Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178788 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Nawan
"Tesis ini membahas hubungan frekuensi episode diare dengan kejadian stunting pada batita usia 12-36 bulan di kecamatan Tamansari kabupaten Bogor tahun 2019. Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Data Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia sebesar 30,8%. Metode penelitian adalah kuantitatif dengan desain cross sectional dari menganalisis data primer dari 441 batita berusia 12-36 bulan. Hasil penelitian menunjukkan proporsi stunting pada balita usia 12-36 bulan sebesar 36,96%. Sedangkan proporsi stunting pada batita dengan frekuensi episode diare >1 kali dalam 6 bulan sebesar 54,55% lebih tinggi dibandingkan proporsi stunting pada batita dengan frekuensi episode diare ≤ 1 kali yaitu 30,31%. Analisis multivariat dengan uji cox regression menunjukkan hubungan yang signifikan antara frekuensi episode diare dengan kejadian stunting memiliki PR= 1,71 (95% CI: 1,24-2,34; p-value: 0,001), artinya peluang kejadian stunting pada batita dengan frekuensi episode diare > 1 kali dalam enam bulan sebesar 1,71 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan batita yang frekuensi episode diare ≤ 1 kali setelah dikontrol ASI eksklusif dan sanitasi. Peningkatan program promotof dan preventif guna pencegahan penyakit diare yaitu mengaktifkan kembali kegiatan penyuluahn meja 4 posyandu, peningkatan surveilans penyakit diare, asupan gizi yang seimbang, berkoordinasi dengan lintas sektor dalam peningatan higiene dan sanitasi, misalnya: penyediaan sarana air bersih, penyediaan saran BAB, dan media sarana edukasi dan sarana cuci tangan menggunakan sabun.

This thesis discusses the relationship between the frequency of diarrhea episodes with stunting among toddlers aged 12-36 months in Tamansari sub-district, Bogor district in 2019. Stunting or often called dwarf or short is a condition of growth failure in children under five years old (toddlers) due to chronic malnutrition and recurrent infections especially in the period of the first 1,000 days of life, from fetuses to children aged 23 months. The Riskesdas 2018 data showed the prevalence of stunting in Indonesia was 30.8%. The research method is quantitative with cross sectional design from analyzing primary data from 441 toddlers aged 12-36 months. The results showed the proportion of stunting in children aged 12-36 months was 36.96%. While the proportion of stunting in toddlers with a frequency of diarrhea episodes > 1 time in 6 months is 54.55% higher than the proportion of stunting in toddlers with a frequency of diarrhea episodes ≤ 1 time that is 30.31%. Multivariate analysis with cox regression test showed a significant relationship between the frequency of diarrhea episodes with the incidence of stunting. the frequency of diarrhea episodes > 1 time in six months is 1.71 times higher when compared to toddlers whose frequency of diarrhea episodes ≤ 1 time after controlled by exclusive breastfeeding and sanitation. Improvement of promotof and preventive programs to prevent diarrheal diseases, namely reactivating the activities of Posyandu table 4, increasing surveillance of diarrheal diseases, balanced nutritional intake, coordinating with multy-sectors in hygiene and sanitation recall, for example: providing clean water facilities, providing defecation advice and media for educational facilities and facilities for washing hands with soap."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Ma`arif
"Stunting merupakan masalah serius, dampak nyata adalah menurunnya kualitas generasi muda di masa datang baik secara fisik maupun motorik yang mana akan berpengaruh pada perekonomian negara. Program stunting di Indonesia masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dengan target penurunan dari (30,8%) 2018 menjadi (14%) 2024. Tujuan penelitian ini mengetahui faktor determinan stunting pada batita usia 12-36 bulan di kecamatan tamansari, kabupaten Bogor, Indonesia. Desain studi cross-sectional dari data primer dengan jumlah sampel 500 batita usia 12-36 bulan. Analisis faktor determinan stunting pada penelitian ini menggunakan analisis multivariat cox regresi dan besar pengaruh dinyatakan dalam prevalensi rasio (PR) dengan confident interval (CI) 95%. Penelitian kami menunjukkan prevalensi stunting pada batita usia 12-36 bulan di Tamansari sebesar 39.2%. Hasil uji Multivariat menunjukkan faktor determinan stunting di Tamansari yaitu riwayat pemberian ASI (PR=1.32), diare (PR= 1.40), asupan energi (PR=1.35), pendidikan ibu (PR=1.54) dan usia ibu (PR=1.44). Hasil penelitian menyarankan bahwa pihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan dapat mencegah stunting dengan meningkatkan cakupan asi eksklusif, pola hidup bersih dan sehat serta meningkatkan asupan energi dan protein seperti telur, tahu dan tempe. Bagi Dinas Pendidikan, meningkatkan pendidikan ibu dengan kejar paket A-C, dan bagi BKKBN bersama Kantor Urusan Agama setempat meningkatkan usia pernikahan sesuai UU perkawinan yaitu 19 tahun.

