Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90765 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Baiq Junjung Pesona Ribeki
"Zat-zat psikoaktif baru (NPS) adalah serangkaian obat yang telah dirancang untuk meniru obat-obatan terlarang yang sudah ada, seperti ganja, kokain, ekstasi. Produsen obat-obatan ini mengembangkan bahan kimia baru untuk menggantikan obat-obatan yang dilarang, yang berarti bahwa struktur kimia obat-obatan tersebut terus berubah.Kemunculan NPS telah menghasilkan peningkatan prevalensi dalam kerja obat dalam beberapa tahun terakhir. Penggunaan metode in silico penambatan molekul dengana AutoDock digunakan untuk memprediksi interaksi senyawa serta dapat memberikan informasi simulasi aktivitas suatu senyawa. Situs aktif yang ada pada makromolekul 5-HT2B memiliki residu asam amino Val208, Phe340, Val366, Leu132, Asp135, Phe341, Val136, Leu209, Phe217, Gly221, Ser222, Met218, Val348, Asn344, Leu362, Leu347, Trp131, Trp337, Thr140, Ser139, Ala225, Tyr370, Ile186, Lys221, Gln359, Thr210, Glu363, Ala111. Residu Val136, Gly221, Phe341, Phe217 dan Val366 digunakan untuk penambatan molekul. Parameter optimal yang diperoleh untuk validasi penambatan molekuler 5-HT2B dengan ligan ergotamin adalah gridbox 50x50x50 titik dengan jarak 0,375 A dengan jumlah maksimum evaluasi energi medium = 2.500.000, menunjukan energi ikatan -15,61 kkal/mol dan nilai RMSD yaitu 0,31567 Å. Penambatan molekul golongan NPS pada 5-HT2B menunjukan interaksi pada rentang energi ikatan -8,00 hingga -11,00 kkal/mol untuk kanabinoid (80,30%), katinon (6,4%), fenetilamin (7,5%), fentanil (100%), piperazin (6,25%), arilsikloheksilamin (30%),dan plant-based substances (50%). Sedangkan pada rentang -5,00 hingga -7,99 kkal/mol yakni kanabinoid (19,70%), katinon (93,6%), fenetilamin (92,5%), triptamin (100%), piperazin (93,75%), arilsikloheksilamin (70%),dan plant-based substances (50%). Dari hasil penelitian ini 5-HT2B tidak hanya beribteraksi dengan fenetilamin sebagai ligan yang sudah diketahui sebagai agonis tetapi juga dipengaruhi oleh fentanil dan kanabinoid."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saras Aulia Rahmiati
"Zat-zat serupa narkotika dan psikotropika baru yang dikenal sebagai New Psychoactive Substances (NPS) telah berkembang di pasaran dalam beberapa tahun terakhir di dunia Internasional maupun di Indonesia. Telah teridentifikasi sebanyak 27 NPS diantara 74 jenis yang beredar di Indonesia pada tahun 2019 yang merupakan turunan kanabinoid dan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 50 Tahun 2018. Prediksi terhadap NPS perlu dilakukan dan dapat dilakukan menggunakan metode in silico. Penelitian ini bertujuan memperoleh model interaksi dan afinitas penambatan molekuler dari New Psychoactive Substances (NPS) terhadap reseptor Cannabinoid-1 (CB1) dilakukan secara in silico. Penambatan molekuler dilakukan menggunakan AutoDock melalui program PyRx serta dilakukan visualisasi interaksi hasil penambatan molekuler menggunakan Ligplot dan PyMOL. Parameter optimasi yang didapatkan untuk penambatan molekuler CB1 adalah menggunakan grid box 50x50x50 unit dengan energi evaluasi medium (2.500.000). Golongan NPS yang termasuk pada rentang energi ikatan -9,00 hingga -11,00 kkal/mol adalah kanabinoid (62%), fentanil (70%) dan plant-based substances (50%). Pada rentang -7,00 hingga -9,00 kkal/mol yaitu arilsikloheksilamin (70%). Sedangkan pada rentang -4,00 hingga -7,00 kkal/mol yakni katinon (58%), fenetilamin (84%), piperazin (81%) dan triptamin (64%).

