Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189254 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Satria Amiputra A.
"ABSTRAK
Proses pemberian sanksi administrasi dan imbalan bunga terhadap wajib pajak dalam proses sengketa pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum tata cara perpajakan (UU KUP) tidak selamanya berjalan lancar, proses pemberian sanksi administrasi kepada wajib pajak kadang tidak sesuai dengan asas keadilan dan kesetaraan. Kebijakan imbalan bunga yang sebagaimana diatur dalam pasal 27 A Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 dan peraturan perundangan dibawahnya yakni dalam pasal 43 Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2011 merupakan salah satu produk dari kebijakan publik yang merupakan pembaharuan dari peraturan perundang-undangan sebelumnya yakni UU 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pembaharuan tersebut merupakan tujuan dari reformasi perpajakan agar sistem perpajakan
tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan dari masyarakat.

ABSTRACT
The process of administering administrative sanctions and interest rewards on taxpayers in the tax dispute process as regulated in Law Number 28 Year 2007 concerning general provisions on taxation procedures (UU KUP) does not always run smoothly, the process of
administering administrative sanctions to taxpayers is sometimes not in accordance with the principle of justice and equality. The interest compensation policy as stipulated in article 27 A of Law No. 28 of 2007 and the laws and regulations below that is in article 43 Government Regulation no. 74 of 2011 is one of the products of public policy which is a renewal of the previous legislation namely Law 16 of 2000 concerning General Provisions and Tax Procedures. This renewal is the aim of tax reform so that the taxation system does not cause obstacles or resistance from the community."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfan Ali Azka
"Kebijakan imbalan bunga dalam sengketa pajak yang diatur dalam Undangundang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP 2007 dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 berpotensi menimbulkan ketidaksetaraan diantara Wajib Pajak dan fiskus. Penelitian ini mendeskripsikan perkembangan kebijakan imbalan bunga dalam sengketa pajak dan meninjau kebijakan dengan asas kesetaraan. Pendekatan yang digunakan diberlakukannyaa adalah kualitatif deskriptif dengan teknik wawancara mendalam dan studi pustaka. Penelitian ini menemukan bahwa realisasi kebijakan tersebut tidak sepenuhnya setara.

The policy of interest on overpayment related to tax dispute which stipulated in Tax Administration Law and Procedure Year 2007 and Government Regulation Number 74 2011 potentially caused unfairness between taxpayer and tax authority. This research describes the development of the interset policy related to to tax dispute and reviewing the policy with the fair play principle. This research uses descriptive qualitative method with in-depth interview and literature study techniques. This research finds that the interest policy is not fully fair.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47272
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Yudha Wijaya Putra
"Skripsi ini menganalisis sengketa pajak yang terjadi diantara Direktorat Jenderal Pajak dengan KSO ABC terkait penentuan tanggal pembuatan faktur pajak. Sengketa pajak tersebut timbul disebabkan oleh perbedaan interpretasi dalam menafsirkan frasa “menyampaikan tagihan” yang termuat di dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d PER DJP 24/2012. Adanya sengketa pajak tersebut, mengindikasikan bahwa terdapat ketidakselarasan antara peraturan dengan teori sehingga menimbulkan permasalahan pada praktiknya. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mendalam mengenai kasus sengketa pajak tersebut yang ditinjau berdasarkan asas kepastian hukum dan asas substance over form. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan penalaran secara induktif. Berdasarkan tujuan dan manfaatnya penelitian ini tergolong kedalam penelitian deskriptif dan murni. Hasil dari penelitian adalah frasa “menyampaikan tagihan” pada peraturan tersebut kurang memiliki kepastian hukum, karena pada praktiknya peraturan tersebut menimbulkan perbedaan penafsiran antara fiskus dengan wajib pajak, hingga memunculkan sengketa Banding di Pengadilan Pajak. Ditinjau berdasarkan asas substance over form frasa “menyampaikan tagihan” yang menimbulkan multitafsir, dapat dianalisis menggunaka metode textualism yang mengacu pada makna katanya. KBBI digunakan sebagai dasar acuan untuk melihat makna kata dari Frasa “tagihan”, frasa tersebut bermakna hasil menagih atau uang dan sebagainya yang harus ditagih. Dengan demikian, menyampaikan tagihan harus dikaitkan dengan dokumen yang memuat sejumlah uang yang ditagih, sehingga pada saat tersebut KSO ABC harus membuat faktur pajaknya.

