Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190852 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widya Adi Nugroho
"

Dalam rangka mendorong pencapaian target bauran energi terbarukan nasional, khususnya energi surya, Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pembelian Tenaga Listrik oleh PLN dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pada tahun 2013. Salah satu proyek yang dihasilkan dari Peraturan ini adalah PLTS Oelpuah 5 MW di Kupang, Nusa Tenggara Timur dengan PT LEN Industri (Persero) sebagai pemilik proyek. Pada saat itu, PLTS Oelpuah merupakan adalah proyek PLTS terbesar di Indonesia dengan harga jual listrik yang sangat tinggi yaitu 25 cent USD/kWh (Rp. 3.314/kWh). PLTS ini terdiri dari 22 ribu unit modul surya 230 Wp yang diproduksi di dalam negeri dan 250 unit inverter 20000 W yang diproduksi oleh SMA. PLTS mulai beroperasi pada Maret 2016 dengan kontrak selama 20 tahun. Selama Maret 2016 hingga Desember 2019, PLTS telah menghasilkan listrik sebesar 25,3 GWh. Berdasarkan perhitungan Performance Ratio menggunakan IEC 61724, nilai Performance Ratio PLTS berada di antara 0,6 dan 0,9 dengan rata-rata 0,74. Namun demikian, produksi PLTS Oelpuah masih belum dapat diserap maksimum oleh Sistem karena harga jual PLTS jauh di atas Biaya Pokok Produksi (BPP) Pembangkitan setempat yang sebesar Rp 2.588/kWh. Oleh karena itu, disusun skenario ekspansi PLTS dengan alternatif 5 MW, 10 MW dan 25 MW untuk menurunkan harga jual listrik PLTS. Berdasarkan pemodelan finansial, harga jual gabungan yang dapat ditawarkan untuk pembangkit eksisting ditambah ekspansi 5 MW adalah Rp. 1.265/kWh, untuk ekspansi 10 MW adalah Rp. 1.126/kWh, dan untuk ekspansi 25 MW adalah Rp. 992/kWh. Berdasarkan pemodelan teknis menggunakan DIgSILENT Power Factory, skenario optimum berada pada skenario ekspansi 5+10 MW dengan mempertimbangkan pemenuhan kriteria fluktuasi tegangan sesuai Aturan Jaringan Ketenagalistrikan.


In order to achieve national renewable energy mix target, especially solar energy, the Government of Indonesia issued a Regulation on the Purchase of Electricity by PLN from Solar PV Power Plants  in 2013. One of the projects that is resulted from this Regulation is the 5 MW Oelpuah Solar PV Power Plant in Kupang , East Nusa Tenggara with PT LEN Industri (Persero) as the project owner. At that time, the Oelpuah PLTS was the largest Solar PV Power Plant project in Indonesia with a very high electricity selling price of 25 cents USD / kWh (Rp. 3,314 / kWh). This Solar PV Power Plant consists of 22 thousand units of 230 Wp solar module units produced domestically and 250 units of 20000 W inverters produced by SMA. PLTS began operating in March 2016 with a contract for 20 years. During March 2016 to December 2019, PLTS has generated electricity of 25.3 GWh. Based on the Performance Ratio calculation using IEC 61724, the Solar PV Power Plant’s Performance Ratio value is between 0.6 and 0.9 with an average of 0.74. However, the production of Oelpuah PLTS is still not optimally absorbed by the System because the selling price of PLTS is far above the Local Production Cost (BPP) of the system which is Rp 2,588 / kWh. Therefore, the scenario of Solar PV Power Plant expansion is developed with an alternative of 5 MW, 10 MW and 25 MW to reduce the selling price of electricity. Based on financial modeling, the combined selling price that can be offered for existing plants plus an expansion of 5 MW is Rp. 1,265 / kWh, for an expansion of 10 MW is Rp. 1,126 / kWh, and for an expansion of 25 MW is Rp. 992 / kWh. Based on technical modeling using DIgSILENT Power Factory, the optimum scenario is in the 5 + 10 MW expansion scenario by considering the fulfillment of voltage fluctuation criteria according to the Distribution Code.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Budi Ariyadi
