Ditemukan 175695 dokumen yang sesuai dengan query
Melati Nurkirana Yuniarsari
"Kegiatan operasi minyak dan gas bumi (migas) di lepas pantai Indonesia sudah dimulai sejak sekitar 1960-an. Dengan kegiatan operasi migas yang berlangsung sudah 50 tahun lebih ini, selain perlu upaya ekstra dalam proses produksi, juga harus memperhitungkan biaya Kegiatan Pasca Operasi (KPO). Biaya KPO menurut PTK-040/SKKMA0000/2018/S0 adalah kegiatan untuk penutupan sumur secara permanen, penghentian pengoperasian fasilitas produksi serta fasilitas penunjang sehingga tidak beroperasi kembali, termasuk pembongkarannya secara permanen, serta melakukan pemulihan lingkungan di Wilayah Kerja (WK) pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Tantangan secara keuangan dihadapi WK yang beroperasi dengan skema gross split, yaitu tidak berlakunya skema pengembalian biaya, sehingga menyebabkan biaya KPO ditanggung perusahaan dan pada akhirnya mempengaruhi nilai keekonomian WK tersebut. Pada Kontrak Bagi Hasil di industri hulu migas, biaya pencadangan diatur oleh SKK Migas dalam Peraturan Tata Kerja Nomor: PTK-040/SKKMA0000/2018/S0. Secara komersial, untuk mendapatkan laporan keuangan yang reliabel bagi para pemegang kepentingan stakeholder, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah mengatur biaya pencadangan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 57 (PSAK 57-mengenai biaya kontinjensi). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara metode pencadangan biaya KPO yang saat ini (existing) digunakan dengan metode Kaiser (2018). Metode yang saat ini digunakan adalah penilaian KPO semua sumur tanpa dibedakan kategori eksplorasi ataupun produksinya. Metode Hybrid oleh Kaiser (2018) mengkategorikan biaya KPO berdasarkan karakteristik struktur. Dalam penelitian ini yang menggunakan metode Kaiser menyajikan total potensi net revenue dari keseluruhan hasil operasi migas sebagai potensi arus kas masuk yang menentukan besaran durasi masa akan dilakukannya proses KPO. Apabila perbandingan net revenue masih positif dibandingkan dengan net operating expenditure berjalan yang merupakan arus kas keluar, maka kegiatan operasi hulu migas di wilayah kerja masih menguntungkan, namun sebaliknya ketika net revenue < net operating expenditure artinya economic limits sudah habis, dengan demikian WK persiapan masa KPO. Hasil kesimpulan dari penelitian ini adalah pada masa KPO yang dilakukan pada akhir masa economic limits yaitu hingga 2031 akan lebih menguntungkan perusahaan dibandingkan tetap menjalankan kegiatan bisnis tersebut hingga akhir kontrak yaitu di 2038, karena net cash flow yang masih pada posisi positif. Dengan demikian maka metode ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif terbaik dalam melakukan proyeksi KPO di lepas pantai laut dangkal.
The operation of oil and gas (oil and gas) off the coast of Indonesia has started since around the 1960s. With the oil and gas operation that has been going on for more than 50 years, in addition to the need for additional production processes, it must also reimburse Post-Operational Activity (KPO) costs. KPO costs according to PTK-040/SKKMA0000/2018/S0 are activities for permanent well closure, temporary stopping of production facilities and supporting facilities so that they cannot be returned, including permanent demolition, as well as repairs in the upstream oil and gas working area. When the working area using gross split, the costs recovery are not applicable, causing the ASR costs to be borne by the company and ultimately increasing the economic value of the field. In Production Sharing Contracts in the oil and gas industry, the backup fee is regulated by SKK Migas in the Work Order Number: PTK-040/SKKMA0000/2018/ S0. Commercially, to obtain financial reports that are relied upon for stakeholders (stakeholders), the Indonesian Institute of Accountants (IAI) has agreed to reserve costs in Statement of Financial Accounting Standards number 57 (PSAK 57-read contingency fees). This study compares to compare between the current (existing) decommisioning cost reserve methods used with the Kaiser method (2018). The method currently used is to determine all wells without differentiating them from product and service categories. The Hybrid Method by Kaiser (2018) categorizes decommisioning costs based on structural characteristics. In this study using the Kaiser method presents the total potential net income of all oil and gas operating results as potential cash inflows that determine the amount of future duration will improve the decommissioning process. If related to net income is still positive compared to net operating expenses which are cash outflows, then upstream oil and gas operations in the work area are still profitable, but instead compilation of net income "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Anggoro Endro Waskitho
"Penelitian ini menganalisis pengaruh perubahan ketentuan kontrak bagi hasil khususnya ketentuan mengenai penggantian biaya operasi dan ketentuan lain yang berpengaruh terhadap investasi pada blok minyak dan gas bumi. Penelitian ini menggambarkan investasi yang berdasarkan kontrak bagi hasil yang berlaku di Indonesia yaitu kontrak bagi hasil block basis, kontrak bagi hasil POD basis, dan kontrak bagi hasil gross split. Dengan adanya perubahan ketentuan kontrak apakah blok minyak dan gas bumi layak dikelola atau dikembalikan kepada pemerintah, bagaimana dampak pada penerimaan pemerintah, serta bagaimana optimalisasi pengelolaan blok minyak dan gas bumi. Sampel penelitian ini adalah kegiatan investasi kontraktor yang merupakan pengelola blok minyak dan gas bumi pada Blok X selama periode kontrak bagi hasil. Kontribusi utama penelitian adalah memberikan pemahaman bagi dunia pendidikan mengenai investasi pada blok minyak dan gas bumi.
