Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179687 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Made Dwi Sandhiutami
"

Latar belakang: Kurkumin memiliki aktivitas antikanker yang poten, namun profil farmakokinetik dan ketersediaan kurkumin di organ target sangat rendah. Nanopartikel kurkumin dibuat untuk meningkatkan aktivitas kurkumin sehingga dapat meningkatkan efek obat pada proses angiogenesis dan proliferasi sel pada tikus model kanker ovarium.

Metode: Nanopartikel kurkumin dibuat dengan metode gelasi ionik menggunakan kitosan sebagai polimer. Profil farmakokinetika kurkumin dan nanokurkumin dilakukan pada tikus dengan pemberian dosis oral sebesar 100 mg/kgBB. Sampel darah diambil pada sembilan  waktu dan konsentrasi kurkumin dalam plasma dianalisis menggunakan UPLC-MS/MS. Pengujian nanokurkumin sebagai ko-kemoterapi secara in vivo pada kanker ovarium dilakukan pada tikus model kanker ovarium dengan induksi DMBA. Tikus model kanker ovarium diberikan terapi cisplatin atau kombinasi cisplatin dan kurkumin, atau kombinasi cisplatin dan nanokurkumin. Efek antikanker dilihat dari pengukuran marker antiproliferasi (Ki67), marker apoptosis serta jalur sinyal TGF-b/PI3K/Akt dan IL-6/JAK/STAT3.

Hasil: Diperoleh ukuran partikel nanokurkumin sebesar 19,43±11,24 nm, dengan efisiensi penjerapan 99,97%, dan loading capacity 11,34%. Sifat mukoadhesif nanokurkumin lebih baik dibandingkan dengan kurkumin. Evaluasi profil farmakokinetik pada tikus diperoleh bahwa nanokurkumin meningkatkan AUC, Cmax, Tmax dan menurunkan klirens. Pada uji aktivitas in vivo,  pemberian cisplatin dan ko-kemoterapi nanokurkumin menyebabkan penurunan yang signifikan pada volume dan berat ovarium. Penemuan ini sesuai dengan penurunan ekspresi protein TGF-β, PI3K dan p-Akt/Akt. Efek ko-kemoterapi nanokurkumin juga dapat dapat menurunkan ekspresi protein IL-6, JAK, dan p-STAT3/STAT3. Pemberian cisplatin dan nanokurkumin juga menyebabkan peningkatan marker apoptosis yang signifikan seperti Bax, kaspase-9 dan kaspase-3 serta menurunkan ekspresi Bcl-2.

Kesimpulan: Nanokurkumin dapat memperbaiki profil farmakokinetika kurkumin, sehingga dapat diaplikasikan pada strategi ko-kemoterapi kanker ovarium dengan menghambat proliferasi melalui penghambatan jalur sinyal PI3K/Akt, JAK/STAT3, peningkatan apoptosis marker Bax, kaspase-3 dan kaspase-9 serta menurunkan ekspresi Bcl-2.

Kata kunci: kurkumin, kitosan, nanopartikel, kanker ovarium, PI3K/Akt, JAK/STAT


Background: Curcumin has a potent anticancer activity. However, its systemic bioavailability and its concentration in organ is extremely low. The modification of curcumin to curcumin nanoparticles was expected to increase the activity of curcumin on angiogenesis and cell proliferation process in rat ovarian cancer.
Methods: Nanocurcumin were made using ionic gelation methods. The pharmacokinetic profiles of curcumin particles and nanoparticles were then assessed in rats by administering a single oral dose of 100 mg/kg BW. Blood samples were taken from nine predetermined time points, and curcumin plasma concentrations were then analyzed using UPLC-MS/MS. Nanocurcumin was tested as a co-chemotherapy in vivo and was carried out on ovarian cancer animal models, induced with 7,12-dimethylbenz(a)anthracene (DMBA). The ovarian cancer animal models were then treated with cisplatin, or cisplatin and curcumin, or combination of cisplatin with nanocurcumin. The anticancer effect of nanocurcumin as co-chemotherapy was investigated with the measurement of antiproliferation marker (Ki67), apoptotic markers as well as the expression of TGF-b/PI3K/Akt dan IL-6/JAK/STAT3.

