Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105012 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Senohadi Boentoro
"Pendahuluan dan tujuan: Pembedahan laparoskopi telah diakui dapat mengurangi tingkat morbiditas sehingga meningkatkan keselamatan pasien. Saat tindakan LLDN, komplikasi yang paling sering adalah cedera pembuluh darah ginjal, yang sering membutuhkan transfusi darah. Selain perlunya transfusi darah, pendarahan berat yang disebabkan oleh cedera pembuluh ginjal membutuhkan konversi dan perbaikan terbuka. Dengan demikian, penelitian ini ingin mendeskripsikan dan menganalisis kebutuhan transfusi darah dalam operasi laparoscopic living donor nephrectomy di pusat kami.
Bahan dan metode:  Studi kohort retrospektif ini dilakukan di Departemen Urologi di Rumah Sakit Nasional Cipto Mangunkusumo. Rekam medis semua pasien donor ginjal yang menjalani prosedur LLDN di institusi kami dari November 2011 hingga Oktober 2017 ditinjau. Data termasuk usia donor, kadar hemoglobin sebelum operasi, kadar hemoglobin pasca operasi, jumlah pendarahan intraoperatif, jumlah arteri renalis, jumlah vena renalis, sisi donor, konversi ke operasi terbuka, durasi operasi, dan BMI donor dikumpulkan dan dianalisis. Data-data ini selanjutnya dikorelasikan dengan tingkat transfusi.
Hasil: Terdapat 500 pasien yang menjalani tindakan laparoscopic living donor nephrectomy di institusi kami. Semua pasien menjalani prosedur LLDN dengan pendekatan transperitoneal. Perbedaan proporsi tingkat transfusi darah antara pasien pria 0,9% dibandingkan dengan 0,6% pada pasien wanita tidaklah signifikan (p=0,782). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam proporsi tingkat transfusi darah dengan sisi ginjal (p=0,494), jumlah arteri (p=0,362), usia (p=0,978), BMI (p=0,569), dan kadar hemoglobin sebelum operasi (p=0,766). Median perkiraan jumlah pendarahan pada pasien yang menerima transfusi darah intraoperatif secara signifikan lebih besar daripada pasien yang tidak menerima transfusi darah (p <0,001).
Kesimpulan: Berdasarkan penelitian ini, kami menyarankan bahwa di institusi kami, penggunaan produk darah pra operasi tidak selalu diperlukan. Kurva pembelajaran dan teknik ahli bedah memiliki peran penting dalam mencegah komplikasi intraoperatif dan kehilangan darah.

Introduction and objectives: Laparoscopic surgery has been acknowledged to reduce the morbidity rate thus improving patient safety. During the LLDN, the most frequent complication is renal vessels injuries, which often requires a blood transfusion. Besides the need for a blood transfusion, major bleeding caused by renal vessels injuries require open conversion and repair. Thus, this study would like to descript and analyze the need for blood transfusion in laparoscopic living donor nephrectomy surgery in our center.
Materials and methods: We performed a retrospective cohort study in the Department of Urology at Cipto Mangunkusumo National Hospital. The records of all kidney transplantation donor patients who underwent LLDN procedures carried out at our institution from November 2011 to October 2017 were reviewed. Data including donor age, preoperative hemoglobin level, postoperative hemoglobin level, intraoperative bleeding, number of artery(ies), number of vein(s), donor side, conversion to open surgery, surgery duration, and donor BMI were collected and analyzed. These data were further correlated with transfusion rate.
Results: There were 500 patients underwent laparoscopic living donor nephrectomy procedure at our institution. All of the patients had LLDN with a transperitoneal approach. The difference in blood transfusion rate proportion between male patients with 0.9% compared to 0.6% in female patients was not significant (p=0.782). There are no significant difference in blood transfusion rate proportion regarding to renal side (p=0.494), number of artery (p=0.362), age (p=0.978), BMI (p=0.569), and preoperative hemoglobin (p=0.766). Median estimated blood loss in patients who received intraoperative blood transfusion was significantly much greater than in patients who did not receive a blood transfusion (p<0.001).