This thesis analyzes tax disputes that occur between the Directorate General of Taxes and KSO ABC regarding the determination of the date of making tax invoices. The tax dispute arose due to differences in interpretation in interpreting the phrase "conveying bills" contained in Article 2 paragraph (1) letter d of the DGT Regulation 24/2012. The existence of the tax dispute indicates that there is a misalignment between the regulations and theories, causing problems in practice. Researchers are interested in conducting in-depth research on the tax dispute case which is reviewed based on the principle of legal certainty and the principle of substance over form. This research uses a qualitative approach by conducting reasoning inductively. Based on its purpose and benefits, this research is classified as descriptive and pure research. The result of the study is that the phrase "conveying bills" in the regulation lacks legal certainty, because in practice the regulation creates differences in interpretation between the fiscus and the taxpayer, giving rise to an Appeal dispute in the Tax Court. Reviewed based on the principle of substance over form the phrase "conveying the bill" that gives rise to multiple interpretations, it can be analyzed using the method of textualism which refers to the meaning of the word. KBBI is used as a reference basis to see the meaning of the word from the phrase "bill", the phrase means the result of billing or money and so on that must be billed. Thus, conveying the bill must be associated with a document containing the amount of money billed, so at that time the ABC KSO must make its tax invoice."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Dewi Syafrani Arbi
"Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis implementasi penyelesaian sengketa pajak dalam mewujudkan asas cepat, murah, dan sederhana pada pengadilan pajak di Indonesia dengan Jepang dan juga upaya-upaya yang dilakukan Pengadilan Pajak dalam mewujudkan pelayanan administrasi sengketa pajak yang berasas cepat, murah dan sederhana. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk memperoleh pemahaman mengenai permasalahan yang diangkat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa implementasi penyelesaian sengketa pajak dalam mewujudkan asas cepat, murah, dan sederhana pada pengadilan pajak di Indonesia saat ini belum terwujud. Beberapa saran yang direkomendasikan antara lain: meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan, perlu memperbanyak kantor Pengadilan Pajak diberbagai daerah di Indonesia disertai dengan penambahan penambahan sumber daya manusia yang berkompeten.

The study aims to analyze the implementation of a tax dispute settlement in order to actualize the principles of fast, cheap, and simple in tax court in Indonesia and Japan and also the efforts that being conducted by the Tax Court to implement tax dispute administration services in a fast, cheap and simple. This study used a qualitative approach to gain an understanding of the issues. These results indicate that the implementation of the settlement of a tax dispute in realizing the principle of fast, cheap, and simple in tax court in Indonesia has yet to materialize. Some suggestions are recommended include: improving the quality of examination results, it is necessary to multiply the Tax Court offices in various regions in Indonesia is accompanied by the addition of the addition of competent human resources.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Niasih Ati
"Skripsi ini membahas mengenai pembentukan tempat bersidang Pengadilan Pajak yang ditinjau dari asas Cepat, Murah dan Sederhana dimana faktor-faktor yang akan diteliti adalah pemenuhan tujuan, waktu dan biaya pelaksanaan persidangan baik dari Pengadilan Pajak maupun Wajib Pajak. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif karena data yang diperoleh berasal dari wawancara yang mendalam kepada pihak terkait. Tinjauan penelitian ini adalah sejauh mana pihak yang bersengketa merasakan efektifitas dan efisiensi pembentukan tempat bersidang di luar tempat kedudukan yaitu selain di Ibukota Negara khususnya Yogyakarta serta analisis dengan metode Ex Ante sebagai metode analisis dari kebijakan yang telah diambil.Skripsi ini membahas mengenai pembentukan tempat bersidang Pengadilan Pajak yang ditinjau dari asas Cepat, Murah dan Sederhana dimana faktor-faktor yang akan diteliti adalah pemenuhan tujuan, waktu dan biaya pelaksanaan persidangan baik dari Pengadilan Pajak maupun Wajib Pajak. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif karena data yang diperoleh berasal dari wawancara yang mendalam kepada pihak terkait. Tinjauan penelitian ini adalah sejauh mana pihak yang bersengketa merasakan efektifitas dan efisiensi pembentukan tempat bersidang di luar tempat kedudukan yaitu selain di Ibukota Negara khususnya Yogyakarta serta analisis dengan metode Ex Ante sebagai metode analisis dari kebijakan yang telah diambil.