Result: The particle size of the curcumin nanoparticles obtained were 19,43±11,24 nm. Entrapment efficiency (EE) of curcumin nanoparticles were exceeding 99.97%, and drug loading capacity (DLC) was 11.34%. The mucoadhesive properties of the nanoparticles were superior to that of curcumin particles. Pharmacokinetic evaluation in rats revealed that curcumin nanoparticles resulted in an increase of AUC, Cmax, Tmax, and lower Cl. The administration of cisplatin and nanocurcumin co-chemotherapy caused a significant reduction in ovarian volume and weight. These findings followed with decreased protein expression of TGF-β, PI3K and p-Akt/Akt. The co-chemotherapy effect nanocurcumin is also investigated as a mechanism of action via IL-6, JAK, p-STAT3/STAT3 expressions.  Treatments of cisplatin and nanocurcumin resulted in a significant increase in apoptotic markers such as Bax, caspase-9, and caspase-3 expressions and decreased Bcl-2 expression.

Conclusion: Nanocurcumin is an effective formulation to improve pharmacokinetics profile. Nanocurcumin as a co-chemotherapy  can be considered as a potential co-chemotherapy in ovarian cancer. The improved mechanism of actions are shown by the proliferation inhibition, downregulation of PI3K/Akt, JAK/STAT3 signaling pathways, and Bcl-2 expression and increasing apoptosis through the expression of Bax, caspase-9 and caspase-3.

Keywords: curcumin, chitosan, nanoparticles, ovarian cancer, PI3K/Akt, JAK/STAT

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muftah Risyaldi
"Latar belakang : Cisplatin adalah pilihan utama dalam penatalaksanaan kanker ovrium secara farmakologi. Namun, disisi lain cisplatin dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Kerusakan ginjal akibat Cisplatin salah satunya terjadi karena perubahan aktivitas sistem endotelin ginjal sebagai pengatur hemodinamik ginjal. Secara teori kerusakan ini dapat dikurangi dengan pemberian ko-kemoterapi cisplatin yang memiliki sifat renoprotektif. Salah satu agen renoprotektif adalah Kurkumin. Salah satu manfaat kurkumin dapat mengurangi kerusakan ginjal karena bersifat renoprotektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian kurkumin sebagai ko-kemoterapi cisplatin terhadap ekspresi reseptor endothelin B (ETBR) dan gambaran hitopatologi pada ginjal tikus model kanker ovarium.
Metode: Dua puluh empat tikus Wistar betina (150-200 gram) berusia 5 minggu dikelompokan menjadi empat kelompok: Normal (N), Kanker Ovarium tanpa pemberian obat (Ca), Cisplatin (Cis) adalah kelompok tikus kanker ovarium yang mendapat terapi cisplatin 4mg/KgBB selama tiga minggu, Cisplatin+Kurkumin (Cis+Cur) adalah kelompok tikus kanker ovarium yang diberi cisplatin 4mg/KgBB+ curcumin 100mg/KgBB selama tiga minggu. Setelah memasuki minggu ke-24, tikus dikorbankan dan diambil jaringan ginjal untuk dilakukan pengamatan secara histologi dan molekular.
Hasil: gambaran histologi ginjal menunjukan perubahan struktur abrnomal. Akan tetapi perubahan struktur menuju kerusakan ginjal pada penelitian ini tidak signifikan. Selanjutnya, pengamatan ekspresi ETBR didapati ekspresi tertinggi pada kelompok tikus normal (N) dan terendah pada kelompok tikus dengan pemberian Cisplatin dan Kurkumin (Cis+Cur) dengan nilai p pada uji ANOVA Satu Arah sebesar 0.087 (signifikan jika p<0,05).
Kesimpulan: pemberian kurkumin sebagai ko-kemoterapi cisplatin pada tikus model kanker ovarium tidak menyebabkan perubahan struktur histologi yang bermakna dan tidak menyebabkan peningkatan ekspresi ETBR yang signifikan.

Background: Cisplatin is the main choice in pharmacological treatment of ovarian cancer. However, cisplatin can cause kidney damage. One of the causes of kidney damage due to cisplatin occurs due to changes in the activity of the renal endothelin system as a renal hemodynamic regulator. In theory, this damage can be reduced by giving cisplatin co-chemotherapy which has renoprotective properties. One of the renoprotective agents is curcumin. One of the benefits of curcumin is to reduce kidney damage because it is renoprotective. This study aims to determine the effect of curcumin administration as co-chemotherapy of cisplatin on endothelin B receptor expression (ETBR) and the histopathological description of ovarian cancer model rats.
Methods: Twenty-four female Wistar rats (150-200 grams) aged 5 weeks were grouped into four groups: Normal (N), Ovarian Cancer without drug administration (Ca), Cisplatin (Cis) is a group of ovarian cancer mice receiving 4mg/KgBB cisplatin therapy for three weeks, Cisplatin + Curcumin (Cis + Cur) is a group of ovarian cancer mice that were given cisplatin 4mg / KgBB + curcumin 100mg / KgBB for three weeks. After entering the 24th week, the rats were sacrificed and kidney tissue was taken for histological and molecular observation.
Result: The histology of the kidneys showed an abnormal structural change. However, the structural changes leading to kidney damage in this study were not significant. Furthermore, observations of ETBR expression found the highest expression in the normal (N) group
of rats and the lowest in the group of rats given Cisplatin and Curcumin (Cis + Cur) with a p value in the One Way ANOVA test of 0.087 (significant if p <0.05).
Conclusion: giving curcumin as co-chemotherapy of cisplatin in ovarian cancer model mice did not cause significant changes in histological structure and did not cause a significant increase in ETBR expression
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Talya
"