"Pemerintah Indonesia mencanangkan program penggantian pembangkit listrik lama berbahan bakar fosil dengan pembangkit listrik Energi Terbarukan. Meskipun irradiasi matahari di negara ini baik, pengembangan pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik (PLTS) masih menghadapi hambatan-hambatan. Dalam penelitian ini dilakukan analisa tekno-ekonomi untuk mendapatkan desain PLTS yang optimal menggunakan HOMER Pro dan analisa kelayakan proyek melalui metode Discounted Cash Flow. Hasilnya, desain yang paling optimal adalah sistem tekoneksi jaringan dengan inverter 1 string sebesar 8MW serta opsi penggunaan baterai dan sistem penyimpan energi (BESS) sebesar 22,5 MWh 600V. PLTS tanpa BESS mendapatkan WACC sebesar 8,52%, PI sebesar 1,39, dan IRR sebesar 21,30%. Sedangkan PLTS dengan BESS memerlukan intervensi untuk meningkatkan keekonomian. Intervensi yang diuji dalam penelitian ini adalah pajak karbon, skema lelang kompetitif, pembangunan jalur transmisi, dan penyesuaian tarif. Kombinasi penerapan pajak karbon sebesar USD 3,6 sen/ton CO2e dan penyesuaian tarif minimum +36,15%, menghasilkan keekonomian yang lebih baik dengan IRR sebesar 14,74%. Skema lelang kompetitif dapat meningkatkan kelayakan skenario “dengan BESS” dengan WACC sebesar 1,88%, dan IRR sebesar 5,89%. Meskipun pengembangan PLTS tanpa BESS dapat dilakukan, risiko yang menyebabkan peningkatan modal harus dihindari. Sementara PLTS dengan BESS harus diintervensi untuk menurunkan biaya modal.

The Government of Indonesian launched programs of old fossil fuel-based power plants replacement with Renewable Energy power plant. Despite abundant solar irradiance in the country, solar photovoltaic (PV) power plant (Solar PV) development is facing interfering barriers. This research carried out techno-economic analysis of Solar PV design to obtain the most optimum design by using HOMER Pro and exercise project feasibility through Discounted Cash Flow method. The result shows that the most optimum technical design is grid-connected equipped with 1 string inverter of 8MW and optional Battery and Energy Storage System (BESS) of 22.5 MWh 600V. Without BESS Solar PV earned WACC of 8.52%, PI of 1.39, and IRR of 21.30%. While the development of solar PV power plant with BESS requires several interventions to enhance the economic. Some tested intervention i.e. carbon tax, competitive auction scheme, transmission line development, and tariff adjustment. A combination of Carbon Tax implementation of cents USD 3,6/ton CO2e and tariffs adjustment of minimum +36,15%, results in higher economic with IRR of 14.74%. A competitive auction scheme could enhance the feasibility level of “with BESS” scenario with WACC of 1.88%, and IRR of 5.89%. Despite of solar PV power plant without BESS development is feasible, some risks which lead to capital increasement should be avoided. While solar PV power plant with BESS development should be intervened by some measures to lower the capital cost."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Ramadhan
"Pulverized Coal PC Boiler adalah bejana tertutup yang didalamnya terdapat proses pembakaran untuk mengubah air menjadi uap panas yang bertekanan tinggi yang dalam proses pembakarannya menggunakan bahan bakar batubara yang dihaluskan terlebih dahulu dan dialiri udara panas lalu dibakar pada burner Untuk meminimalisasi biaya operasional dibutuhkan efisiensi yang tinggi dari boiler Dengan memonitor emisi gas buang dari boiler efisiensi pembakaran dapat dikontrol untuk menghemat bahan bakar dan menurunkan pengeluaran biaya operasional Selain itu juga diperlukan adanya perhatian terhadap konsentrasi terbentuknya gas beracun seperti NOx dari proses pembakaran karena menyangkut aspek lingkungan Diharapkan dengan studi ini bisa diketahui apa saja yang mempengaruhi efisiensi pembakaran dari emisi gas buang dan juga diketahui karakteristik parameter parameter yang mempengaruhi terbentuknya NOx sehingga bisa ditemukan adanya rekomendasi untuk usaha peningkatan efisiensi pembakaran dan penekanan konsentrasi NOx yang terbentuk