Stunting is a serious problem, the real impact is the decline in the quality of young people in the future both physically and motorically which potentially affect the countrys economy. Stunting programmes in Indonesia are included in the National Medium Term Development Plan with a reduction target of (30.8%) 2018 to (14%) 2024. The purpose of this study is to assess the determinant factor of stunting in toddlers aged 12-36 months in Tamansari, Bogor District, Indonesia. A cross-sectional study design was employed, with primary data from a total sample of 500 toddlers in the District. The analysis of the determinant factor of stunting applied multivariate Cox Regression analysis and the effect is expressed by the prevalence ratio (PR) with a 95% confidence interval (CI). Our study shows that the prevalence of stunting in toddlers aged 12-36 months in Tamansari is 39.2%. The Multivariat analysis test results show factors determinant of stunting in Tamansari such as the history of breast feeding (PR=1.32), diarrhoeal disease (PR=1.40), energi intake (PR=1.35), mothers education (PR=1.54) and mothers age (PR=1.44). The researcher suggest that The Health Center and the Department of Health prevent stunting by apply exclusive breast feeding, healthy lifestyles and increase energy and protein intake such as eggs, tofu and tempe. Department of Education increasing the minimum of mothers education with "kejar paket A-C". National Family Planning Coordinating Agency and Religious Affairs Office increasing the minimum marriage age in accordance with Indonesian marriage law limitations at age of 19 years."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelvin Halim
"Prevalensi stunting pada balita di Indonesia, khususnya Kabupaten Bogor masih tergolong tinggi. Keragaman konsumsi pangan, salah satu penilaian pada praktik pemberian makan bayi dan anak, merupakan salah satu determinan utama dalam kejadian stunting. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan keragaman konsumsi pangan dan faktor lainnya dengan kejadian stunting pada balita. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan jumlah sampel 149 anak usia 6-35 bulan di Kecamatan Babakan Madang selama bulan April-Juni 2019. Skor keragaman konsumsi pangan diambil dari 1x24hr food recall berdasarkan 7 kelompok pangan dan dikategorikan berdasarkan beragam (<4 kelompok pangan) dan tidak beragam (≥4 kelompok). Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunting pada anak sebesar 32.2%. 31.5% anak mengonsumsi pangan tidak beragam. Hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan bermakna antara keragaman konsumsi pangan (p=0.033), minimum acceptable diet (p=0.013), dan konsumsi sayur dan buah sumber vitamin A (p=0.015). Maka dari itu, upaya intervensi perlu dilakukan dengan meningkatkan keragaman pangan dan kualitas makan bayi dan anak dalam menurunkan risiko kejadian stunting di tingkat keluarga dan masyarakat.