Latar Belakang: Cisplatin telah menjadi terapi lini pertama untuk kanker ovarium, namun efek samping terbesar cisplatin adalah peningkatan resistensi sel kanker yang menyebabkan hepatotoksisitas pada sel normal. Kurkumin terbukti memiliki sifat hepatoprotektif, tetapi efek terapeutik kurkumin terbatas karena memiliki bioavailabilitas yang rendah. Penggunaan kitosan nanopartikel pada kurkumin telah terbukti meningkatkan bioavailabilitas kurkumin sehingga efektivitasnya lebih besar. Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat pengaruh nanokurkumin terhadap hepatotoksisitas akibat pemberian cisplatin. Tujuan: Membandingkan pengaruh kurkumin dan nanopartikel kurkumin untuk digunakan sebagai ko-kemoterapi dengan cisplatin pada kanker ovarium tikus yang ditinjau melalui jalur apoptosis, khususnya marker Bax dan Kaspase-3. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in vivo pada model kanker ovarium tikus betina galur Wistar yang diinduksi 7,12-dimethybenzen[a]anthracene (DMBA) dan dilaksanakan di Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sejak bulan Juni 2019 hingga Juni 2020. Cisplatin diberikan dalam dosis sebesar 4 mg/kgBB secara intraperitoneal. Kurkumin dan nanokurkumin diberikan dalam dosis oral sebesar 100 mg/kgBB. Organ tersimpan hepar yang diambil dari 25 ekor tikus terbagi menjadi 5 kelompok perlakuan, yaitu kelompok tikus normal, model kanker ovarium tikus, terapi cisplatin, terapi cisplatin + kurkumin, dan terapi cisplatin + nanokurkumin. Setelah dikelompokkan, dilakukan homogenisasi sampel yang terpilih. Lalu, RNA Bax dan Kaspase-3 diisolasi dari homogenat sampel organ hepar dan cDNA kedua gen disintesis. Kemudian, tingkat ekspresi mRNA Bax dan Kaspase-3 pada hepar diukur menggunakan qRT-PCR. Data ekspresi mRNA Bax dan Kaspase-3 dianalisis dan diuji korelasi antarkelompok menggunakan aplikasi SPSS. Hasil: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelima kelompok pada tingkat ekspresi mRNA Bax (p=0,372) dan Kaspase-3 (p=0,111). Kesimpulan: Tidak ditemukan pengaruh kurkumin dan nanokurkumin terhadap ekspresi mRNA Bax dan Kaspase-3 organ hepar pada model kanker ovarium tikus setelah pemberian terapi cisplatin.