Pulverized Coal PC boiler is a closed vessel in which there is a combustion process to convert water into high pressure steam that in the combustion process using pulverized coal for fuel By monitoring the flue gas from boilers combustion efficiency can be controlled to save fuel and reduce operational expenses It also required to focus on the formation of NOx concentration of the combustion process as it involves environmental aspects Hopefully with this study it can be discovered anything that affects combustion efficiencyfrom theemissions and also known characteristic of parameters that affect the NOx formed so that can be found on any efforts to increase combustion efficiency and efforts to decrease NOx formed "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52409
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suraji
"Teknik pembakaran pada boiler dengan menggunakan tiny oil burner adalah teknologi baru yang dapat menghemat bahan bakar minyak dan ramah lingkungan. Aplikasi dari tiny oil burner pada boiler PC dapat mengurangi konsumsi minyak HSD, memastikan kestabilan pembakaran pada kondisi beban rendah dan mencegah kehilangan energi panas pada ruang bakar. Teknologi tiny oil burner tersebut digunakan pada sub-critical Pulverized Coal (PC) boiler di PLTU Labuan 300 MW.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja dan karakteristik pembakaran dari tiny oil burner pada kondisi start up di boiler PLTU Labuan 300 MW. Dari analisa data operasi dapat diketahui kinerja hasil dari performance test dan karkateristik pembakaran berupa theoritical combustion air, air-fuel ratio, excess air, energy transfer dan coal ignition process.

On the boiler combustion technique, tiny oil burner technology is new. Tiny oil burner is a technology that can save fuel and environmentally friendly technologies. Application of the tiny oil burners in a PC boiler can reduce the consumption of HSD oil, ensuring stable combustion at low load conditions and prevents loss of heat energy in the combustion chamber. The research of combustion tiny-oil burner system was conducted at Labuan CFSPP 2X300 MW.
The purpose of this research was to determine the performance and combustion characteristics of tiny oil burners based on operational data of tiny-oil. With this research are expected to know the performance of tiny oil system and combustion characteristic such as theoritical air combustion, air-fuel ratio, excess air, energy transfer and coal ignition process.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fasri Hatomi
"Bertambahnya kebutuhan energi listrik di IKN akan berdampak pula pada bertambahnya penggunaan pembangkit listrik. Pengembangan energi listik kedepannya di IKN diharapkan akan menggunakan lebih banyak energi terbarukan. Untuk dapat menekan penggunaan energi fosil, salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi surya sebagai sumber energi listrik terbarukan. Pada penelitian ini akan membahas terkait dengan pengembangan energi terbarukan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 50 MW dengan skema KPBU-AP dan IPP di Ibukota Negara (IKN). Dalam menetapkan skema yang sesuai, dilakukan penilaian proyek dengan mempertimbangkan parameter penilaian keuangan yang terdiri dari Net Present value (NPV), Internal rate Return (IRR), dan Payback Period (PP) sebagai dasar dan pertimbangan dalam kelayakan finansial project investasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skema KPBU-AP lebih menguntungkan dari sisi investor dalam hal stabilitas pendapatan dan memperoleh jaminan dari pemerintah sehingga dapat meminimalisir resiko, sementara skema IPP bergantung pada jumlah listrik yang dihasilkan dan dijual yang memiliki potensi ketidakpastian. Dengan parameter yang sudah ditentukan dan regulasi, skema KPBU-AP dapat memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan skema IPP dengan menghasilkan nilai IRR sebesar 11,26%, NPV sebesar 163.472 (juta rupiah) dan payback period selama 8 tahun dibandingkan dengan skema IPP diperoleh IRR sebesar 8,61%, NPV sebesar 33.973 (juta rupiah) dan payback period selama 9 tahun.