New narcotic and psychotropic substances known as New Psychoactive Substances (NPS) have evolved on the market in recent years both in Indonesia and internationally. As many as 27 NPS have been identified among 74 type in Indonesia in 2019 which are cannabinoid derivatives and have been regulated in Ministry of Health Republic of Indonesia Regulation No. 50 of 2018. Prediction of NPS needs to be done and can be done using the method in silico. This study aims to obtain a model of interaction and molecular binding affinity of the New Psychoactive Substances (NPS) on Cannabinoid-1 (CB1) receptor using in silico method. Molecular docking is done using AutoDock in PyRx program and visualize molecular docking interactions using Ligplot and PyMOL. Optimization parameter obtained for molecular docking of CB1 is using 50x50x50 unit grid box with medium energy evaluation (2.500.000). The NPS group included in the binding energy range of -9.00 to -11.00 kcal/mol are cannabinoids (62%), fentanyl (70%) and plant-based substances (50%). In the range of -7.00 to -9.00 kcal/mol, namely arylcyclohexylamine (70%). Whereas in the range of -4.00 to -7.00 kcal/mol are cathinone (58%), phenethylamine (84%), piperazine (81%) and tryptamine (64%)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Rahmani
"New Psychoactive Substances (NPS) adalah senyawa baru serupa narkotika dan psikotropika yang belum diatur dalam perundang-undangan sehingga rentan untuk disalahgunakan. NPS dapat berinteraksi dengan berbagai reseptor yang ada di otak, salah satunya reseptor Cannabinoid-2. Penelitian ini dilakukan untuk melihat afinitas dan model interaksi antara NPS dengan reseptor Cannabinoid-2 secara in silico. Metode yang digunakan adalah penambatan molekuler menggunakan program Autodock dengan bantuan PyRx. Parameter optimal yang digunakan untuk penambatan molekuler NPS dengan reseptor Cannabinoid-2 adalah gridbox dengan ukuran 58x58x58 pts dengan spasi 0,375 Å dan lama komputasi short. Energi ikatan yang dihasilkan dari penambatan molekuler NPS terhadap reseptor Cannabinoid-2 berkisar antara -2,58 hingga -11,78 kkal/mol. Golongan yang memiliki frekuensi terbanyak senyawa dengan energi ikatan -5,00 hingga -7,49 kkal/mol adalah aminoindanes, fenetilamin, fensiklidin, katinon sintetik, piperazin, dan triptamin, sedangkan golongan yang memiliki frekuensi terbanyak senyawa dengan energi ikatan -7,50 hingga -10,00 adalah kanabinoid sintetik, fentanil, other substances, dan opioid. Berdasarkan hasil yang didapatkan, semua golongan NPS memiliki afinitas jika berinterakasi dengan reseptor Cannabinoid-2. Interaksi yang dihasilkan dari semua golongan NPS berpotensi menghasilkan aktivitas agonis kecuali pada golongan fenetilamin, fensiklidin, dan piperazin.

