Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89137 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anisa Rahmadhany
"Latar Belakang: Penelitian mengenai proporsi dan faktor prediksi karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A di faring belum banyak di Indonesia. Karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A tersebut dapat menjadi sumber penularan terutama untuk lingkungan terdekat. Pada individu yang rentan, demam reumatik akut dapat terjadi pasca-faringitis Streptococcus beta-hemolyticus grup dengan komplikasi jangka panjang yaitu penyakit jantung reumatik.
Tujuan: Mengetahui faktor prediksi dan proporsi karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A, mengetahui proporsi karditis subklinis dan mengetahui pola sensitivitas antibiotik terhadap Streptococcus beta-hemolyticus grup A.
Metode: Penelitian ini adalah studi analitik potong lintang di SDN 05 Manggarai Jakarta Selatan terhadap 201 subyek anak usia 6-12 tahun pada November-Desember 2019. Pada seluruh subyek tidak dijumpai riwayat infeksi saluran napas akut maupun riwayat penggunaan antibiotik dalam dua minggu terakhir dan tidak terdapat penyakit jantung bawaan/penyakit jantung reumatik. Subyek menjalani pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium (darah perifer lengkap, LED, CRP, ASTO, kultur usap tenggorok) dan ekokardiografi. Analisis bivariat faktor prediksi terdapatnya karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang bermakna dimasukkan ke dalam analisis regresi logistik multipel. Hasil analisis multivariat dilaporkan sebagai odds ratio (OR).
Hasil: Dari 201 subyek, 54,7% subyek berjenis kelamin perempuan dan median usia adalah 9,6 tahun. Proporsi karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A dan proporsi karditis subklinis adalah 13,9% IK 95% (9,2%-18,6%) dan 0,5%. Faktor prediksi terdapatnya karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A adalah pembesaran tonsil (p=0,03). Pembesaran kelenjar getah bening servikal, status ekonomi, status gizi, jumlah saudara kandung dalam 1 rumah, jenis kelamin, jumlah orang dalam 1 rumah, kondisi rumah, dan pendidikan ibu tidak terbukti menjadi faktor prediksi terdapatnya karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Pola sensitivitas antibiotik penisilin G, eritromisin, vankomisin, klindamisin, kloramfenikol, azitromisin, dan tetrasiklin terhadap Streptococcus beta-hemolyticus grup A berturut-turut adalah 100%, 89%, 86%, 75%, 68%, 68% dan 32%.
Simpulan: Proporsi karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A dan proporsi karditis subklinis adalah 13,9% dan 0,5%. Faktor prediksi terdapatnya karier Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang bermakna adalah pembesaran tonsil. Penisilin G memiliki sensitivitas 100% terhadap Streptococcus beta-hemolyticus grup A.
Background: Published data from Indonesia is rare regarding proportion and predicting factors of group A Streptococcal (GAS) carrier. There is risk of streptococcal transmission from GAS carrier to surrounding environment. Among highly susceptible patient, rheumatic fever could happen after GAS pharyngitis episode and also poses long-term morbidity of rheumatic heart disease.
Objective: To know predicting factors and proportion of GAS carrier, proportion of subclinical carditis and antibiotic sensitivity pattern of GAS.
Methods: Cross-sectional analytic study was performed from November till December 2019 at SDN 05 Manggarai Jakarta Selatan Indonesia. We enrolled 201 subjects who were asymptomatic, no history of antibiotic use in the last 2 weeks nor history of rheumatic fever or rheumatic heart disease. All subjects underwent physical examination, laboratory examination (complete blood count, erythrocyte sedimentation rate, c-reactive protein, ASTO, pharyngeal swab culture) and echocardiography. Statistical analysis included bivariate and multivariate analysis (logistic regression).