Background: Cisplatin has become the first-line therapy for ovarian cancer, but it has a side effect of increasing cancer cell resistance which causes hepatotoxicity in normal cells. Curcumin has been shown to have hepatoprotective properties, but its therapeutic effect is limited because of its low bioavailability. The use of chitosan nanoparticles in curcumin has been shown to increase the bioavailability of curcumin. This research was conducted to see the effect of nanocurcumin on hepatotoxicity due to cisplatin administration. Aim: Comparing the effect of curcumin and curcumin nanoparticles as co-chemotherapy with cisplatin in rat ovarian cancer that is evaluated through apoptotic pathways, specifically Bax and Kaspase-3 markers. Methods: This research is an in vivo experimental study on a female ovarian cancer model of Wistar rats induced 7,12-dimethybenzen[a]anthracene (DMBA) and was carried out in the Department of Pharmacology and Therapeutics of the Faculty of Medicine, University of Indonesia from June 2019 to June 2020. Cisplatin is given in doses of 4 mg/kgBW intraperitoneal. Curcumin and nanocurcumin are given in oral doses of 100 mg/kgBW. Stored liver organs which was taken from 25 rats was divided into 5 treatment groups which are normal, ovarian cancer model, cisplatin therapy, cisplatin + curcumin therapy, and cisplatin + nanocurcumin therapy group. After the samples are grouped, homogenization of the selected sample is carried out. Then, the Bax and Kaspase-3 RNA were isolated from the homogenate samples and the cDNA of the two genes was synthesized. Then, the levels of Bax and Kaspase-3 mRNA expressions in the liver were measured using qRT-PCR. Bax and Kaspase-3 mRNA expressions were analyzed and tested intergroup correlations using the SPSS application. Results: There were no significant differences between the five groups in the expression levels of Bax mRNA (p=0,372) and Kaspase-3 (p=0,111). Conclusion: This study shows no effect of curcumin and nanocurcumin on the expression of Bax and Caspase-3 liver organ mRNA in rat ovarian cancer models after cisplatin therapy.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leo Alfath Araysi
"Latar belakang: Kanker ovarium diduga dapat menyebabkan penurunan fungsi dan kerusakan ginjal. Cisplatin salah satu terapi kanker ovarium bersifat nefrotoksik. Kerusakan ginjal ini terjadi melalui berbagai mekanisme, salah satunya adalah peningkatan ekspresi ETAR. Kurkumin diduga mampu menurunkan ekspresi ETAR pada jaringan ginjal yang rusak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ko-kemoterapi kurkumin pada cisplatin terhadap ekspresi ETAR serta gambaran histopatologi jaringan ginjal pada tikus model kanker ovarium. Metode: 24 tikus wistar betina dibagi menjadi empat kelompok: Kelompok normal sham (N), kanker ovarium tanpa perlakuan (Ca), kanker ovarium yang mendapat 4 mg/KgBB cisplatin (Cis), dan kanker ovarium yang mendapat 4 mg/KgBB cisplatin +100 mg/KgBB kurkumin (Cis+Cur). Setelah 3 minggu tikus dikorbankan, ginjal tikus diambil untuk pengamatan histopatolgi serta ekspresi mRNA ETAR. Hasil: Pada pengamatan histopatologi Masson Trichrome ditemukan fokus fibrosis pada kelompok tikus Ca dan Cis. Melalui qRT-PCR diketahui bahwa ekspresi mRNA pada kelompok Ca dan Cis relatif sama, namun meningkat masing-masing sebesar 133% (2,33 kali lipat) dan 123% (2,23 kali lipat) dibandingkan dengan kelompok normal. Sedangkan pada kelompok Cis+Cur terdapat penurunan ekspresi mRNA sebesar 31,5% (0.315 lebih rendah) dan 34,4% (0.344 lebih rendah) berurutan dibanding kelompok Cis dan Cur. Tidak ditemukan perbedaan bermakna secara statistik antar kelompok uji. Kesimpulan: Kanker ovarium dapat memicu kerusakan ginjal pada tiku dibuktikan dengan peningkatan ekspresi mRNA ETAR dan fokus fibrosis. Pemberian cisplatin pada dosis terapeutik tidak meningkatkan ekspresi mRNA ETAR pada jaringan tikus model kanker ovarium, meski demikian pemberian kurkumin sebagai ko-kemoterapi menurunkan ekspresi mRNA ETAR dan fokus fibrosis meskipun tidak bermakna secara statistik.