New Psychoactive Substances (NPS) is a new compound resemblant to narcotics and psychotropics which not yet regulated by the law, so NPS has vulnerability to be abused. NPS can interact with various receptors in the brain, such as cannabinoid-2 receptors. This in silico study was conducted to determine binding affinity and model of interaction of NPS on cannabinoid-2 receptor. The method used is molecular docking using AutoDock assisted by PyRx. The optimal parameter used for molecular docking of NPS with cannabinoid-2 receptor is a gridbox with a size of 58x58x58 pts spacing 0,375 Å and maximum number of evaluation short. The binding energy resulting from molecular docking of NPS with cannabinoid-2 receptor ranged from -2,58 to -11,78 kcal/mol. The groups with the highest frequency of compounds with bond energies of -5.00 to -7.49 kcal/mol were aminoindanes, phenethylamine, phenyclidine, synthetic cathinones, piperazine, and tryptamine, while the group with the highest frequency of compounds with bond energies of -7.50 to -10.00 are synthetic cannabinoids, fentanyl, other substances, and opioids. Based on the results obtained, all NPS groups have affinity when interacting with cannabinoid-2 receptors. The interaction resulting from all NPS groups has a potential to mediate agonist activity except for phenethylamine, phencyclidine, and piperazine."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Nur Faradila Hr
"New Psychoactive Substances (NPS) adalah kelompok zat yang kompleks dan beragam yang sering dikenal sebagai obat perancang atau sintetis, atau dengan istilah sehari-hari yang lebih populer tetapi menyesatkan yaitu legal highs. Menurut Permenkes No. 5 Tahun 2020, terdapat 78 senyawa NPS yang teridentifikasi. Saat ini salah satu golongan senyawa NPS yang beredar di pasar gelap dan banyak pecandunya karena memiliki aktivitas tinggi adalah Fentanil. Senyawa NPS memiliki 13 golongan yaitu senyawa katinon, kanabinoid, fentanil, piperazin, fenetilamin, ketamine & pheniccyclidine, benzodiazepin, barbiturat, opioid sintetis, aminoindan, triptamin, plant-based substances, other substances. Dilakukan prediksi aktivitas secara in silico senyawa-senyawa NPS terhadap makromolekul μ-opioid reseptor menggunakan AutoDock dengan parameter ukuran gridbox 60x60x60 unit dan energi evaluasi medium (2.500.00). Reseptor μ-opioid digunakan karena reseptor ini memiliki aksi agonis langsung terhadap golongan fentanil dan opioid sintetis sehingga ingin diteliti lagi bagaimana aktivitas reseptor μ-opioid terhadap golongan NPS lainnya. Visualisasi interaksi yang dilakukan dengan program PyMOL dan LigPlot+ terhadap makromolekul μ-opioid reseptor menunjukkan golongan NPS yang memiliki energi ikatan mulai dari afinitas dari -5,00 hinga -14,00 kkal/mol. Berdasarkan hasil, pada golongan katinon sintetik, fenetilamin, triptamin, ketamin & phenicylidine, barbiturat, dan aminoindan. Senyawanya menghasilkan frekuensi terbanyak pada rentang energi -5 sampai -7,49 kkal/mol yang menunjukkan aktivitas sedang. Pada golongan Kanabinoid sintetik, fentanil, opioid sintetis, benzodiazepin, plant-based substance dan other substance. Senyawanya menghasilkan frekuensi terbanyak pada rentang -7,5 sampai -10 kkal/mol yang menunjukkan aktivitas tinggi.

(NPS) are complex and diverse group substance often known as either designer or synthetic drugs, or by popular but misleading colloquial term of legal highs. According to Law no. 5 of 2020, there are 78 NPS compounds identified. Currently, there is one class of NPS compounds circulating on the black market, namely Fentanyl. Its availability and ease of accessibility on the black market resulted in many addicts because they have a high activity. NPS compounds have 13 groups, namely cathinones, cannabinoids, fentanyl, piperazine, phenethylamine, ketamine & pheniccyclidine, benzodiazepines, barbiturates, synthetic opioids, aminoindan, tryptamine, plant-based substances, and others. In silico activity prediction of NPS compounds against -opioid receptor macromolecules was performed using AutoDock with grid box size parameters 60x60x60 Ã…and medium evaluation energy (2.500.00). The Î¼-opioidreceptor is used because this receptor has a direct agonist action against the fentanyl group and synthetic opioids, so it is necessary to further investigate how the