Results: Of the 201 subjects, 54.7% were female and median age were 9.6 years. Proportion of GAS carrier and subclinical carditis were 13.9% (CI 95% 9.2%-18.6%) and 0.5%. Predicting factor for GAS carrier was tonsil enlargement (p=0.03). Cervical node enlargement, economics status, nutritional status, number of siblings, sex, number of people in the house, house density, and mother‟s education were statistically insignificant. Antibiotic sensitivity pattern of penicillin G, erythromycin, vancomycin, clindamycin, chloramphenicol, azithromycin, and tetracycline respectively were 100%, 89%, 86%, 75%, 68%, 68% and 32%.
Conclusion: Proportion of GAS carriage and subclinical carditis are 13.9% and 0.5%. Predicting factor for GAS carrier is tonsil enlargement. Penicillin G has good sensitivity (100%) to GAS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febia Karunia
"Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus adalah bakteri kariogenik penyebab terjadinya karies. Upaya pencegahan karies dapat dilakukan melalui penyikatan gigi dengan pasta gigi berbahan aktif.
Tujuan: Mengetahui pengaruh penyikatan gigi menggunakan pasta gigi xylitol terhadap jumlah S. mutans dan S. sobrinus dalam plak dan saliva.
Metode: Plak dan saliva diambil dalam 4 waktu yaitu sebelum, setelah, 3 jam setelah, dan 9 jam setelah penyikatan gigi dengan dan tanpa pasta gigi xylitol. DNA sampel diekstraksi dengan metode thermal shock. Lalu, dilakukan deteksi dan kuantifikasi sampel menggunakan mesin real-time PCR.
Hasil: Rata-rata jumlah S. mutans dan S. sobrinus dalam plak setelah dilakukan penyikatan dengan pasta gigi xylitol menunjukkan penurunan hingga 9 jam setelah sikat gigi. Sedangkan jumlah S. mutans dan S. sobrinus dalam saliva mengalami perubahan jumlah yang tidak pasti. Jumlah S. mutans dan S. sobrinus pada sampel yang diberi perlakuan memiliki jumlah yang lebih sedikit dibandingkan pada sampel kontrol.
Kesimpulan: Jumlah S. mutans dan S. sobrinus dalam plak dan saliva yang diberi perlakuan penyikatan gigi menggunakan pasta gigi xylitol mengalami penurunan dibandingkan dengan sampel kontrol. Namun perbedaan ini tidak berbeda bermakna secara statistik.

Streptococcus mutans and Streptococcus sobrinus are cariogenic bacteria that cause dental caries. Brushing teeth with toothpaste which contains active ingredients is one of caries prevention.
Objectives: Identifying the effect of using a xylitol-containing toothpaste to the quantities of S. mutans and S. sobrinus in dental plaque and saliva.
Methods: The dental plaque and saliva is collected in before, right after, 3 hours after, and 9 hours after brushing with and without the xylitol-containing toothpaste. The samples DNA are extracted with thermal shock method. Then, the samples are detected and quantified by real-time PCR.
Results: In the dental plaque, the mean quantity of S. mutans and S. sobrinus are decreased until 9 hours after brushing. In saliva, the mean quantity of S. mutans and S. sobrinus changes uncertainly. For all samples, the mean quantity of S. mutans and S. sobrinus are lower than the control group.
Conclusion: The statistics of S. mutans and S. sobrinus are lower compared to the control group. No significant differences were observed between all quantity differences.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Ervintari
"Temulawak (Curuma xanthorrizaRoxb.) telah terbukti memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans (S. mutans) dan Streptococcus sanguinis(S. sanguinis) single species. S. mutans dan S. sanguinissaling berkompetisi dalam biofilm.
Tujuan: Menganalisis pengaruh ekstrak etanol temulawak terhadap viabilitas dual speciesS. mutans dan S. sanguinis pada fase pembentukan biofilm yang berbeda.