This study analyzed the effect of changes in the terms of production sharing contracts in particular provisions concerning the reimbursement of operating and other conditions that affect of the oil and gas investment. This study illustrates investment by all the contract are PSC block basis, PSC POD basis, and PSC gross split. With the change in the contract terms if oil and gas blocks worth a managed or returned to the government, how the impact on government revenues, and how to optimize the management of oil and gas block. Samples were contracting investment activity which is the block of oil and gas in Block X for the PSC period. The main contribution of this research is to provide an understanding for education about the investing in oil and gas blocks."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S68245
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sihombing, Grace Angeline
"Skripsi ini membahas mengenai pergantian sistem bagi hasil dalam Kontrak Bagi Hasil dalam indsutri Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi di Indonesia. Sebelumnya sistem bagi hasil yang digunakan adalah cost recovery kemudian diubah menjadi sistem gross split, kemudian pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Penelitian ini akan menjelaskan latar belakang dan dampak dari perubahan sistem bagi hasil tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan cost recovery digantikan karena tiga hal, yaitu meningkatnya biaya produksi dari tahun ke tahun, panjangnya birokrasi dalam sistem cost recovery dan kaitan cost recovery dengan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara APBN yang membuat kontraktor merasa tidak nyaman. Implementasi sistem gross split sendiri masih sangat dini sehingga terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang harus disesuaikan. Bentuk penelitian yang akan digunakan oleh penulis adalah yuridis normatif dan metode komparatif.
This thesis is mainly discussed about the change of production cost 39 s payment system in Production Sharing Contract in Indonesian 39 s Oil and Gas upstream business. Previously cost revovery is the production cost 39 s payment system that used, then government change it to gross split by signing Regulation of Ministerial of Energy and Mineal Resources Number 8 Year 2017 about Gross Split Production Sharing Contract. This research will explain the background and impact shown by the change. The result is there are three main reason why cost recovery is replaced the increase of production cost that happen year by year, too much bureaucracy in cost recovery system and the connection of cost recovery and state finance. The implementation of gross split system itself is too early with the result that ther are some regulations that need adjustment to gross split system. The author is using normative and comparative legal research."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69281
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Indira Ryandhita
"Tulisan ini mengomparasikan dua skema Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi yang berlaku di Indonesia, yakni Kontrak Bagi Hasil dengan skema Cost Recovery dan Kontrak Bagi Hasil dengan skema Gross Split. Tulisan ini juga menganalisis bagaimana penerapan asas keseimbangan serta aspek-aspek dalam hukum perjanjian terpenuhi di dalam Kontrak Bagi Hasil dengan Skema Gross Split. Tulisan ini disusun dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif. Kontrak Bagi Hasil Gross Split adalah suatu Kontrak Bagi Hasil dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi. Skema ini hadir sebagai upaya Pemerintah untuk terus mengoptimalkan pengurusan kekayaan alam minyak dan gas bumi di Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi sehingga menarik minat para investor untuk berinvestasi dalam kegiatan usaha hulu migas. Dalam Kontrak Bagi Hasil dengan skema Gross Split, tidak ada lagi komponen pengembalian biaya operasi yang dibayarkan pemerintah kepada kontraktor. Padahal, hal tersebut kerap dianggap sebagai pemenuhan asas keseimbangan dalam Kontrak Bagi Hasil dengan skema Cost Recovery. Dalam skema Gross Split, Pemerintah berupaya melakukan pemenuhan asas keseimbangan melalui pemotongan birokrasi, persentase split yang lebih menguntungkan bagi kontraktor jika dibandingkan dengan skema Cost Recovery, ketentuan mengenai komponen variabel dan progresif, tambahan split dalam hal komersialisasi lapangan tidak mencapai nilai keekonomian tertentu, serta pemberian insentif pajak untuk menarik minat investor.
