Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 206690 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iqbal Zein Assyidiqie
"Pasien anak memiliki risiko untuk mengalami penurunan kondisi klinis secara tiba-tiba hingga berakhir pada kematian. Perburukan klinis dapat dideteksi beberapa jam sebelum terjadinya kondisi serius yang mengancam jiwa sehingga dibutuhan suatu startegi untuk mendeteksi kegawatdaruratan penerapan sistem peringatan dini. Sejak tahun 2014, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menerapkan system skor nursing early warning scoring system(NEWSS) yang disusun berdasarkan modifikasi dari sistem skor serupa pada orang dewasa. Namun beberapa penelitian telah mengembangkan dan memvalidasi suatu sistem skor dengan tujuan yang sama yang digunakan sepsifik untuk pasien bayi dan anak, yakni pediatric early warning score(PEWS). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan PEWS dan NEWSS dalam mengidentifikasi deteriorasi klnis pasien anak yang dirawat di rumah sakit. Penelitian ini dilakukan pada 81 anak yang datang ke instalasi gawat darurat (IGD), diukur skor PEWS dan NEWSS secara bersamaan, kemudian diamati selama 6 jam atau sampai terjadinya deteriorasi klinis. Sebanyak 51 anak mengalami deteriorasi klinis berupa rawat PICU (31 anak), intubasi (14 anak), resusitasi jantung paru (2), dan meninggal (4 anak).Kedua sistem skor, baik NEWSS dan PEWS dapat menilai dan memprediksi kejadian deteriorasi klinis pada anak (NEWSS AUC 0,77; 95% CI 0,68-0,88; p < 0,001 dan PEWS AUC 0,87; 95% CI 0,80-0,95; p < 0,001), serta memiliki spesifisitas yang sama baiknya pada nilai cutt-off5 (0,93; 95% CI 0,77-0,99 vs 0,96; 95% CI 0,82-0,99). Namun, skor PEWS memiliki sensitivitas yang lebih tinggi (0,80; 95% CI 0,66-0,90) dibandingkan dengan NEWSS (0,58; 95% CI 0,44-0,72). Oleh karena itu, sistem skor PEWS lebih baik dibandingkan NEWSS dalam mengidentifikasi deteriorasi klinis pasien anak yang di rawat di rumah sakit.

Pediatric patients have a risk of experiencing a sudden decrease in clinical condition until death. Clinical deterioration can be detected several hours before the occurrence of serious life-threatening conditions so that a strategy is needed to detect the emergence of an early warning system. Since 2014, Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta has implemented a nursing early warning scoring system (NEWSS) that was compiled based on a modification of a similar scoring system for adults. However, several studies have developed and validated a score system with the same purpose that is used specifically for infant and pediatric patients, namely pediatric early warning score (PEWS). This study aims to compare PEWS and NEWSS in identifying the clinical deterioration of pediatric patients who are hospitalized. The study was conducted on 81 children who came to the emergency department, measured PEWS and NEWSS scores simultaneously, then observed for 6 hours or until clinical deterioration occurred. A total of 51 children underwent clinical deterioration such as tranfser to pediatric intensive care (31 children), intubation (14 children), cardiac pulmonary resuscitation (2), and death (4 children). Both score systems, NEWSS and PEWS, can assess and predict the incidence of clinical deterioration in children (NEWSS AUC 0.77; 95% CI 0.68-0.88; p <0.001 and PEWS AUC 0.87; 95% CI 0, 80-0.95; p <0.001), and have the same good specificity at a cut-off value of 5 (0.93; 95% CI 0.77-0.99 vs. 0.96; 95% CI 0.82- 0.99). However, the PEWS score has a higher sensitivity (0.80; 95% CI 0.66-0.90) compared to NEWSS (0.58; 95% CI 0.44-0.72). Therefore, the PEWS score system is better than NEWSS in identifying clinical deterioration of pediatric patients treated in hospitals."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Aulia Herdiyana
"Latar Belakang: Palsi serebral atau Cerebral palsy (CP) adalah salah satu penyebab utama disabilitas anak secara global. Gangguan muskuloskeletal, termasuk kontraktur unit otot-tendon dan kelainan bentuk tulang berkontribusi pada mobilitas yang terbatas pada pasien CP. Tatalaksana pasien dengan membutuhkan keahlian dari berbagai profesi yang bekerja secara kolaboratif dan efisien. Tujuan utama dari manajemen pasien CP adalah optimalisasi kemampuan fungsi, meminimalisasi disabilitas dan membangun kemandirian dalam keseharian dan partisipasi dalam lingkungan komunitas. Kerangka kerja International Classication of Functioning, Disability, and Health (ICF) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berguna untuk menilai dampak palsi serebral pada seorang individu. Domain-domain dijelaskan dari perspektif tubuh, individu dan masyarakat dalam dua fungsi dasar: (1) Fungsi dan Struktur Tubuh; dan (2) Aktivitas dan Partisipasi. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengevaluasi luaran fungsional tindakan operasi pada ekstremitas bawah pasien dengan palsi serebral ambulatori di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo dan faktor yang berhubungan .