Conclusion: Based on this study, we suggest that in our institution, preoperative blood products are not necessarily needed. The surgeon's learning curve and technique play a significant role in preventing intraoperative complications and blood loss."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Baskoro
"ABSTRAK
Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variabel yang berhubungan
dengan kondisi intra-operatif dan pasca-operasi selama proses pembelajaran dan
melakukan evaluasi hasil dari metode berbasis
mentor-initiated pada LDN di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Indonesia.
Material dan Metode: Penelitian retrospektif ini menggambarkan pengalaman pada 140 prosedur LDN yang dilakukan di RSCM sejak November 2011 sampai Agustus 2014. Sebanyak 66 kasus LDN pertama, dilakukan oleh seorang ahli bedah laparoskopi sebagai operator utama (mentor) dan secara bersamaan, membimbing operator kedua (trainee). Setelah itu, operasi dilakukan secara bergantian oleh kedua ahli bedah. Dilakukan analisis pada variabel yang berhubungan dengan kondisi intra-operatif dan pasca operasi pada 66 kasus LDN pertama, serta analisa perbandingan antara prosedur operasi yang dikerjakan oleh masing-masing ahli bedah.
Hasil: Rerata usia pendonor adalah 32.97 tahun dengan rasio jenis kelamin 6:4 (laki-laki:perempuan). Sebanyak 64% pendonor tidak memiliki hubungan keluarga dengan resipien. Donor ginjal kiri dilakukan pada 82.1% (n=112) prosedur, dan kanan sebanyak 17.9% (n=28). Tidak ada perbedaan signifikan pada waktu operasi (p=0.36), Warm Ischemia Time (WIT) 1 (p=0.66), jumlah perdarahan intra-operatif (p=0.46) antara kedua operator. Hanya satu variable (time to clip) yang ditemukan secara statistik bermakna, p = 0.024. Perbandingan antara grup pertama (1-50 LDN) dan grup terakhir (100-140 LDN) hanya variable WIT 1 dan time to clip; p = 0.029, p = 0.029 yang ditemukan signifikan secara statistik.
Kesimpulan: LDN merupakan suatu prosedur yang cukup menjanjikan dan aman untuk meningkatkan jumlah pendonor ginjal. Kesulitan untuk mencapai suatu learning curve menjadi permasalahan utama yang harus dihadapi oleh setiap ahli bedah laparoskopik, terutama karena dampak yang potensial terhadap keberhasilan suatu transplantasi ginjal. Pengalaman yang cukup pada operasi laparoskopi saluran kemih bagian atas sangat diperlukan sebelum melakukan LDN. Pendekatan berbasis mentor-initiated akan membantu peserta latihan untuk mengenali dan melakukan keseluruhan operasi dengan baik tanpa membahayakan patient safety.

ABSTRACT
Objective: variables related to both surgical and postoperative outcome during the learning curve and evaluate the result of mentor-initiated approach of laparoscopic donor nephrectomies at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia.
Materials and Methods: This retrospective study describes our experiences on 140 laparoscopic nephrectomies in living donors performed in Cipto Mangunkusumo Hospital from November 2011 to August 2014. First sixty-six LDN was performed by one experienced laparoscopic surgeon as the main operator while mentoring the second operator. Afterward the surgery was performed alternately between the two surgeons. Variables related to both the surgical and postoperative outcome during the initial phase and comparisons of the procedures performed by each surgeon were analyzed.
