Belakang: Proprotein convertase subtilisin kexin-9 PCSK-9 merupakan protein yang menghancurkan reseptor low density lipoprotein LDL sehingga penurunan kadarnya dapat menurunkan kadar LDL. Sebagai bagian dari pencegahan sekunder, latihan resistensi direkomendasikan pada pasien pasca bedah pintas arteri koroner BPAK.
Tujuan: Mengetahui efek tambahan latihan resistensi terhadap kadar PCSK-9 pada pasien pasca bedah pintas arteri koroner yang menjalani rehabilitasi fase II.
Metode: Studi eksperimental randomisasi acak tersamar tunggal membagi 87 pasien pasca BPAK menjadi dua kelompok. Kelompok kontrol n=43 adalah pasien yang menjalani rehabilitasi fase II standar sementara kelompok intervensi n=44 adalah pasien yang menjalani rehabilitasi fase II ditambah dengan latihan resistensi tersupervisi. Kadar PCSK-9 diperiksa sebelum dan sesudah rehabilitasi fase II pada kedua kelompok.
Hasil: Setelah menyelesaikan rehabilitasi fase II, didapatkan perbedaan kadar PCSK-9 yang bermakna antara kelompok kontrol dan intervensi 377,1 SD 125 vs 316,6 111,1 ng/ml, ?= -60,5 ng/ml, 95 CI -7,5 -113,4, p=0.026. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kadar LDL p=0,07, kolesterol total p=0,99, high density lipoprotein HDL p=0,44, dan trigliserid p=0,56 antara kedua kelompok pada akhir rehabilitasi fase II.
Kesimpulan: Tambahan latihan resistensi dapat menurunkan kadar PCSK-9 secara bermakna pada pasien pasca bedah pintas arteri koroner yang menjalani rehabilitasi fase II.

Background: Pro protein Convertase Subtilisin Kexin 9 PCSK 9 is a protein degrading low density lipoprotein LDL receptor that lower LDL. As secondary prevention, resistance training is recommended after coronary artery bypass surgery CABG as a complement to aerobic exercise.
Objective: To determine the effects of additional resistance training on PCSK 9 levels and lipid profile in post CABG patients who undergo phase II cardiac rehabilitation.
Methods: A single blinded randomized clinical trial of 87 post CABG patients was devided into two groups. The control group n 43 consisted of patients who received standard phase II cardiac rehabilitation while intervention group n 44 received standard program and supervised resistance training. PCSK 9 level and lipid profile examination were performed pre and post training.
Results: After completion of phase II cardiac rehabilitation, mean PCSK9 levels in intervention group decrease significantly compared to control group control vs intervention, 377,1 SD 125 vs 316,6 111,1 ng ml, 60,5 ng ml, 95 CI 7,5 113,4 , p 0.026 . Nonetheless, there are still no significant changes in terms of LDL level p 0,07 , total cholesterol p 0,99 , high density lipoprotein p 0,44 and triglyseride levels p 0,56 pre and post intervention between two groups.
Conclusion: The additional resistance training can reduce significantly PCSK 9 levels in patients after CABG surgery who underwent phase II cardiac rehabilitation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58904
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aranza Triputra
"Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang prevalensinya masih tinggi di Indonesia. Mayoritas pengidap hipertensi mengandalkan obat golongan penghambat ACE (angiotensin-converting enzyme) sebagai terapi obat hipertensi mereka. ACE dapat dihambat dengan cara mengikat ion Zn2 atau asam amino pada situs aktif ACE. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak biji melinjo memiliki aktivitas penghambatan ACE secara in vitro. Dalam penelitian ini, dilakukan penambatan molekuler pada beberapa senyawa dalam ekstrak biji melinjo terhadap makromolekul ACE guna menganalisis senyawa mana dari dalam ekstrak biji melinjo tersebut yang memiliki aktivitas penghambatan ACE.
Hasil penambatan molekuler dengan AutoDock4Zn menunjukkan bahwa resveratrol, gnetol, isorhapontigenin, gnetin c, trans-?-viniferin, gnemonol K, gnemonol M, dan aglikon gnemonosida B berpotensi memiliki aktivitas penghambat ACE. Beberapa ligan tersebut mampu berikatan dengan ion Zn2 melalui ikatan kation-phi. Selanjutnya, dilakukan simulasi dinamika molekuler pada ligan-ligan tersebut dalam rentang waktu 20 ns untuk menganalisis kestabilan ikatan ligan terhadap ion Zn2 dan ikatan ligan terhadap residu asam amino pada sisi aktif ACE. Berdasarkan hasil perhitungan nilai energi bebas ikatan dengan metode MM-GBSA dan MM-PBSA, gnetin C memiliki afinitas tertinggi terhadap ACE daripada ligan uji lain pada suhu 300 K, sedangkan pada suhu 310 K afinitas tertinggi dimiliki oleh gnemonol K.