Metode: Model biofilm S. mutans dan S. sanguinis diinkubasi selama 20 jam (fase akumulasi aktif) dan 24 jam (fase maturasi) pada suhu 37oC. Kedua model biofilm dipaparkan ekstrak etanol temulawak dengan konsentrasi 0,2%-25%, klorheksidin 0,2% sebagai kontrol positif, dan kultur bakteri tanpa intervensi sebagai kontrol negatif. Viabilitas bakteri dianalisis menggunakan uji MTT.
Hasil: Ekstrak etanol temulawak menurunkan viabilitas S. mutans dan S. sanguinis secara signifikan (p<0,05) mulai konsentrasi 0,2%. Viabilitas bakteri pada biofilm dual species Streptococccus fase akumulasi aktif lebih rendah dibandingkan fase maturasi. Efek antibakteri ekstrak etanol temulawak setara dengan klorheksidin 0,2%.
Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak dapat menurunkan viabilitas S. mutans dan S. sanguinis pada biofilm. Efek ekstrak etanol temulawak efektif pada fase akumulasi aktif.

Curuma xanthorriza (C. Xanthorrhiza) Roxb. extract had been reportedto have antibacterial effect against Streptococcus mutans (S. mutans) and Streptococcus sanguinis (S. sanguinis)single species. S. mutans and S. sanguinis are competing in the biofilm.
Objective: To analyze the effect of C. xanthorrhiza extract onthe viability of dual species S. mutans and S. sanguinis in differrent stages of biofilm formation.
Methods: S. mutans and S. sanguinis in dual species model biofilm was incubated for 20 hours and 24 hours at 37oC and exposed by 0.2%-25% C. xanthorrhiza ethanol extract, 0.2 % Chlorhexidine as a positive control, and bacterial culture only as a negative control. The viability of the bacteria was analyzed using the MTT assay.
Results: The java turmeric ethanol extract decreased the S. mutans and S. sanguinis viability significantly (p<0.05 ) started from concentrations 0.2%. The viability of bacteria in dual species biofilms Streptococccus in the active accumulation phase is lower than in the maturation phase. The antibacterial effect of C. xanthorrhiza ethanol extract is equivalent to 0.2% Chlorhexidine.
Conclusion: The C. xanthorrhiza ethanol extract can reduce the viability of S. mutans and S. sanguinis in the biofilm. The effectivity of C. xanthorrhiza ethanol extract is higher in the active accumulation phase.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Andyanti
"Lisat sel telah menarik perhatian untuk dijadikan bahan baku sediaan kesehatan karena struktur kimia jelas, parameter dosis aman, umur simpan lama, dan konten dari berbagai sinyal molekul. Lisat sel dapat diperoleh dari Streptococcus macedonicus MBF 10-2 yang ditumbuhkan dalam medium de Man Rogosa dan Sharpe MRS Vegitone. Streptococcus macedonicus dipilih karena terbukti menghasilkan asam laktat yang bersifat sebagai pelembab, antimikroba dan meremajakan kulit, eksopolisakarida, peptida antimikroba macedocin dan macedovicin, komponen intraselular bersifat antioksidan, enzim dan asam organik. Kultur sel dioptimasi lama fermentasi dan komposisi mediumnya untuk memperoleh produksi lisat yang ideal. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Komposit Pusat CCD dengan Response Surface Methodology RSM software Design Expert 7.0.0 dengan tiga faktor: dekstrosa 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ; dan 3, proteose pepton vegetable 0,5 ; 0,75 ; 1 , 1,25 dan 1,5 serta lama fermentasi 15; 17; 19; 21 dan 23 jam. Analisis yang dilakukan: aktivitas Bacteriocin-Like Inhibitor Substance BLIS lisat sel dan pH lisat sel. Hasil perhitungan untuk respon aktivitas BLIS mengikuti persamaan model kuadratik dengan R2= 74,60 dan untuk respon pH lisat juga mengikuti persamaan model kuadratik dengan R2=78,73. Kondisi optimum produksi lisat menunjukkan konsentrasi dekstrosa optimal sebesar 2,5, proteose pepton vegetable optimal sebesar 1,25, lama fermentasi 17 jam dengan konsentrasi starter 10 dan nilai OD600nm 0,2 0,05.