Results: Donors’ average age was 32.97 years with male female ratio 6 : 4. About 64% patients were not family related. The left kidney procedures was performed 112 times (82.1%), whereas the right kidney 28 procedures (17.9%). No significant difference in operating time done by both operators (p= 0.36), WIT 1 (p=0.66), and intraoperative blood loss (p=0.46) with only time to clip as single statistically significant variable with p=0.024. Comparison between 1-50 LDN group and the 100-140 LDN group on WIT 1 and time to clip were found statistically significant with p = 0.029, p = 0.029. Conclusion: Laparoscopic donor nephrectomy (LDN) is a fairly safe and a promising procedure to increase the kidney donation pool. A steep learning curve is still the main problem that every surgeon had to deal with, mainly due to the concern of its potential impact on graft survival. Experience in laparoscopic upper urinary tract surgery is recommended to start with LDN. A mentor-initiated approach allows the introduction of this procedure to trainees with good results on
the overall surgery without compromising patient safety.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, Karina Evelyn
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menilai keamanan penggunaan klip polimer untuk kontrol vaskular pada nefrektomi donor hidup per laparoskopi. Kami mengumpulkan data secara retrospektif dari semua donor nefrektomi ginjal hidup per laparoskopi yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia. Klip polimer digunakan untuk ligasi kedua arteri dan vena ginjal. Insidensi kegagalan klip polimer didokumentasikan untuk pendataan. Antara November 2011 dan Agustus 2015, kami mengevaluasi 260 pasien donor hidup dengan nefrektomi per laparoskopi. Ginjal kiri diambil dari 219 84,5 pasien. Arteri ginjal multipel ditemukan pada 25 9,6 pasien. Untuk semua kasus, kami menggunakan klip polimer untuk mengendalikan arteri ginjal XL dan L dan vena ginjal XL . Kami menempatkan 2 klip seproksimal mungkin ke aorta atau vena kava. Median estimasi perdarahan adalah 100 20 - 2000 ml. Perdarahan sebesar 2000 ml terjadi pada satu kasus, yaitu kasus klip terlepas. Rata-rata time to clip yaitu lamanya waktu dari sayatan pertama sampai ligasi arteri ginjal adalah 155 68 - 318 menit. Median warm ischemic time yaitu lamanya waktu dari ligasi arteri hingga cold ischemic time adalah 3,01 1,22 - 30,43 menit. Ada 10 kasus dengan warm ischemic time yang lebih dari 10 menit. Selain itu, terdapat 3 kasus 1,2 dengan kegagalan klip. Satu pasien membutuhkan konversi menjadi operasi terbuka untuk kontrol vaskular yang memadai. Dua pasien mengalami penguncian klip polimer yang tidak tepat, yang memerlukan pemasangan ulang klip. Penggunaan klip polimer untuk pengendalian vaskular pada nefrektomi donor hidup per laparoskopi relatif aman bila diterapkan dengan benar. Namun evaluasi tunggul vaskular ginjal setelah pengambilan ginjal donor merupakan langkah yang penting untuk memastikan penempatan dan keamanan klip polimer yang tepat.

ABSTRACT
This study was conducted to assess the reliability and safety of polymer clips for vascular control in laparoscopic living donor nephrectomy. We collected data retrospectively from all laparoscopic living donor nephrectomy performed in Ciptomangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia. Polymer clips was applied for both renal artery and renal vein ligation. The incidence of polymer clip failure was recorded accordingly. Between November 2011 and August 2015, we evaluated 260 patients of laparoscopic living donor nephrectomy. The left kidney was harvested from 219 84.5 patients. Multiple renal arteries was discovered in 25 9.6 patients. For all cases we used polymer clips to control the renal artery XL and L and renal vein XL . We placed 2 clips as proximal as possible to the aorta or caval vein. The median estimated blood loss was 100 20 ndash 2000 ml. A blood loss of 2000 ml occurred in one case of clip dislodgement. The median time to clip the length of time from first incision to renal artery clamping was 155 68 ndash 318 minutes. The median warm ischemic time the length of time from clamping to cold ischemic time was 3.01 1.22 ndash 30.43 minutes. There were 10 cases with warm ischemic time of more than 10 minutes. Three cases 1.2 of clip failures occurred. One patient needed conversion to open surgery to achieve adequate vascular control. Two patients experienced improper locking of the polymer clips, necessitating clips reapplication. The use of polymer clips for vascular control in laparoscopic living donor nephrectomy is reliable and safe when properly applied. However the evaluation of renal vascular stump after harvesting donor kidney is an important step to ensure the right placement and safety of polymer clips."