The increasing demand for electrical energy in the New National Capital (IKN) will lead to a rise in the use of power plants. Future development of electrical energy in IKN is expected to utilize renewable energy sources. To reduce the use of fossil energy, one approach is to harness solar energy as a renewable electrical energy source. This study discusses the development of a 50 MW solar power plant (PLTS) using the PPP-AP and IPP schemes in IKN. In determining the appropriate scheme, a project assessment was conducted by considering financial evaluation parameters including Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), and Payback Period (PP) as the basis and consideration for the business entity. The results show that the KPBU-AP scheme is more advantageous for investors regarding income stability and government guarantees, thereby reducing risks. In contrast, the IPP scheme depends on the amount of electricity generated and sold. With the specified parameters and regulations, the KPBU-AP scheme provides greater benefits compared to the IPP scheme, yielding an IRR of 11.26%, an NPV of 163,472 million rupiahs, and a payback period of 8 years. In contrast, the IPP scheme yields an IRR of 8.61%, an NPV of 33,973 million rupiahs, and a payback period of 9 years."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Astari Pratiwi
"Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi PLTU diantaranya adalah temperatur dan tekanan pada inlet turbin serta tekanan pada vakum kondenser. Parameter tersebut mempengaruhi besar nilai efisiensi, daya yang dihasilkan, serta heatrate PLTU. Data pada performance guarantee kontrak dapat divalidasi dengan cara menghitung siklus tersebut melalui parameter desain basis PLTU tersebut. Kesesuaian dapat dilihat setelah proses perhitungan serta melihat sensitivitas nilai efisiensi, daya yang dihasilkan, serta heatrate apabila parameter tersebut divariasikan dengan besaran berbeda. Pengamatan ini dibantu oleh software Gate Cycle untuk mensimulasikan perancangan layout PLTU, perhitungan simulasi desain basis, serta perhitungan dengan variasi parameter yaitu: temperatur inlet turbin, tekanan inlet turbin, temperatur inlet cooling water kondenser, serta tekanan kondenser. Pengamatan ini memperlihatkan bahwa pengaruh kenaikan temperatur inlet pada turbin paling besar adalah pada temperature 600 C, yaitu kenaikan sebesar 0,5 terhadap efisiensi, kenaikan sebesar 1,7 MW terhadap power output, dan 46,4 kcal/kW-hr terhadap heat rate. Pengaruh kenaikan tekanan inlet pada turbin paling besar adalah pada tekanan 130 bar, yaitu sebesar yaitu kenaikan sebesar 1,3 terhadap efisiensi, kenaikan sebesar 4,3 MW terhadap power output, dan penurunan sebesar 114 kcal/kW-hr terhadap heat rate. Pengaruh kenaikan temperatur inlet pada cooling water kondenser paling besar adalah pada temperature 26 C, yaitu kenaikan sebesar 0,01 terhadap efisiensi, kenaikan sebesar 0,0043 MW terhadap power output, dan penurunan sebesar 0,3 kcal/kW-hr terhadap heat rate. Pengaruh kenaikan tekanan vakum kondenser paling besar adalah pada tekanan 11,2 kPa dengan nilai penurunan efisiensi sebesar 0,6 , penurunan power output sebesar 2 MW, dan kenaikan heat rate sebesar 57,7 kcal/kW-hr.

