Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131660 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Prabawa Widiatma
"Pembangunan hutan tanaman industri (HTI) bertujuan untuk meningkatkan produktifitas lahan, menghasilkan devisa, menyerap tenaga kerja dan memenuhi bahan baku industri. Berkembangnya isu perubahan iklim dan emisi karbon menyebabkan pemerintah dihadapkan pada pilihan dilematis apakah melakukan pemanfaatan lahan gambut menjadi HTI atau mempertahankannya sebagai kawasan konservasi. Valuasi ekonomi manfaat ekonomi dan lingkungan pembatasan pemanfaatan lahan gambut untuk HTI digunakan untuk menjawab dilemma tersebut. Dengan menggunakan pendekatan benefit transfer, nilai dan fungsi jasa lingkungan divaluasi. Hasilnya gambut mempunyai nilai lahan Rp 4 juta/ha, mampu menyimpan air 24 rb m3/ha. Namun perubahan penggunaan lahan gambut menjadi HTI menyebabkan emisi senilai Rp 40 juta/ha dan biaya restorasi Rp 14,5 juta/ha. Nilai ekonomi pemanfaatan lahan gambut yang diperoleh sebesar Rp 10,8 T, dan dengan pembatasan pemanfaatan gambut dapat menghindari hilangnya jasa lingkungan (karbon, tata air dan biodiversitas). Kepastian mekanisme dan pasar karbon menjadi tumpuan perolehan nilai jasa lingkungan yang maksimal.

Plantation Forest (PF) means to increase land productivity, generate exchange, absorb labor and industrial materials needs. The issue of climate change and carbon emissions caused Government faced a dilemmatic choice: use peatland or maintain it as a conservation area. Economic valuation of economic benefits of the peatland moratorium for PF used to answer the dilemma. By using the benefit transfer approach, the value and function of environmental services are valued. As a result, peat has a land value of IDR
4 million/ha, able to store 24.000 m3 water/ha. The changes in peatland use to PF caused emissions of Rp. 40 million / ha and restoration costs of IDR 14.5 million/ha. The economic value of the PF obtained IDR 10.8 T, and with restrictions on the use of peat can avoid of environmental services loss (carbon, water management and biodiversity). Certainty carbon mechanisms and markets is a cornerstone to obtaining maximum value of environmental services."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Prabawa Widiatma
"Kebijakan pembatasan pemanfaatan gambut (moratorium) berdampak langsung bagi usaha hutan tanaman. Penelitian dilakukan untuk memperoleh nilai manfaat ekonomi dan lingkungan akibat penerapan kebijakan melalui evaluasi Nilai Ekonomi dengan menggunakan nilai tanah, biaya sosial karbon dan tata air sebagai variabel estimasi. Penerapan kebijakan moratorium menyebabkan potensi manfaat ekonomi yang hilang mencapai Rp 3,08 triliun/tahun, namun moratorium dapat menghindari kerugian lingkungan dari emisi karbon sebesar Rp 68 triliun, manfaat pengelolaan air sebesar Rp 1,5 triliun. Sehingga, kebijakan moratorium memberikan nilai manfaat lingkungan lebih besar daripada manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari pemanfaatan lahan gambut untuk hutan tanaman.