Cell lysate has drawn attention to be raw material healthcare because of its clear chemical structure, safety dose parameters, long shelf life and the content of various signaling molecules. Cell lysate can be obtained from Streptococcus macedonicus MBF 10 2 in de Man Rogosa and Sharpe MRS Vegitone medium. Streptococcus macedonicus was chosen because has been proven to produce compounds such as lactic acid that has moisturizing, antimicrobial and rejuvenating effects on the skin, exopolysaccharide, antimicrobial peptide macedocin and macedovicin , antioxidant compounds, enzyme, and organic acid. Fermentation duration and medium composition of cell culture was optimazed to obtain ideal cell lysate production. Central Composite Design CCD was used as Response Surface Methodology RSM Design Expert 7.0.0 obtained from software with three factors dextrose 1 1,5 2 2,5 and 3, proteose peptone vegetable 0,5 0,75 1 , 1,25 and 1,5 and fermentation process duration 15 17 19 21 and 23 hours. Analysis parameter was Bacteriocin Like Inhibitor Substance BLIS activity analysis and pH of cell lysate. The result of calculation showed BLIS activity response had quadratic model with R2 74,60 and pH lysate response also had quadratic with R2 78,73. The optimum condition for lysate production shows optimal dextrose consentration 2,5 with optimal proteose peptone vegetable 1,25 , while optimal fermentation process duration was 17 hours with starter concentration was 10 and value OD600nm 0,2 0,05."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Rahmatya Gita Isjwara
"Temulawak adalah tanaman unggulan Indonesia yang ekstraknya dapat mempertahankan pH biofilm S. mutans pada pH netral selama 4 jam dan memiliki efe antibakteri. Salah satu faktor risiko karies adalah biofilm Streptococcus pada permukaan gigi, yang dapat menimbulkan penurunan pH lingkungan hingga mencapai pH kritis. Pada pH kritis terjadi demineralisasi permukaan email gigi yang dapat mempengaruhi kekerasan mikro permukaan email gigi.
Tujuan: Membuat model biofilm Streptococcus dual species, serta menganalisis kekerasan mikro permukaan email dengan biofilm Streptococcus dual species setelah paparan ekstrak temulawak.
Metode: Membuat model biofilm dengan cara memaparkan S. sanguinis dan S. mutans (1:1) pada 24 well plate yang telah dilapisi pelikel dari saliva manusia, kemudian pH diukur dalam rentang waktu 1-24 jam. Dengan cara yang sama model biofilm dibuat pada sampel permukaan gigi manusia, kemudian dipaparkan ekstrak temulawak dan diinkubasi selama 4 jam. Kekerasan mikro permukaan email gigi diukur dengan alat Knoop Hardness Tester.
Hasil: Model biofilm Streptococcus dual species dapat mencapai pH kritis pada jam ke-16 dan bertahan sampai jam ke 24. Terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) pada selisih angka kekerasan kelompok perlakuan dengan kontrol 24 jam namun tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) selisih angka kekerasan kelompok perlakuan dengan kontrol 20 jam.
Kesimpulan: Model biofilm Streptococcus dual species dapat mencapai pH kritis. Ekstrak temulawak tidak dapat mempertahankan kekerasan mikro permukaan email gigi dengan biofilm Streptococcus dual species.

Java Turmeric is one of Indonesia's prominent herbal plants which extract can maintain S. mutans biofilm pH on neutral level for 4 hours and has antibacterial effect. One of caries risk factors is Streptococcus biofilm on tooth surface, which can cause a drop of environment pH until reaching the critical pH. On critical pH, tooth surface will undergo demineralization that affects micro hardness of the tooth.
Purpose: Making Streptococcus dual species biofilm model, and analyzing tooth surface micro hardness after exposure of java turmeric ethanol extract.
