Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169646 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muchammad Abdun Nafik
"

Rasio elektrifikasi di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 98.89% namun masih banyak daerah yang rasio elektrifikasinya tergolong rendah, bahkan beberapa daerah masih belum menikmati akses listrik. Elektrifikasi rendah terutama dirasakan oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) atau di pulau-pulau kecil. Namun di sisi lain, Indonesia yang secara geografis adalah negara kepulauan dan berada di kawasan tropis memiliki potensi tinggi dalam pengembangan energi terbarukan (ET) sebagai sumber tenaga listrik, khususnya energi surya. Penelitian ini bertujuan untuk merancang model solar home & pumpung system (SHPS) dan menilai kelayakannya. Dalam konsep ini skema SHPS bertujuan memberikan akses listrik kepada masyarakat 3T untuk kebutuhan penerangan dan akses air bersih. Sebanyak 4 unit Lampu LED 3 watt yang dilengkapi baterai digunakan untuk penerangan setiap rumah tangga, sementara pompa air 600 watt dapat digunakan secara komunal untuk 150 rumah tangga. Baik lampu maupun pompa air mendapat pasokan energi listrik dari panel surya masing-masing. Terdapat 3 skenario dalam implementasi SHPS untuk total 150 rumah tangga dengan tingkat diskonto untuk investasi sebesar 10%. Skenario 1 adalah investasi penuh sebesar Rp 806 juta, NPV = Rp 2.8 juta, IRR = 10.05%, PI = 1.003, payback period dalam 9 tahun, masa manfaat 20 tahun. Skenario 2 adalah hibah penuh oleh pemerintah/swasta dengan anggaran 480.5 juta. Skenario 3 adalah hibah oleh pemerintah/swasta untuk lampu tenaga surya (program LTSHE) dan skema investasi untuk pompa air tenaga surya dengan biaya investasi Rp 56 juta, NPV = Rp 1.2 juta, IRR = 11.21%, PI = 1.021, payback period 3 tahun, dengan masa manfaat selama 20 tahun. Keunggulan lain dalam skema SHPS adalah potensi eleminasi emisi karbon dioksida sebesar 4.5 ton per tahun jika untuk kebutuhan yang sama digunakan genset berbahan bakar minyak diesel. Oleh karena itu, SHPS layak dikembangkan dalam mendukung peningkatan elektrifikasi di kawasan 3T.