Î¼-opioid receptor activity against other NPS groups. Interaction visualization performed with PyMOL and LigPlot+ programs on -opioid receptor macromolecules showed NPS groups with binding energies ranging from -5.00 to -14.00 kcal/mol. As a result, In the synthetic cathinone group, phenethylamine, tryptamine, ketamine & phenicylidine, barbiturates, and aminoindan. The compound produces the highest frequency in the energy range of -5 to -7.49 kcal/mol which indicates moderate activity. In the synthetic cannabinoids, fentanyl, synthetic opioids, benzodiazepines, plant-based substances and other substances. The compound produces the highest frequency in the range of -7.5 to -10 kcal/mol which shows high activity. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abiyyu Ghulam
"New Psychoactive Substance (NPS) merupakan senyawa psikoaktif baru yang memiliki kemungkinan untuk disalahgunakan. Senyawa tersebut belum masuk ke dalam perundang-undangan. NPS dapat berinteraksi dengan berbagai reseptor yang berada di sistem saraf pusat, salah satu reseptornya adalah reseptor alfa 2A adrenergik. NPS yang berinteraksi dengan reseptor alfa 2A adrenergik yang berada di sistem saraf pusat dapat menghasilkan efek psikoaktif seperti euphoria. Efek samping yang dapat muncul dari reseptor alfa 2A adrenergik adalah ansietas, depresi, mudah tersinggung, dan paranoia. Penelitian ini melihat interaksi antara NPS dengan reseptor alfa 2A adrenergik yang dapat memberikan informasi untuk digunakan sebagai data pendukung dalam penyusunan peraturan terkait pelarangan NPS. Metode penelitian yang digunakan untuk melihat interaksi yang terjadi antara NPS dengan reseptor alfa 2A adrenergik adalah penambatan molekuler. Penambatan molekuler dilakukan dengan menggunakan program AutoDock dan AutoDock vina yang dibantu dengan PyRx. Parameter optimal yang digunakan untuk penambatan molekuler NPS dengan reseptor alfa 2A adrenergik, yaitu grid box dengan ukuran 78x78x78 pts (spasi 0,375 Å) dan waktu komputasi short. Hasil penambatan molekul didapatkan golongan yang memiliki frekuensi terbanyak senyawa dengan energi ikatan -5,00 sampai -7,49 kkal/mol adalah aminoindanes, fenetilamin, fensiklidin dan ketamin, katinon sintetik, piperazin, triptamin, dan barbiturat, sedangkan golongan yang memiliki frekuensi terbanyak senyawa dengan energi ikatan -7,5 sampai -10,00 kkal/mol adalah kanabinoid sintetik, other substance, plant based, benzodiazepin, fentanil, dan opioid. Berdasarkan hasil yang didapatkan, semua golongan NPS menghasilkan afinitas jika berinteraksi dengan reseptor alfa 2A adrenergik.

New Psychoactive Substance (NPS) is a new psychoactive compound that has the possibility to be abused. These compounds have not yet entered into legislation. NPS can interact with various receptors in the central nervous system, one of which is the alpha 2A adrenergic receptor. NPS that interact with alpha 2A adrenergic receptors located in the central nervous system can produce psychoactive effects such as euphoria. Side effects that can appear from alpha 2A adrenergic receptors are anxiety, depression, irritability, and paranoia. This study aims to look the interaction between NPS and alpha 2A adrenergic receptors which can provide information to be used as supporting data in drafting regulations related to the prohibition of NPS. The research method used to see the interactions that occur between NPS and alpha 2A adrenergic receptors is molecular docking. Molecular docking was carried out using the AutoDock and AutoDock vina assisted by PyRx. The optimal parameter used for molecular docking of NPS with alpha 2A adrenergic receptors was a grid box with a size of 78x78x78 pts (space 0.375 Å) and short computational time. The results of molecular docking showed that the groups that had the highest frequency of compounds with bond energies of -5.00 to -7.49 kcal/mol are aminoindanes, phenethylamine, phenyclidine and ketamine, synthetic cathinones, piperazine, tryptamine, and barbiturates, while the group with the highest frequency compounds with bond energies of -7.5 to -10.00 kcal/mol are synthetic cannabinoids, other substances, plant based, benzodiazepines, fentanyl, and opioids. Based on the results obtained, all groups of NPS produce affinity when interacting with alpha 2A adrenergic receptors. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafidh Deza Baihaqi