This study discusses about the establishment where the Tax Court convened in terms of the principle of Fast, Cheap and Simple where the factors that will be examined is the fulfillment of the purpose, time and cost of both the trial implementation of the Tax Court and the taxpayer. This research is a descriptive qualitative research because the data obtained from in-depth interviews to the relevant parties. Review of this research is the extent to which the parties to the dispute to feel the effectiveness and efficiency of the formation of place convene outside the seat of which is in addition to the State Capital and in particular Yogyakarta Ex Ante analysis method as a method of analysis of policies that have been taken."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza
"Penelitian skripsi ini memiliki dua tujuan. Tujuan pertama adalah untuk menganalisis perlakuan PPh badan atas pembayaran sewa sebagai allowable deduction dari sisi penyewa setelah pemberlakuan PSAK 73 berdasarkan asas ease of administration. Tujuan kedua adalah untuk menganalisis perlakuan withholding tax atas pembayaran imbalan sewa dari sisi penyewa setelah pemberlakuan PSAK 73 berdasarkan asas ease of administration. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan post-positivist yang pengumpulan datanya dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Berdasarkan analisis atas data yang telah dikumpulkan tersebut, diperoleh dua kesimpulan sebagai jawaban atas dua pertanyaan penelitian. Pertama, perlakuan PPh badan atas pembayaran sewa sebagai allowable deduction dari sisi penyewa setelah pemberlakuan PSAK 73 tidak memenuhi asas ease of administration karena asas clarity dan economy tidak terpenuhi. Sementara itu, untuk kesimpulan kedua, perlakuan withholding tax atas pembayaran imbalan sewa dari sisi penyewa setelah pemberlakuan PSAK 73 tidak sepenuhnya memenuhi asas ease of administration karena asas clarity tidak terpenuhi. Atas dua kesimpulan tersebut, dihasilkan dua saran. Untuk saran pertama, diperbaruinya KMK No. 1169/KMK.01/1991 atau diperkenalkannya suatu ketentuan pajak baru yang mengatur perlakuan transaksi sewa, yang sebaiknya dapat menjelaskan konsekuensi dari adanya perbedaan pengakuan dan pengukuran antara akuntansi dan pajak. Sedangkan, untuk saran kedua, pengaturan konsep utang dalam Pasal 4 ayat (2) PP 34/2017 sebaiknya diperjelas agar tidak menimbulkan ketidakpastian

This undergraduate thesis aims to accomplish two objectives. The first objective is to analyze the treatment of corporate income tax on lease payments as an allowable deduction from the lessee's perspective after the implementation of PSAK 73 based on the principle of ease of administration. The second objective is to analyze the treatment of withholding tax on lease payments from the lessee's perspective after the implementation of PSAK 73 based on the principle of ease of administration. This research utilizes a post-positivist approach, with data collection conducted through literature review and in-depth interviews. Based on the analysis of the collected data, two conclusions are drawn in response to the research questions. First, the treatment of corporate income tax on lease payments as an allowable deduction from the lessee's perspective after the implementation of PSAK 73 does not meet the principle of ease of administration because the principles of clarity and economy are not