Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162684 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Nizami
"Lapangan Gas Natuna Timur merupakan lapangan gas terbesar di Asia Tenggara dengan total cadangan mencapai 222 triliun kaki kubik (TCF) dengan persentase CO2 mencapai 71%. Masalah utama dari tingginya kandungan CO2 pada gas Natuna adalah diperlukan proses pemisahan CO2 yang lebih kompleks dan penanganan limbah CO2 yang dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, diperlukan penanganan khusus untuk memisahkan CO2 dari gas Natuna. Pada penelitian ini, dilakukan simulasi proses pengolahan gas bumi kaya CO2 menjadi LNG dan dimetil eter yang terintegrasi CO2 Sequestration dengan menggunakan dua skema pemisahan CO2 yaitu teknologi controlled freeze zone (CFZ) dan membran. Simulasi proses dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Aspen Hysys V11. Keluaran dari studi ini adalah kinerja teknis berupa konsumsi energi, konsumsi gas dan hydrocarbon recovery dan aspek Kekonomian berupa biaya pokok produksi LNG dan dimetil eter. Berdasarkan hasil simulasi, proses pemisahan CO2 dengan menggunakan teknologi CFZ mengkonsumsi energi 0,038 MWh/ton-CO2 dan hydrocarbon recovery mencapai 95,40%, lebih bagus dibandingkan dengan teknologi membran yang mengkonsumsi 0,222 MWh/ton-CO2 dan hydrocarbon recovery sebesar 92,92%. Selain itu, kinerja teknis pada kilang LNG mengkonsumsi energi 0,432 MWh/ton-LNG dan hydrocarbon recovery 94,27% dengan gas umpan dari CFZ, yang menunjukkan performa yang lebih bagus dibandingkan gas umpan dari membran sebesar 0,454 MWh/ton-LNG dan 90,56%. Sedangkan kinerja teknis pada sintesis dimetil eter dengan gas umpan dari CFZ mengkonsumsi gas 0,0412 MMSCF/ton-DME dan konsumsi energi 2,08 MWh/ton-DME, menunjukkan performa sedikit lebih bagus dibandingkan dengan gas umpan dari membran dengan 0,043 MMSCF/ton-DME dan 2,077 MWh/ton-DME. Dari aspek Kekonomian, harga sales gas di Pulau Natuna dengan mempertimbangkan CO2 sequestration sebesar 10,90 US$/MMBtu (CFZ) dan 9,48 US$/MMBtu (membran) lebih mahal dibandingkan dengan tanpa CO2 sequestration sebesar 6,47 US$/MMBtu (CFZ) dan 5,26 US$/MMBtu (membran). Selain itu, biaya pokok produksi LNG dengan mempertimbangkan CO2 sequestration sebesar 14,28 US$/MMBtu (CFZ) dan 12,96 US$/MMBtu lebih mahal dibandingkan dengan tanpa CO2 sequestration yaitu 9,85 US$/MMBtu (CFZ) dan 8,75 US$/MMBtu (membran). Sedangkan pada biaya pokok produksi sintesis dimetil eter yaitu sebesar 13,85 US$/MMBtu (CFZ) dan 12,57 US$/MMBtu dengan mempertimbangkan CO2 sequestration menunjukkan angka yang lebih mahal dibandingkan dengan tanpa CO2 sequestration yaitu 9,42 US$/MMBtu (CFZ) dan 8,36 US$/MMBtu (membran). 