The moratorium policy on peatland uses has an impact for plantations forest, this study is conducted the economic and environment benefits from the policy by evaluating the Total Economic Value. Resources rent, social cost of carbon, and water regulation used as estimation variables. The moratorium causes potential economic lost amounted to IDR 3.08 billion/years,but could avoid environmental loss from carbon emissions of IDR 68 billion, benefit of water management amounted of IDR 1.5 billion. The moratorium policy provides positive value in term of environmental benefit greater than the economic benefits that can be obtained from peatland utilization for plantations."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octa Fredi
"Isu lingkungan khususnya deforestasi telah menjadi perhatian dunia termasuk Indonesia yang kemudian merespon dengan keluarnya kebijakan moratorium hutan dan gambut di tahun 2011. Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra terkait trade off antara lingkungan dan ekonomi khususnya pada studi kasus sektor kelapa sawit. Penyelamatan lingkungan melalui kebijakan moratorium harus dihadapkan dengan potensi dampak melambatnya kontribusi ekonomi dari kelapa sawit sebagai komditas andalan baik di level regional dan nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan moratorium terhadap daerah sentra kelapa sawit, Riau. Analisis penelitian menggunakan metode sistem dinamik selama periode aktual 2008-2016 dan dilanjutkan dalam proyeksi hingga 2026 dengan membandingkan skenario kondisi moratorium, tanpa moratorium dan moratorium berjangka. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan moratorium memberikan dampak positif terhadap perlambatan penurunan luas hutan namun di satu sisi juga memberikan dampak negatif terhadap perlambatan kontribusi ekonomi yang ditandai dengan perlambatan laju ekspansi lahan kelapa sawit, produksi kelapa sawit dan volume ekspor kelapa sawit yang kemudian berujung pada kontirbusi nilai ekspor kelapa sawit baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Environmental issues, especially deforestation, have become the world's attention, including Indonesia, which then responded with the release of forest and peat moratorium policies in 2011. This policy raises the pros and cons of trade-offs between the environment and the economy especially on the case study of the palm oil sector. Saving the environment through moratorium policies should be faced with the potential impact of slowing economic contributions from oil palm as a reliable commodity both at regional and national levels. This study aims to analyze the impact of moratorium policy on the area of ​​oil palm center, Riau. The research analysis used dynamic system method during the actual period of 2008-2016 and continued in projection up to 2026 by comparing scenario of moratorium condition, without moratorium and futures moratorium. The results of the research indicate that the moratorium policy has a positive impact on the decline in forest area but on the one hand it also negatively impacts the slowdown of economic contribution which is marked by the slowing of the expansion rate of oil palm, palm oil production and export volume of palm oil which then lead to the contribution of value export of palm oil both in short and long term."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T49907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Erliza
"Limbah air asin sebagai produk sampingan dari proses desalinasi PLTU dapat menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan jika pembuangannya tidak diolah dengan baik. Di sisi lain, limbah air asin dapat menjadi sumber daya berharga/ valuable resources karena mengandung senyawa yang memiliki nilai jual seperti Na+ dan Cl- yang dibutuhkan industri. Strategi valorisasi mengubah paradigma limbah air asin yang merupakan “limbah/produk sampingan” menjadi “sumber daya” untuk berbagai tujuan dan aplikasi lainnya. Valorisasi limbah air asin menjadi larutan garam murni dengan kadar NaCl >200mg/L dapat menjadi bahan baku alternatif bagi industri Chlor Alkali Plant (CAP). Pendekatan penilaian sistematis harus diterapkan memperkirakan keberlanjutan dan kelayakan investasi dan bisnis pada teknologi valorisasi limbah air asin untuk menjadi bahan baku industri CAP, baik dari sudut pandang teknologi, maupun manfaat ekonomi, sosial, dan dampak terhadap lingkungan. Analisis biaya-manfaat digunakan untuk memilih teknologi valorisasi limbah air asin menjadi larutan garam murni untuk diterapkan di Indonesia. Teknologi valorisasi limbah air asin yang dianalisis adalah membran elektrodialisis dan gabungan teknologi membran reverse osmosis-osmotically assisted reverse osmosis (RO-OARO). Teknologi valorisasi menggunakan teknologi reverse osmosis - osmotically assisted reverse osmosis (RO-OARO) terpilih sebagai teknologi yang layak dikembangkan di Indonesia berdasarkan kriteria dalam analisis biaya-manfaat. Integrasi PLTS on-grid (PLTS dan jaringan listrik PLN) dengan sistem valorisasi limbah asin yang menggunakan membran RO-OARO disusun sebagai upaya mengurangi ketergantungan pasokan listrik PLN. Model goal programming dibangun untuk menentukan