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif kohort single-arm untuk mengetahui luaran fungsional pasien anak dengan palsi serebral ambulatori yang menjalani operasi ekstremitas bawah RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2021-2023, yang dianalisis secara deskriptif perbedaan rentang gerak sendi panggul, lutut dan pergelangan kaki, skor Functional Mobility Scale (FMS), Functional Independence Measure for Children (WeeFIM), dan Cerebral Palsy Quality of Life (CPQOL); serta dilakukan analisa untuk melihat hubungan antara usia saat operasi, dan ketaatan mengikuti fisioterapi dengan luaran fungsional tersebut.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan jumlah sampel 18 pasien. Terdapat perbaikan rentang gerakan pada sendi panggul, lutut dan pergelangan kaki yang dilakukan operasi. Skor FMS pada 5m, 50m, dan 500m terlihat perbaikan bermakna pasca operasi (p=0,014, p=0,025 dan p=0,025). Skor WeeFIM dan CPQOL juga mengalami perbaikan pasca operasi secara bermakna (p=0,008). Ketaatan menjalani program rehabilitasi medis berhubungan dengan perbaikan skor WeeFIM (p=0,037)
Kesimpulan: Anak palsi serebral ambulatori yang menjalani operasi ekstremitas bawah di RSUPN Cipto Mangunkusumo mempunyai luaran fungsional yang baik, dibuktikan dengan perbaikan rentang gerak sendi, skor FMS, skor WeeFIM, dan skor CPQOL pre dan post operasi. Ketaatan menjalani program rehab terlihat mempunyai hubungan bermakna dalam memperbaiki kemandirian anak palsi serebral yang menjalani operasi ekstremitas bawah.

Introduction: Cerebral palsy (CP) is one of the main causes of childhood disability globally. Musculoskeletal disorders, including muscle-tendon unit contractures and skeletal deformities contribute to limited mobility in CP patients. Patient management requires expertise from various professions working collaboratively and efficiently. The main goal of management of CP patients is to optimize functional abilities, minimize disability and build independence in daily life and participation in the community environment. The World Health Organization's (WHO) International Classification of Functioning, Disability, and Health (ICF) framework is useful for assessing the impact of cerebral palsy on an individual. The domains are explained from the perspective of the body, individual and society in terms of two basic functions: (1) Body Function and Structure; and (2) Activities and Participation. The aim of this study is to evaluate the functional outcomes of surgery on the lower extremities of patients with ambulatory cerebral palsy at the Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital and the factors that might influence it.
Method: This study is a single-arm retrospective cohort study to determine the functional outcomes of pediatric patients with ambulatory cerebral palsy that underwent lower extremity surgery at RSUPN Cipto Mangunkusumo in 2021-2023, which was analyzed descriptively for differences in hip, knee and ankle joint range of motion, Functional Mobility Scale (FMS) scores, Functional Independence Measure for Children (WeeFIM) scores, and Cerebral Palsy Quality of Life (CPQOL) scores. Analysis was carried out to see the relationship between age at the time of surgery and compliance to physiotherapy program with functional outcomes.