Method: Making biofilm model by mixing S. sanguinis and S. mutans (1:1) on a well plate that has been coated with pellicle from human saliva, the pH is then measured between 1-24 hours of incubation. With the same method, biofilm model is made on human tooth surface sample and java turmeric extract is then added and incubated for 4 hours. Tooth surface micro hardness is measured by Knoop Hardness Tester.
Result: Streptococcus dual species biofilm model can reach critical pH on the 14th hour and stayed the same until the 24th hour. There are significant differences (p < 0,05) between control and exposure groups with incubation time of 24 hours but no significant differences between control and exposure groups with incubation time of 20 hours.
Conclusion: Streptococcus dual species biofilm model could reach critical pH. Java turmeric extract could not maintain micro hardness of tooth surface with Streptococcus dual species.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Dhaniarti
"ABSTRAK
Latar Belakang: Early Childhood Caries (ECC) disebabkan oleh aktivitas
Streptococcus mutans dengan cara memetabolisme karbohidrat menjadi asam laktat.
Salah satu bakteri yang memfermentasikan asam laktat adalah Veillonella spp.
Tujuan: Mengetahui perbandingan kuantitas Streptococcus mutans dan Veillonella
spp. plak lidah anak kategori risiko karies rendah dan tinggi. Metode: Kuantitas
Streptococcus mutans dan Veillonella spp. dari sampel plak lidah dikuantifikasi
menggunakan qPCR. Hasil: Kuantitas Streptococcus mutans dan Veillonella spp. lebih
banyak pada kategori risiko karies tinggi dibandingkan risiko karies rendah.
Kesimpulan: Kuantitas Streptococcus mutans dan Veillonella spp. pada plak lidah
anak kategori risiko karies rendah dan tinggi tidak berbeda bermakna secara statistik.

ABSTRACT
Background: Early Childhood Caries (ECC) is caused by the activity of
Streptococcus mutans by metabolize carbohydrates into lactic acid. One of the bacteria
that fermenting lactic acid is Veillonella spp. Objectives: To determine the
comparison of Streptococcus mutans and Veillonella spp. quantity in tongue plaque of
children with low-risk and high-risk caries. Methods: Quantity of Streptococcus
mutans and Veillonella spp. from tongue plaque samples were quantified using qPCR.
Results: Quantity of Streptococcus mutans and Veillonella spp. in high-risk caries is
higher than low-risk caries. Conclusion: There were no significant differences
between Streptococcus mutans and Veillonella spp. quantity in tongue plaque with
children with low-risk and high-risk caries."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrina Tri Wardhani
"Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang ketika diberikan dalam jumlah yang tepat dapat memberikan manfaat bagi kesehatan host. Lactobacillus Casei merupakan salah satu contoh bakteri asam laktat yang digunakan dalam probiotik. Bakteri ini dapat mencegah adhesi dan invasi bakteri patogen, memodifikasi lingkungan usus dan memodulasi respon imun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan jumlah koloni S.mutans pada plak gigi anak sebelum dan setelah minum minuman probiotik di Jakarta. Subyek penelitian berusia 9-12 tahun, sebanyak 13 orang anak. Sampel penelitian berupa koloni S.mutans yang terdapat dalam plak gigi anak. Jumlah koloni diukur dengan colony forming unit. Hasil penelitian memperlihatkan adanya perbedaan rerata jumlah koloni S.mutans pada hari ketiga dan ketujuh, sebelum dan setelah minum probiotik. Pada perhitungan statistik ditemukan perbedaan bermakna antara jumlah koloni S.mutans pada plak gigi anak sebelum dan setelah minum minuman probiotik.