optimalisasi sistem integrasi PLTS on-grid dan sistem valorisasi limbah air asin dengan multi tujuan yaitu untuk memaksimalkan net present value (NPV) proyek, mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2e), dan meminimalkan persentase kontribusi jaringan listri PLN yang dipasok. Hasil perhitungan analisis biaya-manfaat digunakan sebagai batasan tujuan pada model goal programming ini. Model ini mampu menunjukan jumlah panel fotovoltaik (PV) yang diperlukan, jumlah energi yang dipasok dari jaringan listrik PLN, dan jumlah energi surplus yang dijual ke jaringan listrik PLN. Hasil perhitungan menunjukan jumlah optimal panel PV yang dapat dibangun sebanyak 614 unit pada luas lahan 1.000 m2. Kapasitas maksimum yang dihasilkan PLTS sebesar 20,67 kWh/jam, berkontribusi sebesar 6% untuk memasok listrik ke sistem valorisasi limbah air asin, dan PLTS tidak menghasilkan kelebihan listrik yang dapat dijual ke PLN. Artinya, PLTS harus diintegrasikan dengan jaringan listrik PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik sistem valorisasi limbah air asin agar tetap memiliki keuntungan di dalam kurun waktu 10 tahun.

The rejected brine as a by-product of the desalination process can harm the environment if the disposal does not appropriately treat. On the other hand, rejected brine is also a potential source because it contains valuable compounds, such as Na+ and Cl-, which the industry needs. The valorization strategy changes the paradigm of rejected brine, which is a “waste/by-product” into a “resource” for various purposes and other applications. The rejected brine valorization into NaCl solution with saturation more than 200mg/L can be an alternative raw material for the chlor alkali plant (CAP) industry. A systematic assessment approach should be applied to estimate the sustainability and feasibility of investment and business in valorization technology for rejected brines to become raw materials for the CAP industry, both from a technological point of view, as well as economic, social and environmental benefits. The cost-benefit analysis was used to select the technology for rejected brine valorization into a NaCl solution for Indonesia. The rejected brine valorization technology analyzed was electrodialysis membranes and a combination of reverse osmosis-osmotically assisted reverse osmosis (RO-OARO) membranes technology. Valorization technology using reverse osmosis-osmotically assisted reverse osmosis (RO-OARO) was selected as a feasible technology that developed in Indonesia based on the criteria in the cost-benefit analysis. Integrating PV on-grid (PV and grid) with a rejected brine valorization system using RO-OARO membranes is structured to reduce dependence on PLN's electricity supply. The goal programming model was built to determine the optimization of the integrating PV on-grid system and rejected brine valorization system with multiple objectives, namely to maximize the project's net present value (NPV), reduce greenhouse gas (CO2e) emissions, and minimize the percentage contribution of the PLN electricity network. The result of the cost-benefit analysis is used as a goal limitation in this goal programming model. This model is able to show the required number of photovoltaic (PV) panels, the amount of energy supplied from the PLN electricity grid, and the amount of surplus energy sold to the grid. The calculation results show that the optimal number of PV panels is 614 units on a land area of ​​1,000 m2. The maximum capacity produced by PV is 20.67 kWh/hour, contributing 6% to supply electricity to the saltwater waste valorization system, and PV does not produce excess electricity that can be sold to PLN. It means that PV must be integrated with the grid to meet the rejected brine valorization system's electricity needs to continue to profit within ten years."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhardi Fonger
"Tesis ini menganalisis dua asas yang sama-sama memiliki kepentingan dalam kebijakan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut terkait dengan kegiatan usaha Hutan Tanaman Industri di Indonesia yaitu asas pencegahan dan asas non retroaktif dengan menggunakan teori pembobotan terhadap asas dari Ronald Dworkin. Dalam teori ini, asas yang memiliki bobot kepentingan yang lebih kuat akan mengabaikan asas yang bobotnya lebih lemah. Namun tidak berarti ada asas yang benar atau asas yang salah, kedua asas ini tetap diakui sebagai bagian dari sistem hukum. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asas pencegahan dalam kasus ini memiliki bobot kepentingan yang lebih besar daripada asas non retroaktif sehingga kebijakan pemerintah dalam perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut terkait Hutan Tanaman Industri di Indonesia telah tepat. Untuk meminimalisir kerugian bagi bagi pihak yang terimbas dari dikalahkannya asas non retroaktif, maka penting untuk dilakukan upaya penyeimbangan balancing . Namun hasil pembobotan dari asas-asas tersebut tidak dapat diterapkan secara sama dalam semua kasus, Oleh karena itu, jika asas-asas yang digunakan tersebut muncul dalam kasus yang lain, maka asas-asas tersebut kembali memiliki bobot yang sama.