Background: Ovarian cancer is believed can lead to renal functional deterioration Furthermore, cisplatin as chemotherapeutic agent has nephrotoxic effects. Increased expression of the Endothelin A receptor (ETAR) is thought to be one of the mechanisms. Curcumin is believed to have protective effects in injured kidney. This study is to evaluate the co-chemotherapy effects of curcumin for cisplatin upon ETAR expression and histopathological appearances in rats’ kidney. Method: Total of 24 wistar rats, devided into four treatment groups: normal group (N), ovarian cancer without treatment group (Ca), ovarian cancer which received cisplatin 4 mg/kgBW group (Cis), and ovarian cancer which received cisplatin 4 mg/kgBW + 100 mg/kgBW curcumin group (Cis+Cur). Kidney tissue specimen was obtained for histopathological examination and ETAR messenger ribonucleic acid (mRNA) expression. Results: Fibrosis foci were found at kidney tissue of Ca and Cis group. The mRNA expression level among Ca and Cis group were relatively equivalent; however increased by 133% (2,33 fold) and by 123% (2,23 fold), respectively compared to N group. Meanwhile, the Cis + Cur group decreased by 31.5% (0.315 lower) and 34.4 % (0.344 lower) compared to Cis and Ca group respectively. There are no statistical significant among the experiment groups. Conclusion: Ovarian cancer is associated with kidney injury, demonstrated by increased of ETAR mRNA and fibrosis foci formation. Therapeutic dose cisplatin do not increased ETAR mRNA in the kidney of ovarian cancer rat. Curcumin administration as co-chemotherapeutic agent result in the decrease of ETAR mRNA level and the decrease of fibrosis foci formation."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erico Wanafri
"Kemoterapi dengan cisplatin merupakan modalitas utama pada terapi pada kanker ovarium, walaupun telah diketahui toksisitasnya pada berbagai organ termasuk ginjal. Kurkumin, senyawa fenolik yang diperoleh dari Curcuma longa, diketahui memiliki efek proteksi pada ginjal akibat cisplatin pada berbagai model toksisitas in vivo. Namun, efek kurkumin pada ginjal dibatasi oleh bioavailabilitasnya yang rendah. Kelompok penelitian kami telah berhasil mengembangkan formulasi kurkumin nanopartikel baru yang telah terbukti memperbaiki efikasi cisplatin pada model kanker ovarium. Namun, belum diketahui apakah formulasi kurkumin nanopartikel ini juga dapat memperbaiki fungsi dan kondisi inflamasi pada ginjal yang disebabkan oleh cisplatin.
Metode Sebanyak 24 ekor tikus Wistar betina dibagi menjadi: 6 ekor tikus normal (sham treatment) dan 18 ekor tikus yang diinduksi menjadi kanker ovarium dengan DMBA. Tikus kanker ovarium dibagi menjadi 3 kelompok masing-masing 6 ekor yang menerima cisplatin 4 mg/kgBB/minggu atau cisplatin 4 mg/kgBB/minggu +kurkumin 100 mg/kgBB/hari atau cisplatin 4 mg/kgBB/minggu + nanokurkumin 100 mg/kgBB/hari. Terapi diberikan selama 4 minggu, kemudian dilakukan terminasi dan diambil darah dan organ ginjal untuk analisis penanda fungsi ginjal dan inflamasi.
Hasil Nanokurkumin dapat menurunkan kadar ureum serum signifikan dibandingkan kelompok cisplatin, namun tidak mempengaruhi kadar kreatinin dan sedikit menurunkan kadar neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL). Nanokurkumin tidak berhasil menurunkan kadar penanda inflamasi: TNF-, IL-1β dan IL-6.
Kesimpulan
Nanokurkumin memiliki kecenderungan untuk memperbaiki beberapa penanda fungsi ginjal dalam darah pada model kanker ovarium yang diberikan cisplatin, namun tidak mempengaruhi kadar penanda inflamasi di ginjal.

The effects of nanocurcumin on kidney function and inflammatory
markers in rat model of ovarian cancer treated with cisplatin
Cisplatin remains the main modality of treatment for ovarian cancer, despite its known toxic effects to various organs, including the kidney. Curcumin, a phenolic compound derived from Curcuma longa, was known to have a renoprotective effect on cisplatin- induced in vivo models. However, the beneficial effect of curcumin on the kidney is limited by its low bioavailability. Our research group has successfully developed a novel curcumin nanoparticle formulation that has been shown to improve the efficacy of cisplatin in ovarian cancer models. However, it is not yet known whether this curcumin nanoparticle formulation can also improve kidney function and inflammatory conditions caused by cisplatin in ovarian cancer models.
Method
A total of 24 female Wistar rats were divided into: 6 normal rats (sham treatment) and 18 rats induced to develop ovarian cancer with DMBA. Ovarian cancer rats were divided into 3 groups of 6 each receiving cisplatin 4 mg/kgBW/week or cisplatin 4 mg/kgBW/week + curcumin 100 mg/kgBW/day or cisplatin 4 mg/kgBW/week + nanocurcumin 100 mg/day. kgBB/day. Therapy was given for 4 weeks, then terminated and blood and kidney were taken for analysis of markers of kidney function and inflammation.
Results
Nanocurcumin lowered serum urea levels significantly compared to the cisplatin group. However, nanocurcumin did not alter creatinine levels and slightly reduced serum neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL) concentrations. Nanocurcumin was did not affect the inflammatory markers studied: TNF-, IL-1β and IL-6.
Conclusion
Nanocurcumin has a tendency to improve several markers of kidney function in cisplatin- treated ovarian cancer models. However, the effect was not associated by the alteration of inflammatory cytokines in the kidney.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farrasy Ammar
"Latar Belakang: Cisplatin, agen kemoterapi utama dalam terapi kanker ovarium,
memiliki sifat hepatotoksik karena menginduksi stres oksidatif. Kurkumin dapat
meningkatkan kadar atau aktivitas antioksidan endogen seperti enzim superoksida
dismutase dan glutation. Formulasi nanopartikel kurkumin dapat meningkatkan
bioavailabilitas kurkumin dan distribusinya pada organ target. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh nanokurkumin terhadap hepatotoksisitas
akibat cisplatin melalui regulasi antioksidan endogen SOD dan GSH. Metode: 25
ekor tikus galur Wistar betina dibagi ke dalam 1 kelompok sham dan 4 kelompok
model kanker ovarium yang diinduksi DMBA pada penelitian in-vivo ini. Empat
kelompok tersebut adalah kelompok tanpa terapi, cisplatin 4 mg/KgBB
intraperitoneal, cisplatin dengan kurkumin konvensional 100 mg/KgBB per oral,
atau cisplatin dengan nanopartikel kurkumin dalam kitosan 100 mg/KgBB per oral.
Setelah perlakuan selama 1 bulan, hepar tikus diambil dan disimpan beku.
Pengukuran aktivitas SOD, kadar GSH, dan kadar GSSG dilakukan dengan metode
spektrofotometri. Hasil: Uji statistik pada kadar GSH, GSSG, dan aktivitas SOD
menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelompok ko-kemoterapi
kurkumin konvensional dibanding monoterapi cisplatin (p<0.05). Tidak ada
perbedaan yang bermakna antarkelompok pada rasio GSH/GSSG (p>0.05) dan
tidak ditemukan perbedaan bermakna antara kedua kelompok ko-kemoterapi pada
semua variabel (p>0.05). Kesimpulan: Kurkumin konvensional dan nanokurkumin
setara dalam meregulasi antioksidan endogen SOD dan GSH pada tikus model
kanker ovarium yang mendapat cisplatin.

