Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177751 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shiela Stefani
"Tindakan bedah pankreatektomi dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas pascabedah. Terapi medik gizi pra dan pasca-pankreatektomi dapat mempertahankan status gizi, mempercepat pemulihan kapasitas fungsional, dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Empat pasien, yang terdiri atas tiga perempuan dan satu laki-laki dengan rentang usia 30‒65 tahun, menjalani pankreatikoduodenektomi sebagai terapi kanker ampula Vateri. Nutrisi prabedah diberikan secara oral dalam bentuk makanan biasa dengan atau tanpa oral nutrition supplement (ONS). Delapan jam prabedah semua pasien mendapat ONS yang mengandung 30 g karbohidrat dan tiga pasien diberikan nutrisi enteral dini <48 jam pascabedah. Dua pasien mengalami komplikasi postoperative pancreatic fistula grade A dan satu pasien dengan obes morbid mengalami delayed gastric emptying pascabedah. Terapi medik gizi pascabedah berupa pemberian energi, makronutrien, mikronutrien, dan edukasi nutrisi disesuaikan dengan kondisi klinis dan toleransi asupan pasien. Asupan energi keempat pasien saat pulang mencapai 76‒109% kebutuhan energi total. Semua pasien mengalami perbaikan keluhan klinis, komplikasi, toleransi asupan, kontrol glukosa darah, dan kapasitas fungsional, serta dapat mempertahankan bahkan meningkatkan berat badan perioperatif. Lama rawat menjadi lebih singkat dan semua pasien diizinkan rawat jalan. Terapi medik gizi yang adekuat pada pasien pankreatektomi dapat meningkatkan status gizi dan kapasitas fungsional, memperbaiki luaran klinis, menurunkan morbiditas, dan mempersingkat lama rawat.

Pancreatectomy surgery can cause escalation in post-surgical morbidity and mortality. Nutrition therapy before and after pancreatectomy can help preserve nutritional status, accelerate recovery of functional capacity, and improve patient’s quality of life. Four patients, consisting of three women and one man whose age ranged between 30 – 65 years old, underwent pancreaticoduodenectomy as a therapy for ampulla of Vateri cancer. Pre-surgical nutrition was given through oral route in the form of normal food with or without oral nutritional supplement (ONS). Eight hours before surgery all patients received ONS containing 30 g of carbohydrate and three patients were given early enteral nutrition <48 hours post-surgery. Two patients experienced postoperative pancreatic fistula grade A and one patient with morbid obesity experienced delayed gastric emptying postoperatively. Post-surgical nutritional therapy includes supply of energy, macronutrients, micronutrients, and nutrition education adjusted to the patient’s clinical condition and intake tolerance. Energy intake of the four patients attained 76-109% of the total energy requirement. All patients experience improvement of clinical symptoms, complications, intake tolerance, glycemic control and functional capacity, and able to preserve and even increase their perioperative body weight. Length of stay was shorter and all patients were allowed to be discharged and treated in the outpatient clinic. Adequate medical nutrition therapy in pancreatectomy patients can enhance nutritional status and functional capacity, improve clinical outcome, reduce morbidity, and shorten length of stay."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Deasy Irwanto
"Latar Belakang: Kolestasis adalah hambatan atau supresi sekresi empedu. Kolelitiasis dan obstruksi bilier akibat keganasan merupakan kasus kolestasis yang sering ditemui. Kolestasis dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan berbagai komplikasi. Selain pembedahan, terapi nutrisi adalah pendekatan tata laksana pada pasien kolestasis untuk mempertahankan status nutrisi dan kapasitas fungsional.