This thesis analyzes two principles which both have interest in peat ecosystem protection and management policies related to Industrial Forest Plantation business activity in Indonesia, namely prevention principle and non retroactive principle by using the weighting theory from Ronald Dworkin. In this theory, principles that have stronger weight of importance will ignore principles that are weaker in weight. But it does not mean that there is a right principle or a wrong principle, both of these principles are remain recognized as part of the legal system. Data collection methods are carried out by literature study. The result of this study indicates that the precautionary principle in this case has a greater importance than non retroactive principles, so that government policies in peat ecosystem protection and management policies related to Industrial Forest Plantation business activity in Indonesia are appropriate. Making a balancing effort for those who affected by the defeat of the non retroactive principle is important to minimize their losses. The weighting of these principles cannot be applied equally in all cases. Therefore, if these principles appear in other cases, then the principles return to have the same weight."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T52088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
I Wayan Gede Mandyasa
"Deforestasi merupakan isu yang sangat serius bagi kawasan hutan yang berada di negara tropis, khususnya Indonesia. Untuk merespon hal tersebut, beberapa upaya telah dilakukan untuk mengurangi laju deforestasi. Upaya yang terakhir adalah dengan menetapkan Kebijakan Moratorium Hutan pada tahun 2011 sebagai bagian dari skema REDD. Studi ini mengamati beberapa faktor penyebab deforestasi dan selanjutnya menguji apakah Kebijakan Moratorium Hutan berdampak pada deforestasi di level nasional dan regional. Studi ini menggunakan beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab tidak langsung (underlying causes) dari deforestasi. Data merupakan data panel yang berasal dari 33 Provinsi di Indonesia mulai tahun 2003 - 2016, yang dibagi lebih lanjut ke dalam delapan periode. Data di analisa dengan menggunakan metode estimasi Ordinary Least Square (OLS). Hasil estimasi menunjukkan bahwa faktor - faktor yang mempengaruhi deforestasi, termasuk konsesi hutan, FDI sektor primer, pertumbuhan populasi, dan kebakaran hutan, secara statistik signifikan mempengaruhi laju deforestasi di level nasional dan regional. Selanjutnya, hasil estimasi tersebut secara parsial menunjukkan bahwa kebijakan moratorium hutan tidak menurunkan deforestasi secara signifikan. Selain itu, studi - studi sebelumnya juga menunjukkan bahwa koordinasi diantara para pihak baik di pusat dan daerah harus diperbaiki untuk meningkatkan implementasi kebijakan tersebut, khususnya di tingkat regional. Lebih lanjut, para pemangku kebijakan yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan ini harus dapat memberikan alternatif kebijakan yang dapat memberikan manfaat bagi komunitas yang tinggal di sekitar Kawasan hutan.