The electrification ratio of Indonesia has achieved 98.89% in 2019, but there are still many regions where the electrification ratio is relatively low, even some still do not enjoy access to electricity. Low electrification is especially felt by Indonesians living in 3T areas (terdepan/ frontier, terluar/outermost, dan tertinggal/lagging) or on small islands. On the other side, Indonesia, that is geographically an archipelagic and located in the tropics, has high potential in the development of renewable energy for electrical power generation especially solar energy. This study aims to design a solar home & pumpung system (SHPS) model and assess its feasibility. In this concept the SHPS scheme is purposed to provide electricity access to 3T community for the needs of illumination and access to clean water. A total of 4 units of 3 watt LED lights integrated with batteries are used for lighting each household, while a 600 watt water pump can be used communally for 150 households. Both the lamp and the water pump are supplied with electrical energy from their respective solar panels. There are 3 scenarios in the implementation of SHPS for a total of 150 households with a discount rate for investments of 10%. Scenario 1 is a full investment of Rp 806 million, NPV = Rp 2.8 million, IRR = 10.05%, PI = 1,003, payback period in 9 years, with a lifetime of 20 years. Scenario 2 is a full grant by the government/private sector with a budget of Rp 480.5 million. Scenario 3 is a grant by the government/private sector for solar lights (LTSHE program) and an investment scheme for solar water pumps with an investment cost of Rp 56 million, NPV = Rp 1.2 million, IRR = 11.21%, PI = 1,021, payback period of 3 years, with a lifetime of 20 years. Another advantage in the SHPS scheme is the potential elimination of carbon dioxide emissions of 4.5 tons per year if for the same needs utilized diesel-fueled generators. Therefore, SHPS is feasible to be developed in support of increasing electrification in the 3T region.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dikky Hafianto
"Meningkatnya kebutuhan energi dari tahun ke tahun dan terbatasnya energi yang tidak dapat diperbarui menuntut perlunya penelitian dan pengembangan sumber-sumber energi alternatif sebagai pengganti energi konvensional. Pemanfaatan energi surya merupakan salah sate alternatif yang bail sebagai pengganti energi konvensional. Radiasi surya yang berupa energi elektromagnetik dapat diubah langsung menjadi energi Es ft* dalam sel fotovoltadc melalui suatu proses konversi energi (konversi fotovoltaik). Salah satu sistem yang dflcembangkan dalam pemanfaatan teknologi fotovoltaik adalah sistem penerangan rumah secara individual atau lazim dikenal dengan Solar Home System (SHS). Pada tulisan ini akan dibahas sistem SHS di Sukatani Bari segi teknis, ekonomis, Berta dampak social ekonomi dan budaya masyarakataya sebagai bahan pertimbangan _untuk penerapan sistem SHS di desa-desa terpencil lainnya di Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S38807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zakki M.
"Dalam Tugas Akhir ini telah dirancang perangkat solar energy regulator (SER) yang dalarn solar home system (SHS) berfungsi sebagai pengatur kondisi cut-on I cut-off photovoltaic module (PV), cut-on I cut·off baterai, batas maksimum beban yang dapat dilayani oleh perangkat dan rangkaian pendukung lainnya seperti display indicator. Spesifikasi teknis yang dihasilkan oleh perangkat yaitu mengatur tegangan PV module "ON" pada tegangan 13,80 Vdc :±: 0,2 Vdc dan tegangan cut-off pada 14,30 Vdc ± 0,2 Vdc. Mengatur level cut off tegangan 11 60 * 0,1 Vdc dan memiliki level tegangan boost charge pada 12.,50 * O,l Vdc. Pemakalan maksimum beban yaitu 12,50 A± 0,2A Mempunyai indikator level baterai, proteksi over load, proteksi short circuit dan proleksi reverse polarity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S39231
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frieska Ariesta Syafnijal
"Pertambahan jumlah penduduk perkotaan yang meningkat berbanding lurus dengan kebutuhan akan hunian. Di tengah sulitnya penyediaan lahan untuk hunian, apartemen menjadi solusi. Suplai air bersih untuk kebutuhan apartemen menjadi perhatian utama bagi para Pengembang. Sumber air permukaan yang semakin menyusut dan ekstraksi air tanah yang berlebihan menjadi faktor untuk mencari alternatif sumber air baku yang murah dan mudah didapat. DKI Jakarta dengan curah hujan 2500-3000mm per tahun memiliki potensi air hujan yang dapat dimanfaatkan. Sistem Rainwater Harvesting digunakan untuk menangkap air hujan. Treatment untuk pengolahan air hujan hingga menjadi air bersih dipilih berdasarkan hasil pengujian kualitas air hujan. Potensi air hujan dapat diketahui dengan analisa hidrologi menggunakan data curah hujan tahunan. Skema pemanfaatan air hujan untuk penggunaan di apartemen disusun berdasarkan jenis kebutuhan,  jumlah volume per kebutuhan, kualitas air hujan serta kriteria kualitas air sesuai dengan standar nasional dan internasional. Hasil riset diketahui bahwa dengan volum panen  air hujan yang tertinggi dapat memasok 13,93% kebutuhan air bersih selama sebulan. Estimasi biaya pemanfaatan air hujan menurut perhitungan diperkirakan, nilai yang diperoleh jika menerapkan skema pemanfaatan adalah Rp 3.794,75 per m3.
The increase in urban population increases directly with the need for housing. Amid the difficulty of providing land for housing, the apartment is the solution. Clean water supply for apartment needs is a major concern for developers. The increasingly shrinking source of surface water and excessive extraction of ground water is a factor in finding alternative sources of raw water that are cheap and easy to obtain. DKI Jakarta with 2500-3000mm of rainfall per year has the potential of rainwater that can be utilized. The Rainwater Harvesting system is used to capture rainwater. Treatment for processing rainwater into clean water is chosen based on the results of rainwater quality testing. The potential of rainwater can be known by hydrological analysis using annual rainfall data. The rainwater utilization scheme for use in apartments is arranged based on the type of needs, the amount of volume per requirement, the quality of rainwater and the criteria for water quality in accordance with national and international standards. The research results revealed that the highest volume of rainwater harvest could supply 13.93% of clean water needs for a month. The estimated cost of using rainwater is estimated, the value obtained if applying the utilization scheme is IDR 3,794.75 per m3."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T53329
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Ilafa Ramadhani
"Akses ke sanitasi dan sumber air masih terbatas di Indonesia, dengan banyak komunitas yang masih terpapar buang air besar sembarangan. Penelitian menunjukkan bahwa sanitasi dan sumber air yang tidak memadai dapat menyebabkan penyakit yang berdampak negatif pada kinerja akademis, termasuk kehadiran di sekolah, rentang perhatian, dan retensi informasi. Hal ini menekankan pentingnya sanitasi yang layak. Memiliki akses ke sanitasi dan air yang layak di rumah tangga dapat menghasilkan hasil pendidikan yang lebih baik, termasuk kemampuan kognitif. Studi ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: apakah anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan sanitasi yang lebih baik memiliki skor kognitif yang lebih tinggi? Dengan menggunakan analisis t-test, studi ini membandingkan rata-rata skor kognitif anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan sanitasi yang lebih baik, yang mencakup sumber air dan fasilitas toilet, dengan mereka yang tinggal di rumah tangga dengan fasilitas sanitasi yang tidak memadai. Analisis ini mengungkapkan bahwa anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan sanitasi yang lebih baik memiliki skor kognitif yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tinggal di rumah tangga dengan fasilitas yang tidak memadai, yang menyoroti peran penting sanitasi yang layak dalam meningkatkan perkembangan kognitif anak-anak.