Kasus: Pasien dalam serial kasus ini terdiri atas tiga pasien laki-laki dan satu perempuan, berusia 36-55 tahun dengan diagnosis kolestasis akibat keganasan dan postcholecystectomy syndrome (PCS) dengan riwayat kolelitiasis. Satu pasien dengan keganasan dan dua pasien dengan PCS menjalani operasi bypass biliodigestif dan rekonstruksi, sedangkan satu pasien menjalani perbaikan kondisi klinis sebelum pembedahan. Terapi nutrisi yang diberikan meliputi diet tinggi protein dan rendah lemak dengan nutrien spesifik berupa MCT dan BCAA. Pada kasus pertama terapi nutrisi diberikan pascabedah. Selama perawatan ada kecurigaan leakage anastomosis, tetapi keluaran klinis membaik. Pasien kedua mendapat terapi nutrisi prabedah dan mengalami perbaikan kondisi klinis. Kedua pasien tidak mencapai target nutrisi walaupun toleransi makanan cair baik. Kasus ketiga dan keempat mendapat terapi nutrisi pra dan pascabedah dan pada akhir masa pemantauan, dapat mempertahankan status nutrisi. Pada keempat pasien, kapasitas fungsional dapat dipertahankan, bahkan mengalami perbaikan.
Kesimpulan: Terapi nutrisi yang optimal dapat memberikan keluaran klinis yang baik pada pasien kolestasis. Pemberian nutrien spesifik berupa MCT dan BCAA diperlukan untuk meningkatkan toleransi asupan, mempertahankan status nutrisi, dan memperbaiki kapasitas fungsional pasien kolestasis.

Background: Cholestatis is obstruction or suppression of bile secretion. Cholestasis may cause nutritional disturbance and other complication. Besides surgery, nutritional therapy is needed in cholestasis patient for maintaining nutritional status and functional capacity.
Cases: Four cases (three male and one female) of cholestasis with range of age between 36-55 years old are included in this case series. They were diagnosed with cholestasis because of cancer and post-cholecystectomy syndrome (PCS) with cholelithiasis history. One patient with cancer and two patients with PCS had the biliodigestive bypass surgery and reconstruction, while one patient was restoring her clinical condition before surgery. All patients were given high protein and low fat diet, with specific nutrient such as MCT and BCAA. The first patient received nutrition therapy during postoperative phase. During monitoring, he was suspected with leakage anastomosis, but in the end the outcome was good. Second patient got nutritional therapy in preoperative phase and got better clinical condition. Both patients couldnt reach the nutritional target although their tolerance of ONS was good. The third and the fourth patient got nutritional therapy in pre and postoperative phase and had maintained their nutritional status. In all patients, the functional capacity could be maintained and improved.
Conclusion: Optimal nutritional therapy is needed in cholestasis patients to get better clinical outcomes. Specific nutrients such as MCT and BCAA improve the nutritional tolerance, maintain the nutritional status, and improve the functional capacity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Erlangga Luftimas
"Meningitis tuberkulosis (MeTB) merupakan manifestasi klinis berat dari infeksi TB yang menyerang sistem saraf pusat (SSP) dan menyebabkan pasien mengalami penurunan asupan nutrisi karena menurunnya kemampuan makan dan selera makan. Asam amino rantai cabang (AARC) diketahui memiliki efek meningkatkan selera makan dan protektif terhadap massa otot. Pemenuhan kebutuhan AARC berpotensi memperbaiki kapasitas fungsional pasien sehingga menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien MeTB. Empat pasien MeTB dipantau selama perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pencatatan asupan makanan pasien dilakukan dengan metode FFQ semi kuatitatif dan 24h dietary recall. Selama masa perawatan diberikan terapi medik gizi sesuai kondisi klinis pasien, dilakukan pemantauan harian termasuk penilaian kapasitas fungsional pasien hingga pasien selesai perawatan. Semua pasien menunjukkan tanda malnutrisi berdasarkan kriteria klinis menurut American Society of Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN). Belum ada rekomendasi terapi medik gizi khusus MeTB yang dapat digunakan, namun pada pasien dengan masalah infeksi disertai masalah neurologis rekomendasi tatalaksana TB paru dan stroke dapat menjadi acuan untuk tatalaksana pasien. Pemberian asupan kalori 35-40 kkal pada pasien dengan protein minimal 1,5 g/kgBB berpotensi meningkatkan kapasitas fungsional pasien dan mencegah perburukan penyakit. Tiga pasien mendapatkan asupan AARC diatas rekomendasi dan didapatkan peningkatan kapasitas fungsional dengan menggunakan indeks Barthel. Terapi medik gizi dengan pemberian protein dan AARC yang lebih tinggi dari rekomendasi IOM pada pasien MeTB dapat meningkatkan kapasitas fungsional pasien.

