Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101408 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fathiyah Tsamara
"ABSTRAK
Perkembangan teknologi memberikan berbagai kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan, namun juga menempatkan masyarakat dunia untuk menghadapi berbagai tantangan baru khususnya dalam menangani kejahatan lintas negara yang memanfaatkan teknologi pada sektor perbankan. Penelitian ini membahas mengenai pembukaan rahasia bank yang didasarkan atas permohonan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dari negara lain diatur dan diimplementasikan di Indonesia, serta implementasi terhadap pembukaan rahasia bank sebagai tanggapan atas permohonan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dari negara lain apabila tidak dilakukan penyidikan atas perkara tersebut di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, namun juga dilengkapi dengan informasi yang diperoleh melalui wawancara. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank yang didasarkan atas permohonan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dari negara lain diatur dalam Pasal 40 dan Pasal 42 Undang-Undang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006. Adapun apabila tidak dilakukan penyidikan atas perkara yang berlangsung di yurisdiksi negara lain, tidak ada perbedaan ketentuan yang berlaku mengenai pelaksanaan pembukaan rahasia bank sebagai tanggapan atas permohonan bantuan untuk perkara tersebut. Saran yang Penulis berikan kepada Pemerintah dan instansi terkait adalah agar dapat dimasukkan ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank untuk perkara-perkara pidana yang penyelesaiannya dilakukan di luar yurisdiksi Indonesia dalam Undang-Undang Perbankan dan penegasan kewenangan OJK untuk memberikan izin tertulis pembukaan rahasia bank berkaitan dengan permintaan bantuan hukum timbal balik dalam penanganan perkara pidana yang berada di yurisdiksi negara lain, serta maksimalisasi kerja sama informal agency to agency communication antara financial intelligence unit (FIU) seperti PPATK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Sukardi
"Tesis ini membahas mekanisme Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance) dalam perampasan aset hasil tindak pidana korupsi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006, Pelaksanaan serta Hambatan Dalam Pelaksanaan Bantuan Timbal Balik tersebut. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perampasan aset hasil tindak pidana korupsi melalui Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana memiliki mekanisme yang sama dengan jenis Bantuan Timbal Balik lainnya. Pelaksanaan Bantuan belum maksimal karena ada hambatan baik internal maupun eksternal. Penelitian menyarankan agar pemerintah semakin aktif mengadakan perjanjian antar negara dan melakukan perbaikan Central Authority.

This thesis discusses the mechanism of Mutual Assistance in Criminal Matters (Mutual Legal Assistance) in the recovery of assets as results of corruption in Indonesia based on Law No. 1 of 2006, Implementation and Obstacles in the Implementation of the Mutual Assistance. Research using normative juridical methods. The study concluded that the assets obtained through corruption Mutual Assistance in Criminal Matters has a mechanism similar to other types of Mutual Assistance. Implementation Assistance is not maximized because there are both internal and external barriers. Research suggests that more active government entered into agreement and the Central Authority to make improvements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T28578
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Reynold Andika
"ABSTRAK
Terbentuknya perjanjian ekstradisi dan bantuan timbal balik dalam masalah pidana antara Pemerintah Republik Indonesia dengan negara-negara lain merupakan upaya strategis dalam rangka meningkatkan kerjasama di bidang penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan. Dengan terbentuknya perjanjian ekstradisi tersebut maka para pelaku tindak pidana yang sedang dicari dan melarikan diri keluar negeri tidak dapat lolos dengan mudah dari tuntutan hukum. Walaupun masalah ekstradisi pada dasarnya dipandang sebagai bagian dari hukum internasional, tetapi pembahasannya tidak mungkin hanya ditekankan pada segi hukum internasional saja. Banyak hal yang tidak diatur lebih jauh dalam perjanjian-perjanjian ekstradisi, terutama jika masalahnya merupakan masalah dalam negeri dari masing-masing negara. Tesis ini membahas mengenai Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyelundupan Manusia Lintas Negara Melalui Perjanjian Ekstradisi dan Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana. Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat beberapa kendala dalam praktik pelaksanaan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyelundupan manusia lintas negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006. Penelitian ini juga menjelaskan secara rinci kendala apa saja yang dihadapi dan bagaimana cara mengatasi kendala-kendala tersebut.