2017
T55535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Nicholas
"ABSTRAK
Nama : Nicholas TambunanProgram Studi : UrologiJudul : Perbandingan Hasil Luaran antara Pneumoperitoneum TekananRendah dengan Tekanan Standar pada Laparoscopic Living Donor Nephrectomy Saat ini, transplantasi ginjal dilakukan melalui prosedur Laparoscopic Living Donor Nephrectomy LLDN dengan cara memasukkan gas CO2 ke dalam ruang intraperitoneum menggunakan tekanan standar 12-15 mmHg . Namun, dikatakan juga bahwa dengan tekanan rendah 8-10 mmHg dapat berkaitan dengan nyeri pasca operasi dan efek samping yang lebih rendah. Ini merupakan studi perbandingan prospektif yang dilakukan di Departemen Urologi, Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo mulai bulan November 2015 sampai Agustus 2016. Seluruh subjek menjalani prosedur LLDN. Pada periode ini, subjek menerima prosedur pneumoperitoneum tekanan rendah. Kelompok ini kemudian dibandingkan secara acak dengan kelompok prosedur pneumoperitoneum tekanan standar yang menjalani prosedur LLDN sebelumnya. Dari 85 subjek yang menjalani LLDN dengan tekanan rendah dan standar masing-masing adalah 41 dan 44. Meskipun tidak ada perbedaan signifikan dari nyeri pasca operasi, efek samping pada tekanan rendah lebih rendah daripada tekanan standar p = 0,033 untuk nyeri epigastrik, p = 0,024 untuk mual, dan p = 0,018 untuk muntah . Namun, durante operasi, 22 subjek dengan tekanan rendah perlu mendapatkan konversi gas menjadi tekanan standar. Berdasarkan analisis, penyebab konversi adalah Indeks Massa Tubuh IMT pasien donor yang tinggi p

ABSTRACT
Name Nicholas TambunanStudy Program UrologyTitle Comparison of Outcome between Low Pressure and StandardPressure Pneumoperitoneum in Laparoscopic Living DonorNephrectomy Nowadays, kidney transplantation is done through laparoscopic living donor nephrectomy performed by insufflating CO2 gas into intraperitoneum space using standard pressure 12 15mmHg . However, it is also hypothesized that with lower pressure 8 10 mmHg could be used for laparoscopic living donor nephrectomy related with lower postoperative pain and side effects. This was a prospective comparative study done in Department of Urology, Cipto Mangunkusumo General Hospital from November 2015 to August 2016. All subjects underwent laparoscopic living donor nephrectomy LLDN . In this period, the subjects received a low pressure pneumoperitoneum procedure. This group was later compared randomly to a standard pressure pneumoperitoneum procedure group who underwent previous LLDN procedure. Out of 85, subjects underwent LLDN with low and standard pressure were 41 and 44, respectively. Despite nonsignificant difference of post op pain and duration of operation, the side effect in low pressure was lower than standard p 0.033 for epigastric pain, p 0.024 for nausea, and p 0.018 for vomiting . However, 22 subjects with low pressure need to be converted to standard pressure. Based on stratified analysis, the cause of conversion was higher BMI p"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peri Eriad Yunir
"ABSTRAK
Laparoscopic Living Donor Nephrectomy LLDN menjadi prosedur standar donor ginjal hidup di beberapa negara, termasuk Indonesia, khususnya di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pada LLDN digunakan drain sebagai alat monitoring pasca operasi. Penelitian Randomized Controlled Trial ini dilaksanakan pada 40 pasien donor ginjal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta yang dibagi ke dalam dua grup; grup tanpa drain dan yang menggunakan drain grup kontrol , untuk membandingkan lama rawatan, skala nyeri, kondisi luka operasi, dan keluhan saluran cerna pasca operasi pada kedua grup. Tidak didapatkan perbedaan pada semua parameter antara LLDN menggunakan drain dan tanpa menggunakan drain.