Factors that affect the efficiency of steam power plant is the inlet temperature and pressure of steam turbine and also pressure in condenser vacum. Those parameters affect the value of efficiency, output power, and the heatrate of steam power plant. Data on the performance guarantee contracts can be validate by calculate the cycle through basic design parameter of the steam power plant. The compability can be seen after the calculation process and saw the sensitivity of efficiency, output power, and heatrate if the parameter is variated by different value.This observation is using software Gate Cycle to simulate the layout design of steam power plant, the calculation of basic desain, and the calculation of varied parameter inlet temperature of steam turbine, inlet pressure of steam turbine, inlet temperature of cooling water condenser, and inlet pressure of condenser.This observation is showing that the increasing temperature of inlet tubine that has biggest impact is 600 C with the increase of 0,5 to efficiency, increase of 1,7 MW to power output, and decrease of 46,4 kcal kW hr to heat rate. Increasing pressure of inlet tubine that has biggest impact is 130 bar with the increase of 1,3 to efficiency, increase of 4,3 MW to power output, and decrease 114 kcal kW hr to heat rate. Increasing temperature of inlet cooling water condenser that has biggest impact is 26 C with the increase of 0,01 to efficiency, increase of 0,0043 MW to power output, and decrease of 0,3 kcal kW hr to heat rate. Increasing pressure of vacuum condenser that has biggest impact is 11,2 bar with the decrease of 0,6 to efficiency, decrease of 2 MW to power output, and increase 57,7 kcal kW hr to heat rate."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmadi Kurniawan
"Permintaan untuk listrik akan terus meningkat di Indonesia mengingat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan rasio elektrifikasi di Indonesia relatif rendah, khususnya di bagian timur. Untuk meningkatkan ketersediaan listrik di Indonesia, Pemerintah telah menerbitkan peraturan yang memungkinkan pihak swasta untuk berinvestasi di sektor pembangkit listrik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan investasi di pembangkit listrik untuk pihak swasta, terutama dalam proyek pembangkit tenaga surya. Alat untuk analisis investasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Net Present Value, Internal Rate of Return, dan Payback Period. Studi ini menyimpulkan bahwa berdasarkan seluruh kriteria investasi yang digunakan, proyek pembangkit listrik tenaga surya secara komersial layak untuk dilaksanakan.

The demand for electricity will continue to increase in Indonesia considering the high economic growth and the relatively low electrification ratio in Indonesia, especially in the eastern part. To boost the availability of electricity in Indonesia, the government has published regulations that allow private party to invest in power plant sector. This study is aiming to analyze the feasibility study of investment in power plant for private parties, especially in solar power plant projects. The tools for investment analysis used in this study are Net Present Value, Internal Rate of Return, and Payback Period. The study found that based on the investment criteria used, the solar power plant project is commercially feasible to be implemented."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2011
T29808
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Pambagyo Mahardika
"Kebutuhan energi listrik di Indonesia sebagian besar penyediannya masih didominasi oleh sumber bahan bakar fosil. Besarnya kebutuhan energi listrik juga meliputi lokasi yang sulit untuk dijangkau, seperti mes karyawan perkebunan di Desa Suko Awin Jaya, Jambi. Lokasi yang membutuhkan listrik namun belum mendapatkan akses dari jaringan dapat mengunakan genset. Namun, hal tersebut tidak sejalan dalam mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Pemanfaatan energi baru terbarukan seperti PLTS dapat menjadi sebuah pilihan solusi yang sejalan dengan SDGs ketujuh. Oleh karena itu, studi ini melakukan penentuan ukuran PLTS off-grid untuk mes karyawan di Desa Suko Awin Jaya, Jambi menggunakan simulasi perangkat lunak PVsyst 7.1. Penentuan ukuran yang dilakukan berupa kebutuhan energi mes, kapasitas PLTS beserta konfigurasinya, dan kapasitas baterai, serta mengevaluasi produksi energi, performa pembangkitan, dan kebutuhan luas lahan untuk setiap variasi tipe modul PV, variasi jarak barisan antar panel, dan variasi kemiringan modul PV. Variasi jarak barisan antar panel yang digunakan, yaitu 2,5 meter, 3,0 meter, dan 3,5 meter untuk mengetahui gangguan efek bayangan. Sedangkan, variasi kemiringan modul PV yang digunakan, yaitu 0°, 5°, 10°, dan 15°. Hasil simulasi menunjukan untuk memenuhi kebutuhan beban sebesar 27.855 kWh per tahun dapat digunakan PLTS off-grid berkapasitas 28 kWp dengan modul PV 400 Wp dan baterai berkapasitas 307,2 kWh dengan tipe LFP 12,8V/200Ah serta konfigurasi PV memiliki jarak barisan antar panel 3,5 meter dengan kemiringan modul PV 0°. Ukuran tersebut dapat menyediakan energi mencapai 27.472 kWh per tahun dengan performa pembangkitan 62,64% dan membutuhkan luas lahan sebesar 282 m2.