Hypertension is a health problem, in which the prevalence remains high in Indonesia. The majority of hypertensive patients rely on ACE angiotensin converting enzyme inhibitors as their drug therapy of hypertension. ACE catalytic mechanism can be inhibited by ligands via the zinc ion or amino acids interactions in the active site of ACE. Recent study demonstrated that melinjo seed extracts have ACE inhibitory activity in vitro. In this study, we conducted molecular docking of several substances extracted from melinjo seeds to analyze which substances have ACE inhibitory activity.
Molecular docking results using AutoDock4Zn indicated that resveratrol, gnetol, isorhapontigenin, gnetin C, trans viniferin, gnemonol K, gnemonol M and aglycone of gnemonosida B potentially have ACE inhibitory activity. Some of these ligands are able to bind zinc ion via cation pi interactions. We also conducted molecular dynamics simulations involving these ligands within 20 ns to analyze the stability of the interactions between zinc ligand and ligand amino acids in the active site. According to the binding free energy calculations using MM GBSA and MM PBSA methods, gnetin C showed the highest affinity for ACE among other ligands at a temperature of 300 K, while at a temperature of 310 K the highest affinity belongs to gnemonol K.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69044
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinanti Khansa Chavarina Dwi Kartono
"Menurut International Agency for Research on Cancer IARC, penderita kanker paru telah mencapai 1,8 juta jiwa dan 85 berkontribusi pada kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil. Dalam beberapa tahun belakangan, penelitian terhadap terapi tertarget sedang dikembangkan karena terbukti memiliki hasil terapi yang lebih efektif dan kemungkinan efek samping yang lebih sedikit. Perkembangan penelitian terhadap biota fungi laut belum banyak dieksplorasi dalam pengobatan kanker paru bukan sel kecil. Pada penelitian ini dilakukan simulasi dinamika molekuler pada senyawa biota fungi laut hasil penapisan virtual terhadap makromolekul EGFR FU0015, FU0051, dan FU0202 dan VEGFR-2 FU0033 untuk melihat aktivitas inhibisi sebagai agen antiproliferatif dan antiangiogenesis menggunakan AutoDock dan AMBER dalam suhu 300K dan 310K yang dibandingkan dengan kontrol positif EGFR Gefitinib, Erlotinib, and Imatinib dan VEGFR-2 Nikotinamid dan Vatalanib. Hasil simulasi dinamika molekuler terhadap inhibitor EGFR pada suhu 310K menunjukkan energi bebas MMGBSA dan okupansi ikatan hidrogen tertinggi dimiliki oleh FU0051 -43,72 kkal/mol; 98,80 diikuti oleh FU0202 -31.64 kkal/mol; 49,35, dan FU0015 -15,55 kkal/mol; 3,35. Fungi FU0033 sebagai bahan uji inhibitor VEGFR-2 pada suhu 310K memiliki nilai energi bebas MMGBSA yang lebih besar dibandingkan kontrol positifnya dan okupansi ikatan hidrogen yang rendah 0,15. Data penelitian menunjukkan senyawa FU0051 dan FU0202 memiliki potensi untuk menjadi calon agen antiproliferasi sehingga layak diuji in vitro.

According to International Agency for Research on Cancer IARC, the number of lung cancer patients has reached 1,8 million lives and 85 of the number contribute to non small cell lung cancer. In the past years, research on targeted therapy has been developed due to its efficacy and a small number of side effects. Research on marine fungi compounds has not been explored to non small cell lung cancer therapy. This research uses molecular dynamic simulation method to marine fungi compounds that have been docked to EGFR FU0015, FU0051, FU0202 and VEGFR 2 FU0033 as antiproliferative and antiangiogenetic agent by inhibition activity using AutoDock and AMBER at 300K and 310K temperature using EGFR Gefitinib, Erlotinib, and Imatinib and VEGFR 2 Nicotinamide and Vatalanib as reference standards. Molecular dynamics results for EGFR inhibitors at 310K shows the best MMGBSA free energy and hydrogen occupancy in FU0051 43,72 kcal mol 98,80 followed by FU0202 31.64 kcal mol 49,35 , and FU0015 15,55 kcal mol 3,35. FU0033 fungi as a material for VEGFR 2 inhibitor shows higher MMGBSA free energy in compare to its reference standards and low hydrogen occupancy 0,15 at 310K. This research shows that FU0051 and FU0202 have potential to be an antiproliferative agent candidate, hence in vitro test should be obtained.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69424
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>