East Natuna gas field is the largest gas field in Southeast Asia with total reserves reaching 222 trillion cubic feet (TCF) with a percentage of CO2 contents is about 71%. The main problem is high CO2 contents of Natuna gas so that it requires a more complex CO2 separation process and the handling of CO2 waste which can cause greenhouse gas emissions. Therefore, special handling is needed to separate CO2 from Natuna gas. In this study, process simulation of natural gas with high CO2-contents to LNG and dimethyl eter with CO2 sequestration is conducted by using two schemes of CO2 separation: controlled freeze zone (CFZ) and membran technology. The process simulation is performed by using Aspen Hysys V11 software. The output of this study is technical aspects which cover energy consumption, feed gas consumption and hydrocarbon recovery and economical aspects which cover levelized cost of LNG and dimethyl eter production. Based on process simulation,  in technical aspect, CO2 separation using CFZ technology (energy consumption of 0,038 MWh/tonne-CO2 and hydrocarbon recovery of 95,40%) results better performance compared to membran technology (0,222 MWh/ton-CO2 dan 92,92%). In addition, technical aspect on LNG processing (energy consumption of 0,432 MWh/tonne-CO2 and hydrocarbon recovery of 94,27%) with feed gas from CFZ shows better performance rather than feed gas from membrane separation (0,454 MWh/ton-LNG dan 90,56%). Furthermore, technical aspect on dimethyl ether synthesis with feed gas from CFZ (gas consumption of 0,0412 MMSCF/tonne-DME and 2,077 (MWh/tonne-DME) is slightly better performance than synthesis process with feed gas from membrane (0,043 MMSCF/ton-DME and 2,077 MWh/ton-DME). Based on economical aspect, sales gas price in Natuna Island with CO2 sequestration of 10,90 US$/MMBtu (CFZ) and 9,48 US$/MMBtu (membrane) is quite expensive compared to without CO2 sequestration of 6,47 US$/MMBtu (CFZ) and 5,26 US$/MMBtu (membrane). In addition, levelized cost of LNG production with CO2 sequestration of 14,28 US$/MMBtu (CFZ) and 12,96 US$/MMBtu (membrane) is more expensive compared to levelized cost without CO2 sequestration which has value of 9,85 US$/MMBtu (CFZ) dan 8,75 US$/MMBtu (membrane). Levelized cost of dimethyl ether production with CO2 sequestration of 13,85 US$/MMBtu (CFZ) and 12,57 US$/MMBtu is more expensive compared to levelized cost without CO2 sequestration which has value of 9,42 US$/MMBtu (CFZ) and 8,36 US$/MMBtu (membrane)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nizami
"Lapangan gas Natuna Timur merupakan lapangan gas terbesar di Asia Tenggara yang belum berproduksi dan memiliki cadangan total mencapai 222 triliun kaki kubik (TCF) dengan kandungan CO2 yang tinggi mencapai 71% sehingga jumlah hidrokarbon yang dapat dimanfaatkan mencapai 46 TCF. Tingginya kandungan CO2 pada lapangan gas Natuna menyebabkan adanya beberapa isu kritis yang menghambat proses pengembangan lapangan sehingga diperlukan penanganan khusus proses pemisahan CO2 dan CH4 menjadi LNG, produk kimia (metanol, blue methanol, dimetil eter, asam format, dan asam asetat), dan bahan bakar sintesis (synfuel dan blue synfuel) melalui teknologi carbon capture, utilization, and sequestration (CCUS). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan strategi pengembangan pada lapangan gas Natuna Timur melalui simulasi proses dan optimisasi multi-objektif superstruktur dari gas bumi kaya CO2 menjadi LNG, produk kimia dan bahan bakar dengan fungsi objektif: maksimum net profit dan minimum emisi GHG. Simulasi proses dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Aspen HYSYS v11. Sedangkan optimisasi multi-objektif superstruktur model mixed integer non-linear programming (MINLP) dengan menggunakan piranti lunak General Algebraic Modeling System (GAMS) dan solver Standard Branch and Bound (SBB). Hasil dari optimisasi multi-objektif superstruktur menunjukkan bahwa produk optimum yang terpilih pada tahun 2022 adalah LNG, metanol, dimetil eter, asam format, dan asam asetat dengan annual net profit sebesar 27,75 juta $/tahun dan emisi GHG sebesar 6,91 juta ton CO2-eq per tahun. Pada periode 2022 hingga 2060, besar annual net profit meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 18,58% per tahun, dan emisi GHG mencapai puncak pada tahun 2030 sebesar 8,26 juta ton CO2-eq per tahun kemudian menurun sampai dengan tahun 2060. Blue methanol, metanol, LNG, synfuel, asam format dan asam asetat terpilih sejak tahun 2040. Oleh karena itu, pathway yang terpilih bisa menjadi strategi pengembangan rendah karbon untuk memonetisasi sumber gas bumi kaya CO2 di lapangan gas Natuna Timur di masa depan.