fulfilled. Meanwhile, for the second conclusion, the treatment of withholding tax on lease payments from the lessee's perspective after the implementation of PSAK 73 does not fully meet the principle of ease of administration because the principle of clarity is not fulfilled. Based on these two conclusions, two recommendations are proposed. The first recommendation is to update KMK No. 1169/KMK.01/1991 or introduce a new tax regulation that governs the treatment of lease transactions. This new regulation should clarify the consequences of the differences in recognition and measurement between accounting and taxation. As for the second recommendation, the concept of debt in Article 4, paragraph (2) of Government Regulation No. 34/2017 should be clarified to avoid causing uncertainty."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Rosdianti
"Ketentuan mengenai peradilan administrasi dijabarkan melalui UU Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Selanjutnya UU tersebut mengalami perubahan beberapa ketentuan di dalamnya. Perubahan tersebut dituangkan di dalam UU No 9 tahun 2004 tentang Perubahan terhadap UU Nomor 5 tahun 1986 tentang PTUN. Keberadaan peradilan administrasi/TUN di Indonesia sesungguhnya adalah satu langkah maju. Pengadilan TUN menjadi satu lingkungan peradilan tersendiri yang terpisah dari peradilan umum (perdata) di mana pengadilan TUN dapat memfokuskan perhatiannya, serta berkonsentrasi hanya pada sengketa administrasi saja. Obyek sengketa peradilan ini adalah Keputusan TUN. Kewenangan pengadilan TUN untuk memutuskan sengketa kewenangan Tata Usaha Negara, menjadi semacam kontrol yudisial (judicial control) bagi pelaksanaan kepemerintahan yang baik (Good Governance) dan pelaksanaan asas-asas umum pemerintahan yang layak (AAUPL). Agar tidak ada pejabat TUN herlaku dan bertindak sewenang-wenang dengan membuat Keputusan yang tidak patut, balk secara formal maupun materiil. Peradilan TUN juga menjadi sarana bagi para pencari keadilan untuk memperoleh keadilan, sekaligus sebagai perlindungan dari pemberlakuan keputusan administratif (yang dikeluarkan oleh pejabat TUN) yang diindikasikan sewenang-wenang. Puncak dari proses peradilan adalah pada pelaksanaan eksekusi putusannya, yakni pada saa4 mana hak-hak pencari keadilan diperoleh. Pelaksanaan putusan pengadilan adalah pada cabang kekuasaan eksekutif, dalam hal ini adalah pejabat-pejabat TUN. Di Indonesia diperoleh data bahwa sebagian besar putusan Pengadilan TUN tidak dilaksanakan oleh pejabat TUN. Ini berarti bahwa putusan pengadilan yang seharusnya automatically executed, tidak terlaksana. Di Indonesia, pelaksanaan putusan bertumpu kepada kesadaran dan inisiatif pejabat TUN yang bersangkutan. Karena kesadaran hukum masih rendah, maka pengabalan putusan pengadilan oleh pejabat TUN telah mencederai penghormatan terhadap supremasi hukum sekaligus mengabaikan hak atas keadilan bagi warga negara. Sistem peradilan administrasi di Indonesia dipandang belum cukup memadai untuk memaksa para pejabat TUN melaksanakan putusan pengadilan administrasi. Hal ini diantaranya disebabkan oleh tidak tersedianya ketentuan (hukum acara) yang mengatur pelaksanaan pemberian sanksi bagi pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan TUN. Ketentuan di dalam pasal 116 huruf c,d,dan e UU Nomor 9 tahun 2004 belum dapat diimplementasikan tanpa ketentuan yang lebih rinci yang mengatur pemberian sanksi.