Prevalence of stunting among under children in Indonesia, particularly in Bogor, East Java, is still considered high. Dietary diversity, one of the important assessments in infant and child feeding practice, is one of important determinants of stunting. This study is aimed to examine associations between dietary diversity with other factors with prevalence of stunting among children. A cross-sectional design study involving 149 children aged 6-35 months in Babakan Madang District from April-June 2019 was performed in this study. Dietary diversity scores were collected from 1x24hr food recall based on 7 food groups and categorized as low (<4 food groups) and high (≥4 food groups). Results showed the prevalence of stunting in this study is 32.2%. 31.5% of the children had low dietary diversity. Using chi-square analysis, there was significant associations in prevalence of stunting in children in dietary diversity (p=0.033), minimum acceptable diet (p=0.013), and consumption of vitamin A-rich fruits and vegetables (p=0.015). Interventions should be taken by improving dietary diversity to reduce the burden and prevalence of stunting in both household and community level."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakina Makatita
"Tesis ini membahas hubungan pola asuh dan pendidikan ibu dengan stunting pada batita usia 12 – 36 bulan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Indonesia, Tahun 2019. Stunting merupakan suatu keadaan dimana anak dibawah lima tahun mengalami gagal tumbuh yang di akibatkan karena kekurangan asupan gizi kronis yang disebabkan oleh malnutrisi jangka panjang sehingga tinggi badan anak tidak sesuai dengan umur anak tersebut atau bisa dikatakan anak terlalu pendek jika dibandingkan dengan usianya. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi stunting turun  menjadi 30,8% dari yang sebelumnya adalah 37,2% (2013). Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain cross-sectional dari menganalisis 500 batita berusia 12 – 36 bulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi stunting pada batita dengan pola asuh ibu buruk dan pendidikan ibu rendah sebesar 2,65 lebih tinggi dibandingkan proporsi stunting pada batita dengan pola asuh ibu baik dan pendidikan ibu tinggi yaitu 1(referensi). Analisis multivariat dengan uji cox regression menunjukkan hubungan yang signifikan antara pola asuh dan pendidikan ibu dengan stunting memiliki PR= 2,36 (95% CI : 1,46-4,81) p-value 0,005 , artinya peluang kejadian stunting pada batita dengan pola asuh ibu buruk dan pendidikan rendah sebesar 2,36 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan batita yang memiliki pola asuh ibu baik dan pendidikan ibu tinggi setelah dikontrol pendapatan keluarga dan usia ibu saat hamil.

This thesis discusses the relationship between parenting and maternal education with stunting in toddlers aged 12 - 36 months in Tamansari District, Bogor Regency in 2019. Stunting is a condition in which children under five years of age experience failure to thrive due to chronic nutritional deficiency caused by long-term malnutrition so that the child's height does not match the child's age or it can be said that the child is too short when compared to his age. The results of the 2018 Basic Health Research (Riskesdas) showed the prevalence of stunting fell to 30.8% from 37.2% (2013). This research method is quantitative with a cross-sectional design of analyzing 500 toddlers aged 12 - 36 months.
The results of this study showed that the proportion of stunting among toddlers with poor parenting and low maternal education was 2.65, higher than the proportion of stunting among toddlers with good parenting and high maternal education, namely 1 (Reference). Multivariate analysis with the cox regression test showed that a significant relationship between parenting and maternal education with stunting had a PR = 2.36 (95% CI: 1.46-4.81) p-value 0.005, meaning that the chance of stunting in toddlers with a pattern poor parenting and low education were 2.36 times higher than toddlers who had good parenting and high maternal education after controlling for family income and maternal age at pregnancy.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Rahmani Fitri
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor terkait dan dominan faktor dalam kejadian stunting pada anak-anak antara 24-30 bulan dalam dua yang dipilih desa-desa di Kecamatan Cakung pada tahun 2019. Metode penelitian ini adalah cross sectional Desain. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 221 anak-anak dan mereka diperoleh oleh pengambilan sampel cluster. Penelitian ini dilakukan pada Mei 2019 di Jatinegara dan Pulogebang Kecamatan. Database dikumpulkan dengan mengukur tinggi badan, wawancara pada kuesioner, dan penarikan makanan 2x24 jam. Hasil analisis menunjukkan Proporsi anak usia 24-30 bulan yang mengalami stunting adalah 20,4%. Mann Whitneys Tes menunjukkan bahwa asupan makronutrien, asupan mikronutrien seperti vitamin C dan seng menunjukkan hubungan yang signifikan dengan stunting. Uji chi square menunjukkan hal itu makronutrien, asupan mikronutrien seperti vitamin A, usia minum susu, frekuensi konsumsi susu, pendidikan ibu, dan pengetahuan ibu tentang gizi menunjukkan a hubungan yang signifikan dengan stunting. Hasil analisis multivariat diperoleh usia minum susu sebagai faktor dominan dalam kejadian stunting pada anak usia 24- 30 bulan di dua kecamatan terpilih di Kecamatan Cakung.