Deforestation is a very serious issue for forest areas in tropical countries. In response to this, efforts have been made to reduce the deforestation rates. The latest effort was the establishment of the Forest Moratorium Policy in 2011, as a part of the Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) scheme. This study examines several determinants of deforestation in Indonesia and tests whether the forest moratorium policy has had an effect on the deforestation rate at national and regional levels. Several possible underlying causes of deforestation are considered. The study uses panel provincial data covering the period 2003-2016. To standardize the data, it has been divided into eight periods. The cross-section consists of 33 provinces in Indonesia. Estimation was conducted using ordinary least squares (OLS) multiple regression methods. The estimated results show that deforestation drivers, including forest concessions, primary sector foreign direct investment, population growth, and forest fire incidents, are statistically significant at the national and regional levels, as predicted. Furthermore, the results partly suggest that implementing the forest moratorium policy did not produce any statistically significant effect in reducing deforestation, either at the national or regional levels. Coordination between central and regional stakeholders should be improved to further empower the policy implementation, especially at the regional level. Furthermore, actors responsible for implementing the Forest Moratorium Policy propose a policy that provides economic benefits to communities surrounding the primary natural forests, in order to prevent primary forest encroachment."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T52005
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barkah Ilham Purnawan
"Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas kebijakan moratorium kehutanan dalam mengurangi deforestasi di Indonesia dan mengukur dampaknya terhadap industri perkebunan kelapa sawit. Untuk tujuan ini, model regresi data panel digunakan dengan menggunakan data panel 14 provinsi di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Hasilnya mengungkapkan bahwa kebijakan moratorium kehutanan dapat mengurangi deforestasi dengan sedikit meningkatkan kawasan berhutan di Sumatera dan Kalimantan. Peningkatan temporal di kawasan hutan ini dihasilkan melalui industri perkebunan hutan yang akan lebih aktif dalam melakukan penanaman kembali pada area konsesi. Selain itu, kebijakan moratorium juga tampaknya mempengaruhi industri perkebunan hutan untuk secara intensif menggunakan input mereka untuk mempertahankan / meningkatkan output industri; oleh karena itu, industri perkebunan kelapa sawit akan lebih memilih untuk menghasilkan produk akhir yang memiliki nilai tambah tinggi dibandingkan produk yang memiliki nilai tambah yang rendah. Selain itu, kebijakan moratorium ini ternyata tidak terbukti memberikan dampak negatif yang signifikan pada industri perkebunan kelapa sawit.

This study examines the effectiveness of the Forest Moratorium Policy (FMP) in reducing deforestation in Indonesia and measures its impact on the palm oil industry. To this end, panel data regression model is employed with longitudinal data of 14 provinces in Sumatera and Kalimantan Islands. The results reveal that the FMP could reduce deforestation by slightly increasing a trend of forested area. This temporal increase in forested area is generated by the forest plantation industry that would be more active in replanting their concession area under the FMP. Moreover, the FMP also appear to influence the forest plantation industry to intensively utilize their inputs to maintain/increase their output; hence, they would prefer to produce final products that have the high value-added instead of low value-added, while the FMP would not give significant negative impact on the palm oil industry."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T51998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremy Jordan
"ABSTRAK
Kebakaran hutan dan lahan terutama di lahan gambut yang sering terjadi di Indonesia memberikan dampak negatif yang sangat besar, baik bagi lingkungan hidup maupun bagi masyakat. Penegakan hukum perdata untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi terhadap kerugian lingkungan maupun bagi masyarakat harus bisa didapatkan. Penggunaan dasar pertanggungjawaban perdata melalui tanggungjawab mutlak bisa dilakukan bagi kegiatan dan/atau usaha yang berada didalam sebuah ekosistem gambut ataupun memiliki dampak terhadap ekosistem gambut. Namun dalam praktiknya belum tentu badan usaha pencemar/ perusak lingkungan tersebut dapat memenuhi kompensasi tersebut secara penuh karena terdapat permasalahan insolvensi. Asuransi lingkungan hidup mampu untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan mekanisme pengalihan risiko yang dilakukan. Keluarnya PP No. 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi memberikan jalan bagi penerapan asuransi lingkungan hidup di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan cara metode yuridis normatif dengan melihat bahan-bahan hukum yang memiliki kekuatan hukum mengikat seperti ketentuan peraturan perundang-undangan.