Tuberculous Meningitis (TBM) has been the most severe manifestation of Tuberculosis infection attacking central nervous system (CNS) and causes the risk of malnutrition in patients due to decrease the ability of eating and loss appetite. Branched chain amino acid (BCAA) has been known having effects in appetite and protection of muscle mass. Fulfilling BCAA requirement is potential to improve patient functional capacity, furthermore lowering the morbidity and mortality of TBM patient. Four TBM patients has been observed during hospitality in Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM). Patient’s dietary intake was collected using semiquantitative FFQ and 24h dietary recall. During hospitality, medical nutrition therapy was administered based on patient clinical condition, daily observation including patient functional capacity was done until patient was discharged. All patients showed malnutrition signs based on clinical criteria according to American Society of Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN). Recommendation of nutrition therapy on TBM patient still not exist, however in patient with infection and neurological problem, guideline of nutrition therapy in TB infection and stroke can be used. Intake of 35-40 kcal/kgBW calories and 1,5 g/kgBW of protein can be potential to increase patient functional capacity and prevent further morbidity. Three patient can fulfill their BCAA beyond the requirement and there were increase in patient functional capacity using Barthel Index. Medical nutrition therapy using protein and BCAA administration above the IOM recomendation in TBM patient can improve functional capacity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nugrahayu Widyawardani
"Latar Belakang:
Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi yang bersifat kronis dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Perubahan metabolisme akibat infeksi Mycobacterium Tuberkulosa(M.TB) dan aktivasi sistem neurohormal turut berperan terhadap terjadinya malnutrisi, yang dapat memberikan efek negatif terhadap prognosis pasien dengan TB Paru. Penderita TB Paru mengalami penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup. Terapi Medik Gizi sejak awal diagnosis ditegakkan, akan mendukung proses pemulihan pasien TB.
Kasus :
Dalam serial kasus ini, dipaparkan empat kasus pasien TB Paru dengan berbagai faktor risiko, diantaranya adalah penyakit TB Paru, TB Miliar, PPOK et causa TB Paru, Meningitis TB. Pada awal pemeriksaan didapatkan adanya defisiensi asupan makronutrien dan mikronutrien, hipoalbuminemia, CRP yang meningkat, hemoglobin (Hb) yang turun, penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup. Terapi medik gizi diberikan secara individual, sesuai dengan kondisi klinis, hasil pemeriksaan laboratorium, dan analisis asupan makan terakhir.
Hasil:
Tiga dari empat pasien mengalami peningkatan asupan, perbaikan kondisi klinis, dan kapasitas fungsional serta kualitas hidup pasien. Status nutrisi pasien tidak mengalami perburukan selama perawatan,
Kesimpulan:
Terapi Medik gizi yang adekuat pada pasien TB dapat mempertahankan status nutrisi pasien dan mendukung perbaikan kondisi klinis, kapasitas fungsional, serta kualitas hidup pasien.

Background:
Pulmonary tuberculosis (pulmonary TB) is a chronic infectious disease with high morbidity and mortality. Changes in metabolism due to infection with Mycobacterium Tuberculosis and activation of the neurohormal system contribute to the occurrence of malnutrition, which can have a negative effect on the prognosis of patients with pulmonary TB. Patients with pulmonary TB have decreased functional capacity and quality of life.Early medical nutrition therapywill support the recovery process of pulmonary TB patients.
Case :
In this case series, four cases of pulmonary TB patients were presented with various risk factors, including pulmonary TB disease, miliar TB, COPD et causa lung TB, and TB meningitis. Deficiency of macro and micronutrient intake, hypoalbuminemia, increased CRP, decreased hemoglobin (Hb), decreased functional capacity and quality of life were found at the beginning of examination. Nutrition medical therapy is given individually, according to clinical conditions, results of laboratory examinations, and analysis of recent food intake.