Access to sanitation and water sources remains limited in Indonesia, with many communities still exposed to open defecation. Studies indicate that inadequate sanitation and water sources can lead to illnesses that negatively impact academic performance, including school attendance, attention span, and information retention. This underscores the importance of proper sanitation. Having access to proper sanitation and water in households can lead to better educational outcomes, including cognitive ability. This study seeks to answer the question: do children living in households with improved sanitation have better cognitive scores? By using t-test analysis, this study compares the mean cognitive scores of children living in households with improved sanitation, which includes water sources and toilet facilities, to those living in the households with unimproved sanitation facilities. The analysis reveals that children living in households with improved sanitation have significantly higher cognitive scores compared to those living in households with unimproved facilities, highlighting the critical role of proper sanitation in improving children’s cognitive development.

 

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Ilafa Ramadhani
"Akses ke sanitasi dan sumber air masih terbatas di Indonesia, dengan banyak komunitas yang masih terpapar buang air besar sembarangan. Penelitian menunjukkan bahwa sanitasi dan sumber air yang tidak memadai dapat menyebabkan penyakit yang berdampak negatif pada kinerja akademis, termasuk kehadiran di sekolah, rentang perhatian, dan retensi informasi. Hal ini menekankan pentingnya sanitasi yang layak. Memiliki akses ke sanitasi dan air yang layak di rumah tangga dapat menghasilkan hasil pendidikan yang lebih baik, termasuk kemampuan kognitif. Studi ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: apakah anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan sanitasi yang lebih baik memiliki skor kognitif yang lebih tinggi? Dengan menggunakan analisis t-test, studi ini membandingkan rata-rata skor kognitif anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan sanitasi yang lebih baik, yang mencakup sumber air dan fasilitas toilet, dengan mereka yang tinggal di rumah tangga dengan fasilitas sanitasi yang tidak memadai. Analisis ini mengungkapkan bahwa anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan sanitasi yang lebih baik memiliki skor kognitif yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tinggal di rumah tangga dengan fasilitas yang tidak memadai, yang menyoroti peran penting sanitasi yang layak dalam meningkatkan perkembangan kognitif anak-anak.