The East Natuna gas field is the largest in Southeast Asia that is not yet producing and has a total reserve of 222 trillion cubic feet (TCF) with a high CO2 content so that the amount reaches 71%, which can be utilized to reach 46 TCF. The high CO2 content in Natuna gas causes several critical things needed for the development process, so a unique process is needed for a more complex CO2 and CH4 separation and conversion into LNG, chemical products, and fuels through carbon capture, utilization, and sequestration (CCUS) technology. This study aims to obtain a development strategy in the East Natuna gas field through process simulation and multi-objective optimization of the superstructure from CO2-rich natural gas into LNG, chemical products, and fuels with objective functions: maximum net profit and minimum GHG emissions. Process simulation was carried out using Aspen HYSYS v11 software. Meanwhile, multi-objective superstructure with mixed integer non-linear programming (MINLP) model using General Algebraic Modeling System (GAMS) software and Standard Branch and Bound (SBB) solver. The results of the multi-objective superstructure optimization show that the optimum products selected in base year (2022) are LNG, methanol, dimethyl ether, formic acid, and acetic acid, with an annual net profit and annual net GHG emission of 27.75 million $/year and 6.91 megatons of CO2-eq per year, respectively. In the period 2022 and 2060, the annual net profit will increase at a CAGR of 18.58% per year, and GHG emissions will peak in 2030 (8.26 million tons CO2-eq per year) and decline until 2060. Blue methanol, methanol, LNG, formic acid, acetic acid, and synfuel has been selected as the optimum product since 2040. Therefore, this could be a low-carbon development strategy to monetize CO2-rich natural gas sources in the East Natuna gas field in the future."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kameliya Hani Millati
"Gas Natuna merupakan salah satu cadangan gas bumi terbesar di Indonesia, mencapai 50,27 TSCF. Pemanfaatan gas Natuna terhambat oleh kandungan CO2 tinggi, mencapai 71%. Kandungan CO2 tinggi membutuhkan proses separasi CO2 dari gas bumi dan penanganan limbah gas asam secara khusus karena dapat menyebabkan pemanasan global. Selain CO2, gas Natuna juga mengandung 0,6% H2S. Pada penelitian ini, dilakukan simulasi proses pengolahan gas Natuna dengan teknologi LNG-EOR-CCS. Fokus utama dari penelitian ini adalah perbandingan membran dan CFZ untuk separasi CO2 dari gas bumi, aspek teknis dan aspek ekonomi.
Berdasarkan hasil simulasi dan perhitungan, proses separasi CO2 menggunakan membran (hydrocarbon losses 6,5%; konsumsi energi 0,86 MJ/kg CO2) memberikan hasil lebih bagus daripada CFZ (hydrocarbon losses 9,6%; konsumsi energi 0,48 MJ/kg CO2) dari aspek teknis. CFZ dapat memberikan hasil lebih bagus jika dikombinasikan dengan membran sebagai proses separasi lebih lanjut terhadap produk bawah CFZ (hydrocarbon losses 1,66%; konsumsi energi 0,50 MJ/kg CO2). Dari aspek ekonomi, biaya proses produksi LNG menggunakan CFZ + membran (12,82 $/MMBtu) membtuhkan biaya produksi sedikit lebih murah daripada membran (12,92 $/MMBtu).

Natuna gas is one of the largest natural gas reserves in Indonesia, reaching 50.27 TSCF. Natuna gas utilization is limited by high CO2 content, reaching 71%. High CO2 content requires special method for CO2 separation from natural gas and sour gas waste handling because it could lead to global warming. In addition to CO2, Natuna gas also contains 0.6% H2S. In this study, simulation process for Natuna gas treatment is done using LNG-CCS-EOR technology. The main focus in this study is to compare membrane and CFZ for CO2 separation from natural gas, technical aspects and economic aspects.