The focus of this study is regarding the fulfillment of right to justice through execution of administrative court's decision. Administrative Court in Indonesia is regulated within Act No.5/1986 concerning Administrative Court. In 2004, This Act is revised by the Act No.9/2004 Concerning The Revision of Act. No. 5/1985 of Administrative Court. The existence of Administrative Court is a progress, in the context of law in Indonesia. Administrative Court being a spesific court which is separated from the General Court (Frovate Court) in order to focus on its jurisdiction of administrative dispute. The Object of this Court is the decision which is made by the Government Official. This ini in the frame of administrative dispute. Within this purpose, Administrative Court is like a judicial control of the application of good governance and the general norm of a proper government. It is to make sure that the official government not to make a decision without compunction (in formal or material). Administrative Court is also a means of the citizen to get their right to justice, to be protected by the state from the decisions which are made by the official government alleged a violation in it. The top of the court process is implementation or execution of the decision of the court. It is the fulfillment of the right to justice to the citizen. The Implementation is in the executive power, in this context are government officials. But in Indonesia. We gain the data which contain the obidience of the court's decision by the most government officials. Court decision must automatically executed. But in Indonesia, it is not implemented properly. The implementation is depend on the awareness and initiative of the particular government officials to do the execution. Because of the law obedience is quite law, many problems appear regarding the negligance of these government officials. The negligance defect the supremacy of law and also the right to justice of the citizen. Administrative Court System in Indonesia has not been adequate to force the government officials to implement the court's decision. It is accasioned by insufficience of content of the regulation in Act 5/1986 and in Act 9/2004 in sanction for the government officials who are disobey the decision of administrative court. The sanction which is mentioned in article 116 c, d and f (Act No.9/2004) has not been implemented becouse there is no particularly arrangment concerning the sanction to the government officials who neglect the court decision."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24403
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Nurrohim
"Asas persamaan dan kesetaraan (taswiyah) merupakan salah satu asas yang harus diterapkan dalam akad ju’alah pada transaksi saham di Pasar Modal Syariah Indonesia. Dimana, para pihak yang melakukan akad harus mempunyai kedudukan yang sama/setara untuk menentukan hak dan kewajiban secara seimbang. Asas ini penting untuk diterapkan dalam setiap tahapan akad, baik pada tahap pra kontraktual, kontraktual maupun pasca kontraktual. Sehingga, daya kerja asas kesetaraan dapat diuji dari faktor perbuatan para pihak, isi dari akad dan pelaksanaan akad. Metode penelitian yuridis empiris digunakan untuk meneliti akad ju’alah dalam transaksi saham syariah melalui aplikasi IPOT dari Indo Premier. Kemudian, akad ju’alah pada Indo Premier tersebut dianalisis berdasarkan ketentuan tentang penerapan asas kesetaraan dan akad ju’alah dalam hukum Islam. Hasil penelitian menunjukan bahwa Indo Premier pempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan Nasabahnya, untuk menentukan hak dan kewajiban dalam akad serta menentukan imbalan ju’alah dalam pelaksanaan akad tersebut. Dengan demikian, akad ju’alah pada Indo Premier belum sepenuhnya menerapkan asas kesetaraan dan bertentangan dengan ketentuan akad ju’alah dalam hukum Islam, dimana imbalan ju’alah ditentukan oleh Nasabah.

The principle of equality and equality (taswiyah) is one of the principles that must be applied in the ju'alah in stock transactions in the Indonesian Islamic Capital Market. Where, the parties who make the contract must have the same/equal position to determine the rights and obligations in a balanced way. This principle is important to be applied in every stage of the contract, both at the pre-contractual, contractual and post-contractual stages. Thus, the working power of the principle of equality can be tested from the factors of the actions of the parties, the content of the contract and the implementation of the contract. The empirical juridical research method is used to examine ju'alah in sharia stock transactions through the IPOT application from Indo Premier. Then, ju'alah at Indo Premier is analyzed based on the provisions regarding the application of the principle of equality and ju'alah in Islamic law. The results show that Indo Premier has a higher position than its customers, to determine the rights and obligations in the contract and determine ju'alah in the implementation of the contract. Thus, ju'alah at Indo Premier has not fully implemented the principle of equality and is contrary to the provisions of the ju'alah in Islamic law, where the ju'alah is determined by the Customer."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Akbar Maulana Rianda
"Berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 Tahun 2013 membuat Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang diatur di Pasal 14 Undang ? Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) tidak lagi berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan kegiatan usaha dengan peredaran bruto dibawah Rp. 4,8 miliar setahun. Kebijakan tersebut dalam rangka penyederhanaan pelaksanaan kewajiban perpajakan bagi WP Orang Pribadi. Penelitian kuantitatif, dengan survey dan wawancara mendalam bertujuan membandingkan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Pajak Penghasilan Final 1% dalam pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan Orang Pribadi ditinjau dari asas simplicity. Ketentuan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Pajak Penghasilan Final 1% bagi Wajib Pajak Orang Pribadi telah memenuhi asas simplicity.