ABSTRACT
The establishment of extradition agreements and mutual assistance in criminal matters between the Government of the Republic of Indonesia and other countries is a strategic effort in the framework of increasing cooperation in the field of law enforcement and the implementation of justice. With the formation of extradition agreements and mutual assistance in criminal matters, the perpetrators of crimes that are being sought and fleeing abroad cannot escape easily from lawsuits. Although the problem of extradition is basically seen as part of international law, the discussion cannot be emphasized only in terms of international law. Many things are not further regulated in extradition agreements and mutual assistance, especially if the problem is a domestic problem from each country. This thesis discusses Law Enforcement Against Actors of Transnational People Smuggling through Extradition Agreements and Mutual Assistance in Criminal Matters. This research is normative juridical. The results of the study concluded that there were several obstacles in the practice of law enforcement against perpetrators of transnational people trafficking crimes based on Law No. 1 of 1979 and Law No. 1 of 2006. The study also explained in detail what obstacles were faced and how to overcome these obstacles.

 

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dika Anggoro Novianto
"Kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat dunia. Kejahatan atau tindak pidana yang awalnya berkutat di dalam satu wilayah Negara saja semakin berkembang hingga dirasakan hingga di luar wilayah suatu Negara. Jenis kejahatan yang seperti itu disebut sebagai kejahatan transnasional. Dalam rangka menanggulangi kejahatan jenis tersebut semakin merajalela, dilaksanakan suatu mekanisme yang diharapkan akan efektif memfasilitasi kerjasama antar Negara. Kerjasama yang dimaksud adalah Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana. Kerjasama Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana dibuat dalam bentuk perjanjian bilateral internasional hingga perjanjian multilateral internasional. Pengikatan antar Negara dalam bentuk perjanjian bilateral dianggap lebih efektif karena melibatkan dan berlaku hanya dalam yurisdiksi dua Negara.

Crimes are growing along with the development of the world community. Crime which initially taken place just in one state?s territory then growing up to be taken place in more than one state?s territory. This type of the crime called as transnational crime. In order to cope with that increasing crime there is one mechanism that is expected to facilitate effective international cooperation which can be called as Mutual Legal Assistance in Criminal Matters. Mutual Assistance In Criminal Matters were made in the form of international bilateral agreements or in multilateral international treaties. Bilateral agreements are considered to be more effective because it involves and applies only in the jurisdiction of two states.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mawar Fitriany
"Korupsi dan tindak pidana ikutannya berupa pencucian uang merupakan tindak pidana yang memberikan dampak negatif secara meluas. Tindak pidana tersebut semakin berkembang karena globalisasi yang menyebabkan batas-batas negara menjadi tidak jelas. Pencucian uang kini dilakukan secara lintas batas sehingga perlu bantuan hukum timbal balik antar negara untuk melawannya. Salah satu kerja sama yang penting adalah untuk membekukan, menyita dan merampas sarana dan hasil tindak pidana. Pelaksaan bantuan hukum timbal balik dapat berdasarkan pada resiprositas, UNTOC, UNCAC atau bahkan berdasarkan perjanjian internasional dalam tingkat bilateral, multilateral atau regional. Otoritas yang memiliki peranan besar dalam pelaksanaan kerja sama pemberian bantuan untuk pembekuan, penyitaan dan perampasan adalah Otoritas Pusat, Unit Intelijen Keuangan dan Penyidik. Namun, dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum masih terdapat banyak rintangan. Yang menjadi penghambat dalam pelaksaannya adalah terdapat perbedaan mengenai pandangan terhadap tindak pidana dan kepentingan nasional masing-masing negara, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan ekonomi. Dengan demikian, dirasakan perlu bagi penyidik untuk mempelajari hukum asing. Selain itu Indonesia perlu menaikkan posisi tawar, serta mengatur secara lebih praktis ketentuan yang berkaitan dengan bantuan hukum timbal balik, atau melakukan pendekatan secara kasuistis untuk kepentingan resiprositas dalam permintaan bantuan. Dengan melihat belum banyaknya praktik yang berkaitan dengan bantuan timbal balik untuk pembekuan, penyitaan dan perampasan, maka perlu pula dilakukan studi banding di negara-negara yang sudah sering melakukan praktik tersebut.