Based on simulation and calculation, CO2 separation process using membrane technology (hydrocarbon losses 6,5%; energy consumption 0,86 MJ/kg CO2) shows a better result than CFZ (hydrocarbon losses 9,6%; energy consumption 0,48 MJ/kg CO2) in technical performance. CFZ will give a better result than membrane if combined with membrane as the further separation process for the bottom product of CFZ (hydrocarbon losses 1,66%; energy consumption 0,50 MJ/kg CO2). From the economical aspect, the cost of LNG production process using CFZ + membrane (12,82 $/MMBtu) is a bit cheaper than membrane (12,92 $/MMBtu).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Budi Noviawati
"Gas merupakan energi transisi yang mampu menekan emisi karbon sehingga dapat menyebabkan perubahan iklim. Pengembangan lapangan gas merupakan implementasi transisi energi sebelum menuju energi baru terbarukan (EBT). Lapangan Natuna D Alpha dengan kandungan CO2 sebesar 71% dan CH4 28%. Sehubungan hal tersebut perlu dilakukan studi untuk membuat gas bumi terproduksi sesuai dengan spesifikasi gas jual. Studi pengembangan lapangan gas ini meninjau dari aspek teknis dan aspek keekonomian yang disebut dengan metode Tekno-Eknomi. Aspek teknis melakukan simulasi teknik membran dengan material polimer tipe Polysulfone dengan rumus matematis kedalam Python dan hasil dari Python dimasukkan kedalam unisim. Teknologi membran untuk memisahkan CO2 dari gas bumi. Selanjutnya melakukan injeksi CO2 kembali kebawah permukaan bumi sebagai penerapan carbon capture storage & utilization dengan ruang lingkup menghitung kapasitas penyimpanan CO2 sequestration dan enhanced gas recovery Sedangkan, pada aspek keekonomian sebagai penentuan  kelayakan proyek dengan menggunakan skema production sharing contract cost recovery yakni Pemerintah dan Kontraktor. Hasilnya mampu memurnikan CH4 hingga 95,02% dengan kandungan CO2 sebesar 4,89% dengan nilai investasi sebesar 5.451.869 MUSD. Aspek keekonomian Pengembangan lapangan gas Natuna D Alpha dapat lanjut ketahap eksekusi dengan net present value sebesar 2.595.638 MUSD, kemudian  internal rate of return sebesar 13,84%, dan payback periode pada tahun ke 7,05.


The gas is an energy transition that can reduce carbon emissions cause its climate change. Implementation of energy transition by plan of gas field development (POFD). The Natuna D Alpha Field with 71% of CO2 content and 28% of CH4 content. It is necessary to study upgrading natural gas specification in accordance with the sales gas specifications. Natuna D Alpha development study using Techno-Economics method. For technical aspect, we design polymer membrane technology with Polysulfone  into Python then input to unisim.  Membrane technology is to separate CO2 from natural gas. Furthermore, CO2 captured will re inject to subsurface as the implementation of carbon capture storage & utilization  through estimating CO2 storage capacity for sequestration and enhanced gas recovery . Meanwhile, the economic aspect is to determine project feasibility using a production sharing contract cost recovery scheme, whose are the Government and the Contractor. The result is 95,02% of CH4 content with 4,89% of CO2 content. It needs investment cost of 5.451.869 MUSD. Based on the economic aspect Natuna D Alpha gas field development can proceed to the execution stage that determined net present value (NPV) of USD 24,960 million then IRR is about 13,84%, Payback Period (PBP) in 7,05 year.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tulus Setiawan
"Gas Natuna dengan cadangan 50,27 TSCF sangat potensial untuk dikembangkan. Namun, pemanfaatan gas Natuna memiliki kendala karena kandungan CO2 yang sangat tinggi sebesar 71%. Masalah utama yang dihadapi dari tingginya kandungan CO2 adalah proses separasi yang lebih kompleks serta penanganan limbah CO2 itu sendiri karena dapat menyebabkan pemanasan global. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan model pemanfaatan gas Natuna dengan pendekatan LNG-EOR-CCS terintegrasi. Analisis kinerja teknis dilakukan melalui simulasi masing-masing tahapan proses menggunakan UniSim.