Result :
Three out of four patients experience increased intake, improvement of clinical conditions, functional capacity and quality of life. The nutritional status of patients did not experience worsening during treatment.
Conclusion:
Adequate nutritional medical therapy in TB patients can maintain patient nutritional status and support improvement of clinical conditions, functional capacity, and quality of life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59146
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beatrice Anggono
"ABSTRAK

Gagal jantung kongestif merupakan penyakit kronis dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Perubahan metabolisme dan aktivasi sistem neurohormonal turut berperan terhadap terjadinya malnutrisi, yang dapat memperburuk prognosis pasien dengan gagal jantung kongestif. Dalam serial kasus ini, dipaparkan empat kasus pasien gagal jantung kongestif dengan berbagai faktor risiko, diantaranya adalah penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan obesitas. Pada awal pemeriksaan didapatkan adanya defisiensi asupan makro- dan mikronutrien, hiperglikemia, tekanan darah di atas normal, retensi cairan, penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup. Terapi medik gizi diberikan secara individual, sesuai dengan kondisi klinis, hasil pemeriksaan laboratorium, dan analisis asupan terakhir. Seluruh pasien mengalami peningkatan asupan, perbaikan kondisi klinis, dan kapasitas fungsional. Status nutrisi pasien tidak mengalami perburukan selama perawatan, sedangkan perbaikan kualitas hidup didapatkan pada satu dari empat pasien. Terapi medik gizi yang adekuat pada pasien gagal jantung kongestif dapat mempertahankan status nutrisi pasien dan mendukung perbaikan kondisi klinis, kapasitas fungsional, serta kualitas hidup pasien.


ABSTRACT
Congestive heart failure is a chronic disease with high morbidity and mortality. Metabolic changes and activation of neurohormonal system cause malnutrition that worsened prognosis in patient with congestive heart failure. Decreased functional capacity and quality of life commonly experienced by patient with congestive heart failure. Early medical nutrition therapy supports the recovery phase of patient with congestive heart failure. Four patients in this case series presented with various risk factors for congestive heart failure, including coronary heart disease, diabetes mellitus type-2, hypertension, and obesity. At the first examination, patient presented with inadequate macro- and micronutrient intake, hyperglycemia, high blood pressure, fluid retention, decreased functional capacity and quality of life. Nutritional therapy tailored based on clinical presentation, laboratory results, and previous nutritional intake. All patients showed increase of intake with improvement of clinical condition and functional capacity. Nutritional status during hospitalization remained the same, on the other hand only one patient experienced improvement of quality of life. Adequate medical nutrition therapy in patients with congestive heart failure aids the recovery process of patient with congestive heart failure."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Diah Erlinawati
"Stroke iskemik pada pasien geriatri meningkatkan risiko malnutrisi yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu disfagia, tipe stroke, masalah gastrointestinal, disabilitas fisik,
penyakit komorbid dan psikologis. Tujuan utama intervensi nutrisi adalah membantu
pemulihan fungsi neurokognitif dan mencegah defisit energi dan protein. Pasien pada
serial kasus ini adalah pasien geriatri berusia di atas 65 tahun dengan diagnosis stroke
iskemik yang dirawat di RSCM pada bulan Agustus-September 2019. Terapi medik gizi
diberikan pada keempat pasien sesuai dengan kondisi klinis masing-masing pasien
melalui jalur enteral. Satu pasien dapat makan melalui jalur oral di akhir perawatan.
Suplementasi mikronutrien yang diberikan adalah vitamin B6, vitamin B12, vitamin C,
asam folat dan seng. Hasil yang didapatkan selama perawatan sebanyak tiga pasien
mencapai kebutuhan energi total (KET)dan satu pasien mencapai kebutuhan 83% KET.
Asupan protein mencapai target 1,2 g/kg BB atau lebih pada tiga orang pasien.