ABSTRACT
Laparoscopic Living Donor Nephrectomy LLDN has become the standard procedure for living kidney donor in several countries, including Indonesia, especially in Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta. Drainage tube in LLDN is intended as a tool of postoperative monitoring. This randomized controlled trial was performed in 40 LLDN patients in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, divided into two groups without drainage tube and using drainage tube control group , in order to compare postoperative length of stay, pain scale, surgical wound condition and gastrointestinal tract complaints. There were no differences found in all evaluated parameters within the two groups."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andry Giovanny
"Penggunaan antibiotik secara benar telah menjadi perhatian dunia medis dikarenakan meningkatnya kejadian resistensi antibiotik. Prosedur standar penggunaan antibiotik profilaksis telah banyak diterapkan dalam prosedur bedah urologi, namun penggunaan obat antibiotik secara berkepanjangan setelah prosedur bedah urologi belum banyak dipelajari, terutama pada tindakan bedah urologi dengan kriteria bedah tercemar sepertilaparoscopy living donor nephrectomy(LLDN). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aspek efisiensi dan keaman dari penggunaan antibiotik profilaksis dosis tunggal pada tindakan pembedahan LLDN di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Penelitian in merupakan studi klinis acak tersamar ganda yang dilakukan pada April 2015 hingga Agustus 2015 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Lima puluh pasien  pada penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok, dimana kelompok penelitian pertama dibagi mendapatkan 1 g cefoperazone dosis tunggal sebagai antibiotik profilaksis, sedangkan pada kelompok kedua diberikan 1g cefoperazone dosis tunggal yang kemudian dilanjutkan dengan dosis 2 kali sehari selama 3 hari. Angka kejadian infeksi pasca operasi dan faktor yang mempengaruhinya dibandingkan antara kedua kelompok percobaan. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada variabel umur, jenis kelamin, body mass index, jumlah leukosit dan hemoglobin pre operatif, durasi operasi, jumlah perdarahan intraoperatif maupun durasi perawatan pasien di rumah sakit antara kedua kelompok percobaan ini. Pada pengamatan hari pertama pasca operasi, pada kedua kelompok percobaan terdapat peningkatan jumlah leukosit: 15.540/ml (9.660/mL – 22.450/mL) pada kelompok dosis tunggal, dan 16.110/mL (9.440 /mL - 21.770/mL) pada kelompok dengan pemberian antibiotik selama 3 hari (P=0,466, 95% CI -2.453 to 1.141). Pada kelompok pasien dengan pemberian antibiotik profilaksis saja, didapatkan 1 pasien (4%) dengan gejala infeksi sistemik, sedangkan pada kelompok penelitian lainnya tidak didapatkan kejadian ini (P= 0,312). Dari penelitian ini kami menyimpulkan bahwa penggunaan antiobiotik dosis tunggal sebagai terapi profilaksis pada LLDN merupakan terapi yang aman dan efektif.

Proper antibiotic use has been on the world concern due to the increase ofantibiotic resistant. Standardized techniques and prophylactic antibiotics are widely used in urologic surgeries, but the prolonged administration of antibiotic after an operation has not been fully studied, especially clean contaminated surgery such as laparoscopy living donor nephrectomy (LLDN). This study was aimed to evaluate efficacy and safety of single dose prophilaxis antibiotic in laparoscopic live donor nephrectomy operation in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. This study was a double blind randomized controlled trial conductedfrom April 2015 to August 2015 in Cipto Mangunkusumo Hospital. The single dose group were given 1 g cefoperazone as prophylactic antibiotics while the 3 days group were also given cefoperazone before surgery and continued twice daily for three days. The incidence of post-operative infection and contributing factor were compared between the two groups. Fifty patients participated in our study divided equally into two groups. There was no participant failed to comprehend to the study, counted as drop out. There were no significant differences in age, gender, body mass index, pre-operative leucocyte and hemoglobin value, duration of surgery, intraoperative bleeding and length of stay between the two groups. At the follow up 1stday after surgery both groups showed elevated level of leucocyte, 15.540/ml (9.660/mL – 22.450/mL) in the single dose group and 16.110/mL (9.440 /mL – 21.770/mL) in the 3 days group. (P=0,466, 95% CI -2.453 to 1.141). There was only 1 patient in the single dose prophylaxis group (4%) with systemic infection sign, compared to no patient in the other group (P= 0,312). Single-dose prophylactic antibiotic is safe and as effective in the management oflaparoscopic living donor nephrectomy. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Marcelino