Probiotics are live microorganisms which when administered in adequate amounts confer a health benefit on the host. Lactobacillus Casei is one example of lactic acid bacteria used in probiotics. These bacteria may prevent bacterial adhesion and invasion of pathogens, modify the intestinal environment and modulate the immune response. This research was conducted to determine the differences of total S.mutans colony on children dental plaque before and after probiotics consumption in Jakarta. Subjects aged 9-12 years, 13 children. Research sample are S.mutans on children dental plaque. Total S.mutans colony were measured using colony forming unit. The results showed a mean difference between total S.mutans colony on children dental plaque, on the third day and the seventh day, before and after probiotics consumption. From the results of statistical analysis showed significant differences between total S.mutans colony on children dental plaque before and after probiotics consumption."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31730
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Agzarine Deandra
"ABSTRAK
Latar belakang: Early Childhood Caries disebabkan oleh adanya aktivitas
dari bakteri kariogenik, terutama Streptococcus mutans, yang dapat
menurunkan pH lingkungan mulut. Veillonella spp., bakteri koagregrat
Streptococcus mutans, dapat menaikkan pH lingkungan mulut. Tujuan:
Mengetahui perbandingan kuantitas Streptococcus mutans dan Veillonella spp.
saliva pada anak kategori risiko karies rendah dan tinggi. Metode: DNA
Streptococcus mutans. dan Veillonella spp. dari ekstraksi saliva subjek
dikuantifikasi menggunakan qPCR. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna
antara jumlah bakteri pada anak dengan kategori karies rendah dan tinggi.
Kesimpulan: Jumlah Streptococcus mutans maupun Veillonella spp. pada
saliva anak dengan kategori risiko karies tinggi lebih banyak daripada risiko
karies rendah.

ABSTRACT
Background Early Childhood Caries is caused by cariogenic bacteria rsquo s activity mainly Streptococcus mutans which decrease the oral environment rsquo s pH Otherwise Veillonella spp coaggregration of Streptococcus mutans can raise the oral environment rsquo s pH Aim To examine the quantity comparison of Streptococcus mutans and Veillonella spp in children rsquo s saliva with high risk and low risk caries Methods Quantification ofDNA Streptococcus mutans and Veillonella spp extracted from subject rsquo s saliva using qPCR Results There were significant differences between the number of bacteria in children with high risk and low risk caries Conclusion There is a higherquantity of Streptococcus mutans and Veillonella spp in children rsquo s saliva with high risk caries than low risk caries "
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Tafroji
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi antibodi imunoglobulin G (IgG) terhadap polisakarida dari bakteri Streptococcus pneumoniae serotipe 14 dan 19F dalam serum anak yang terinfeksi HIV. Perlakuan yang diberikan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu sebelum divaksin dan setelah divaksin dengan vaksin PCV7. Kedua perlakuan terdiri atas 20 sampel serum sebelum divaksin (hari ke-0) dan 20 sampel serum setelah divaksin (bulan ke-6 setelah vaksinasi). Vaksinasi diberikan kepada anak-anak berusia 2--5 tahun. Hasil uji t (P < 0,05), menunjukkan bahwa ada perbedaan konsentrasi antibodi IgG yang signifikan setelah divaksinasi dengan vaksin PCV7 untuk serotipe 19F dan serotipe 14. Serum yang memiliki konsentrasi antibodi IgG > 0,2 µg/ml setelah divaksinasi sebanyak 100% untuk kedua serotipe. Penggunaan glikonanopertikel tidak memberikan hasil yang berbeda signifikan dibandingkan dengan penggunaan polisakarida dan sel sebagai antigen target pada metode indirect ELISA dalam deteksi antibodi anti-pneumokokus setelah divaksinasi dengan PCV7.