This writing compares two schemes of Production Sharing Contracts for Oil and Gas in Indonesia, namely the Contract with Cost Recovery scheme and the Contract with Gross Split scheme. It also analyzes how the principle of balance and aspects of contract law are fulfilled within the Contract with Gross Split scheme. This writing is structured using a normative juridical research approach. The Gross Split Production Sharing Contract is an agreement in Upstream Oil and Gas Business activities based on the principle of sharing gross production without an operational cost recovery mechanism. This scheme is a governmental effort aimed at continuously optimizing the management of the natural resources of oil and gas in Indonesia, with the goal of enhancing efficiency to attract investor interest in investing in upstream oil and gas activities. In the Contract with Gross Split scheme, there is no longer a component of operational cost recovery paid by the government to the contractors. However, this component is often considered a fulfillment of the balance principle in the Contract with Cost Recovery scheme. In the Gross Split scheme, the government seeks to achieve balance through bureaucracy cutting, a more favorable percentage split for the contractors compared to the Cost Recovery scheme, provisions regarding variable and progressive components, additional splits in the event of field commercialization not reaching a certain economic value, and providing tax incentives to attract investor interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fataninda Dwi Kesumaputri
"Indonesia telah menggunakan sistem Kontrak Bagi Hasil atau biasa disebut dengan Production Sharing Contract (PSC) sejak 1966. Pada tahun 2017, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross splitsebagai penanda perubahan sistem Kontrak dari PSC ke Gross split. Blok X adalah lapangan penghasil minyak milik suatu Kontraktor Kontrak Kerja Sama Asing yang habis masa kontraknya di tahun 2018. Sehubungan dengan sistem Kontrak yang baru, Blok X dianalisa dengan menggunakan PSC dan Gross Splituntuk membandingkan Pendapatan Negara dan Pendapatan Kontraktor dengan menggunakan kedua metode ini. Hasil yang didapat adalah dengan menggunakan metode Gross Splitpendapatan kontraktor akan lebih meningkat dibandingkan dengan menggunakan metode PSC dikarenakan persentase pembagian Gross Splityang bersifat dinamis dengan skenario terbaik yang didapat adalah skenario 2 untuk nilai NPV M$ 1,652,469; POT 1.1 tahun dan DPIR 8.6
Indonesia has been using Production Sharing Contract (PSC) Cost Recovery as its oil and gas contract regulation since 1966. In 2017, Minister of Energy and Mineral Resources released new regulation which set new oil and gas contract regulation in Indonesia from PSC Cost Recovery to Gross split (GS). Block X, an oil and gas block owned by International Oil Company operating in Indonesia, end its contract period in 2018. Regarding the new regulation, contract system of Block X is analysed by using PSC and GS to compare Government Take and Contractor Take result by using these methods. The final result is by using Gross split the Contract Take will be higher than using PSC because Gross split has more dynamic variable split with the Scenario 2 as the best scenario for NPV M$ 1,652,469; POT 1.1 years and DPIR 8.6."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ahmad Balya
"Sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi merupakan somber kekayaan alam Indonesia yang yang sangat strategis dan dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah yang diberikan kewenangan oleh Negara dalam bentuk Kuasa Pertambangan untuk menyelenggarakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi telah membentuk Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS). BP MIGAS merupakan kepanjangan tangan Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi pada Wilayah Kerja yang ditentukan. Dalam pelaksanaannya, BP MIGAS melakukan ikatan kerjasama dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap ("Kontraktor") dalam suatu kontrak yang disebut Production Sharing Contract (Kontrak Production Sharing). Konsep yang dianut oleh Kontrak Production Sharing adalah bahwa Kontraktor bertanggung jawab untuk menyediakan permodalan dan pendanaan atas biaya operasi dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Apabila Kontraktor berhasil memasuki Fase produksi komersial maka biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh Kontraktor dikembalikan (cost recovery) oleh Pemerintah melalui BP MIGAS. Peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang minyak dan gas bumi dan Kontrak Production Sharing memberikan pengaturan mengenai hak