The need for electrical energy in Indonesia is still largely dominated by fossil fuel sources. The large need for electrical energy also includes locations that are difficult to reach, such as plantation employees’ houses in Suko Awin Jaya Village, Jambi. Locations that need electricity but have not yet gained access from the grid can use generators. However, this is not in line with reducing the use of fossil fuels that produce greenhouse gas emissions. The use of renewable energy such as PV system can be a solution option that is in line with the seventh SDGs. Therefore, this study conducted a sizing of the off-grid PV system for use by employees’ houses in Suko Awin Jaya Village, Jambi using the PVsyst 7.1 software simulation. The sizing carried out in this PV system is the load energy requirement, PV array capacity and configuration, and battery capacity, as well as evaluating energy production, generation performance, and land area needs for each variation in pv module type, variations in row spacing between panels, and variations in PV module tilt. Variations in the row spacing between the panels used, namely 2.5 meters, 3.0 meters, and 3.5 meters to determine the self-shading effect. Meanwhile, the tilt variation of the PV module used is 0°, 5°, 10°, and 15°. The simulation results show that to meet the load needs of 27,855 kWh per year, an off-grid PV system with a capacity of 28 kWp can be used with a 400 Wp PV module and battery with capacity of 307.2 kWh with an LFP type of 12.8V / 200Ah and the PV configuration has a row distance between panels of 3.5 meters with a PV module tilt of 0 °. This size can provide energy up to 27,472 kWh per year with a generation performance of 62.64% and requires a land area of 282 m2.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Nurhidayat
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek teknis dan ekonomi pemanfaatan sewa jaringan tenaga listrik tegangan rendah 20 kV yang melibatkan 2 pembangkit PLTS yaitu PLTS Ground Mounted 10 MW dan PLTS Rooftop. Berdasarkan pemanfaatanya power wheeling dapat menjadi skema bsinis yang dapat memberikan penghematan baik dari sisi PT PLN selaku pemilik jaringan maupun perusahaan pemilik PLTS selaku pemanfaat dari jaringan tenaga listrik PT PLN. Persentase penghematan biaya pemakaian tenaga listrik untuk masing-masing demand yang didapatkan menggunakan skenario 2 atau skenario PLTS dengan Power Wheeling pada penelitian ini adalah, untuk Plant Minyak Kelapa Sawit 50,34%, untuk 250 Rumah Dinas pegawai 24,96%, sekolah Internatsional 49,81%, masjid 12,71% dan Gereja adalah sebesar 29,33%. Untuk PLTS Rooftop simulasi kelayakan dari investasi proyek rancangan sistem PLTS Rooftop didapatkan analisis bahwa nilai Payback Periode paling cepat adalah PLTS Rooftop dengan tanpa Baterai yaitu selama 6 tahun untuk skema 100% eksport daya ke jaaringan PT PLN, hal ini disebabkan tidak adanya nilai komponen biaya baterai yang cukup mempengaruhi Payback Periode dan nilai NPC dan faktor jarak panjang jaringan menuju demand yang mempengaruhi besarnya nilai biaya sewa jaringan.