Suplementasi mikronutrien mencapai nilai AKG bagi usia di atas 65 tahun. Mikronutrien
belum mencapai AKG yaitu vitamin E, vitamin D, kalium, magnesium. Nutrien spesifik
omega-3 dan kolin yang diperoleh dari asupan makan pada sebagian pasien belum
memenuhi AKG. Lama perawatan pasien di rumah sakit 10 hingga 33 hari. Nilai severitas
stroke dengan NIHSS dan kapasitas fungsional dengan FIM di akhir perawatan
menunjukkan perbaikan. Keempat pasien pulang ke rumah dengan keadaan klinis
perbaikan. Kesimpulan yang didapatkan yaitu terapi medik gizi yang adekuat berperan
memperbaiki derajat keparahan dan kapasitas fungsional pasien geriatri dengan stroke
iskemik.

The geriatric patient with ischemic stroke increased risk of malnutrition, which because
various causes including dysphagia, type of stroke, gastrointestinal problems, physical
disability, comorbid disease and psychological problem. The main purpose of nutrition
intervention is to help restore neurocognitive function and prevent energy/protein deficits.
Patients in this case series were geriatric patients aged over 65 years with a diagnosis of
ischemic stroke who were treated at the Cipto Mangunkusumo General Hospital in
August-September 2019. Medical nutrition therapy was given to all four patients,
according to the clinical condition of each patient through the enteral route. One patient
could eat by oral route at the end of treatment. Patients have given oral micronutrient
supplementation consisting of vitamin B6, Vitamin B12, vitamin C, folic acid and zinc.
The results obtained as many as three patients achieved total energy requirements and one
patient reached 83% energy requirements. Protein intake reached the target of 1,2 g/kg
body weight just in three patients. Supplementation micronutrients oral reached RDA
values for people over 65 years. Micronutrients that have not yet reached the RDA were
vitamin E, vitamin D, potassium, magnesium. Omega-3 and choline obtained from food
intake in some patients do not meet the RDA. The length of stay in the hospital was around
10-33 days. The value of stroke severity with NIHSS and functional capacity with FIM
at the end of treatment showed improvement. All four patients returned home with
improvement. The conclusion obtained is that adequate nutritional medical therapy plays
a role in improving the severity and functional capacity of geriatric patients with ischemic
stroke."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Feni Nugraha
"Luka bakar berat dapat menyebabkan respons hipermetabolisme dan hiperkatabolisme persisten dan berkepanjangan. Pasien luka bakar yang dirawat di rumah sakit (RS) sering memiliki komorbid, seperti obesitas, diabetes melitus tipe 2 (DMT2), dan hipertensi. Inflamasi kronik akibat obesitas dan komorbid pada luka bakar berat berperan di dalam terjadinya fenomena second hit yang dapat memperberat respons hipermetabolisme. Terapi medik gizi pada pasien luka bakar berat dengan obesitas dan penyulit metabolik bertujuan untuk mencegah penurunan berat badan, mempertahankan massa otot, mengurangi respons hipermetabolisme, menjaga kontrol glikemik dan tekanan darah, meningkatkan sistem imun, membantu penyembuhan luka, memerbaiki kapasitas fungsional, sehingga meningkatkan luaran klinis serta menurunkan risiko morbiditas dan mortalitas. Empat pasien serial kasus dengan luka bakar berat, derajat II-III, 29-38% luas permukaan tubuh (LPT), disebabkan oleh api dan listrik, memiliki status obes I serta komorbid DMT2 dan hipertensi. Terapi medik gizi pada pasien diawali dengan nutrisi enteral dini dalam waktu 24 jam pertama pasca luka bakar, sesuai dengan rekomendasi The European Society for Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN) serta Society of Critical Care Medicine (SCCM) dan American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN). Terapi medik gizi berdasarkan rekomendasi tersebut disesuaikan kondisi klinis, toleransi asupan, dan hasil laboratorium pasien. Target pemberian nutrisi menggunakan formula Xie, dengan komposisi seimbang, terdiri atas protein 1,5-2 g/kg BB ideal/hari, lemak 25-30%, dan karbohidrat 45-65%. Mikronutrien yang diberikan berupa vitamin B kompleks 3x1, asam folat 1x1 mg, vitamin C 2x250 mg, dan seng 1x20 mg. Keempat pasien serial kasus mengalami perbaikan kondisi klinis, penyembuhan luka baik, tidak ada infeksi dan komplikasi selama perawatan, tekanan darah dan kontrol glikemik baik, penurunan BB<10%, perbaikan kapasitas fungsional, dan lama rawat pasien lebih singkat. Keempat pasien dipulangkan untuk rawat jalan.Terapi medik gizi yang optimal dapat memerbaiki luaran klinis serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien luka bakar berat dengan obesitas dan penyulit metabolik.