ABSTRACT
Forest and land fires, especially on peatlands that often occur in Indonesia, have a huge negative impact both for the environment and for the community. The enforcement of civil law to obtain compensation for damages to the environment and for the community must be obtained. The basic use of civil liability through absolute responsibility can be made for activities and or businesses within a peat ecosystem or have an impact on the peat ecosystem. The basic use of civil liability through strict liability can be made for activities and or businesses within a peat ecosystem or have an impact on the peat ecosystem. In practice, however, it is not necessarily that the polluter can fulfill their compensation fully because there are insolvency problems. Environmental insurance is able to overcome these problems with the risk transfer mechanism. The issuance of PP no. 46 of 2017 on Economic Instruments provides a way for the implementation of environmental insurance in Indonesia. This research is conducted by means of normative juridical method by looking at legal materials that have binding legal force such as legislation."
[;, ]: 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Virginia
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana Peran Nongovernmental Organisation dalam advokasi kebijakan untuk mengatasi masalah deforetasi dengan studi kasus Wahana Lingkungan Hidup Indonesia dalam advokasi kebijakan moratorium hutan. Pendekatan pada penelitian ini adalah pendekatan kualittaif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan peran Wahana Lingkungan Hidup Indonesia WALHI sebagai nongovernmental organisation dalam advokasi kebijakan moratorium hutan. Hasil dari penelitian ini adalah kegiatan advokasi WALHI menyasar pada isi kebijakan moratorium dan tata laksana dengan sasaran Presiden dan melalui Staf Presiden dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Demi melancarkan kegiatan yang dilakukan WALHI juga menggalang pendukung dan sekutu. WALHI telah melakukan berbagai kegiatan dalam advokasi kebijakan moratorium seperti membuat Platform kebijakan moratorium, membuat kajian dan launching kajian, melakukan media visit dan media briefing, diskusi informal, kampanye melalui media sosial dan kampanye kreatif. Dimana masing-masing kegiatan memiliki hambatan atau tantangannya masing-masing. Kegiatan Advokasi yang dilakukan oleh WALHI telah berhasil memperpanjang kebijakan moratorium hutan serta membuat pemerintah menambah jumlah luasan PIPIB akan tetapi belum mampu merubah kebijakan moratorium seperti yang diharapkan. Rekomendasi yang diberikan adalah memperluas sasaran advokasi, membuat kajian pemerintah daerah serta melakukan evaluasi pemahaman masyarakat mengenai kebijakan moratorium.

ABSTRACT
This research describe about the role of Nongovernmental Organisation in Policy Advocay to solve Deforestation problem with case study of Wahana Lingkungan Hidup Indonesia in Forest Moratorium Policy Advocacy. This research is a qualitative research and uses qualitative approach with data collection techniques are in depth interview and literature study. The research amin to describe the role of Wahana Lingkungan Hidup Indonesia WALHI in forest moratorium policy advocacy as nongovernmental organisation. The result of this reasearch is the policy advocacy that is undertaken by WALHI targettig the content of policy and the structure such as President through Presiden tstaff and Ministry of Environment and Forestry. To support their activites WALHI has formed allies with the other organisations. WALHI has done some advocacy activities such as making platform, research and research launching, media briefing and media visit, informal discussion, mass media campaigne, social media campaigne and creative campaigne. Each activities has its challange and or obstacle. The policy advocacy activities of WALHI has the obstacle at collecting the data. The advocacy that has been done by WALHI has made the government extended the policy on 2013 and 2015and increasing the total amount of forest area on the moratorium indicative map even though it didn rsquo t not make any change at the substance of the policy as they wanted. So the recommendation for WALHI to do are expanding the target of the advocacy to Ministry of Home Affair, make a research about the compliance of local government and evaluate the pubic understanding about this policy."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>