This study aims to analyze the technical and economic aspects of utilizing a 20 kV low-voltage power network lease involving 2 Solar PV generators, namely Solar PV Ground Mounted 10 MW and Solar PV Rooftop. Based on its utilization, power wheeling can be a business scheme that can provide savings both in terms of PT PLN as the owner of the network and the company that owns the Solar PV as the beneficiary of the PT PLN electricity network. The percentage of saving the cost of using electricity for each demand obtained using scenario 2 or the Solar PV scenario with Power Wheeling in this study is, for Palm Oil Plants 50.34%, for 250 Employee Office Houses 24.96%, International schools 49 .81%, the mosque is 12.71% and the church is 29.33%. For the Rooftop PLTS, a feasibility simulation of the project investment for the Solar PV Rooftop system design found an analysis that the fastest Payback Period value is a Solar PV Rooftop without a battery, which is 6 years for a 100% power export scheme to the PT PLN network, this is due to the absence of a battery cost component value enough to affect the Payback Period and the value of the NPC and the long distance factor of the network to demand which affects the value of the network rental fee."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Nur Sabrina
"Tarif energi baru dan terbarukan (EBT) adalah kebijakan yang paling umum dan biasanya digunakan di dunia untuk mendorong pengembang swasta memasuki pasar pembangkit listrik EBT. Namun di Indonesia, tarif EBT yang berlaku saat ini berdasarkan Permen ESDM No. 50/2017 dianggap tidak mencukupi menguntungkan bagi pengembang swasta karena tarif EBT berbasis biaya Pembangkit PLN berbasis daerah (BPP, Harga Pokok Produksi) yang kena flat dengan pembangkit bahan bakar fosil, yang saat ini cenderung lebih mahal rendah dibandingkan dengan biaya investasi pembangkit EBT. Karena itu Dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Fotovoltaik Karena kasusnya, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji seperti apa struktur tarif tersebut EBT saat ini sesuai dengan kelayakan finansial dari potensi yang ada Pembangunan PLTS Fotovoltaik tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Pemodelan keuangan disimulasikan untuk dua skenario teknologi berbeda yaitu 1) PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa menggunakan sistem baterai dan 2) PLTS Fotovoltaik on-grid menggunakan sistem baterai. Adapun, hasilnya dari studi ini adalah struktur tarif EBT saat ini, hanya sesuai kelayakan finansial 60% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028 dalam skenario PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa sistem baterai. Sedangkan pada skenario PLTS Fotovoltaik menggunakan sistem baterai, Tarif EBT hanya sesuai dengan kelayakan finansial 24% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028.
ABSTRACT
Tarif energi baru dan terbarukan (EBT) adalah kebijakan yang paling umum dan biasanya digunakan di dunia untuk mendorong swasta memasuki pasar pembangkit listrik EBT. Namun di Indonesia, tarif EBT yang sesuai saat ini berdasarkan Permen ESDM No. 50/2017 respon tidak mencukupi menguntungkan bagi pengembang swasta karena tarif EBT berbasis biaya Pembangkit PLN berbasis daerah (BPP, Harga Pokok Produksi) yang kena flat dengan pembangkit bahan bakar fosil, yang saat ini cenderung lebih mahal dibandingkan dengan biaya investasi pembangkit EBT. Karena itu Dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Fotovoltaik Karena kasusnya, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji seperti apa struktur tarif tersebut EBT saat ini sesuai dengan kelayakan finansial dari potensi yang ada Pembangunan PLTS Fotovoltaik tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019 -2028. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Pemodelan keuangan yang disimulasikan untuk dua skenario teknologi yang berbeda yaitu 1) PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa menggunakan sistem baterai dan 2) PLTS Fotovoltaik on-grid menggunakan sistem baterai. Adapun, hasilnya dari studi ini adalah struktur tarif EBT saat ini, hanya sesuai kelayakan finansial 60% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028 dalam skenario PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa sistem baterai. Sedangkan pada skenario PLTS Fotovoltaik menggunakan sistem baterai, Tarif EBT hanya sesuai dengan kelayakan finansial 24% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028.

Tariff policy is important to induce RE developers to enter the market of electricity power plants. In Indonesia, the developers face uncertainty in business they experienced several changes in tariff structure for the last two years. According to MEMR Regulation No.50/2017, the current tariff structure is not the ideal case since the tariff uses mixed energy generation cost per region as the basis instead of renewable energy generation cost. Therefore, using solar PV generation as the case,this study aims to examine how the current tariff structure fits the potential development of solar PV power plants based on RUPTL 2019-2028. This research will be conducted using financial modeling to look at two scenarios, which are 1) Solar Photovoltaic on-grid without a battery system, 2) Solar photovoltaic on-grid with a battery system. The result of this study is the current tariff structure is only fits 60% of the potential development of solar PV power plants based on RUPTL 2019-2028 in a scenario without battery system and 24% of the potential development of solar PV power plants based on RUPTL 2019-2028 in a scenario with a battery system. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>