Severe burn injury can cause a persistent and prolonged hypermetabolism and hypercabolism response. Severe burn injury patients treated in hospitals generally have comorbidities, such as obesity, DMT2, and hypertension. Chronic inflammation due to obesity and comorbidities in severe burn injury contributes to a second hit phenomenon in terms of augmenting the hypermetabolic response. Medical nutrition therapy in severe burn injury patient with obesity and metabolic disease is required in order to prevent weight loss, maintain muscle mass, reduce hypermetabolism response, maintain glycemic control and blood pressure, improve the immune system, help wound healing, improve functional capacity, therefore increasing clinical outcome and reduce the risk of morbidity and mortality. The case series consists of four patients with severe burn injury, degree II−III, 29−38% total body surface area, caused by fire and electricity, nutritional status obese I with DMT2 and hypertension. Medical nutrition therapy was initiated with early enteral nutrition within the first 24 hours after burn injury, according to ESPEN, SCCM and ASPEN recommendations and also adjusted based on clinical conditions, nutritional tolerance, and laboratory results. The nutrition target was calculated using Xie formula, with a balanced composition, consists of protein 1.5−2 g/kg ideal body weight/day, fat 25−30%, and carbohydrate 45−65%. Micronutrients supplementation given to these patients includes vitamin B complex 3x1 tablets, folic acid 1x1 mg, vitamin C 2x250 mg, and zinc 1x20 mg. Four patients had improvement in clinical condition and wound healing, no infections and complications during treatment, controlled blood pressure and glycemic, decreased body weight <10%, improvement in functional capacity, and shortened length of hospital stay. All four patients were discharged for outpatient care. Optimal medical nutrition therapy can improve clinical outcomes and reduce the morbidity and mortality rates in severe burn injury patients with obesity and metabolic disease."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Sakti Dwi Permanasari
"Tumor otak sekunder dapat menyebabkan masalah nutrisi. Manifestasi klinis penurunan selera makan, gangguan menelan, mual, muntah, hemiparesis, kejang, gangguan fungsional dan kognitif dapat menurunkan asupan makanan dan berat badan sehingga berisiko malnutrisi. Perubahan metabolisme makronutrien dan mikronutrien yang terjadi juga memengaruhi terjadinya malnutrisi. Tatalaksana terapi medik gizi yang diberikan bertujuan mempertahankan atau memperbaiki status gizi sehingga meningkatkan kualitas hidup dan memperlama harapan hidupnya. Terapi medik gizi yang sesuai rekomendasi European Society of Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN) adalah diet seimbang yang meliputi makronutrien, mikronutrien, nutrien spesifik, dan edukasi. Pasien serial kasus ini adalah perempuan, berusia antara 48 sampai 59 tahun dengan diagnosis tumor otak sekunder. Tiga pasien memiliki tumor primer kanker payudara, sedangkan satu pasien dengan kanker endometrium. Skrining menggunakan malnutrition screening tool (MST) dilanjutkan asesmen gizi. Terapi medik gizi diberikan sesuai rekomendasi ESPEN dan toleransi pasien. Pemantauan gizi meliputi pemeriksaan fisik, antropometri, komposisi tubuh, kapasitas fungsional dan analisis asupan. Hasil menunjukkan semua pasien mencapai asupan makan sesuai target pemberian makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik. Status gizi berhasil dipertahankan dengan tiga pasien mengalami peningkatan BB. Kapasitas fungsional keempat pasien menunjukkan perbaikan dengan menggunakan Karnofski dan Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG). Pemeriksaan handgrip hanya dapat dilakukan pada 3 pasien menunjukkan perbaikan.