Introduction: As the primary chemotherapeutic agent of choice for ovarian cancer,
cisplatin has hepatotoxic properties via oxidative stress induction. Curcumin can
increase the levels and activities of endogenous antioxidants like superoxide
dismutase enzyme and glutathione. Formulation of curcumin nanoparticles
increases its bioavailability and target organ distribution. This research aims to
elucidate the effects of nanocurcumin on cisplatin-induced hepatotoxicity via
regulation of endogenous antioxidants, SOD and GSH. Method: 25 Wistar female
rats were grouped into 1 sham group and 4 DMBA-induced ovarian cancer model
groups in this in-vivo study. Four cancer model groups were further divided into
no-treatment, 100 mg/KgBW intraperitoneal cisplatin therapy, cisplatin with oral
100 mg/KgBW conventional curcumin, and cisplatin with oral 100 mg/KgBW
curcumin nanoparticle in chitosan group. The liver of the rats were taken and frozen
after one month of treatment. Spectrophotometry was used to measure the activities
of SOD, levels of GSH, and levels of GSSG. Results: Statistic tests on levels of
GSH, GSSG, and activity of SOD showed significant increase in the curcumin cochemotherapy
against cisplatin monotherapy (p<0.05). There was no significant
difference within the groups of GSH/GSSG ratio (p>0.05) and no significant
difference was found between the curcumin co-chemotherapy and nanocurcumin
co-chemotherapy groups in all the variables (p>0.05). Conclusion: Conventional
curcumin and nanocurcumin administration are similar in regulating endogenous
antioxidants SOD and GSH on rats with ovarian cancer model treated with cisplatin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliyyatus Saadah
"Produksi partikel D*+-meson pada tumbukan proton-proton pada energi pusat massa 13 TeV dengan detektor ALICE dilaporkan dalam tesis ini. Data yang digunakan adalah data tumbukan proton-proton yang dikumpulkan oleh kolaborasi ALICE pada tahun 2016, 2017, dan 2018. Hasil rekonstruksi partikel D*+-meson kemudian ditampilkan dalam bentuk plot distribusi massa invarian D*+-meson dalam beberapa rentang momentum yakni 1-36 GeV/c. Penampang lintang D*+-meson sebagai fungsi momentum dihitung dan dibandingkan dengan perhitungan teori perturbative QCD. Hasil perhitungan penampang lintang D*+-meson menunjukkan kesesuaian dengan perhitungan teori.