"Obesitas adalah masalah kesehatan di seluruh dunia, menyebabkan 3,4 juta kematian per tahun. Obesitas dinilai merupakan kontraindikasi relatif untuk operasi laparoskopi. Nefrektomi donor hidup per laparoskopi merupakan prosedur baku emas untuk pengangkatan ginjal pada beberapa pusat transplantasi. Namun pemilihan donor obesitas untuk menjalani laparoskopi nefrektomi masih menjadi perdebatan. Tujuan penulisan ini adalah untuk membandingkan hasil jangka pendek donor obesitas dan non-obesitas yang menjalani nefrektomi donor hidup per laparoskopi. Pada penelitian ini dilakukan analisa retrospektif pada 259 donor hidup antara November 2011 dan Agustus 2015. Indeks massa tubuh lebih dari 30 kg/m2 dikategorikan obesitas. Dua puluh subjek termasuk dalam kategori donor obesitas. Kami melakukan pengambilan sampel acak untuk 30 donor non- obesitas sebagai kelompok kontrol. Data intraoperatif dan pascaoperatif dibandingan antara kedua kelompok. Nilai p ≤0,05 menunjukkan perbedaan bermakna. Karakteristik yang sama terdapat pada kedua kelompok donor. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada waktu iskemik pertama, perkiraan kehilangan darah intraoperatif, dan nyeri pascaoperatif pada kedua kelompok. Waktu operasi pada donor obesitas lebih lama daripada kelompok kontrol (270 vs 245 menit, p≤0,05). Waktu lama rawat lebih panjang pada kelompok obesitas (4 vs 3 hari, p≤0,05). Pada rumah sakit kami, donor obesitas menunjukkan hasil jangka pendek yang sebanding dengan donor non-obesitas pada nefrektomi donor hidup per laparoskopi. Meskipun ditemukan waktu operasi yang lebih lama dan lama rawat yang lebih panjang, tidak terdapat komplikasi yang bermakna pada donor obesitas. Masih diperlukan evaluasi hasil jangka panjang untuk rasionalisasi donor obesitas.

Obesity is a major worldwide health problem, causing up to 3.4 million deaths per year. it was considered as a relative contraindication for laparoscopic surgery. Nowadays, Laparoscopic living donor nephrectomy is the gold standard procedure for kidney procurement in many transplant centers. However, the selection of the obese donors undergoes laparoscopic nephrectomies is still debatable. The objective of this study is to compare short-term results of obese donors and non- obese donors undergoing laparoscopic living donor nephrectomies. A retrospective analysis of 259 live donors between November 2011 and August 2015 was performed. Body mass index equal or more than 30 kg/m2 was categorized as obese. Twenty subjects were categorized as obese donors. We randomly assigned for 30 non-obese donors for the control group. Intra-operative and post-operative data were compared between these two groups. A p-value ≤0.05 was considered significant. There were same donors’ characteristics between two groups. No significant differences were found in the first warm ischemic time, estimated blood loss, and postoperative pain. The operative time in the obese group was significantly longer than in the control group (270 vs 245 minutes, p≤0.05). The hospital stay was also significantly longer in the obese group (4 vs 3 days, p≤0.05). At our hospital, obese donors show comparable short-term results to non-obese donors in laparoscopic living nephrectomy. While longer operative time and length of stay were found, there was no significant complication observed. Long-term outcomes should be evaluated for the rationalization of these obese donors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elita Wibisono
"ABSTRAK
Laparoskopi donor nefrektomi hidup (LDNH) merupakan prosedur unik karena memengaruhi individu sehat. Dengan laparoskopi, nyeri masih dirasakan oleh pasien meskipun telah banyak berkurang. Studi ini bertujuan mengevaluasi nyeri pascaoperasi LDNH, serta pemulihan, dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Penelitian ini adalah studi retrospektif noneksperimental dengan analisis deskriptif. Sampel diambil secara konsekutif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Kriteria eksklusi mencakup data tidak lengkap, riwayat nyeri kronik, dan konsumsi analgesik jangka panjang. Parameter yang dinilai meliputi data demografik dan data pascaoperasi. Dari bulan November 2011 hingga November 2015, terkumpul 277 pasien dengan median usia 30 (18-62) tahun dan rasio laki-laki:perempuan 9:4. Nyeri dinilai dengan Visual Analogue Scale (VAS) dan dikelompokkan menjadi nyeri ringan (0-2), sedang (3-4), dan berat (5-10). Didapatkan skor VAS pasca-LDNH hari-1 2(1-6), hari ke-2 2(0-4), dan hari ke-3 1(0-3). Perbaikan skor dari hari ke-1 hingga hari ke-3 signifikan (p<0,001). Nyeri berat hanya ditemukan pada hari ke-1 (2,2%). Metode anestesi yang digunakan, yaitu analgesik epidural (82,3%) dan kombinasi epidural-intravena (17,7%). Durasi analgesik epidural 2(1-7) hari, durasi kateterisasi 7(3-30) hari, durasi rawat inap 3(2-9) hari, kembali ke aktivitas normal 7(3-30) hari, dan kembali bekerja 14(6-90) hari. Terdapat hubungan yang signifikan antara VAS hari 1 dan 3 dengan relasi donor-resipien (p<0,001 dan p=0,029). VAS lebih tinggi ditemukan pada donor yang memiliki relasi dengan resipien. Kesimpulan penelitian ini adalah penanganan nyeri dan pemulihan pasien pasca-LDNH di RSCM sudah baik, dibuktikan dengan rendahnya skor VAS pascaoperasi dan baiknya parameter pascaoperasi. Nilai VAS berkorelasi dengan donor yang memiliki relasi, tetapi hal ini perlu diteliti lebih lanjut.