Corruption as a predicate crime and its follow up crime, money laundering, have been giving negative impact significantly. Those crimes grow fast because of the globalization that blurring the idea about the border. Nowadays, money laundering is involving transnational activity, thus, the mutual legal assistance between government is needed. One of the most important mutual legal assistance is the one that related to freezing, seizing, and forfeiting the instrument and the proceed of crime. This mutual legal assistance is held based on reciprocity, UNTOC, UNCAC or based on an international treaty in bilateral, multilateral or regional scope. The authorities which have a big role in this cooperation related to freezing, seizing, and forfeiting are Central Authority, Financial Intelligence Unit, and investigator. However, in fact, there are many problems facing this cooperation. The substantive problems are the dissimilar point of view about crime and the different national interests, especially the one that related to the economy. Based on those facts, it is important for the investigator to understand foreign law. Furthermore, Indonesia should rise up their bargaining power and build more practical regulation, or doing a casuistic approach. By realizing there is not much practice related to this issue in our country, it is important to run a comparative study with the country which already familiar with that practice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gurning, Hendra Andy Satya
"Sistem Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance) atau sering disingkat dengan MLA merupakan sistem kerjasama internasional dalam bidang pencegahan dan pemberantasan kejahatan khususnya terhadap kejahatan lintas negara (transnasional crime). Sistem ini lahir dari kaidah-kaidah hubungan antarnegara yang telah diterapkan oleh Indonesia baik dengan perjanjian maupun tidak. Pada awal tahun 2006, Pemerintah Republik Indonesia bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Batik dalam Masalah Pidana, yang menjadikan payung hukum dalam penerapan sistem ini di Indonesia. Terkait kasus penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Pemerintah Indonesia sangat serius dalam menerapkan sistem ini dengan tujuan utama adalah dalam mencari, mengejar, dan menyita, serta mengembalikan aset-aset hasil korupsi di Indonesia, Berkenaan dengan penyusunan tesis ini, penulis mencoba melihat pelaksanaan sistem bantuan timbal balik antarnegara di Indonesia dari 4 (empat) aspek yaitu: Pertama, sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang mendukung proses penegakan hukum; Kedua, sistem bantuan timbal balik sebagai sistem yang lahir dari hubungan antarnegara yang lebih menekankan kepada prinsip kerjasama; Ketiga, Hubungan antar kewenangan penegakan hukum harus lebih sistematis dan terpadu untuk menerapkan sistem bantuan timbal balik sebagai upaya pemberantasan kejahatan yang luar biasa (extraordindry crime); dan Keempat, adalah bentuk sistem bantuan timbal batik yang menekankan pelaksanaannya pada perjanjian dan resiprositas sebagai perwujudan Good Governance. Pelaksanaan sistem bantuan timbal balik mendapat prediksi masalah yang akan muncul, mengingat sistem ini merupakan hal baru dalam mendukung Hukum Acara Pidana di Indonesia maka diperlukan kajian tentang bagaimana pelaksanaan sistem ini dapat menyesuaikan dengan pelaksanaan kewenangan masing-masing lembaga penegak hukum di Indonesia sehingga dapat dicapai suatu kesempurnaan dalam pelaksanaan sistem ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azura Zuhria
"Kemajuan teknologi dan globalisasi mendorong perubahan di berbagai bidang, salah satunya di bidang perekonomian. Namun, perubahan tidak selalu membawa dampak positif, tetapi juga dampak negatif. Salah satu dampak negatif yang dari perubahan ini adalah timbul kejahatan lintas batas dan kejahatan terorganisir, seperti kejahatan pencucian uang. Sehingga, negara perlu membentuk suatu perjanjian bantuan hukum timbal balik antar negara untuk memberantas dan menanggulangi kejahatan yang terjadi yang disebut MLAT. MLAT mengatur berbagai bantuan hukum, salah satunya menyita, merampas, dan membekukan aset hasil kejahatan. Negara menggunakan asas retroaktif dalam MLAT yang menyebabkan bantuan hukum berlaku secara surut sebagai upaya menanggulangi dan memberantas kejahatan, seperti MLAT Indonesia-Swiss. Sedangkan, Pasal 28 VCLT menyatakan bahwa perjanjian berlaku secara non-retroaktif, kecuali ditentukan lainnya dalam perjanjian. Perjanjian yang berlaku surut juga berpotensi melanggar hak seseorang untuk tidak dihukum oleh hukuman yang berlaku surut. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan mengkaji mengenai kedudukan hukum asas retroaktif dalam MLAT serta melakukan perbandingan dengan MLAT yang telah diratifikasi Indonesia. Kesimpulannya, asas non-retroaktif dalam Pasal 28 VCLT tidak mutlak. Asas retroaktif dalam MLAT Indonesia-Swiss tidak menyimpangi hukum perjanjian internasional. Walupun begitu, akan lebih baik MLAT berlaku secara non-retroaktif. Apabila MLAT bersifat retroaktif, maka penerapan harus dilaksanakan dengan hati-hati.