Proses separasi CO2 dilakukan melalui 2 tahap, yakni proses separasi membran mampu menghilangkan CO2 dari 70,9% menjadi 10%, kemudian proses amine dari 10% menjadi 22 ppm. Alternatif proses pemisahan CO2 lainnya yaitu CFZ mampu menghilangkan CO2 dari 70,9% menjadi 1%. Selanjutnya dengan umpan gas 631,72 MMSCFD menuju LNG plant, diperoleh kinerja teknis 13,48 kW/tpd LNG dengan kapasitas 3,99 MTPA. Penanganan 27,68 MTPA CO2 melalui CCS membutuhkan 379,9 MW untuk proses kompresi, sedangkan penanganan 3,57 MTPA CO2 melalui EOR membutuhkan 46,76 MW untuk proses kompresi dan dapat menghasilkan minyak sebesar 222.951,6 bbl/d.

Natuna gas reserves of 50.27 TSCF has potential to be developed. However, the utilization of Natuna gas has a problem because it has very high content of CO2 equal to 71%. The main problem faced by the high content of CO2 is required more complex separation process and the handling of CO2 itself because it can lead to global warming. In this study, the development of Natuna gas is modeled using integrated LNG-EOR-CCS approach. Technical performance analysis is done through simulation of each stage of the process using UniSim.
CO2 separation process is carried out through two stages, namely membrane process capable of reducing CO2 content from 70.9% to 10%, then the amine process which reduce CO2 content from 10% to 22 ppm. The alternative for CO2 separation is CFZ, which can reduce CO2 content from 70.9% to 1%. Subsequently with 631.72 MMSCFD feed gas into the LNG plant, the technical performance of 13.48 kW/tpd LNG is acquired with a capacity of 3.99 MTPA. Handling of 27.68 MTPA CO2 through CCS requires 379.9 MW for the compression, while handling of 3.57 MTPA CO2 through EOR requires 46.76 MW for the compression and it is able to produce oil 222,951.6 bbl/d.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59245
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wong Sin Yung
"ABSTRAK
Salah satu alternatif pemanfaatan CO2 dari cadangan gas alam Natuna adalah untuk memproduksi bahan petrokimia dan bahan bakar sintetis secara simultan melalui gas sintesis kaya karbon monoksida. Beberapa produk turunan gas sintesis kaya CO ialah asam asetat, asetat anhidrida, dan dimetil eter. Dalam skripsi ini dikaji aspek teknis dan ekonomis dari proses produksi bahan-bahan diatas.
Analisa teknis yang dilakukan meliputi flowsheeting yang didasarkan pada sintetis proses dengan menggunakan lisensi dari Monsanto, Haldor Topsoe, dan NKK, serta analisa kinerja proses yang meliputi efisiensi karbon dan termal. Untuk analisa ekonomi meliputi laju dan waktu pengembalian modal, kepekaan terhadap perubahan harga bahan baku dan produk, kapasitas produksi, dan tingkat suku bunga.
Efisiensi karbon kimiawi dan total unruk pabrik asam asetat ialah sebesar 94.81% dan 78.81%. Berdasarkan analisa ekonomi pabrik ini baru menguntungkan jika kapasitas pabrik asam asetat 5 kali kapasitas dasar (46,942 ton/tahun). Pada kapasitas ini, pabrik asam asetat memiliki kepekaan lerhadap penurunan harga jual produk sebesar 5%. Kenaikan harga beli reaktan sampai 20%, dan tingkat suku bunga sampai 20%.
Untuk pabrik asetat anhidrida efisiensi karbon kimiawi dan total sebesar 78.2% dan 71.14% dan akan menguntungkan bila kapasitas pabrik asetat anhidrida dinaikkan 4 kali dari kapasitas dasar (24275 ton/tahun). Pada kapasitas ini kepekaan terhadap penurunan harga jual produk yang didapat sebesar 1%, kenaikan harga beli reaktan sampai 20%, dan lingkat suku bunga sampai 10%.
Efisiensi karbon kimiawi dan total untuk pabrik DME sebesar 99,55% dan 79,09%, dengan efisiensi panas kimiawi dan totalnya sbesar 86,25% dan 67,96%. Investasi pada pabrik DME ini masih menguntungkan sampai batas kapasitas minimal pabrik DME ½ x kapasitas dasar (900.000 ton/tahun). Pabrik DME memiliki kepekaan terhadap penurunan harga jual produk sebesar 10%, kenaikan harga beli reaktan sampai 40%. dan tingkat suku bunga sampai 20%.