ABSTRACT
Laparoscopic living donor nephrectomy (LLDN) is a unique procedure as it can give impact to a healthy individual. Although postoperative pain in donor nephrectomy has been far reduced by laparoscopic technique, patients still can experience considerable pain. The aim of this study was to evaluate the LLDN postoperative pain and patients recovery as well as related factors. This study was non-experimental using descriptive analytic method with retrospective study design. Data of patients who underwent consecutive LLDN in Cipto Mangunkusumo Hospital were collected. Exclusion criteria were patients with incomplete data, history of chronic pain and long-term analgesic consumption. The parameters evaluated were demographic data (age, sex, body mass index, donor site, related or unrelated donor) and postoperative data (postoperative pain, types of analgesia, duration of catheterization, hospital length of stay, return to normal activities and return to work). Statistical analysis was carried out using SPSS version 20.0 with p-value less than 0.05 was considered statistically significant. From November 2011 to November 2015, there were 277 patients included with median age of 30 (18-62) years old and male-to-female ratio 9:4. LLDN postoperative pain was evaluated using Visual Analogue Scale (VAS) and classified to mild (0-2), moderate (3-4) and severe (5-10) pain. The VAS scores on day 1 were 2 (1-6), 2 (0-4) on the day 2, and 1 (0-3) on day 3 post LLDN. This value improved statistically significant from day 1 to day 3 (p<0.001). Severe pain was only found on the first day (2.2%). The most common analgesia technique used was epidural analgesia (82.3%), followed by combination of epidural and intravenous analgesia (17.7%). The postoperative data evaluated were duration of epidural analgesia (2 (1-7) days), duration of urethral catheterization (2 (1-5) days), length of hospital stay (3 (2-9) days), return to normal activities (7 (3-30) days), and return to work (14 (6-90) days). There were no significant relations between VAS scores in the day 1 and 3 with demographic and postoperative data (p>0.05), except in VAS for day 1 and 3 with donor-recipient relation (p<0.001 and p = 0.029); higher VAS was found in kidney donors who were related rather than the unrelated ones. The postoperative pain of LLDN patients in Cipto Mangunkusumo Hospital is adequately managed by analgesia provided as shown by the low postoperative VAS scores. The recovery parameters for LLDN patients also show promising result based on short length of hospital stay, return to normal activities and return to work. Higher VAS score correlated with kidney donors who are related but further studies are still needed to support this finding."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
New York : McGraw-Hill, Medical, 2008
617.954 LIV
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Febrian Putra
"Pendahuluan: Nefrektomi donor hidup perlaparoskopi adalah pendekatan standar emas untuk bedah ginjal donor hidup dikaitkan dengan nyeri pascabedah yang lebih ringan. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo merupakan pusat transplantasi ginjal terbesar di Indonesia. Saat ini pembedahan donor ginjal hidup dilakukan dengan menggunakan pendekatan transperitoneum menjadi retroperitoneum untuk mengurangi komplikasi berupa cidera organ viseral. Perubahan ini menyebabkan teknik blok tranverse abdominis plane (TAP) dan blok quadratus lumborum (QL) pendekatan anterior dianggap tidak memadai sebagai suplementasi analgesia intraoperatif, teknik anestesi regional yang dianggap tepat untuk pendekatan retroperitoneal adalah teknik blok erector spinae plane (ESP) dan blok QL pendekatan anterior subcostal yang terletak lebih posterior. Brief Pain Inventory (BPI) merupakan salah satu instrumen yang dapat menilai derajat nyeri dan gangguan nyeri kronik terhadap kegiatan sehari-hari yang digunakan dalam penelitian ini.