Advances in technology and globalization have driven changes in various fields, one of which is in the economy. However, change does not always bring positive impacts, but also negative impacts. One of the negative impacts of this change is the emergence of cross-border crime and organized crime, such as money laundering. Thus, States needs to form a mutual legal assistance agreement among them to eradicate and overcome crimes that occur. MLAT regulates various legal assistance, one of which is confiscation, seizure, and freezing of assets resulting from crimes. States includes the retroactive principle in MLAT which causes legal assistance to apply retroactively as an effort to tackle and eradicate crime, such as Indonesia-Swiss MLAT. Meanwhile, Article 28 of the VCLT states that an international agreement applies non-retroactively, unless established otherwise in the treaty. A retroactive treaty also has the potential to violate a person's right not to be punished by a retroactive penalty. This research is normative, by examining the legal position of the retroactive principle in MLAT and compare MLATs which has been ratified by Indonesia. In conclusion, the principle of non-retroactivity in Article 28 of the VCLT is not absolute. The retroactive principle in the Indonesia-Swiss MLAT does not deviate from law of treaties. Even so, it would be better for MLAT to apply non-retroactively. If the MLAT is retroactive, it must be implemented with caution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudithya Aristy Primaditta
"Pertukaran informasi terkait dengan perpajakan antar negara merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh berbagai negara untuk mencegah dan mengatasi berbagai bentuk penghindaran dan penggelapan pajak, salah satunya adalah berdasarkan ketentuan Automatic Exchange of Information in Tax Matters (AEOI) yang akan segera berlaku mulai tahun 2017 mendatang. Penerapan ketentuan AEOI tersebut di Indonesia berkaitan dengan aturan yang mengatur mengenai kerahasiaan bank yang berlaku bagi bank di Indonesia dimana informasi keuangan nasabah dilindungi sebagai rahasia bank.
Penelitian ini bertujuan untuk membahas permasalahan yang terkait dengan hal tersebut yaitu Pertama, menganalisis akibat hukum yang ditimbulkan dari penerapan ketentuan AEOI di Indonesia terkait dengan ketentuan mengenai rahasia bank berdasarkan UU Perbankan yang berlaku di Indonesia dan Kedua, menganalisis mengenai akibat penerapan ketentuan AEOI bagi Bank Umum di Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan Yuridis Normatif, penelitian yang dilakukan dengan mendasar kepada kepustakaan atau data sekunder dengan menganalisis akibat hukum dari penerapan ketentuan AEOI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terkait dengan kerahasiaan bank. Metode penelitian dengan tahap pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan wawancara. Metode analisis data yang digunakan adalah normatif kualitatif.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, Pertama, ketentuan yang mengatur mengenai rahasia bank di Indonesia tidak dapat dikesampingkan dengan diberlakukannya ketentuan pertukaran informasi perpajakan antar negara berdasarkan ketentuan AEOI. Pembukaan rahasia bank untuk kepentingan penerapan AEOI harus berdasarkan persetujuan dari nasabah. Kedua, akibat dari penerapan ketentuan AEOI di Indonesia bagi bank umum adalah bank umum memiliki kewajiban untuk melakukan pelaporan kepada otoritas pajak di Indonesia atas nasabahnya yang tunduk pada ketentuan AEOI dengan melakukan uji tuntas untuk menentukan nasabahnya yang termasuk dalam kategori nasabah yang wajib untuk dilaporkan.