"
2001
S49147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rikiyar Magfur
"Lapangan Subang terletak di Desa Pelawad, Karawang, Jawa Barat termasuk wilayah kerja PT. Pertamina EP Asset 3. Berdasarkan data analisa kadar CO2 pada fase gas sangat tinggi yaitu, 50,66% mol. Pada kondisi saat ini associated gas tidak memilik nilai ekonomis karena langsung dialirkan ke flare untuk dibakar. Oleh karena itu diperlukan penangan khusus untuk memisahkan CO2 dari aliran associated gas agar kadar nilai CO2 maksimal sebesar 5% mol dan kadar air di bawah 7 lb/MMSCF sehingga dapat dikirim ke sales point. Pada penelitian ini, dilakukan simulasi proses pengolahan dengan teknologi solid adsorption yang menggunakan peranti lunak Simulator Adsorption V.10 dan dibandingkan dengan simulasi proses pengolahan dengan teknologi solvent absorption yang menggunakan piranti lunak Unisim. Keluaran dari simulasi ini akan menghasilkan beberapa aspek yaitu jumlah pelarut, konsentrasi penggunaan pelarut dan dimensi dari bed adsorbent pada laju alir gas umpan. Selain itu dilakukan perbandingan secara kualitatif dari kedua teknologi pengolahan gas yang mengandung CO2 tersebut. Berdasarkan hasil simulasi AGRU diperoleh laju alir gas produk yang mengandung kadar CO2 4,49% mol dengan menggunakan larutan amine yang memiliki konsentrasi 35%wt MDEA, 9%wt MEA dan 56%wt Air. Dan hasil simulasi PSA diperoleh laju alir gas produk yang mengandung kadar CO2 4,98% mol dengan menggunakan dimensi bed adsorbent (D:H) adalah 1m:3,5m. Dan dari hasil analisis keekonomian diperoleh 9,32% IRR, NPV USD -396.119 dan payback period 11 tahun untuk teknologi AGRU. Dan 31,82% IRR, NPV USD 5.927.106 dan payback period 3,35 tahun untuk teknologi PSA. Sehingga teknologi PSA lebih ekonomis untuk diterapkan di Lapangan Subang.

Subang Field is located in Pelawad Village, Karawang, West Java, including the working area of PT. Pertamina EP Asset 3. Based on the analysis data, the CO2 content in the gas phase is very high, 50.66% mol. In the current condition, the associated gas has no economic value because it is directly release to the flame to be burned. Therefore a special handler is needed to separate CO2 from the gas stream so that the maximum CO2 content is 5% mol and the water content is below 7 lb/MMSCF so that it can be sent to sales gas point. In this study, a simulation process devide on two (2) solid adsorption technology that will simulated by Simulator Adsorption V.10 software and compared with the separation process solvent absorption technology that will simulated by Unisim software. The output of this simulation will result several aspects such as quantity of solvent, concentration of solvent and bed adsorbent dimensinon at feed gas flow rates. In addition, a qualitative comparison was made of the two gas processing technologies containing CO2. Based on the AGRU simulation, the gas product have a content of 4.49% mol CO2 by using an amine solution that has a concentration of 35%wt MDEA, 9%wt MEA and 56%wt water. Meanwhile PSA simulation, gas product have a content of 4.98% mol CO2 by using bed dimensions of the adsorbent (D:H) is 1m:3.5m. And then, from economic analysis obtained 9.32% IRR, NPV USD -396,119 and a payback period of 11 years for AGRU technology. And 31.82% IRR, NPV USD 5,927,106 and payback period of 3.35 years for PSA technology. So that PSA technology is more economical to be applied in the Subang Field."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Esthi Ariningtias
"Seiring dengan penambahan jumlah populasi penduduk dan peningkatan ekonomian di suatu wilayah, kebutuhan energi akan mengalami kenaikan. Provinsi Kalimantan Timur akan mengalami kekurangan energi listrik di beberapa daerahnya sehingga diperlukan pembangunan beberapa pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik. Dalam memenuhi kebutuhan gas yang akan digunakan dalam pembangkit listrik, diperlukan sumber-sumber gas baik dari lapangan-lapangan marjinal atau lapangan gas stranded.