Results: A total of 18 patients was studied. There is an improvement in the range of movement in the hip, knee and ankle joints following surgery. FMS scores at 5m, 50m and 500m showed significant improvement after surgery (p=0.014, p=0.025 and p=0.025). WeeFIM and CPQOL scores also improved significantly after surgery (p=0.008). Adherence to undergoing a rehab program is associated with improvements in WeeFIM score (p=0.037)
Conclusion: There were good functional outcomes after lower extremity surgery in ambulatory cerebral palsy pediatric patients at RSUPN Cipto Mangunkusumo as evidenced by improvements in joint range of motion, FMS scores, WeeFIM scores, and CPQOL scores pre and post-surgery. Compliance to rehabilitation program appears to have a significant correlation on improving the independence of children with cerebral palsy undergoing lower extremity surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Afandi
"Sebelum tahun 1950-an hubungan dokter-pasien adalah hubungan yang bersifat paternalistik, yaitu pasien selalu mengikuti apa yang dikatakan dokternya tanpa bertanya apapun, dengan prinsip utama adalah beneficence. Sifat hubungan paternalistik ini kemudian dinilai telah mengabaikan hak pasien untuk turut menentukan keputusan. Sehingga mulai tahun 1970-an dikembangkan hubungan kontraktual. Konsep ini muncul berkaitan dengan hak menentukan nasib sendiri (the right to self determination) sebagai dasar hak asasi manusia dan hak atas informasi yang dimiiiki pasien tentang penyakitnya sebagai mana yang tertuang dalam Declaration of Lisbon (1981) dan Patients's Bill of Right (American Hospital Association,1972)- pada intinya menyatakan "pasien mempunyai hak menerima dan menolak pengobatan, dan hak untuk menerima informasi dari doktemya sebelum memberikan persetujuan atas tindakan medik".
Prinsip otonomi pasien ini dianggap sebagai dasar dari doktrin informed consent. Tindakan medik terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari pasien tersebut, setelah ia menerima dan memahami informasi yang diperlukan.(1,2,3,4,5,6,)
Di Indonesia, penghormatan atas otonomi pasien ini telah diatur dan dirumuskan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) khususnya pasal 7a, 7b dan 7c, dimana seluruh dokter di Indonesia harus menghormati hak-hak pasien. Penghormatan atas hak ini lebih lanjut juga diatur dalam peraturan perundang-undangan RI secara implisit terdapat dalam amandemen UUD 1945 pass! 28G ayat (1) yang menyebutkan "setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,...dst"."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Viera Sarah Maghfiroh
"ABSTRAK
Artikel ini membahas mengenai evaluasi pencapaian tujuan dan dampak keberlanjutan kegiatan pelatihan bagi youth ambassador periode September 2015 ndash; Juni 2016 dalam Proyek Pengurangan Risiko Bencana di Perkotaan pada Program Disaster Risk Reduction oleh Plan International Indonesia dan Yayasan Tanggul Bencana Indonesia di Kelurahan Duri Utara dan Kota Bambu Utara, Jakarta Barat serta Kelurahan Klender, Jakarta Timur. Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif pada tahap outcome dengan metode kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi, dan studi literatur. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa beberapa kegiatan yang terkait dalam outcome 3 belum mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga proyek ini belum berdampak secara optimal di masyarakat.

ABSTRACT
This paper discusses about the evaluation of goal achievement and sustainability outcomes of training activities for youth ambassador period September 2015 ndash June 2016 in Urban Disaster Risk Reduction Project, Disaster Risk Reduction Program by Plan International Indonesia and Yayasan Tanggul Bencana Indonesia in Kelurahan Duri Utara and Kota Bambu Utara, West Jakarta, and Kelurahan Klender, East Jakarta. This research is evaluative research in outcomes phase with qualitative methods through in depth interview, observation, and literature studies. Evaluation results show that some of the activities related to outcome 3 have not reached the goal, so this project has not impacted optimally in communities."
2017
S66751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofyan Effendi
"Meningkatnya biaya kesehatan dapat mengakibatkan tidak teraksesnya pelayanan kesehatan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat Indonesia masih membayar biaya pelayanan kesehatan dengan cara pembayaran tunai (Out of pocket).