A secondary brain tumor may cause nutritional problems. Clinical manifestations such as decreased appetite, swallowing disorders, nausea, vomiting, hemiparesis, seizures, functional and cognitive disorders may reduce food intake and increase malnutrition. Also changes in metabolism can affect the malnutrition. The aim of the medical nutrition therapy to maintain nutritional status to improve the quality of life and life expectancy. Balance diet were recommended by European Society of Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN) includes macronutrients, micronutrients, specific nutrients with continuing nutrition education. Patients are females, aged 48 to 59 years, with secondary brain tumor. The primary tumor of three patients were breast cancer and one patient was endometrial cancer. Screening was done using the malnutrition screening tool (MST) and followed with nutritional assessment. Medical nutrition therapy were given based on ESPEN recommendations and patient tolerance. Nutrition monitoring includes physical examination, anthropometry, body composition, functional capacity and intake analysis. Patient’s monitoring showed that all patients achieved their intake targets. The body weight of three patient increased showed that the nutrition status was maintained well enough. Patient’s functional capacity were improved according to Karnofsky and Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG). Handgrip examination were also improve when it was assesed on three patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sanny Ngatidjan
"Kaki diabetik merupakan komplikasi pada diabetes melitus (DM) tipe 2 tersering yang menyebabkan pasien menjalankan perawatan di rumah sakit. Penyulit lain pada DM tipe 2 berkontribusi terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien. Terapi medik gizi pada pasien DM tipe 2 dan kaki diabetik dengan berbagai penyulit berperan penting dalam kontrol glikemik, mencegah perburukan status gizi, serta perbaikan penyembuhan luka. Serial kasus ini melibatkan empat pasien DM tipe 2 dan kaki diabetik dengan berbagai penyulit yang diberikan terapi medik gizi berupa asupan energi, makronutrien, mikronutrien, nutrien spesifik, dan edukasi gaya hidup. Pasien dilakukan pemantauan selama 19 hari sesuai fase proliferasi penyembuhan luka. Satu pasien dengan ketoasidosis diabetikum, satu pasien dengan hipertensi, dan dua pasien dengan diabetic kidney disease. Kontrol glikemik keempat pasien tercapai pada akhir perawatan di rumah sakit dan tidak didapatkan penurunan berat badan yang bermakna selama masa pemantauan. Penyembuhan luka berupa luka mengering, edema berkurang, dan timbulnya jaringan granulasi didapatkan pada tiga diantara empat pasien. Satu pasien tidak didapatkan penyembuhan luka yang signifikan karena adanya stenosis multipel pembuluh darah arteri di tungkai kiri. Terapi medik gizi pada pasien DM tipe 2 dan kaki diabetik dengan berbagai penyulit berperan pada perbaikan kontrol glikemik, mencegah perburukan status gizi, dan penyembuhan luka.

The most common cause of complication and hospitalization in type 2 diabetes mellitus (T2DM) patients are those associated with diabetic foot (DF). Complication of T2DM contribute to increasing morbidity and mortality. Medical nutrition therapy in patients with T2DM and DF with various complication plays an important role in management of glycemic control, worsening nutritional status, and repair wound healing. This case series include four patients T2DM and DF with various complication that given nutritional medical therapy consisting of energy intake, macronutrients, micronutrients, spesific nutrient, and healthy lifestyle education. Patients was monitored for 19 days according to the proliferation phase of wound healing. One patient with diabetic ketoacidosis, one patient with hypertension, and two patients with diabetic kidney disease. All patients got glycemic control during hospitalization. No significant weight loss was observed during monitoring period. Wounds in three of the four patients appeared to heal with dry wound, reduced edema, and formation of granulation tissue. One patient found insignificant wound healing due to multiple arterial stenosis in the left leg. Medical nutrition therapy with type 2 diabetes and diabetic foot with various complications plays an important role in management of glycemic control, preventing worsening nutritional status, and repair wound healing.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Verawati
"Latar Belakang: Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronik yang dimediasi sistem imun, menyebabkan lesi kulit dan dapat mengenai sendi. Kondisi inflamasi sistemik meningkatkan risiko berbagai non-transmissible chronic disease dan menyebabkan kehilangan nutrien akibat hiperproliferasi dan deskuamasi epidermis, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup. Terapi medik gizi dengan menjaga indeks massa tubuh dalam rentangan normal dan memenuhi kebutuhan vitamin A, E, C, D, dan asam folat, serta pemberian asam lemak omega-3 dapat menurunkan stres oksidatif dan inflamasi. Terapi diet, pengaturan aktivitas fisik, dan modulasi respons inflamasi sistemik menjadi tujuan terapi yang penting dan terintegrasi.