Access to sanitation and water sources remains limited in Indonesia, with many communities still exposed to open defecation. Studies indicate that inadequate sanitation and water sources can lead to illnesses that negatively impact academic performance, including school attendance, attention span, and information retention. This underscores the importance of proper sanitation. Having access to proper sanitation and water in households can lead to better educational outcomes, including cognitive ability. This study seeks to answer the question: do children living in households with improved sanitation have better cognitive scores? By using t-test analysis, this study compares the mean cognitive scores of children living in households with improved sanitation, which includes water sources and toilet facilities, to those living in the households with unimproved sanitation facilities. The analysis reveals that children living in households with improved sanitation have significantly higher cognitive scores compared to those living in households with unimproved facilities, highlighting the critical role of proper sanitation in improving children’s cognitive development.

 

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Guruh Srisadad
"Solar home system merupakan sistem pembangkit listrik tenaga surya yang diaplikasikan pada sebuah rumah tinggal. Dengan menggunakan sebuah inverter jenis GTI atau grid tie inverter, listrik DC yang dihasilkan modul photo volt aic diubah menjadi listrik AC 220V 50Hz yang dapat tersinkronisasi dengan tegangan jala-jala PLN, sehingga jaringan listrik sistem rumah solar dapat terhubung dengan jaringan distribusi PLN. Dengan menghubungkan sistem photo volt aic dan sistem jaringan listrik PLN maka daya yang dihasilkan dapat digunakan untuk menyuplai beban peralatan rumah tangga sekaligus dieksport atau dikirim ke grid PLN. Dengan mempertimbangkan harga jual listrik ke PLN yang bervariatif berdasarkan waktu beban puncak sistem kelistrikan setempat, maka pada perancangan rumah cerdas yang berbasis solar cell ini, dibuat dua mode kerja yaitu mode PV grid connected dan PV back up battery. Pengujian sistem eksport import pada rumah cerdas ini dilakukan dengan memberi beban berupa empat buah lampu pijar dengan daya masing-masing 60 W dan 31 lampu fluorescent dengan daya masing-masing 8W yang diparalel satu persatu. Pengukuran daya diambil pada daya output inverter, daya beban, dan daya yang dikirim ke jaringan listrik PLN.