Measurement of the production cross section of D*+-meson in proton-proton collisions at center of mass energy with ALICE detectors is presented in this study. The data collected by ALICE Collaboration in 2016, 2017, and 2018 was used in this work. Invariant mass distributions and production cross sections were measured as a function of momentum in the range 1-36 GeV/c. the production cross sections of D*+-meson were compared with perturbative QCD model. The measurements were compatible with the theoretical predictions.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Sawitri
"Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dengan peningkatan kepekaan (hipereaktiviti) saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas dan batuk terutama pada malam atau dini hari. Episode ini umumnya dihubungkan dengan obstruksi yang bersifat reversibel baik spontan maupun dengan pengobatan. Hipereaktiviti saluran napas merupakan faktor penting yang mendasari asma bronkial dan untuk mengetahui ada atau tidak hipereaktiviti saluran napas perlu dilakukan uji provokasi bronkus 2 Proses inflamasi menyebabkan peningkatan kepekaan saluran napas terhadap berbagai rangsangan sehingga timbul gejala-gejala pernapasan akibat penyempitan saluran napas difus dengan derajat bervariasi. Gejala asma dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsangan seperti alergen, infeksi, rangsangan fisis, rangsangan rat kimia, reaksi refleks terhadap udara dingin atau latihan serta akabat refluks gastroesofagus (RGE).
Pada penderita asma dengan RGE, beberapa gangguan pernapasan berhubungan dengan asam lambung. Berbagai penelitian menyatakan RGE berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas, penurunan faal paru dan gejala Minis asma. Hubungan penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) dan asma dipikirkan oleh William Oster pertama kali pada tahun 1912. William Oster memperkirakan bahwa serangan asma dapat disebabkan oleh iritasi langsung mukosa bronkus atau tidak langsung oleh pengaruh refleks lambung. Bray pada tahun 1934 memperkirakan bahwa distensi lambung pada sore hari dapat meningkatkan refleks vagal dan menyebabkan bronkokonstriksi. Harding dkk menyatakan bahwa asam lambung berhubungan dengan 90% kejadian batuk dan 78% ganguan pernapasan. Mekanisme patofisilogi ini disebut esophageal acid induced bronchoconstriclion. Berbagai data penelitian mendukung hipotesis bahwa RGE menyebabkan asma, dilain pihak asma menyebabkan RGE namun hubungan antara RGE dan asma sampai sekarang belum jelas."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Davy Ariany
"Ruang lingkup dan Cara penelitian : Untuk melakukan penelitian eksperimental in vivo mengenai pengaruh serbuk Brucea javanica (SBJ) secara topikal pada proses karsinogenesis kulit mencit C3H akibat pemberian topikal DMBA digunakan 8 kelompok yang terdiri atas 4 kelompok kontrol (A, B, C, D) dan 4 kelompok uji (E, F, G, H). Kelompok E diberikan DMBA. Sedangkan yang lain diberikan SBJ dengan dosis 10 mg, 20 mg dan 40 mg selama 4 minggu lalu pemberian SBJ diikuti dengan pemberian DMBA selama 12 minggu. Kemudian dilihat pengaruh SBJ dengan mengamati jumlah mencit bertumor, jumlah tumor per mencit dan volume tumor. Disamping itu dibuat sediaan histopatologik dengan pewarnaan hematoksilin eosin.
Hasil dan kesimpulan : Jumlah mencit bertumor, jumlah tumor per mencit dan volume tumor kelompok E menunjukkan angka yang lebih kecil dari kelompok F, G dan H. Analisis varian menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,003 dan p=0,000) antara kelompok kontrol dan kelompok uji dalam hal jumlah tumor per mencit dan volume tumor. Hasil pada kelompok F, G dan H tidak tergantung pada besaran dosis SBJ. Secara makroskopik, pada kelompok E, F, G dan H tampak tumor dan bercak kehitaman dengan jumlah dan ukuran bervariasi. Secara mikroskopik, pada kelompok A, C dan D tidak tampak kelainan. Pada kelompok B tampak atrofi ringan pada beberapa tempat. Pada kelompok E, F, G dan H tampak hiperkeratosis, atrofi dan fibrosis disertai gambaran papiloma, keratoakantoma, karsinoma sel skuamosa dan peningkatan pigrnen melanin dermis. Dengan demikian pada penelitian ini, pemberian SBJ secara topikal pada dosis 10 mg, 20 mg dan 40 mg memberikan pengaruh aditif terhadap kerja DMBA dan tidak tergantung pada besaran dosis SBJ dalam proses karsinogenesis kulit mencit C3H akibat pemberian topikal DMBA selama 12 minggu. Di samping itu terjadi peningkatan pigmen melanin di dermis secara berkelompok maupun tersebar tidak teratur.