Pembayaran secara out of pocket menyebabkan rumah sakit tidak kepastian tentang pendapatan dari pelayanan yang diberikan kepada pasien. Ketidakpastian tersebut disebabkan rumah sakit tidak bisa membuat proyeksi yang pasti tentang jumlah pasien yang akan dilayani.
Prospective Payment System (PPS) atau Sistem pembiayaan praupaya merupakan sistem pembayaran pada pemberi pelayanan kesehatan baik rurnah sakit maupun dokter dalam jumlah yang ditetapkan sebelum suatu pelayanan medik dilaksanakan, tanpa memperhatikan tindakan medik atau lamanya perawatan di rumah sakit. Salah satu bentuk dari sistem pembiayaan praupaya adalah Diagnosis Related Groups (DRG's) yang mengelompokkan diagnosis terkait.
Pengelompokkan penyakit berdasarkan DRG's yang menja.di objek penelitian ini adalah penyakit pneumonia yang berkontribusi cukup besar terhadap kematian anak dan balita dan ketertarikan untuk diteliti karena belum perah ada perhitungan unit cost biaya pengobatan penyakit pneumonia di RSUD. Kota Banjar berdasarkan DRG's.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cost of treatment pneumonia berdasarkan Diagnosis Related Groups di RSUD.Kota Banjar tahun 2006. Metode penelian ini adalah penelitian deskriptif yang di1aksanakan pada bulan april sampai mei 2007 dengan menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien rawat inap dengan diagnosa pneumonia tahun 2006 dan data primer dengan observasi serta wawancara dengan dokter spesialis, dokter umum, perawat, paramedik dan instalasi gizi serta bagian keuangan. Perhitungan unit cost dengan menggunakan Activity Based Costing.
Pengelompokkan penyakit Pneumonia berdasarkan AR-DRGis di RSUD. Kota Banjar, yaitu : 1) Pneumonia dengan penyerta dan penyulit (E62A), 2) Pneumonia dengan penyerta atau penyulit (E62B) dan 3) Pneumonia murni (Eec). Untuk pneumonia yang meninggal tidak bisa diterapkan karena menurut AR-DRG's tidak ada pneumonia yang mengakibatkan meninggal, hal ini perlu dikembangkan sebagai model lisTA-DRG's.
Clinical Pathway pnemonia di RSUD. Kota Banjar yang didapatkan terdiri atas 5 (lima) tahap, yaitu : pendaftaran, penegakan diagnosis, terapi, pulang dan rawat jalan. Diagnosis utama yang dipakai berdasarkan ICD-X merupakan hasil kesepakatan para dokter yaitu J18 terdiri atas J18.0 Bronchopneumonia dan J18.9 Pneumonia.
Cost of treatment pneumonia path anak di RSUD. Kota Banjar tahun 2006 yaitu cost of treatment kelompok E62B di kelas III sampai kelas I dengan median hari rawat 4 hari biayanya antara Rp. 891971,- sampai dengan Rp. 944.429,- sedangkan cost of treatment kelompok E62C di kelas III sampai ke/as 1 dengan median hari rawat 3 hari biayanya antara Rp, 725,559,- sampai dengan Rp. 817.659,- Cost of treatment pneumonia path dewasa di RSUD. Kota Banjar tahun 2006 yaitu cost of treatment kelompok E62A di kelas III sampai kelas VIP dengan median hari rawat 8 hari biayanya antara Rp. 1.691.669,- sampai dengan Rp. 1,853.874,- cost of treatment pada kelompok E62B di kelas III sampai kelas VIP dengan median hari rawat 5 had biayanya antara 1.258.120,- sampai dengan Rp. 1.359.498,- sedangkan cost of treatment kelompok E62C di kelas III sampai kelas VIP dengan median hari rawat 5 hari biayanya antara Rp. 1120.411,- sampai dengan Rp. 1_221.789,-.