The research to observe concentration of immunoglobulinG (IgG) to capsular polysaccharide of Streptococcus pneumoniae serotype 14 and 19F in human serum has been done. Fourty samples were divided into 20 samples of pre-vaccination sample and 20 samples of post-vaccination with PCV7 vaccine. Vaccination was given to children 2--5 of age old. We investigated that there was significant (P < 0,05) difference of IgG concentration of serum sampel against capsular polysaccharide serotype 19F and serotype 14 between before and after PCV7 vaccination. Serum with IgG concentration above 0,2 µg/ml after vaccination are 100% for both serotype. We also investigated there was no significant difference between glyconanoparticle, polysaccharide, and bacterial cell as a coating material in indirect ELISA method to detect anti-pneumococcal antibody after PCV7 vaccination."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S57640
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumewu, Stephany Angelia
"Streptococcus pneumoniaemerupakan bakteri Gram positif yang bersifat patogen pada manusia dan menjadi penyebab Invasive Pneumococcal Diseases (IPD)dengan tingkat kematian yang tinggi. Streptococcus pneumoniae merupakan salah satu flora normal yang terdapat pada saluran pernafasan atas dan nasofaring anak-anak. Kolonisasi merupakan langkah pertama bakteri tersebut melakukan infeksi ke dalam tubuh inang.Kolonisasi lebih dari satu serotipe (multi serotipe/co-colonization) meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan serotipe dan multi kolonisasi bakteri S. pneumoniae dari kultur primer. Sebanyak 150 usapan nasofaring yang diperoleh dari anak-anak diseleksi dengan metode mikrobiologi dan diperoleh sebanyak 67 kultur primer yang diduga mengandung bakteri S. pneumoniae. Sebanyak 67 kultur primer tersebut kemudian diidentifikasi menggunakan pendekatan molekuler, yaitu dengan teknik Polymerase Chain Reaction. Penentuan serotipe dilakukan dengan teknik PCR multipleks. Bakteri S. pneumoniae berhasil diidentifikasi dari 57 kultur primer (38%). Serotipe bakteri S. pneumoniae yang berhasil diidentifikasi pada penelitian ini, yaitu 19F (9), 6A/B (9), 19A (5), 23F (4), 15B/C (3), 7F (3), sg18 (2), 11A (2), 9V (2), 12F (1), 35F (1), 3 (1), 15A (1), 17F (1), 34 (1), 7C (1), dan 11 sampel kultur primer tidak dapat ditentukan serotipenya. Hasil tersebut juga sama dengan serotipe yang dapat ditentukan dari kultur murni. Hanya ditemukan satu dari 67 kultur primer yang mengandung lebih dari satu serotipe bakteri S. pneumoniae. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, penentuan serotipe dapat dilakukan langsung dari kultur primer tanpa menggunakan kultur murni dan metode PCR multipleks kurang sensitif dalam mendeteksi serotipe minor.

Streptococcus pneumoniae is a Gram-positive bacteria that are pathogenic to humans and cause Invasive Penumococcal Diseases (IPD) with a high mortality rate. Streptococcus pneumoniae is one of the normal flora found on the upper respiratory tract and nasopharynx of children. Bacterial colonization is the first step to carry out infection in the host’s body. Colonization more than one serotype (multi colonization/co-colonization) increases the likelihood of infection. This study aims to determine the serotype and multiple colonization of S. pneumoniae directly from the primary culture. A total of 150 nasopharyngeal swabs were obtained from children and selected by microbiological methods thus obtained 67 suspected primary cultures of S. pneumoniae. Primary cultures from those 67 samples were identified using molecular approaches, namely Polymerase Chain Reaction technique. Serotypes determination was done by using multiplex PCR. Streptococcus pneumoniae were identified from 57 (38%) primary cultures. Serotypes that were identified in this study, namely 19F (9), 6A/B (9), 19A (5), 23F (4), 15B/C (3), 7F (3), sg18 (2), 11A (2), 9V (2), 12F (1), 35F (1), 3 (1), 15A (1), 17F (1), 34 (1), 7C (1), and 11 primary culture samples were non serotypeable. These results are also similar to that were obtained from pure culture, so serotyping with multiplex PCR can be performed directly from primary culture without the use or pure culture. We could only found one of 67 primary cultures that contains more than one serotypes of S. pneumoniae, so we conclude that multiplex PCR method are less sensitive in detecting minor serotypes."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47314
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>