Kasus: Pasien psoriasis berbagai tipe dengan penyulit, terdiri atas 3 orang laki-laki dan seorang perempuan, rentangan usia 28–64 tahun. Pasien pertama dengan SIDA, artritis dan hipoalbuminemia, pasien ke-2 hipoalbuminemia, pasien ke-3 artritis, dan pasien ke-4 dengan obesitas. Terapi medik gizi yang diberikan meliputi diet cukup energi, protein tinggi, dan lemak sedang sesuai kodisi pasien, serta beberapa vitamin. Pemantauan dilakukan minimal selama 6 hari meliputi keluhan subjektif, keluaran klinis, hasil laboratorium, antropometri, kapasitas fungsional, dan analisis asupan 24 jam. Nutrisi ditingkatkan bertahap sesuai keluaran klinis dan toleransi. Mikronutrien yang dapat diberikan adalah vitamin B kompleks, C, dan asam folat. Semua pasien mendapat edukasi gizi.
Hasil: Asupan energi keempat pasien dapat meningkat bertahap hingga mencapai KET saat pulang. Peningkatan kadar albumin tanpa koreksi infus albumin terjadi pada 2 pasien, penurunan albumin pada 1 pasien, dan pada 1 pasien tidak dilakukan pemeriksaan ulang. Kapasitas fungsional semua pasien mengalami perbaikan saat pulang. Tidak terjadi perubahan berat badan pada 3 pasien, namun 1 pasien mengalami penurunan selama dirawat.
Kesimpulan: Terapi medik gizi yang adekuat menunjang proses penyembuhan, serta memperbaiki parameter laboratorium dan kapasitas fungsional.

Background: Psoriasis is a chronic inflammatory disease mediated by the immune system causing skin lesions and may also affect the joints. Systemic inflammatory conditions increase the risk of various non-transmissible chronic diseases, loss of nutrients through hyperproliferation and desquamation of the epidermis that may reduce quality of life. Medical therapy in nutrition by maintaining body mass index within normal range and fulfillment the requirement of vitamins A, E, C, D, and folic acid, and supplementation of omega-3 fatty acids can reduce oxidative stress and inflammation. Dietary therapy, management of physical activity, and modulation of systemic inflammatory responses are the important and integrated therapeutic goals.
Case: Psoriasis patients of various types and complications with the range of age 28–64-years-old, consist of 3 males and 1 female. The first patient with HIV-AIDS arthritis and hypoalbuminemia, the second with hypoalbuminemia, the third with arthritis, and the fourth with obesity. The medical therapy in nutrition include diet that sufficient in energy, high protein, and moderate fat corresponding to the patients’ condition with supplementation of some vitamins. Monitoring was carried out for at least 6 days that include subjective complaints, clinical outcomes, laboratory results, anthropometric, functional capacity and 24-hour dietary intake analysis. Nutritional intake was gradually increased according to the clinical outcomes and tolerance. Micronutrients that can be given were vitamins B complex, C, and folic acid. All patients received nutrition education.
Results: Nutritional intake of all patients increased gradually and achieved the total energy requirement before discharged from the hospital. There were increased of albumin levels without albumin infusion in 2 patients, decreased in 1 patient, and no albumin levels’ reexamination in 1 patient. Functional capacity improved in all patients before discharged from the hospital. There were no changes in the body weight of 3 patients. However, 1 patient experienced decreased of body weight during hospotalisation.
Conclusion: Adequate medical therapy in nutrition supports the healing process, and improves laboratory parameters and functional capacity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>