Perlu ditetapkan cam perhitungan biaya perawatan pasien di rumah sakit secara nasional seperti perhitungan biaya berdasarkan Diagnosis Related Groups dan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk penyakit lainnya dengan sampel dari berbagai rumah sakit sehingga diperoleh gambaran casemix setiap rumah sakit, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap upaya pengembangan INA-DRG's

Increasing of health cost is affecting health service become can not accessed by most of Indonesians. It happened because most of Indonesians still paying health service cost by cash (out of pocket).
Paying by out of pocket cause hospital does not have certainty toward income from given services to patients. It caused by inability of hospital making a certain projection toward total patients served.
Prospective Payment System (PPS) is payment system to health service giver whether hospital or doctor in decided amount before performed medical service, without concerning medical action or care length in hospital. One form of prospective payment system is Diagnosis Related Groups (DRG's) that group related diagnosis.
Disease grouping based on DRG's that become this research object is quite high contribution of pneumonia disease toward child death and toddlers and significance to research because no unit cost calculation of pneumonia disease medication at RSUD Banjar City based on DRWs.
This research purpose is to identify pneumonia cost of treatment based on Diagnosis Related Groups at RSUD Banjar City year 2006. This research method is descriptive research that performed in April to May 2007 by using secondary data from inpatient medical report with pneumonia diagnosis in 2006 and primary data with observation as well as interview with specialty doctor, public doctor, nurse, and paramedic and nutrition installation along with finance sector. Unit cost calculation is using Activity Based Costing.
Pneumonia disease grouping based on AR-DRG's at RSUD Banjar City, which are: 1). Pneumonia with accomplice and complication disease (E62A), 2). Pneumonia with accomplice or complication disease (E62B) and 3). Pure Pneumonia (E62C). For pneumonia, deaths not implemented because according to AR-DRG's there is no pneumonia caused death, it should improved as 11\IA-DRG's model.
Clinical Pathway of pneumonia disease at RSUD Bogor City obtained 5 steps, which are: registration, diagnosis maintenance, therapy, inpatient and outpatient. Used main diagnosis based on ICD-X is an agreed result of doctors that is J18 consist of J18.0 Bronchopneumonia and J18.9 Pneumonia.
Pneumonia cost of treatment in children at RSUD Banjar City year 2006 is E62B group cost of treatment in third class to first class with median of 4 days inpatient is Rp. 893,971 to Rp. 944.429 while E62C group cost of treatment in third class to first class with 4 days median is Rp. 725.559 to Rp. 817.659.
Pneumonia cost of treatment in adult at RSUD Banjar City year 2006 is E62A group cost of treatment in third class to VIP with median of 8 days inpatient is between Rp, 1.691.669 to Rp. 1.853.874, E62B group cost of treatment in third class to VIP with median of 5 days inpatient is Rp. 1.258.120 to RP. 1.359,498 while E62C group cost of treatment in third class to VIP with median of 5 days inpatient is Rp. 1.120.411 to Rp. 1.221.798.
Calculation of patient cost in hospital was need to be decided nationally as cost calculation based on Diagnosis Related Groups and require advanced research for other disease with samples from various hospital, so that obtained casernix description of every hospital, which expected to give contribution toward development effort of INA-DRG's.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bela Puspita Dalimi
"ABSTRACT
Dalam ilmu kedokteran, demi tercapai keselamatan pasien maka tindakan medis harus sesuai dengan evidence based medicine (EBM) berdasarkan uji klinik. Namun, kerap kali tenaga medis menerapkan tindakan medis tanpa uji klinik. Penelitian ini bertujuan untuk membahas mengenai pengaturan dan penerapan uji klinik terhadap tindakan medis, serta pertanggungjawaban hukum tenaga medis yang melakukan tindakan medis tanpa uji klinik ditinjau dari hukum kesehatan Indonesia. Penelitian ini menggunankan metode penelitian yuridis-normatif, dimana menitikberatkan pada studi kepustakaan sebagai data utamanya serta wawacara dan studi dokumen yang berfungsi untuk melengkapi serta menunjang data kepustakaan. Hasil penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Dalam hukum positif Indonesia, belum ada pengaturan mengenai penerapan uji klinik terhadap tindakan medis secara khusus. Adapun pedoman penerapan uji klinik terhadap tindakan medis ialah International Conference on Harmonization-Good Clinical Practice (ICH-GCP) yang tidak memiliki kekuatan hukum. Tenaga medis yang melakukan tindakan medis tanpa uji klinik, maka ia telah melakukan pelanggaran disiplin karena tidak bertindak sesuai standar profesi kedokteran, pengetahuan, pengalaman, dan  kualifikasinya. Sehingga, diperlukan pengaturan secara khusus mengenai uji klinik terhadap tindakan medis serta diperlukan perubahan atas sifat Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia yang sebelumnya bersifat pasif menjadi aktif agar dapat mengusut penerapan tindakan medis tanpa uji klinik sebagai pelanggaran disiplin, meskipun tidak ada pengaduan sebelumnya.