Proses penyediaan gas dari lapangan gas stranded memerlukan skenario logistik yang optimal agar didapatkan biaya suplai yang minimal. Biaya suplai dalam rantai small scale LNG dipengaruhi biaya liquefaction, transportasi, regasifikasi dan distribusi. Optimasi logistik diperlukan untuk mendapatkan biaya suplai ke LNG Terminal paling rendah. Perhitungan optimasi ini dilakukan dengan menggunakan Solver, program di dalam Microsoft Excel yang memasukkan fungsi objektif, variabel bebas dan constrain.
Berdasarkan analisa dari hasil optimasi diperoleh skenario logistic terbaik untuk suplai gas ke PLN dari LNG Terminal 1 yaitu dengan metode milk-run memakai 2 unit kapal berkapasitas 12,000 m3, 1 unit tangki penyimpanan di LNG Terminal berukuran 5,000 m3.dan memakai truk untuk distribusi gas sedangkan ke PLN dari LNG Terminal 2 yaitu dengan metode hub and spoke memakai 1 unit kapal 10,000 m3, 1 unit tangki penyimpanan di LNG Terminal berukuran 7,500 m3.dan memakai truk untuk distribusi gas.
Dan dari hasil penelitian diperoleh biaya pengiriman dari Gas Plant ke LNG Terminal paling rendah yaitu dengan suplai gas dari LNG Plant 1. Untuk LNG Terminal 1 biaya pengiriman paling rendah dengan metode milk-run sedangkan LNG Terminal 2 dengan metode hub and spoke. Harga jual gas minimum ke PLN yaitu 12.64 USD/ MMBTU (Sanggata), 12.24 USD/ MMBTU (Bontang), 11.26 USD/ MMBTU (Melak), 10.93 USD/ MMBTU (Kaltim) dan 11.2 USD/ MMBTU (Kota Bangun).

Energy needs in a region will increase along with the escalation of its number of population and the level of the economy. East Kalimantan province will experience a shortage of electricity in some regions therefore several new power plants should be built to fulfill the electricity demands. To meet the needs of gas for power generation, source of the gas can be from marginal fields or stranded gas fields.
The supply process of gas from these stranded gas fields needs optimum logistic scenario so that minimum supply cost can be obtained. The cost of supply in small scale LNG is affected by the cost of liquefaction, transportation (shipping), LNG Terminal (regasification, jetty, storage tank) and distribution. Logistics optimization is acquired to get the lowest cost of gas supply to LNG Terminal.
Analysis of the optimization is completed with Solver, a program in Microsoft Excel that needs objective functions, decision variables and constrains. Based on the optimization, the best logistic scenario are as follows: To supply gas for PLN from LNG Terminal 1, the milk-run method is needed, employing 2 units of 12,000 m3ship, one of 5,000 m3 LNG storage tank at LNG Terminal and used trucks for distribution gas to Sanggata and Bontang. While to supply gas for PLN from LNG Terminal 2,the hub and spoke method is required, employing a 10,000 m3 ship, a 7,500 m3 storage tank at LNG Terminal and trucks to distribute the gas through Melak, Kaltim and Kota Bangun.
The calculation results are as follow: the lowest gas supplying cost from Gas Plant to LNG Terminal is obtained using gas from LNG Plant 1. The lowest cost of supply to PLN is 12.64 USD / MMBTU (Sanggata), 12.24 USD / MMBTU (Bontang), 11.26 USD / MMBTU (Melak), 10.93 USD / MMBTU (Kaltim) and 11.2 USD / MMBTU (Kota Bangun).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T39007
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S48697
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Hariadi
"ABSTRAK
Indonesia mulai mengekspor LNG sejak tahun 1977 dan akan tetap memimpin sebagi eksportir LNG di dunia di tahun-tahun mendatang. Penerimaan dari ekspor LNG ini telah banyak membantu pembangunan di Indonesia untuk mensejahterakan kehidupan rakyat sesuai dengan UUD 1945 pass! 33. Dengan semakin banyaknya eksporter LNG baru dan terus berkembang, kompetisi untuk memperebutkan pasar tradisional ke Jepang, Korea dan Taiwan menjadi semakin ketat.