Exchange of information related to taxation between nations is an effort taken by countries to prevent and to overcome tax avoidance and tax evasion schemes, one of them based by provisions set out in Automatic Exchange of Information in Tax Matters (AEOI) which will come into force as of 2017. The implementation of AEOI in Indonesia will be closely related to banking secrecy regulations which binding for banks in Indonesia whereas consumer privacy is safeguarded as bank secrecy.
This study aims to discuss issues related to the implementation, First, to analyze the legal consequences arising from the implementation of AEOI in Indonesia in relation with banking secrecy regulations based on Banking Law in Indonesia, and Second, to analyze the consequences of the implementation of AEOI for commercial bank in Indonesia.
The study method is judicial normative approach, based on research conducted by the library or secondary data by analyzing the legal consequences of the implementation of AEOI subject to law and regulations prevailing in Indonesia related to bank secrecy. The research method with data collection phase used is literature study and interviews. Data analysis method used in this study is normative qualitative.
This study concluded that, First, the implementation of AEOI in Indonesia shall not set aside regulations concerning bank secrecy as regulated in Banking Law. Lifting of bank secrecy due to exchange of information based on AEOI shall required customer consent. Second, as a result of the implementation of AEOI in Indonesia for commercial have an obligation to do the reporting to the tax authorities in Indonesia for customer subject to the provisions of AEOI by conducting due diligence to determine its customers which are included in the category of accounts that are required to be reported.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45360
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Kurnia Saputra
"Bank sebagai financial intermediary dalam menjalankan kegiatan usahanya bergantung pada kepercayaan nasabah sehingga pada prinsipnya setiap nasabah harus dilindungi kerahasiaan datanya oleh bank, namun begitu, prinsip kerahasiaan bank yang berlaku di Indonesia telah memberi pengecualian bahwa data nasabah dapat diakses untuk kepentingan tertentu. Gugatan pembagian harta bersama berupa aset-aset simpanan di bank pada praktik peradilan ditemukan banyak kendala dalam pembuktian karena berlakunya kerahasian bank yang melindungi. Hal demikian tidak jarang berakhir dengan kerugian materiil pada salah satu pihak. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis status aset simpanan yang tersimpan di bank atas nama salah seorang suami/istri terkait kepentingan pembagian harta bersama dan apakah suami/isteri memiliki akses atas simpanan tersebut, serta menganalisis apakah setelah Putusan MK No. 64/PUU-X/2012 suami/isteri secara langsung dapat mengakses rahasia bank. Penulisan skripsi ini menggunakan metodologi penelitian yuridis normatif yaitu mengkaji Peraturan Perundang-undangan, teori hukum dan yurisprudensi yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Data penelitian yang dipergunakan meliputi data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui wawancara serta data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis dan metode analisis data dengan yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa aset simpanan pada bank yang diatasnamakan salah satu pihak (suami/istri) selama dapat dibuktikan diperoleh sepanjang berlangsungnya perkawinan serta perolehannya bersumber dari harta bersama maka berstatus sebagai harta bersama dan manakala terjadi perceraian harus dibagi dua secara adil. Kemudian setelah adanya Putusan MK No. 64/PUU-X/2012 pihak suami/isteri melalui gugatan pembagian harta bersama di Pengadilan dapat memiliki akses membuka rahasia bank, akan tetapi disayangkan setelah Putusan MK tersebut suami/isteri tidak dapat otomatis secara langsung memperoleh akses informasi terhadap harta bersama di bank tanpa adanya gugatan harta bersama melalui Pengadilan.