ABSTRACT
In medical science, in order to achieve patient safety, medical treatment must be in accordance with evidence based medicine (EBM) based on clinical trials. However, often medical personnel apply medical treatment without clinical trials. This study aims to discuss the regulation and application of clinical trials on medical treatment, as well as the legal responsibility of medical personnel who carry out medical treatment without clinical trials in terms of Indonesian health law. This study uses a juridical-normative research method, which focuses on the study of literature as the main data as well as interviews and document studies that serve to supplement and support library data. The results of this study are descriptive analytical. In Indonesian positive law, there are no regulations regarding the application of clinical trials to medical treatment specifically. The guidelines for the implementation of clinical trials on medical measures are the International Conference on Harmonization-Good Clinical Practice (ICH-GCP) which has no legal force. Medical personnel who carry out medical actions without clinical trials, they have committed disciplinary violations because they do not act according to medical professional standards, knowledge, experience, and qualifications. Thus, special regulation are needed regarding clinical trials of medical treatments and changes the trait of the Indonesian Medical Disciplinary Board (MKDKI) are needed from passive to active, in order to be able to investigate the application of medical treatment without clinical trials as disciplinary violations, even though there were no previous complaints."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Rahayu
"Tesis ini membahas pengaruh kepuasan pasien terhadap kunjungan ulang secara analitik kuantitatif dengan desain prospective cohort dilengkapi pendekatan kualitatif. Pengambilan sampel dengan consecutive sampling. Informan terdiri dari Direktur, kepala instalasi, dokter spesialis paru, perawat, dan pasien, Tingkat kepuasan pasien sebesar 88,59% clan kunjungan ulang 75,5%. Dimensi Reliability, Responsiveness, dan kepuasan total berhubungan signifikan dengan kunjugan ulang. Pada analisis multivariat tidak ada variabel perancu hubungan kepuasan dengan kunjungan ulang. Disarankan melengkapi penunjuk arah, optimalisasi Poliklinik DOTS, penyusunan SOP informasi dan komunikasi, penyimpanan berkas rekam medik disatukan dengan foto rontgent, alat komunikasi supaya bisa langsung terhubung ke semua bagian tanpa melalui operator.

This thesis discusses the influence of patient satisfaction to re-visit with the quantitative and qualitative analytical approach, prospective cohort design. Sampling with consecutive sampling. Informants consisted of Director, head of the installation, tuberculosis specialist doctors, nurses, and patients. Level of patient satisfaction of 88.59% and 75.5% re-visit. Dimensions of Reliability, Responsiveness, and total satisfaction have significant associated with re-visit. In the multivariate analysis does not have confounding variable relationship satisfaction with the re-visit. Recommended a complete way, optimaliz.ation Clinic DOTS, SOP preparation of information and communication, medical record storage file together with image rontgent, means of communication that can be directly connected to all parts without going through the operator. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34346
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Ramadhanti
"Peningkatan kebutuhan akan pelayanan kesehatan bagi masyarakat menyebabkan rumah sakit sebagai penyedia layanan berupaya memberikan pelayanan yang terbaik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas pelayanan dan kepuasan pasien antara rumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah di Provinsi Sumatera Selatan. Kualitas pelayanan dan kepuasan pasien diukur berdasarkan apa yang dirasakan pasien secara langsung yang dikembangkan mengikuti lima dimensi SERVQUAL. Analisis faktor konfirmatori digunakan untuk mendapatkan nilai tiap dimensi kualitas. Analisis independent t-test digunakan untuk membandingkan kualitas pelayanan dan kepuasan pasien antara RS Swasta dan RS Pemerintah. Data penelitian didapatkan dari hasil survei menggunakan kuesioner dengan sampel 351 pasien rumah sakit swasta atau pun pemerintah. Penelitian ini menunjukkan bahwa 4 dimensi kualitas pelayanan (tangibility, reliability, assurance, empathy) dan kepuasan pasien RS Pemerintah tidak berbeda secara signifikan  dibandingkan RS Swasta. Namun, dimensi responsiveness menunjukkan bahwa RS Swasta memiliki responsiveness lebih tinggi dibandingkan dengan RS Pemerintah.