Scope and method of research : In vivo experimental about effect of topical application of Brucea javanica powder on skin carcinogenesis process by topical application of DMBA in C3H mice, have been made 8 groups consist of 4 control groups (A, B, C, D) and 4 test groups (E, F, G, H). Group E is exposed to DMBA only, while F, G and H were exposed to SBJ (10 mg, 20 mg and 40 mg) for 4 weeks and then they were exposed to SBJ and DMBA for 12 weeks. Those groups were monitored on SBJ effect by number of mice with tumor, number of tumor on each mice and volume of tumor. Histopathological changes were examined on HE stain.
Result and conclusion : Number of mice with tumor, number of tumor on each mice and volume of tumor in group E gave smaller number than F, G and H. Analysis of variance shows significant discrepancies (p=0,003 and p=0,000) between control groups and test groups in number of tumor and volume of tumor. SBJ dose did not have any effect on F, G and H. Macroscopically, in E, F, G and H tumors and black marks in various number and size were seen. Microscopically, in A, C and D no significant changes on epidermis and dermis, although in B only atrophyc changes of epidermis. In E, F, G and H, non tumor changes such as hyperkeratosis, and atrophic of epidermis and fibrosis of dermis were noted, tumors found varied from papilloma, keratoacanthoma to squamous cell carcinoma as well as deposition of melanin containing cells in dermis. In conclusion, topical application of 10 mg, 20 mg and 40 mg Brucea javanica powder showed additive effect of DMBA on skin carcinogenesis process in C3H mice irrespective of Brucea javanica powder dose. In addition, melanin depositions in dermis were seen.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T21215
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nyoman Berlian Aryadevi Meylandari Putri
"Latar Belakang: Selama beberapa dekade, cisplatin menjadi kemoterapi paling aktif yang tersedia untuk kanker ovarium. Terlepas dari keunggulan hasilnya, cisplatin juga memiliki beberapa efek samping, salah satunya adalah hepatotoksisitas. Dalam perkembangan kedokteran, curcumin ditemukan memiliki efek hepatoprotektif dalam beberapa penelitian, tetapi ternyata memiliki bioavailabilitas yang rendah. Dengan demikian, nanocurcumin dibuat dan ditemukan untuk meningkatkan bioavailabilitasnya. Meskipun demikian, efek curcumin dan nanocurcumin dalam hepatotoksisitas yang disebabkan oleh terapi cisplatin pada kanker ovarium belum diamati. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kedua obat tersebut terhadap hepatotoksisitas yang diinduksi oleh cisplatin. Metode: Percobaan in vivo dilakukan pada tikus Wistar betina, dengan berat 150-200 gram, yang diinduksi oleh DMBA untuk mencapai model kanker ovarium. Kemudian, terapi cisplatin (4mg / kgBB / minggu) diberikan secara intraperitoneal pada tikus. Kemudian beberapa tikus juga diberi terapi kombinasi dengan curcumin (100 mg / kgBB / hari) dan nanocurcumin (100 mg / kgBB / hari). Tikus-tikus ini dibagi menjadi beberapa kelompok: tikus sehat, tidak ada pengobatan, terapi cisplatin, terapi cisplatin + curcumin, dan terapi cisplatin + nanocurcumin. Setelah sebulan, sampel darah diambil dan disentrifugasi untuk mendapatkan plasma. Tingkat AST, ALT, dan ALP diukur menggunakan spektrofotometer untuk menggambarkan fungsi hati. Hasilnya dianalisis menggunakan one-way ANOVA untuk ALT dan ALP dan Kruskall-Wallis untuk AST, menggunakan perangkat lunak SPSS24. Hasil: Tidak ada perbedaan statistik yang signifikan antara kelompok dalam AST plasma (p = 0,125), AlT (p = 0,154), dan ALP (p = 0,072). Kesimpulan: Tidak ada perbedaan yang signifikan untuk kurkumin dan nanokurkumin dalam mengurangi efek hepatotoksisitas cisplatin

Introduction: For decades, cisplatin has remained the most active chemotherapy available for ovarian cancer. Despite the excellence of the outcome, cisplatin also has severe side effects, one of which is hepatotoxicity. In the development of medicine, curcumin was found to exert a hepatoprotective effect in several studies, but it was found to have low bioavailability. Thus, nanocurcumin was established and discovered to improve its bioavailability. Nonetheless, the effect of curcumin and nanocurcumin in hepatotoxicity caused by cisplatin therapy in ovarian cancer has not been observed. This study aims to examine the effect of both drugs on the cisplatin-induced hepatotoxicity. Method: An in vivo experiment was done on female Wistar rats, weighing from 150-200 grams, which was induced by DMBA to achieve ovarian cancer models. Then, cisplatin therapy (4mg/kgBW/week) was given intraperitoneally to the rats. Then some of the rats were also given combination therapy with curcumin (100 mg/kgBW/day) and nanocurcumin (100 mg/kgBW/day). They were divided into groups of: healthy rats, no treatment, cisplatin therapy, cisplatin+curcumin therapy, and cisplatin+nanocurcumin therapy. After a month, blood sample was taken and centrifuged to obtain plasma. The AST, ALT, and ALP level was measured using spectrophotometer to depict the liver function. The result was analysed using one-way ANOVA for ALT and ALP and Kruskall-Wallis for AST using SPSS24 software. Results: Theres no significant statistical difference between groups in plasma AST (p=0.125), AlT (p=0.154), and ALP (p=0.072). Conclusion: There was no significant differences for both curcumin and nanocurcumin in reducing hepatotoxic effect of cisplatin."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>