Solar home system is solar power generation system which is applied to a house. By using a grid tie inverter (GTI), the DC electricity produced by photo volt aic modules is converted into a 220 V 50 Hz AC power that can be synchronized with the voltage with PLN grid electricity, so that solar home systems can be connected to the PLN distribution network. By connecting the photo volt aic system and the PLNg rid, the power that generated by PV can be used to supply the loads of households appliances as well as in export or sent to the PLN grid. By considering the selling price of electricity to PLN which varied according to time of peak load locally electricity system, then the design of smart home-based solar cell were made of two modesi.e. PV grid connected dan PV backupb attery. The export import testing system of the smart house system is done by giving the load of four in can descent bulbs with power 60 Weach of them, and 31 fluorescent lights with 8 Weac of them that connect in paralel one by one. Power measurement is taken at the inverter output power, loadpower, and the power sent to PLN grid."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1684
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Yuliyanti
"Radio Frequency coil (RF coil) receiver adalah salah satu komponen penting penyusun sistem MRI (Magnetic Resonance Imaging) yang bekerja dengan menangkap sinyal RF yang dipancarkan tubuh, dimana sinyal tersebut akan menentukan kualitas citra yang dihasilkan. Pada skripsi ini, dirancang sebuah RF coil yang mampu bekerja pada dua buah frekuensi resonansi, masing-masing pada sistem MRI 3T dan 7T, yakni pada frekuensi 127,8 MHz dan 298,2 MHz. RF coil terbuat dari plat tembaga yang dibentuk melingkar sebanyak delapan elemen, dimana masing-masing elemen terdiri dari dua buah plat tembaga yang mampu beresonansi pada frekuensi 127,8 MHz dan 298,2 MHz. Sistem MRI 3T banyak digunakan untuk pemeriksaan medis dan sistem MRI 7T digunakan untuk keperluan penelitian. Dengan demikian, satu buah RF coil dapat dipasang pada dua sistem MRI yang berbeda dan dapat mendukung metode parallel imaging.
Berdasarkan hasil pengukuran RF coil yang sudah difabrikasi, RF coil mampu bekerja pada dua buah frekuensi resonansi 127,8 MHz dan 298,2 MHz, dengan nilai magnitudo koefisien refleksi ≤ -10dB. Hasil simulasi dan pengukuran distribusi densitas energi medan magnet dan medan listrik menunjukkan bahwa nilai densitas energi medan magnet lebih besar daripada medan listrik di area medan dekat. Hal ini menyebabkan nilai koefisien refleksi pada saat sebelum dan setelah dipasang phantom pada jarak medan dekat tidak mengalami perubahan yang signifikan, terutama pada frekuensi 127,8 MHz.
Hasil simulasi dan pengukuran juga menunjukkan homogenitas medan magnet sistem MRI 3T (127,8 MHz) lebih seragam dibandingkan sistem MRI 7T (298,2 MHz). Hasil simulasi menunjukkan nilai peak SAR (specific absorption rate), dengan daya input 1 W, adalah sebesar 0,012 W/kg pada 127,8 MHz dan 0,134 W/kg pada 298,2 MHz. Sedangkan dari hasil pengukuran, diperoleh nilai peak SAR sebesar 1,596 W/kg pada 127,8 MHz dan 1,994 W/kg pada 298,2 MHz. Pengukuran dilakukan dengan metode termografi, dimana phantom dipapar dengan gelombang elektromagnet selama satu jam. Hasil simulasi dan pengukuran SAR tersebut masih berada dalam batas aman berdasarkan ketentuan dari FDA (Food and Drug Administration) dan IEC (International Electrotechnical Commission).