Bank as a financial intermediary in operation dependent on customer confidence so that in principle each customer must be protected by the confidentiality of the data bank, however, the principle of bank secrecy prevailing in Indonesia has given exception that customer data can be accessed for specific interests. Lawsuit division of marital property assets in the form of bank deposits in judicial practice found many obstacles in the proof because of the bank secrecy that protects. It was thus not uncommon to end up with a material loss on one side. The purpose of this study was to analyze the status of assets stored in bank deposits on behalf of one from the husband / wife related to the division of marital property interests and whether the husband / wife have access to these deposits, and to analyze whether after the Constitutional Court award No.64/PUU-X/2012 husband / wife can directly access bank secrecy. This thesis uses normative research methodology including reviewing legislation, legal theory and jurisprudence relevant to the problems studied. Research data used include primary data which is data obtained directly from the field through interviews and secondary data obtained through the study of literature. Specifications of this study is descriptive and analytical methods of data analysis with qualitative juridical. The results showed that the assets on bank deposits which is assigned to one of the parties (husband / wife) as long as it can be proven obtained throughout the course of the marriage and the deposits came from the joint property, it existed as a marital property and in case of divorce, the marital property should be devided equally. Then, after the Constitutional Court award No.64/PUU-X/2012 the husband / wife through the division of marital property claim in court can have open access to bank secrecy, but unfortunately after the Constitutional Court the husband / wife can not automatically gain access to the information directly to marital property in the bank, without the existence of marital property lawsuit in court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Aryo Bimo Dwi Putranto
"[Dewasa ini muncul berbagai kasus penuntutan mengenai pembukaan rahasia bank di ranah publik oleh Pers dan pembukaan informasi tersebut dianggap mengancam kepentingan negara. Pembukaan rahasia bank khususnya dalam hal ini yang dimiliki pejabat publik. Padahal seharusnya pembukaan rahasia bank tersebut merupakan tolak ukur bagi pengawasan masyarakat terhadap aparatur-aparatur negara yang melakukan tindak pidana seperti korupsi atau praktek pelanggaran hukum lainnya dan Pers muncul sebagai media yang mengakomodir kebutuhan masyarakat tersebut. Dalam mengakses informasi bukan hanya Pers lembaga swadaya masyarakat seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) juga memiliki kesulitan dalam mendapatkan suatu informasi publik berkaitan suatu instansi pemerintahan atau pejabat-pejabat publiknya.
;Today appeared various prosecution case regarding the opening of bank secrecy in the public domain by the Press and the opening of such information that considered threatening the interests of the state. Opening of bank secrecy, especially in this case owned by public officials. When it should be the opening of bank secrecy is a benchmark for public scrutiny of apparatus - state apparatus of committing criminal offenses such as corruption or other unlawful practices and releases emerge as a medium that accommodate the needs of the public. In accessing information not only the Press, NGOs such as Indonesia Corruption Watch ( ICW ) also have difficulty in obtaining a public information regarding any public authority or public officials.
;Today appeared various prosecution case regarding the opening of bank secrecy in the public domain by the Press and the opening of such information that considered threatening the interests of the state. Opening of bank secrecy, especially in this case owned by public officials. When it should be the opening of bank secrecy is a benchmark for public scrutiny of apparatus - state apparatus of committing criminal offenses such as corruption or other unlawful practices and releases emerge as a medium that accommodate the needs of the public. In accessing information not only the Press, NGOs such as Indonesia Corruption Watch ( ICW ) also have difficulty in obtaining a public information regarding any public authority or public officials.
;Today appeared various prosecution case regarding the opening of bank secrecy in the public domain by the Press and the opening of such information that considered threatening the interests of the state. Opening of bank secrecy, especially in this case owned by public officials. When it should be the opening of bank secrecy is a benchmark for public scrutiny of apparatus - state apparatus of committing criminal offenses such as corruption or other unlawful practices and releases emerge as a medium that accommodate the needs of the public. In accessing information not only the Press, NGOs such as Indonesia Corruption Watch ( ICW ) also have difficulty in obtaining a public information regarding any public authority or public officials.
, Today appeared various prosecution case regarding the opening of bank secrecy in the public domain by the Press and the opening of such information that considered threatening the interests of the state. Opening of bank secrecy, especially in this case owned by public officials. When it should be the opening of bank secrecy is a benchmark for public scrutiny of apparatus - state apparatus of committing criminal offenses such as corruption or other unlawful practices and releases emerge as a medium that accommodate the needs of the public. In accessing information not only the Press, NGOs such as Indonesia Corruption Watch ( ICW ) also have difficulty in obtaining a public information regarding any public authority or public officials.
]"
Universitas Indonesia, 2015
S60474
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>