Metode: Penelitian dilakukan dengan desain kohort retrospektif untuk analisis insiden dan derajat nyeri kronik terhadap teknik blok ESP dan blok QL pada pasien laparoskopik donor ginjal hidup dengan teknik retroperitoneum di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Sampel yang akan diambil di penelitian ini adalah semua pasien laparaskopi donor ginjal hidup teknik retroperitoneal minimal tiga bulan pascabedah sampai bulan Oktober 2022 dengan jumlah sampel 138 orang. Dilakukan juga analisa hubungan antara teknik blok dengan derajat akut, hubungan derajat nyeri akut, konsumsi opioid intraoperatif dan jenis analgesia pascabedah terhadap nyeri kronik dan hubungan karakteristik pasien terhadap nyeri kronik.
Hasil: Teknik blok ESP dan blok QL tidak berbeda bermakna terhadap insiden (p=0,317) dan derajat nyeri kronik (p=1,000) pascabedah. Insiden nyeri kronik pascabedah laparaskopi donor hidup teknik retroperitoneal adalah 41 orang (27,7%) dengan karakteristik nyeri kronik derajat ringan 39 orang (95,2%). Teknik blok ESP dan blok QL berbeda bermakna terhadap derajat nyeri akut H-0 (p=0,045) dan derajat nyeri akut pascabedah bermakna terhadap insiden nyeri kronik pascabedah (p=0,04). Terdapat hubungan bermakna antara karakteristik pasien pada status pekerjaan (p=0,032) dan jangka waktu pascabedah (p=0,05) terhadap insiden nyeri kronik pada pasien laparoskopik donor ginjal hidup teknik retroperitoneum.
Kesimpulan: Teknik blok ESP dan blok QL tidak berbeda bermakna terhadap insiden dan derajat nyeri kronik pascabedah.

Introduction: Laparoscopic living donor nephrectomy is the gold standard approach for living donor kidney surgery associated with less postoperative pain. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo is the largest kidney transplant center in Indonesia. Currently living kidney donor surgery is performed using a transperitoneal approach to retroperitoneum in order to reduce complications of visceral organ injury. This change causes the transverse abdominis plane (TAP) block technique and the anterior approach of quadratus lumborum (QL) block technique to be considered inadequate as a supplement for intraoperative analgesia, regional anesthetic techniques that are considered appropriate for the retroperitoneal approach are the erector spinae plane (ESP) block technique and the QL block approach more posteriorly. The Brief Pain Inventory (BPI) is an instrument that can assess the pain severity and pain interferences in daily activities used in this study.
Methods: This study was conducted with a retrospective cohort design to analyze the incidence and severity of chronic pain using the ESP block and QL block in living kidney donor laparoscopic patients using retroperitoneum technique at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Samples taken in this study were all living kidney donor laparoscopic patients with retroperitoneal technique for at least three months postoperatively until October 2022 with a total sample of 138 people. Assessment of the correlation between block technique and acute pain severity was also carried out, the correlation between acute pain severity, intraoperative opioid consumption and types of postoperative analgesia to chronic pain and the correlation between patient characteristics and chronic pain.
Results: ESP block technique and QL block technique were not significantly different on the incidence (p=0,317) and the severity of chronic pain after surgery (p=1,000). The incidence of chronic pain after laparoscopic living donor retroperitoneal surgery was 41 people (27,7%) with mild chronic pain of 39 people (95,2%). The ESP block technique and QL block technique differed significantly on the degree of acute pain H-0 (p=0,045). The degree of acute postoperative pain was significant to the incidence of postoperative chronic pain (p=0,04) and there was a significant correlation between patient characteristics in occupational status (p=0,032) and the postoperative period to chronic pain (p=0,05).
Conclusion: The technique of ESP block and QL block did not differ significantly on the incidence and severity of postoperative chronic pain.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>