Radio Frequency coil (RF coil) receiver is one of the important components in MRI system, which operates by receiving RF signals emitted from the excited body part. The received signals mainly determine the quality of the reconstructed image. In this bachelor thesis, a phased array RF coil is proposed for dual resonant operating frequencies i.e. 127.8 MHz and 298.2 MHz, each for 3T and 7T MRI system, respectively. The proposed RF coils are composed of copper sheets that are arranged circularly to form a birdcage-like structure and consisted of eight elements (or eight single coil). Each element has two copper sheets that can be operated at dual resonant frequencies, namely at 127.8 MHz and 298.2 MHz. The MRI 3T system is often used in clinical scanning for patients examination and the MRI 7T system is currently used for research purpose. Hence, it is beneficial by designing a single RF coil that can be installed into two different MRI systems and supports parallel imaging technique for fast imaging.
Based on the measurement results, the fabricated RF coil is able to operate at dual resonant frequencies, namely 127.8 MHz and 298.2 MHz, where the magnitude of the reflection coefficient ≤ -10dB. From the simulated and measured results, the magnetic field density distribution shows higher than the the electric field in near field region. This phenomenon causes the magnitude of the reflection coefficient does not change significantly when the phantom is placed at the center of coil comparing in free space environment, especially at the frequency of 127.8 MHz.
The simulated and measured results show that the magnetic field homogenity of the proposed coil for 3T MRI system (127.8 MHz) is uniformly seen than the coil for 7T MRI system (298.2 MHz). Moreover, the simulated peak specific absorption rate (SAR) value is 0.012 W/kg and 0.134 W/kg at 127.8 MHz and 298.2 MHz, respectively. In contrary, the measured results show the peak SAR value is 1.596 W/kg and 1.994 W/kg at 127.8 MHz and 298.2 MHz, respectively. A thermographic method is used for such a SAR measurement, where the phantom is exposed to the electromagnetic wave for an hour. However, those simulated and measured SAR results are still within the safety limit based on FDA (Food and Drug Administration) and IEC (International Electrotechnical Commission).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60215
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rishel, James B.
New York: Mcgraw-Hill, 2002
R 621.6 RIS w
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Prawitasari
"Indonesia merupakan negara kepulauan yang harus dapat mengoptimalkan sumber daya energi sehingga tercapai kemandirian dan ketahanan energi untuk pemerataan dan percepatan pembangunan perekonomian daerah yang jauh dari pusat kota atau disebut daerah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal). Peningkatan keandalan listrik untuk daerah 3T di Indonesia yang lebih ekonomis dapat dilakukan dengan optimasi sistem manajemen energi terbarukan dengan energi fosil yang sudah digunakan sebelumnya. Oleh karena itu dilakukan optimasi kedua sumber energi tersebut dengan tiga rancangan optimasi yaitu (1) PV-Baterai; (2) PV-Baterai-Generator Diesel 24 jam; (3) PV-Baterai-Generator Diesel 12 jam;. Sumber energi dari rancangan optimasi yang dilakukan tanpa terhubung ke jaringan utama dikarenakan daerah 3T yang tidak dapat akses dari jaringan utama. Simulasi menggunakan profil beban harian pada 7 daerah di Indonesia dengan hasil rancangan optimasi 1 memerlukan kapasitas PV dan baterai yang lebih besar dibandingkan rancangan optimasi lain dimana besar kapasitas PV juga mempengaruhi besar kapasitas baterai tetapi jka dalam sistem terdapat generator diesel hal tersebut tidak terpengaruhi dikarenakan adanya sumber energi lainnya. Jika dilihat dari pembiayaan seluruh sistem pada ketiga rancangan optimasi, sistem pembangkit hibrida untuk daerah 3T yang paling optimal adalah skema Optimasi 2, dimana pemanfaatan energi terbarukan diatas 90% dari seluruh sistem juga total biaya bersih saat ini pada sistem dan biaya pokok produksinya yaitu NPC dan COE yang paling rendah. Sistem pembangkit hibrida dapat meningkatkan keandalan sistem untuk menyediakan akses listrik 24 jam yang akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah 3T

Indonesia is an archipelagic country that must be able to optimize energy resources so that energy independence and security for equitable distribution and acceleration of regional economic development that are far from the city center or called 3T areas (Front, Remote, Disadvantaged). The use of electricity for 3T areas in Indonesia which is more economical can be done by optimizing the renewable energy management system with pre-existing fossil energy. Therefore, the optimization of the two energy sources was carried out with three optimization designs, namely (1) PV-Battery; (2) PV-Battery-Diesel Generator 24 hours; (3) PV-Battery-Diesel Generator 12 hours;. The energy source of the optimization design is carried out without being connected to the main network because the 3T area cannot access from the main network. The simulation of the use of loads in 7 regions in Indonesia with the results of daily design optimization 1 requires a larger PV and battery capacity than other optimization designs where the large PV capacity also affects the battery capacity but if in the system there is a diesel generator it is not affected because of the source other energy. When viewed from the financing of the entire system in the three optimization designs, the most optimal hybrid power generation system for the 3T area is the Optimization 2 scheme, where the use of renewable energy is above 90% of the entire system as well as the current total net cost of the system and its basic production costs, namely NPC and lowest COE. The hybrid generation system can improve the system to provide 24-hour electricity access which will improve the quality of life of the people in the 3T area."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>