"New Psychoactive Substance (NPS) adalah serangkaian obat yang dirancang untuk meniru obat-obatan terlarang seperti ganja, kokain, dan ekstasi. Kemunculan NPS yang sangat cepat berkembang mengakibatkan maraknya penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab karena kurangnya informasi dan pengawasan terkait NPS tersebut. NPS dapat berinteraksi dengan berbagai reseptor yang terdapat di sistem saraf pusat, salah satunya yaitu reseptor dopamin D2. Pada penelitian ini dilakukan penambatan molekuler antara NPS terhadap reseptor dopamin D2 dengan tujuan untuk memperoleh model interaksi dan afinitas ikatan yang terbentuk. Penambatan molekuler dilakukan dengan menggunakan AutoDock melalui program PyRx lalu dilakukan visualisasi interaksi hasil penambatan molekuler dengan menggunakan program LigPlot+ dan PyMol. Parameter optimal yang digunakan untuk penambatan molekuler NPS dengan reseptor dopamin D2 yaitu grid box dengan ukuran 60x60x60 pts dengan spasi 0,375 Å dan lama waktu komputasi short. Hasil penambatan molekuler didapatkan golongan yang menghasilkan frekuensi terbanyak dengan rentang energi ikatan -5,00 sampai -7,49 kkal/mol adalah fenetilamin (60%), fensiklidin dan ketamin (88,89%), katinon sintetik (74,04%), triptamin (75%), barbiturat (100%), benzodiazepin (55%), dan opioid (62,5%), sedangkan golongan yang menghasilkan frekuensi terbanyak dengan rentang energi ikatan -7,5 sampai -10,00 kkal/mol adalah aminoindanes (66,67%), kanabinoid sintetik (71,21%), piperazin (88,89%), plant-based (100%), other substance (60%), dan fentanil (88,73%). Berdasarkan hasil yang didapatkan, semua golongan NPS memiliki afinitas jika berinterakasi dengan reseptor dopamin D2 dan model interaksi dari 13 senyawa tersebut menunjukan ikatan dengan TM3, TM5, dan TM6 sebagai bagian dari situs aktif reseptor dopamin D2 yang memediasi aktivitas agonisnya.

New Psychoactive Substance (NPS) is a range of drugs designed to mimic illicit drugs such as marijuana, cocaine, and ecstasy. The emergence of a very fast growing NPS causing a misuse by some irresponsible people due to the lack of information and supervision related to the NPS. NPS can interact with various receptors in the central nervous system, such as the dopamine D2 receptor. In this study, molecular docking between NPS and dopamine D2 receptors was carried out with the aim of obtaining a model of the interaction and binding affinity. The molecular docking accomplished by AutoDock through the PyRx program and then the visualization of the interaction of the molecular docking results accomplished by using the LigPlot+ and PyMol programs. The optimal parameter used for molecular docking of NPS with dopamine D2 receptors is a grid box with a size of 60x60x60 pts with a spacing of 0.375 Å and a short computation time. The results of the molecular docking showed that the group that produced the highest frequency with a bond energy range of -5.00 to -7.49 kcal/mol were phenethylamine (60%), phencyclidine and ketamine (88.89%), synthetic cathinone (74.04%), tryptamine (75%), barbiturates (100%), benzodiazepines (55%), and opioids (62.5%), while the group that produced the highest frequency with a bond energy range of -7.5 to -10.00 kcal/mol were aminoindanes (66.67%), synthetic cannabinoids (71.21%), piperazine (88.89%), plant-based (100%), other substances (60%), and fentanyl (88.73%). Based on the results obtained, all NPS groups have affinity when interacting with dopamine D2 receptors and the interaction model of the 13 compounds showed that they were binding to TM3, TM5, and TM6 as part of the active site of the dopamine D2 receptor that mediates their agonist activity."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanti
"Tesis ini membahas tentang bahaya NPS (New Psychoactive Substances) yang dapat menyebabkan penurunan kualitas generasi muda dan metode pencegahannya. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam. Penelitian ini memperoleh data dari Badan Narkotika Nasional dan melakukan wawancara mendalam terhadap informan yang memiliki pengetahuan yang cukup, mengerti dan paham tentang NPS (New Psychoactive Substances), informan yang ahli dalam bidang kepemudaan dan kepemimpinan, psikolog dan pemerhati (LSM). Jumlah informan sebanyak 13 orang.