The purpose of this study was to determine the related factors and dominant factors in the incidence of stunting in children between 24-30 months in the two selected villages in Cakung District in 2019. The method of this study was cross sectional design. The number of samples in this study were 221 children and they were obtained by cluster sampling. This research was conducted in May 2019 in Jatinegara and Pulogebang Districts. The database was collected by measuring height, interview on
questionnaire, and 2x24 hour food withdrawal. The analysis showed that the proportion of children aged 24-30 months who experienced stunting was 20.4%. The Mann Whitney Test shows that macronutrient intake, micronutrient intake such as vitamin C and zinc
show a significant relationship with stunting. Chi square test showed that macronutrients, micronutrient intake such as vitamin A, age of drinking milk, frequency of milk consumption, mothers education, and mothers knowledge about nutrition showed a significant relationship with stunting. Multivariate analysis results obtained by age drinking milk as a dominant factor in the incidence of stunting in children aged 24-30 months in two sub-districts selected in the District of Cakung."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Sari Wardani
"Stunting merupakan salah satu kekurangan gizi yang disebabkan oleh kekurangan zat gizi dimana balita dengan tinggi badan lebih rendah dari usianya. Stunting memiliki dampak dalam berbagai lini kehidupan, mulai dari bayi, balita, anak-anak hingga lansia. Tesis ini membahas determinan stunting pada balita usia 24-59 bulan di Nagari Unggan Kecamatan Sumpur Kudus Kabupaten Sijunjung Tahun 2019. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional dengan jumlah sampel penelitian adalah 107 orang balita. Pengambilan data primer dilakukan melalui kuesioner hasil wawancara dan pengukuran antropometri pada bulan Maret hingga Mei 2019. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat dengan chi-square dan multivariat dengan analisis regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan sebesar 42,1% balita stunting. Berdasarkan analisis chi square terdapat hubungan signifikan asupan protein, keanekaragaman makanan, riwayat penyakit infeksi dan kebersihan diri. Kebersihan diri adalah faktor dominan stunting pada balita usia 24-59 bulan. Diperlukan kerjasama lintas sektor dan lintas program melalui gerakan 1000 HPK dalam mengatasi permasalahan stunting.

Stunting is one of the malnutrition caused by lack of nutrients where toddlers with height are lower than their age. Stunting has an impact on various lines of life, ranging from babies, toddlers, children to the elderly. This thesis discusses stunting determinants in infants aged 24-59 months in Unggan Nagari, Sumpur Kudus District, Sijunjung Regency in 2019. This research is a quantitative study with a cross sectional study design with a total sample of 107 children under five. Primary data collection is done through interview questionnaires and anthropometric measurements from March to May 2019. The analysis used is univariate, bivariate analysis with chi-square and multivariate with multiple logistic regression analysis. The results showed 42.1% stunting toddlers. Based on the chi square analysis there was a significant relationship between protein intake, food diversity, history of infectious diseases and personal hygiene. Personal hygiene is the dominant stunting factor in infants aged 24-59 months. Cross-sector and cross-program collaboration is needed through the 1000 days of life movement in overcoming the problem of stunting"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Poristinawati
"Stunting adalah kondisi kekurangan gizi pada balita yang bersifat kronik di masa awal pertumbuhan dan perkembangan yang ditandai dengan terhambatnya pertumbuhan linier yang berhubungan dengan meningkatnya morbiditas, dan mortalitas. Tujuan dari tesis ini adalah untuk mengetahui determinan stunting pada balita usia 6-23 bulan di Kecamatan Sasak Ranah Pasisie Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2019. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Sampel penelitian adalah 127 pasangan ibu dan anak usia 6-23 bulan. Stunting diukur menggunakan indikator TB/U melalui pengukuran antropometri panjang badan, dan wawancara kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan 33,9% balita usia 6-23 bulan mengalami stunting, 76,4% balita tidak mendapat ASI eksklusif. Hasil analisis chi-square menunjukkan ada hubungan antara sosial ekonomi (p-value 0,037), Minimum Dietary Diversity (MDD) (p-value 0,006), Minimum Acceptable Diet (p-value 0,05), dan riwayat infeksi (p-value 0,003) dengan kejadian stunting. Uji regresi logistik menunjukkan MDD merupakan faktor determinan terjadinya stunting pada balita usia 6-23 bulan setelah dikontrol dengan variabel sosial ekonomi, MAD dan riwayat infeksi (OR 3,646; 955CI: 1,421-9,366). Saran peneliti untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat adalah melakukan upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan ibu dalam praktik pemberian ASI, dan MPASI. Terutama untuk dapat memberikan makanan yang beraneka ragam dan cukup jumlahnya.