Government Regulation No. 46 Year 2013 made Deemed Profit which is regulated in Article 14 of Income Tax Act is no longer applied to the Individual Taxpayer who is carrying on business activities with a gross turnover of less than Rp. 4.8 billion a year. This quantitative approach used survey and in-depth interview as collection data technique. The research focused to compare the use of Deemed Profit and Final Income Tax 1% in the fulfillment of Personal Income Tax liability in terms of simplicity. As a result, simplicity has been felt by Individual Taxpayer who used Deemed Profit and Final Income Tax 1%."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mikha Grinelda Ningrum
"Adanya transaksi jual dan beli membuat tiap perusahaan harus melakukan kewajiban perpajakan Pajak Pertambahan Nilainya, termasuk pula yang dilakukan PT X. Pelaporan perpajakan yang dilakukan PT X mengalami kesalahan yang sebetulnya dapat diatasi dengan Pemindahbukuan. Namun PT X tidak dapat menempuh alternatif tersebut sehingga PT X harus menanggung sanksi administrasi agar kesalahan tersebut dapat terselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dasar pertimbangan dari Direktorat Jenderal Pajak dalam membuat aturan terkait kesalahan setor pada Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean tidak dapat dipindahbukukan dan menganalisis sanksi administrasi yang diterima PT X apakah sudah sesuai dengan mempertimbangkan asas ease of administration. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar pertimbangan Direktorat Jenderal Pajak membuat aturan mengenai kesalahan setor Jasa Kena Pajak Luar Daerah Pabean tidak dapat dipindahbukukan karena Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak Luar Daerah Pabean masih rentan untuk dimanfaatkan oleh Wajib Pajak untuk menghindari pajak dan pengawasan yang dilakukan Pemerintah belum dapat diandalkan. Atas adanya ketentuan yang tidak memperbolehkan untuk melakukan Pemindahbukuan, maka cara yang ditempuh PT X untuk mengatasi kesalahan penyetoran pajak adalah Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang, yang menimbulkan sanksi administrasi. Dengan adanya hal tersebut, sanksi administrasi yang terjadi akibat kesalahan setor pajak yang dilakukan PT X tidak memenuhi asas ease of administration.

The occurrence of selling and buying transactions cause every companies to do their VAT obligations, including PT X. Tax reported by PT X which appear to be wrong can be subdued by Overbooking. However PT X couldn’t go thrpugh the said alternative, therefore PT X had to bear administrative sanctions so those mistakes can be resolved. The purpose of this research is to analyze basic considerations from Directorate General of Taxes in making regulations regarding the faulty transfer of Taxable Services from outside the custom area which cannot be overbook and analyze whether the administrative sanctions given to PT X are appropriate, with Ease of Administration principle in deliberation. This research used a qualitative approach with in-depth interview and literature study for data collection. The result of this research concludes that the primary consideration Directorate General of Taxes made regulations concerning the incorrect transfer of Taxable Services from outside the custom area is because Intangible Taxable Goods and Taxable Services from outside the custom area are susceptible to being used by Taxpayers for the purpose of avoiding tax and the Government’s control are not fully reliable. Because the regulations do not allow overbooking, alternative ways taken by PT X to resolve the incorrect transfer of tax is Restitution, which causes administrative sanctions. With that being said, administrative sanctions that occur as a result of wrong transfer of tax do not fulfill the Ease of Administration principle."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>