NPS (New Psychoactive Substances) merupakan senyawa atau zat yang disalahgunakan baik dalam bentuk murni atau sediaan yang tidak dikontrol oleh 1961 Single Convention on Narcotics Drugs atau 1971 Convention on Psychotropics Substances yang dapat menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia. NPS merupakan analog dari Narkoba dengan memiliki struktur kimia yang mirip dengan NPS sehingga mempunyai efek yang sama atau mirip atau lebih berbahaya atau lebih dahsyat daripada narkoba tergantung dari jenis NPSnya. Sehingga dampak NPS bahayanya sangat mengancam kualitas generasi muda, dimana penyalahgunaan NPS dapat menyebabkan penurunan fungsi otak sekitar 60%. Apalagi di Indonesia peredaran NPS masih bebas karena belum semua NPS diatur dalam peraturan Undang-undang. Banyak yang belum tau tentang NPS baik efek maupun nama jalanannya sehingga penyalahgunaannya karena ketidaktahuan dan ditawarkannyapun dengan nama samaran.(193). Metode pencegahan beredarnya NPS dikalangan generasi muda adalah sosialisasi dengan memberikan edukasi kepada generasi muda tentang bahaya NPS, pendidikan sejak usia dini melalui sekolah, peran keluarga dan lingkungan dalam pencegahan, mengatur regulasi NPS di Indonesia ,melakukan kerjasama dengan semua stakeholders dalam rangka pencegahan beredarnya narkoba NPS dan juga melakukan pengawasan pada pintu perbatasan yang dicurigai sebagai pintu masuknya NPS di Indonesia.

This thesis discusses the dangers of NPS (New psychoactive Substances) that can lead to a decrease in the quality of the young generation and methods of prevention. The approach of this study used a qualitative approach by conducting in-depth interviews. This study obtained data from the National Narcotics Agency and conduct depth interviews with informants who have sufficient knowledge, know and understand about the NPS (New psychoactive Substances), informants who are experts in the field of youth and leadership, psychologists and observers (NGOs). The number of informants as many as 13 people.
NPS (New psychoactive Substances) is a compound or substance that is abused either in pure form or dosage that is not controlled by the 1961 Single Convention on Narcotics Drugs or the 1971 Convention on Psychotropics Substances that may pose a threat to human health. NPS is an analog of the drug to have a chemical structure similar to the NPS so as to have the same or similar effect or a more dangerous or more powerful than the drugs depends on the type of NPSnya. So the danger is threatening the NPS impact the quality of the young generation, which the NPS abuse can cause a decrease in brain function is about 60%. Especially in Indonesia circulation NPS still free because not all of the NPS is regulated in the Act. Many who do not know about NPS good effect and name the streets so that its misuse due to ignorance and ditawarkannyapun with a pseudonym. (193). NPS circulation prevention methods among young people is socialization with educating young people about the dangers of NPS, education from an early age through the school, the role of family and the environment in the prevention, arranging NPS regulations in Indonesia, to cooperate with all stakeholders in order to prevent the circulation of drugs NPS and also conduct surveillance on suspected border gate entrance NPS in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christien Andriyani Lalangi
"Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong inovasi diberbagai bidang termasuk narkotika. Perkembangan New Psychoactive Substance NPS dari tahun ke tahun semakin meningkat dan menjadi fenomena global begitu pula yang terjadi di Indonesia. Jumlah NPS yang ada di Indonesia sampai saat ini ada 60 jenis dimana 43 jenis NPS sudah diatur sementara 17 jenis NPS belum diatur dalam Undang-undang Narkotika. Regulasi yang ada jauh tertinggal dari perkembangan NPS yang begitu cepat, sehingga menyebabkan berbagai kasus dalam penyalahgunaan NPS. Ini merupakan tentangan besar dalam pengaturan NPS oleh karena itu pemerintah Indonesia perlu menetapkan suatu model pendekatan dalam penyusunan regulasi NPS. Dalam penelitian ini peneliti menawarkan model pendekatan Generic control yang dilakukan oleh pemerintah Jepang dalam menghadapi permasalahan NPS. Pendekatan ini dianggap cocok diterapkan di Indonesia karena tren penyalahgunaan NPS yang ada di Indonesia sama dengan tren penyalahgunaan NPS di Jepang, dimana diurutan pertama ada golongan Sintetik Cannabinoid, kemudian golongan Sintetik Cathinone dan golongan Phenethylamine.