Stunting is a condition of malnutrition in children who are chronic in the early stages of growth and development which is characterized by inhibited linear growth associated with increased morbidity and mortality. The purpose of this thesis is to determine the stunting determinants of toddlers aged 6-23 months in Sasak Subdistrict, Pasisie District, West Pasaman Regency in 2019. This research is a quantitative research with cross sectional design. The study sample was 127 couples of mothers and children aged 6-23 months. Stunting is measured using the HAZ indicator through body length anthropometric measurements, and questionnaire interviews. The results showed 33.9% of children aged 6-23 months had stunting, 76.4% of children under five did not get exclusive breastfeeding. The results of the chi-square analysis showed that there was a relationship between socio-economic (p-value 0.037), Minimum Dietary Diversity (MDD) (p-value 0.006), Minimum Acceptable Diet (p-value 0.05), and infection history (p-value 0.003) with the incidence of stunting. Logistic regression test showed MDD was a determinant of stunting in infants aged 6-23 months after being controlled by socioeconomic variables, MAD and history of infection (OR 3.646; 955CI: 1.421-9,366). The suggestion of researchers for the West Pasaman District Health Office is to make efforts to increase the knowledge and abilities of mothers in the practice of breastfeeding and complementer feeding practice. Especially to be able to provide food that is diverse and sufficient in number.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52573
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gladys Apriluana
"Latar belakang: Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang banyak diderita balita di Indonesia. Kecamatan Pagedangan memiliki jumlah balita kurang gizi masih tinggi. Faktor penting pada pertumbuhan anak adalah asupan gizi. MPASI yang diberikan setelah balita berusia 6 bulan harus beraneka ragam dan adekuat, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam mencapai pertumbuhan yang optimal. Sayangnya, di Indonesia sulit untuk mencapai asupan gizi cukup dari MPASI yang umumnya berbasis tradisional dan tidak difortifikasi. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara
Metode: Penelitian dilakukan dengan disain kasus kontrol dan rasio sampel 1:1,5. Penelitian dilakukan dari Maret-Mei 2019. Populasi adalah balita usia 24 bulan. Total sampel sebanyak 100 anak.
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pemberian MPASI (p=0,033) dan pekerjaan ibu (p=0,040) dengan kejadian stunting. Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel yang paling berpengaruh adalah pekerjaan ibu (OR=7,6), pendapatan keluarga (OR=4,8), dan pemberian MPASI (OR=4,0).
Kesimpulan: Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita adalah pekerjaan ibu, setelah dikontrol pendapatan keluarga, pemberian MPASI, frekuensi minum susu, konsumsi susu, dan usia mulai minum susu. Saran: Meningkatkan program “Isi Piringku” dengan membuat menu makanan yang bergizi untuk balita disesuaikan ketersediaan pangan dan status sosial ekonomi warga.

Background: Stunting is a chronic malnutrition problem that affects many children in Indonesia. Pagedangan district has a high number of malnourished children. An important factor in children's growth is nutritional intake. Complementary foods that given after a 6-month-old toddler must be diverse and adequate, so that it meets growth needs. Unfortunately, in Indonesia it is difficult to achieve sufficient nutritional intake from complementary foods which is generally traditional and not fortified. The purpose of study was to determine correlation between complementary feeding and the incidence of stunting in children aged 24 months.
Methods: The study was conducted with case control design and sample ratio of 1: 1.5. The study was conducted from March to May 2019. The population was children aged 24 months. A total sample of 100 children.
Results: The results of bivariate analysis showed that there was a significant correlation between complementary feeding (p=0.033) and maternal occupation (p=0.040) with the incidence of stunting. The results of multivariate analysis showed the most influential variables were maternal occupation (OR = 7.6), family income (OR = 4.8), and complementary feeding (OR = 4.0).
Conclusion: The dominant factor associated with the incidence of stunting in children aged 24 months is maternal occupation, after controlled family income, complementary feeding, frequency of drinking milk, milk consumption, and age start drinking milk. Suggestion: Improving the program "Fill my plate" by making nutritious food menus for toddlers adjusted for food availability and socio-economic status of the residents.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54686
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Akmal Sari
"Diare masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia khususnya di Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa. Besarnya masalah terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. Diare pada balita dapat berkontribusi pada beban penyakit akut (UNICEF, 2019). Berdasarkan data Profil Kesehatan Daerah NTB Tahun 2018, prevalensi diare pada balita di Kecamatan Moyo Utara sebesar 28,7% lebih tinggi dibandingkan data di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten.