The increasing need of health services for the society causes hospitals as health service providers to strive to provide the best service. This study aims to compare service quality and patient satisfaction between private hospitals and public hospitals in South Sumatera Province. Service quality and patient satisfaction were measured by patients' perceived experiences directly developed following the five dimensions of SERVQUAL. Confirmatory factor analysis was used to obtain the value of each quality dimension. Independent t-test analysis was used to compare service quality and patient satisfaction between private and public hospitals. The research data were obtained from the results of a survey using a questionnaire with a sample of 351 patients of private or public hospitals. This study shows that the 4 dimensions of service quality (tangibility, reliability, assurance, empathy) and patient satisfaction of government hospitals are not significantly different from those of private hospitals. However, the responsiveness dimension shows that private hospitals have higher responsiveness compared to public hospitals."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Thoyib
"Dewasa ini keberhasilan rumah saldt diukur dalam memberikan pelayanan yang bermutu. Mum pelayanan pada alchimya dihubungkan dengan kepuasan kepada pasien_ Kepuasan pasien dilihat dari harapan dan kebutuhan terhadap pelayanan yang mereka terima.
Penulisan tesis ini bertujuan untuk mendapakan informasi tentang mutu pelayanan, dengan indikator kepuasan pasien dalam hubungannya dengan aspek pelayanan dokter, pelayanan perawat, administrasi keuangan dan kenyamanan. selain itu ditinjau pengaruh karakteristik pasien yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, pekeijaan, pengetahuan, ternpat tinggal (iarak tempuh), penghasilan, pengalaman di RS lain dan penanggung biaya.
Adanya berbagai keluhan maupun kritikan terhadap pelayanan yang mendasari penelitian ini, Penclitian ini bcrsifat deskriptifanalitik kuantitatif cross sectional. Data primer didapat dari melalui kuosioner kepada 206 responden melalui wawancara, selama 25 hari kerja pada minggu ke 2 bulan mei sampai minggu kc 2 bulan juni 2008.
Dari hasil penelitian didapat responden yang menyatakan puas terhadap selumh aspek pelayanan yang diteliti sebanyak 59.7% Dari aspck pelayanan dan karakteristik pasien temyata aspek kebersihan - kenyamanan, jarak tempuh, penghasilan dan pengalaman di RS lain mempunyai pengaruh terhadap kepuasan pasien.

Nowadays the hospital success is measured in present ate quality service. The quality service is related to the patient satisfaction. The Patient satisfaction is seen on expectation and the need to service that they accept.
The put-posed of this thesis to find out the information about the quality service, with patients satisfactory indicator in its relationship with nursing aspect as doctor, nurse service, financial administration and convenience. besides to measure influence on patient characteristic which is age, gender, education, occupation, knowledge, address (distance), welfare, experience at any other hospital and the insurer cost.
The research performed basely by various complaint and also criticism to musing service. This research was analytic descriptive and cross sectional quantitative. Primary data collected through by questioner to 206 respondents through interviews, up to 25 working days on the second week on May until the second week on June 2008.
The research result found the respondent declares for feeling pleasant to all service aspect which is analyzed as 59.7%. From service aspect and patient characteristic apparently hygiene - convenience aspect, distance, welfare and experience at any other hospital have influence to patient satisfaction. Experience aspect at any other hospital most dominant regard influence patient satisfaction (OR = 4,0l3).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T32081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>