The advancement in science and technology encourage innovation in various fields including narcotics. The development of New Psychoactive Substance NPS by year to year increasing and becoming a global phenomenon similarly as happened in Indonesia. There are 60 types of NPS in Indonesia until now. Out of the 60 types, there are 43 types of NPS have been regulated and 17 types of NPS have not been regulated by narcotics laws. The current status of regulation of narcotics laws is far fall behind compare to very fast development of the NPS. Thereof , causing various cases of abuse of NPS. This is a big challenge for NPS regulation. Therefore government of Indonesia need to determine an approach model for making NPS regulation. In this study, researchers offers an approach model of Generic control which has been applied by government of Japan to solve the NPS matter. The approach is considered suitable to be applied in Indonesia because of NPS abuse trends in Indonesia is same as NPS abuse trends in Japan, Where is in the first place is a class of Cannabinoid Synthetic, then Synthetic Cathinone and Phenethylamine."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Carolina Tonggo Marisi
"ABSTRAK
NPS belakangan mulai banyak muncul di pasar gelap narkoba di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. NPS umumnya disintesis dengan memanipulasi struktur kimia dari suatu senyawa psikoaktif sehingga menghasilkan produk dengan struktur yang serupa namun tidak identik dengan senyawa psikoaktif ilegal. Pada tahun 2016, para-metoksimetamfetamina PMMA , metamfetamina dengan substituen metoksi merupakan NPS yang paling banyak ditemui pada sampel yang dikirim ke Balai Laboratorium Narkoba BNN oleh penyidik. Keterbatasan bahan pembanding PMMA menjadi hambatan dalam mengidentifikasi sampel narkotika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mensintesis PMMA dari metamfetamina sabu melalui 4 tahap reaksi : nitrasi, reduksi, hidrolisis garam diazonium, dan metilasi. Identifikasi dan karakterisasi senyawa menggunakan KLT, UV, dan GC-MS. Purifikasi senyawa PMMA menggunakan KLT preparatif Silica Gel RP18 F254S dengan komposisi eluen etil asetat: metanol: ammonia 85: 10: 5 yang ditunjukkan dengan bercak pada Rf 0.3. PMMA hasil sintesis dengan kemurnian 99,3790 telah digunakan sebagai bahan pembanding untuk analisis sampel. Tablet mengandung PMMA dan sampel spike dianalisis menggunakan metode GC-MS dengan kolom kapiler HP-5MS 30 m x 0.25 mm i.d dan waktu analisis kurang dari 30 menit. Kromatogram menunjukkan puncak pada 8,504 menit dengan pola fragmentasi 58, 91, 121, 149 and 179 m/z.