Natuna merupakan salah satu sumber gas alam yang dimiliki Indonesia akan menjadi jawaban untuk dikembangkan untuk memenuhi pemakai LNG baru di Asia Pasifik seperti : Thailand, India, Gina dan Pakistan.
Natuna memiliki kandungan hidrokarbon sekitar 60 TCF dari total cadangan sebesar 212 TCF yang berkomposisi 71% C02, 28% hidrokarbon dan impurities.
Untuk mencari menanggulanginya, Pertamina dan para mitra kerjanya perlu mempertimbangkan untuk membangun kilang LNG dan gas pipa dan menghitung volume minimum gas pipa dan LNG yang akan dijual kepada calon pembeli dengan harga yang paling ekonomis bagi penjual maupun pembeli.
Pertimbangan keekonomian seperti evaiuasi proyek, peluang pasar dan waktu yang tepat untuk memasuki pasar perlu diterangkan secara mendetail. Dengan menggunakan metode matematika yang dikenal sebagai Vogel Approximation Method NAM), akan dihitung prakiraan biaya ttransportasi minimum dari sumber suplai ke pelabuhan tujuan.
Evaluasi proyek menghasilkan bahwa harga minimum LNG dan gas pipa masing-masing sebesar US$ 4.0/MBTU dan US$ 3.0/MMBTU. Sedang IRR dan pay back period untuk proyek LNG adalah 10% dan 9.37 tahun. Waktu yang tepat untuk membangun lapangan Natuna hingga berproduksi adalah setelah tahun 2007. Pada saat itu, produksi LNG kilang Arun hanya sebesar 1,3 juta ton/tahun.
Proyek gas Natuna masih mungkin untuk dikembangkan dalam skala LNG dan gas pipa walaupun memerlukan biaya investasi yang tinggi. Sangat panting untuk menerapkan suatu metode yang mengijinkan LNG dapat diangkut dari sumber manapun sebagai pengganti dedicated vessel untuk dedicated buyers. Melalui implementasi cara inl maka biaya transportsi dalam rangkaian perdagangan LNG dapat diminimalkan. Beberapa usaha teknis juga perlu dipertimbangkan untuk mengurangi biaya seperti menaikkan kapasitas kilang, pemilihan proses pencairan, sistem penyimpanan dan pemuatan, penggunaan kapal yang lebih besar.

ABSTRACT
Indonesia has been exporting LNG since 1977, and will be still leading as LNG exporter in the world some years ahead. The LNG revenues has been used as development capital to Indonesian society as stated in Article 33 of Indonesian Foundation Decree. But as many LNG exporters emerge and grow, the competition to get market share, especially in traditional market such as Japan, Korea and Taiwan becoming harder.
Natuna is one of Indonesian gas deposits in Indonesian archipelago, would be an answer to be developed to fulfill the new LNG user in Asia Pacific such as : Thailand, India, China and Pakistan.
Natuna has 60 TCF hydrocarbon recoverable from 212 TCF total gas reserve with its composition 71% C02, 28% hydrocarbon and impurities.
To overcome the problem, Pertamina and its partner should develop both the gas pipe and LNG, and calculate the minimum volume of gas pipe and LNG to be sold to the buyers candidates at the best price for buyers and seller.
The economical consideration such as project evaluation, market opportunity and the expected time to enter the market will be explored in detail. By using a mathematical method which is known as Vogel Approximation Method (VAM), would be calculated the minimum transportation cost from source of supplies to destinations.
The project evaluation indicated that the floor price of LNG and Gas Pipe price are US$ 4.0/MBTU and US$ 3.01MMBTU respectively. The IRR and pay back period are 10% and 9.37 years for LNG project. And, the expected time to develop Natuna to be on stream is the year beyond 2007. At that time, the Arun LNG production will be around 1.3 Million ton/year.
Natuna gas project still has possibility to be developed as LNG and gas pipe scale projects although it needs a big investment. It is important to allow LNG vessel to load LNG at any source of supply instead of current dedicated vessel for dedicated buyers. By allowing this rule to be implemented, the LNG chain business cost could be minimize. Some technical effort should be considered to reduce cost of project such as increasing train capacity, choosing of liquefaction process, storage and loading system, bigger vessel size and optimizing LNG chain.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>