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan faktor determinan terhadap kejadian diare pada anak balita umur 6-59 bulan di Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa NTB Tahun 2019. Desain penelitian adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 406 balita. Pengumpulan data melalui pengukuran berat badan, wawancara dan observasi. Analisis data dengan uji Chi-Square dan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi diare pada anak balita umur 6-59 bulan sebesar 18,7% dimana terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah anggota keluarga, kunjungan posyandu, riwayat ASI Eksklusif, cara mencari pertolongan saat anak diare, dan mencuci tangan dengan sabun (pvalue<0,05). Jumlah anggota keluarga menjadi faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita umur 6-59 bulan di Kecamatan Moyo Utara (OR: 2,78, 95%CI 1,29-5,97, pvalue<0,05). Pencegahan dan pengobatan diare harus menjadi tanggung jawab semua orang sehingga diare bukan lagi masalah sektor kesehatan semata.

Diarrhea in children is still a health problem that occurs in the Sumbawa Regency, especially in North Moyo district, West Nusa Tenggara. The magnitude of the problem can be seen from the high morbidity and mortality due to diarrhea. Diarrhea in children can contribute to the acute burden of disease (UNICEF, 2019). Based on the Regional Health Profile of West Nusa Tenggara Province in 2018, the prevalence of diarrhea in children aged 6-59 months in North Moyo District was 28.7% higher than the national, provincial, and district levels.
The purpose of this study was to find out the corelation of determinants of diarrhea in children aged 6-59 months in North Moyo District, Sumbawa Regency. Cross sectional design was used in this study with 406 sample of children aged 6-59. Data collection was carried out by measuring weight, interview and observation.The Chi-Square test and regresi logistic were used to analysis the study.
The results showed the prevalence of diarrhea in children aged 6-59 months in North Moyo District was 18.7%. Statistical analysis showed that the significant corelation was the number of family members, posyandu visits, exclusive breastfeeding, how to help children diarrhea, and washing hands with soap (pvalue <0.05). The number of family members is the dominant factor associated with diarrhea in children aged 6-59 months in North Moyo District (OR: 2.78, 95% CI 1.29-5.97, p value <0.05). Make the prevention and treatment of diarrhea everybody’s responsible. Implementation of prevention and treatment is approached in an integrated way to produce a greater impact in efforts to overcome diarrhea in children.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eunike Bunga Putriani
"ABSTRAK
Stunting atau pendek untuk anak seusianya, didefinisikan sebagai PB/U <-2 SD dari median standar pertumbuhan anak milik WHO. Stunting memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Babakan Madang tahun 2019. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder Gizi dan Kesehatan Balita Babakan Madang dengan jumlah sampel 283 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, serta memiliki data yang lengkap. Variabel dependen yang digunakan yaitu stunting, sementara variabel independennya adalah pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, usia ibu saat hamil, tinggi badan ibu, pemberian kolostrum, usia mulai pemberian MPASI, dan kerutinan kunjungan ke posyandu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting pada anak usia 6-23 bulan mencapai 33,2 persen, yang termasuk dalam kategori tinggi menurut klasifikasi WHO pada tahun 1995. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kerutinan kunjungan ke posyandu dengan kejadian stunting. Hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda menunjukkan bahwa kerutinan kunjungan ke posyandu merupakan faktor dominan kejadian stunting (OR= 2,102; 95% CI 1,268-3,486). Berdasarkan hasil penelitian, saran bagi posyandu, yaitu menetapkan waktu teratur untuk pelaksanaan posyandu, rutin memberikan penyuluhan terkait gizi dan kesehatan ibu hamil, bayi, dan balita, serta melakukan kunjungan rumah pada ibu atau pengasuh bayi dan balita yang tidak rutin ke posyandu. Saran bagi masyarakat, yaitu untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan posyandu. Kemudian, saran untuk peneliti lain, yaitu melakukan penelitian dengan cakupan yang lebih luas dan mendalam."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>