ABSTRACT
Recently, New Psychoactive Substances NPS have rapidly emerged on the illicit drug market in many countries around the world including Indonesia. NPS commonly are created by manipulating chemical structures of other psychoactive drugs so that the resulting products are structurally similar but not identical to illegal psychoactive. In 2016, Para methoxymethamphetamine PMMA , a methoxy substituted methamphetamine was the most common NPS sample submitted to Drug Testing Laboratory National Narcotics Board of Indonesia by investigators. Lack of reference standard of PMMA became an obstacle to identify this compound in narcotic samples. The aim of this study was to synthesize PMMA from methamphetamine sabu through 4 stages of reactions nitration, reduction, hydrolysis of diazonium salts, and methylation. Identification and characterization of the compounds were performed by employing TLC, UV, and GC MS. Purification of PMMA was carried out using preparative TLC Silica Gel RP18 F254S with eluent composition ethyl acetate methanol ammonia 85 10 5 showed PMMA spots at Rf 0.3. The synthesized PMMA with purity 99,3790 was used as reference standard for analyzing samples. Tablet samples containing PMMA and spiked samples were investigated by using GC MS method with capillary column HP 5MS 30 m x 0.25 mm i.d and run time less than 30 minutes. The chromatogram showed at 8.504 minutes with fragmentation pattern 58, 91, 121, 149 and 179 m z. "
2017
T47847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Arum Ramadhani
"

Latar Belakang: Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi penyakit periodontitis menduduki peringkat kedua terbanyak setelah karies gigi, yaitu sebesar 74,1% di Indonesia. Periodontitis merupakan penyakit inflamasi yang dihubungkan dengan kerusakan jaringan periodontal. Dalam perjalanan periodontitis, TLR-4 berperan penting dalam respon imun dan patogenesis inflamasi periodontitis karena dapat mengenali bakteri gram negatif lipopolisakarida (LPS). Propolis merupakan salah satu zat alami berupa produk resin yang memiliki banyak aktivitas biologis, salah satunya antiinflamasi. Tujuan: Mengetahui interaksi molekuler senyawa propolis yang berpotensi sebagai antiinflamasi terhadap TLR-4 pada terapi periodontitis melalui studi penambatan molekuler. Metode: Studi eksperimental komputasional secara in silico menggunakan perangkat Autodock Tools 1.5.6 dan BIOVIA Discovery Studio Visualizer 2021 untuk menguji interaksi dan afinitas ikatan dari ligan propolis terhadap reseptor target TLR-4. Hasil interaksi akan dianalisis untuk menilai konformasi terbaik dari suatu molekul dan afinitas pengikatannya. Penambatan molekuler dilakukan dengan menambatkan 7 senyawa propolis yang berpotensi sebagai antiinflamasi terhadap TLR-4 sebagai reseptor yang berperan dalam proses inflamasi. Hasil: Terdapat interaksi molekuler ikatan antara ligan propolis dengan reseptor TLR-4. Dari ketujuh ligan propolis yang diuji, senyawa Adhyperforin memiliki afinitas terbaik dibandingkan ligan propolis lainnya. Kesimpulan: Senyawa bioaktif pada propolis dapat berinteraksi terhadap reseptor TLR-4 melalui uji penambatan molekuler dan dapat berpotensi menjadi agen antiinflamasi terhadap TLR-4 yang dapat digunakan sebagai kandidat obat untuk terapi periodontitis. Namun, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan sifat senyawa bioaktif pada propolis yang dapat bertindak sebagai agen antiinflamasi yang baik untuk terapi periodontitis.


Background: According to 2018 Basic Health Survey (Riskesdas) data, periodontitis is the second most frequent condition after dental caries, which reached a prevalence of 74.1% in Indonesia. Periodontitis is an inflammatory condition associated with the destruction of periodontal tissue. TLR-4, which recognizes gram-negative bacterial lipopolysaccharides (LPS), plays a crucial role in the immune response and inflammatory pathogenesis of periodontitis. Propolis is a natural product in the form of resin that has many biological activities, one of which is anti-inflammatory. Purpose: To investigate the molecular interactions of propolis compounds that have anti-inflammatory potential against TLR-4 in periodontitis therapy through molecular docking studies. Methods: In silico computational experimental study using Autodock Tools 1.5.6 and BIOVIA Discovery Studio Visualizer 2021 to test the interaction and binding affinity of propolis ligands towards the TLR-4 target receptor. The interaction results will be analyzed to assess the best conformation of a molecule and its binding affinity. Molecular docking was performed by targeting 7 propolis compounds that have anti-inflammatory potential against TLR-4 as a receptor that plays a role in the inflammatory process. Results: There is a binding interaction between propolis ligands and TLR-4 receptor. Of the seven propolis ligands tested, the compound Adhyperforin had the best affinity compared to other propolis ligand. Conclusions: Bioactive compounds in propolis can interact with TLR-4 receptors through molecular docking tests and can potentially become anti-inflammatory agents against TLR-4 that can be used as drug candidates for periodontitis therapy. However, further research is needed to prove the nature of bioactive compounds in propolis that can act as good anti-inflammatory agents for periodontitis therapy.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>