dan kewajiban serta tanggung jawab Kontraktor. Pemerintah juga telah membuat Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral yang mengatur mengenai tata cara penetapan dan penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang antara lain mengatur mengenai kriteria calon Kontraktor yang dapat ditunjuk untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Kontraktor yang telah menandatangani Kontrak Production Sharing dengan BP MIGAS memiliki tanggung jawab untuk melakukan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati sendiri oleh Kontraktor. Namur dalam pelaksanaannya seringkali timbul permasalahan hukum berkaitan dengan pelaksanaan tanggung jawab Kontraktor. Kontraktor seringkali menghadapi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan kewajiban-kewajibannya yang pada akhirnya banyak menimbulkan tanggung jawab yang harus dipikul oleh Kontraktor. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu dikaji lebih lanjut bagaimana sebenarnya hambatan-hambatan yang sering dihadapi Kontraktor dalam melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi dan apa solusi atau jalan keluar yang dapat dilakukan oleh Kontraktor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19899
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Endah Puspitasari
"Dalam Kontrak Bagi Hasil (KBH) Industri Hulu Migas terdapat biaya operasi yang dapat dikembalikan (cost recovery) sebagai komponen dalam penghitungan bagi hasil antara Pemerintah dan Kontraktor. Terdapat kebijakan pembatasan pembebanan remunerasi tenaga kerja asing dalam cost recovery yang diatur dengan PMK No.258/PMK.011/2011. Demikian, menjadi bahasan dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan latar belakang penetapan batasan biaya remunerasi tenaga kerja asing dalam cost recovery dan menjelaskan hambatan dalam pembebanan remunerasi tenaga kerja asing dalam cost recovery. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan & studi lapangan dengan wawancara. Hasil penelitian ini adalah latar belakang kebijakan tersebut dibuat adalah pelaksanaan wewenang Menteri Keuangan dalam menetapkan batasan biaya operasi yang dapat dikembalikan berdasarkan PP No.79 Tahun 2010 Pasal 12(3). Demikian, hal tersebut merupakan perwujudan dalam pelaksanaan Pasal 31D Undang-Undang Pajak Penghasilan. Hambatan dalam pembebanan remunerasi tenaga kerja asing adalah adanya inkonsistensi peraturan, ketidakpastian hukum, lemahnya pengawasan internal dan hambatan dalam implementasi peraturan oleh instansi terkait.
In The Production Sharing Contract (PSC) Upstream Oil and Gas Industry are operating cost can be refunded (cost recovery) as a component in the calculation of profit-sharing between the government and the contractor. There are restrictions on the imposition of the remuneration policy of foreign workers in the regulated cost recovery PMK No.258/PMK.011/2011. Similarly, a discussion in this study. The purpose of this study was to determine the background of the determine restrictions foreign labor remuneration expenses in cost recovery and to determine the obstacle in the imposition of foreign labor remuneration in cost recovery. The research method used is descriptive qualitative research a literature study of data collection technique and field studies with interviews. The result of this study are the background is the implementation of the policy is the authority of the Minister of Finance in setting restrictions operating cost can be returned by PP No.79 Tahun 2010 Pasal 12(3). Similarly, it is a manifestation of implementation of Pasal 31D Undang-Undang Pajak Penghasilan. Barrier in the imposition of foreign labor remuneration is the inconsistency rules, legal uncertainty, weak internal control and constraints in the implementation of regulations by relevant agencies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44448
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Raudah Iftitah Mulikh
"Laporan magang ini membahas mengenai kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia yang dikelola melalui Kontrak Kerja Sama, dan bagaimana pemilihan mekanisme perhitungan bagi hasil yang berbeda akan memengaruhi penerimaan Pemerintah dan kontraktor. Sejak dahulu, perhitungan bagi hasil dilakukan dengan mekanisme pengembalian biaya operasi cost recovery. Namun, pada awal tahun ini Pemerintah menetapkan mekanisme baru, yaitu gross split, yang tidak lagi mengenal pengembalian biaya operasi bagi kontraktor. Hasil analisis menunjukkan bahwa jika dilihat secara keseluruhan, penggunaan mekanisme gross split memberikan hasil yang lebih baik bagi kontraktor, sedangkan bagi Pemerintah penggunaan mekanisme cost recovery memberikan hasil yang lebih baik.
This internship report analyzes about how Indonesia's upstream oil and gas operations is governed using Production Sharing Contract PSC between the Government and contractor, and how the selection of a production sharing mechanism will affect each party's take. Cost recovery mechanism has always been the choice, but early this year the Government proposes a new mechanism, gross split, where the Government no longer has to pay back the amount spent by contractor in conducting upstream oil and gas operations. The case study results indicate that contractor will be better off by using gross split mechanism, and the contrary applies for the Government."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Aditya Perdana
"Skripsi ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap proses pemeriksaan pajak, terutama pemeriksaan yang berkaitan dengan masalah transfer pricing serta melakukan perbandingan dan analisis terhadap metode dan hasil pengujian kewajaran laba operasi PT X yang dilakukan perusahaan dengan pemeriksa. Dalam melakukan analisis, penulis menggunakan metode deskriptif analisis dengan sumber data yang sebagian besar merupakan data primer dari perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak terkait dengan transfer pricing telah sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Namun, perbedaan penentuan perusahaan pembanding mengakibatkan hasil perhitungan laba operasi yang jauh berbeda antara perhitungan perusahaan dengan pemeriksa.
This thesis aims to conduct an analysis of the tax audit process, especially relating to the examination of transfer pricing issues and also doing comparison and to analyze of the transfer pricing methods used by PT X (the company) and the tax officer. In conducting the analysis, the writer uses descriptive analysis method which the most data source is the primary data from the Company. Based on the results of the study, it can be concluded that the tax audit process related to transfer pricing has complied with the applicable procedures and regulations. However, differences in the determination of the comparable company resulted the big different in the amount of operating profit between the Company and tax officer."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S44661
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aisha Hidayati
"Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berperan strategis dalam memajukan perekonomian bangsa, sebab setiap yang dibelanjakan dalam bidang usaha ini memberikan dampak besar bagi peningkatan Pendapatan Domestik Bruto serta membuka lapangan pekerjaan baru. Oleh karena itu, pengadaan barang dan jasa pada sektor ini menjadi sangat strategis dan harus dipantau dengan baik, agar semaksimal mungkin digunakan produk dalam negeri, sehingga memberikan efek pengganda bagi perekonomian nasional.
Pada tahun 2017, Pemerintah menerbitkan Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang diklaim dapat meningkatkan minat investasi minyak dan gas bumi di Indonesia. Akan tetapi, berbagai pihak justru menilai bahwa pelaksanaan Kontrak Bagi Hasil Gross Split justru berpotensi mengurangi penggunaan produk dalam negeri, yang akan terlihat dari penurunan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri atas pengadaan barang dan jasa. Skripsi ini mencoba untuk mengkaji secara normatif pelaksanaan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri atas pengadaan barang dan jasa pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dalam Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Hasil penelitian dalam skripsi ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Kontrak Bagi Hasil Gross Split dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas berpotensi terhadap penurunan Tingkat Komponen Dalam Negeri dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Untuk itu, Pemerintah perlu untuk mengatur mengenai kewajiban pemenuhan Tingkat Komponen Dalam Negeri dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang tepat.
Upstream oil and gas business activities has strategic role in advancing the national economy, since every purchase in this industry contributes large impacts in increasing Gross Domestic Income and exposes new job opportunities. Accordingly, products and services procurement in this sector becomes very strategic and shall be well monitored, so that domestic products and services are used to the maximum extent possible, with the result that it provides multiplier effects to the national economy. In the year of 2017, the Government issued Gross Split Production Sharing Contract which was claimed to increase the oil and gas investment interest in Indonesia. However, there are people in the industry who believe that the implementation of Gross Split Production Sharing Contract has the potential to decrease the use of domestic products and services, which will be seen in the decline of Domestic Content on products and services procurement. This thesis attempts to normatively study the implementation of the use of Domestic Content on products and services procurement in Gross Split Production Sharing Contract of upstream oil and gas business activities. The result of this research shows that the implementation of Gross Split Production Sharing Contract in upstream oil and gas business activities has the potential to decrease Domestic Content in upstream oil and gas business activities. Therefore, the Government shall regulate the obligation to fulfill Domestic Content in upstream oil and gas business activities in the right form of law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library